"Menulislah maka kau pun Ada" Your Personal Psychologist, Nerissa Arviana. Happy to see you :) Hi! Welcome to my world I'll give you big smile, Aha!erlebnis thought, Dreams, Hope, Daily-Life, Trick or Treat, and The way Allah Enlightened me. F L U O R E S C E N T Well, tumblr is the only one mate, when reality asleep.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Menjadi Ibu yang Ikhlas
Karena menjadi ibu tak selamanya senang-senang saja. Jadilah ibu bahagia kata orang-orang karena anak yang bahagia terlahir dari Ibu (dan Ayah) yang bahagia. Well ga sepenuhnya setuju, dan juga ga sepenuhnya ga setuju dengan statement itu. Apalagi jika ditambahkan kata "harus"
Ibu "harus" bahagia. Jangan Nangis, nanti anaknya ikutan sedih :(
Padahal sedih, senang, marah, kesal, kecewa, lelah, bahagia, malu, khawatir, itu emosi yg sangaaat manusiawi karena setiap manusia memilikinya. Manifestasi perilaku, maupun ekspresinya yang menjadi beragam, apakah tepat pada situasi kondisi tertentu atau tidak. Hal ini yang menjadikan emosi tersebut bersifat adaptif.
Jika ada emosi positif biarkan terpancar dengan indahnya, jika ada emosi negatif biarkan tersalurkan dengan damainya. Agar hati menjadi lebih tentram.
Karena memang energi emosi itu berpindah nyata adanya. Namanya emotion, energi in motion, sehingga orang-orang di sekitar kita akan dapat merasakan pendar emosi yang kita rasakan. Terlebih bagi anak (bayi) yang cukup memiliki tingkat sensitivitas terhadap rasa yang tinggi, karena masih sangat instingtual.
Maka dari itu munculah statement : ibu harus bahagia biar anak bahagia. Namun jika dicermati lebih dalam, tak akan ada seorang ibu, dan orang manapun yang selamanya bahagia, akan ada up and down nya di titik tertentu. Sehingga ketika berada di titik terendah, merasakan emosi yang cenderung lebih negatif, ya lelah, ya puyeng, ya laper, ya udah ga bisa nikmatin hari kaya dulu lagi, ada rutinitas dan tanggung jawab yang berbeda, menjadi hal yang naif ketika terus berkaca pada goal "ibu harus bahagia", maka dari itu aku lebih memilih menjadi ibu yang ikhlas ☺️ yg menurutku lebih dapat melingkupi segala nano-nano rame rasanya pengasuhan
Ikhlas merawat amanah Allah dengan ilmu & iman.
Ikhlas menyusui karena itu ibadah yang telah Allah tetapkan sebagaimana fitrahnya seorang perempuan yg menjadi Ibu.
Ikhlas kebangun malem-malem tidur sebentar terjaga lebih lama.
Ikhlas mandiin, nyebokin, bersihin gumoh yang udh berusaha nyusuin eh keluar lagi.
Ikhas ngecekin suhu tubuh anak ketika demam melanda.
Ikhlas untuk segala sup maupun minuman yang tak hangat lagi dikala menyiapkan menu 4 bintang yang kadangkala tak tersentuh dengan gelengan dan mingkem no no no sang bayi.
Ikhlas.. Ikhlasss Ikhlassss yang tak perlu disebutkan satu persatu lagi nanti malah jadi ga ikhlas 😅
Menjadi Ibu yang Ikhlas akan apa yang dihadapinya saat ini, karena ingat selalu untuk meniatkan segala sesuatunya atas perintah Allah.
Perintah untuk menyusui, perintah untuk mendidik anak, menjadi madrasatul ula dan menjaga keluarga kita dari siksa api neraka. Yang Masya Allah Rahmat dan kasih sayang-Nya jika kita ikhlas menjalaninya.
Masih jauuuuh banget aku rasakan, tapi bukan berarti tidak bisa. Dengan segala daya dan upaya semoga Allah selalu bersama kita, innama al usri yusro, bersama kesulitan ada kemudahan. Yakin Allah bantu dari segala sisi apapun melalui jalan manapun. Ada suami yang mendukung penuh pengasuhan, ada keluarga yang senantiasa mendoakan, sahabat yang bertanya kabar dan kasih support, grup buibu online yang walaupun ga kenal langsung bisa kasih solusi dan bertukar cerita, mang gofood yang bawain makanan enak, bahkan orang ga kenal di sekeliling yang bantuin ibu bawa bayi dengan penuh empatinya.
Alhamdulillah wasyukurilah. Terima kasih ibu ucapkan (wkwkwk berasa pidato), terima kasih telah menjadi perpanjangan tangan Allah untuk membantu setulus hati. semoga Allah senantiasa membalas setiap kebaikan dengan pahala yg melimpah. Aamiin.
Semangaaaaat bueboooo!!!
Jakarta 31 Agustus 2019
Ditulis pada malam hari, H+1 setelah Ayra imunisasi DPT 2 di RS usia 3 bulan & dokternya bilang, bu ko naiknya cuma ....gr ?! Ini nanti kalo kurva grafiknya melandai trs turun bisa stunting loh bu 😲 ckxkxk
3 notes
·
View notes
Text
Social Skills, Pertemanan dan Hubungan dengan Orang Lain
Jakarta, 31 Desember 2018
Hari ini aku cukup terketuk dengan issue “bagaimana berhubungan baik dengan orang lain”. Topik ini menjadi muncul di permukaan, yang saat ini sedang aku pikirkan, karena cukup membayangi hari-hari nan tentram menjadi kurang terasa nyaman. Kenapa ? karena relasi dengan 1-2 orang yang tidak berjalan sesuai kehendak hati.
Yang kemudian membuat aku banyak berpikir, apa pentingnya menjaga hubungan baik dengan orang lain? apa yang melatarbelakangi seseorang bisa sangat care, peduli, penuh empati, altruis, baik hatinya, sedangkan ada orang lainnya yang mau enaknya sendiri, egois, tidak memikirkan perasaan dan kondisi orang lain. Apakah pengalaman masa hidupnya yang membuatnya seperti itu? atau bagaimana lingkungan berespon terhadap perkataan, tindakan maupun perasaannya?
Yang aku ingat sekali, hingga saat ini adalah bagaimana relasi sosial yang terjalin pada saat aku berusia 4-5 tahun yang membangun landasan bagaimana aku memandang perteman dan berelasi dengan orang lain hingga saat ini, masih eary childhood tahap masa kanak-kanak awal, yang lingkungan sosialnya berkembang bukan hanya lingkungan keluarga inti, extended family, tetapi juga teman sekolah di Taman Kanak-Kanak.
Aku punya beberapa teman, ada yang perempuan, ada yang laki-laki. Di TK A aku tidak terlalu ingat siapa saja teman-temanku, karena bercampur dengan sekolah agama (TPA), namun di TK B aku sangat ingat memori yang terkenang adalah, aku hanya memiliki satu sahabat baik, bernama Nur Rachmaniah. Ia menjadi temanku satu-satunya, di kala teman yang lain tidak bermain bersamaku. Entah apa, entah mengapa. Aku lebih sering bermain ayunan sendiri, panjat lingkar sendiri, dan memakan bekal bersama Nur sahabatku. Ada hal yang aku ingat, bahwa ada beberapa anak di kelas TK ku yang berasal dari keluarga dengan latarbelakang ekonomi yang sangat mumpuni, menggunakan tas dan sepatu yang bermerk, alat tulis dan alat gambar yang lengkap, beserta bekal yang sangat ciamik (e.g : sosis, kentang, nugget) sedangkan aku biasanya mie goreng kering yang sudah membentuk tupperware ataupun nasi dan telor omelet. Mereka memiliki “gank” beberapa anak-anak perempuan di kelasku, mereka cukup mendominasi saat itu, sangat vokal, untuk berbicara, berteriak, menyanyi maupun melakukan berbagai aktivitas kelas. Aku tak tahu mengapa aku tak dapat bersahabat dengan mereka, karena bagi anak guru sepertiku, bersekolah di TK itu sudah Alhamdulillah. Aku tidak malu dengan orangtuaku tidak sama sekali, namun sempat terbersit, mengapa aku tidak memiliki apa yang mereka miliki ? Entahlah. Pemikiran anak-anak yang masih konkrit operasional, jika tidak ada barang seperti itu yang aku genggam berarti aku berkekurangan. Padahal hey, little girl, kamu masih memiliki banyak hal lain yang patut disyukuri.
Beranjak sekolah dasar, karena berada di lingkungan / yayasan yang sama, aku memasuki jenjang sekolah dasar bersama mereka lagi, teman-teman yang sama. Sayangnyaa, aku dan Nur berbeda kelas. Aku justru satu kelas dengan “gank anak mumpuni”. Aku dan mereka belajar bersama, seperti biasa tidak ada yang cukup life changing, hingga pada saat aku mulai beranjak kelas 3, 4, 5 dan 6 SD. Menurutku, masa-masa late childhood itu adalah tahap yang sangat wow, ketika aku menyadari bahwa “menjadi pintar dan berpengetahuan, maupun memiliki kemampuan itu sangat penting dalam hidup”. Mendapat nilai bagus itu hasil, tapi yang utama adalah berusaha dengan sekuat tenaga, hasil tidak akan mengkhianati proses yang dilalui.
Seperti sinetron, bener dah ini bener-bener seperti sinetron. Teman-teman TK “Gank anak mumpuni” itu memang memiliki tingkat ekonomi yang lebih memadai, pakaian dan aksesoris sekolah yang menarik (sabuk warna pink, atau pake yang merek snoopy, sepatu eagle yang dulu hits banget jaman SD anak 90 an, dandan cantik bersih pake pita maupun iket rambut yang lagi trend kaya jepit kupu-kupu maupun mute2 yang cukup pricey, alat gambar satu set yang sampai sekarang aku masih pengen banget punya hahaha, dan off course tas sekolah yang keren yaitu tas hello kitty atau tas beroda), namun ternyata tingkat prestasi akademik di sekolah tidak sejalan dengan tampilan mereka.
HIngga suatu saat di kelas 3 cawu akhir aku bisa masuk 5 besar, dan kemudian beranjak menjadi juara kelas pada tahun-tahun setelahnya. Saat itu, aku memiliki teman-teman lain yang lebih mengutamakan pelajaran dibandingkan dengan menggunakan barang-barang tertentu atau mengikuti trend kala itu, aku ingat ada Rahmi, Latifa, Gia, yang sangat membantuku dalam kegiatan akademik. Bersama Zulfi dan Riva untuk kegiatan ekstrakurikuler. Hingga suatu saat, pada sata itu di skeolahu 1 bangku kelas bisa diisi oleh 4 orang anak, ada guru matematika ku yaitu Pak Suparman yang mengatakan “Kerjakan soal-soal ini, yang bisa selesai, boleh pulang”. Wah aku senang sekali mengerjakan soal-soalnya, dan sama sekali tidak merasa kesulitan, kita ber-4 di bangku paling belakang menyelesaikan tugas dengan cepat. Dan ketika melihat kita sudah selesai., Pak Suparman mengatakan pada anak-anak lain di kelas (dan terutama bangku genk anak mumpuni) “Kalau belum pada bisa ngerjain, bisa tanya tuh ke teman-teman kalian yang duduk di bangku belakang, which is kita ber-4″ dan rasanya bangaaaa banget, bukan karena diakui atau apapun, tapi bisa membantu teman-teman lainnya yang memang belum paham dengan tugas yang diberikan. Dan saat itu, aku menyadari bahwa harta, kedudukan orang tua, barang yang kita kenakan, ngga akan ada apa-apanya dibandingkan dengan kecerdasan untuk mau belajar dan mengajarkan orang lain. Dianggap pintar jauh lebih menyenangkan ternyata daripada dibilang cantik ataupun kaya, yang mana itu memang pemberian, sedangkan kalau mau berpengetahuan luas ya harus perlu usaha untuk mau terus belajar.
Mulai saat itu, aku menjadi cukup terfokus pada bidang akademik, dan achievement oriented nya lumayan tinggi. Side effect nya, karena untuk mencapai suatu goal yang ingin diraih, aku akan berusaha keras, berupaya sekuat tenaga untuk mencapai hasilnya. Namun, jika semua itu gagal, aku takut untuk merasa kecewa, sehingga terkadang amuncul perasaan insecure dan kurang percaya diri, karena tidak mau gagal. Tidak mau dinilai buruk, rendah, jelek, bodoh. Sebenarnya itu manusiawi, tidak akan ada manusia yang suka dengan penilaian negatif tersebut. Namun yang perlu diluruskan saat ini adalah, bahwa kegagalan atau jika kita melakukan kesalahan, bukan berarti dunia runtuh dan semua menjadi nol bahkan negatif. Ada kelapangan hati yang bisa kita terima, ada pembelajaran yang bisa kita dapatkan dan ada introspeksi diri untuk memperbaiki di masa yang akan datang.
Balik lagi ke hubungannya dengan orang lain ialah, ada premis-premis negatif yang pelu aku luruskan dalam pemaknaan diri terhadap pertemanan atau relasi dengan orang lain :
1. Orang lain membuatku tidak nyaman, ketus, aku akan balas lebih ketus lagi, menjadi --> Perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Apa yang dikatakan, apa yang dilakukan orang lain kepadamu atau kepada siapa saja di sekitarnya bukan urusanmu, yang perlu kamu kendalikan hanyalah bagaimana kamu merespon orang lain itu, dari perasaan, perkataan, tindakan dan perbuatan yang ditampilkan. Latih dan berusaha untuk stay positive :) berpikir positif nyaman, berperasaan tenang, dan bertindak terarah penuh tanggung jawab.
2. Dengan kamu pintar, kamu akan lebih diakui keberadaannya. --> Memang benar, pada dasarnya otak manusia akan memproses segala sesuatu yang tampak berbeda dari kebanyakan yang lainnya, salah satunya dengan prestasi yang melejit. Kembali lagi untuk mengingat bahwa segala sesuatu yang ada pada diri kita merupakan titipan dari Allah, milik Allah. Kecakapan kita berpikir, berkomunikasi lewat tulisan dan lisan itu juga dari Allah, Tak akan Allah mampukan, jika tidak Ia Ridhoi kita untuk berhasil. Pengakuan dari manusia itu hanya sementara, yang dicari bukan sanjungan maupun kritikan dari orang-orang di sekitar selama kita berusaha melakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, niatkan untuk ibadah semata-mata untuk Allah, insya Allah Manjadda Wa jadda, siap ayang bersungguh sungguh maka ia kan berhasil. Jadi, pengakuan apapun itu tidak menjadi yang utama, jadikan sebagai amanah, pengingat untuk terus berupaya melakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh.
3. Kamu akan punya teman banyak, jika kamu kaya, dan berada --> Ya bisa jadi sih, itu nyata di kehidupan dewasa ini. Tapi teman sejati akan stay forever di dekatmu, ketika kamu dalam kondisi apapun. Terlepas dari kamu baik kah, atau berbuat salah lah, punya atau tidak punya apa-apa, di kala senang maupun sedih. Dengan menerima orang lain beserta segala kondisi dibaliknya dengan terbuka, menjalin relasi yang menyenangkan dan menghangatkan dengan teman-temanmu, membantu dengan ikhlas jika ada yang membutuhkan, dan rehat sejenak jika kamu merasa lelah. Indeed bukan status atau apapun yang dapat meninggikan, atau merendahkanmu, tetapi hati yang tulus yang terpancar dari kepercayaan diri yang akan membangun self worth mu kedepannya. Niatkan selalu pula untuk menjalin silaturahim, berbuat baik, karena itu ibadah karena Allah dan dicsunnahkan oleh Rasulullah :)
4 notes
·
View notes
Photo

#KonMariBatch3 #menatadiri #menatanegeri #TugasPertama #KonmariIndonesia
0 notes
Photo

BENAR PRODUKTIF ATAU TERNYATA HANYA MERASA PRODUKTIF?
Sepekan yang lalu, saya merasa banyak hal terkait waktu di keseharian saya sedang berantakan. Indikasinya? Mudah saja, beberapa yang bisa saya ceritakan misalnya saya lebih sering pulang malam dari kantor, kurang punya banyak waktu untuk menulis, snooze alarm beberapa kali di dini hari, makan semua dimasakin Ibu, dan beberapa kali merasa kejar-kejaran dengan deadline pengumpulan tugas harian di jam 23.59 malam. Menyadari semua itu, saya merasa perlu melakukan sesuatu, hingga saya pun menyusun ulang apa saja yang menjadi amanah saya dalam sepekan dan mencoba memanfaatkan waktu-waktu senggang untuk bisa mengerjakan to do list harian.
Allah Maha Tahu kalau semua itu belum cukup mendongkrak saya, hingga atas seizin-Nya dua buah undangan mengisi acara pun saya terima. Tak tanggung-tanggung, temanya adalah tentang produktivitas. Saya jadi curiga, jangan-jangan inilah cara Allah membuat saya belajar dengan cara yang lain, yaitu dengan mendengarkan diri saya sendiri berbicara perihal produktivitas agar saya kembali ingat apa yang perlu saya lakukan. Maa syaa Allah, Tabaarakallahu, kegiatan ini membuat saya semangat lagi! Saya ingin bercerita di dashboard biru dongker ini juga tentang itu semua. Disimak, ya!
Produktif? Apa Sih Artinya?
Berbicara tentang produktif dan produktivitas, kiranya kita perlu berhati-hati nih, jangan-jangan selama ini kita hanya merasa produktif tapi ternyata belum benar-benar produktif karena salah mendefinisikan produktif itu sendiri. Kalau begitu, yuk samakan dulu frekuensi kita tentang arti produktif!
Merujuk pada KBBI, produktif berarti (1) bersifat atau mampu menghasilkan; (2) mendatangkan hasil, manfaat, dan keuntungan; (3) mampu menghasilkan terus, dst. Tapi, sederhananya, bagi saya,
produktif berarti terus bergerak. Bukan berarti gerak-gerak tanpa arah, tapi gerak-gerak ibadah kepada Allah yang dapat diwujudkan melalui apa saja, seperti misalnya belajar, bekerja, berkarya, berbagi, mengabdi, dan juga kegiatan lain apapun yang ada dalam koridor kebenaran dan kebaikan.
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa, instead of productive, be afraid that you may be just busy. Ya, sibuk sama sekali berbeda dengan produktif meski mungkin terlihat sama. Sibuk adalah kegiatannya banyak, pekerjaannya banyak, deadlinenya menumpuk, janji temunya berjejer, dan seterusnya, tapi semua hanya dilakukan untuk dunianya saja tanpa ada kontribusi sedikitpun untuk kehidupan akhirat karena tidak diniatkan untuk beribadah kepada Allah. Sebaliknya, produktif adalah mengerjakan segala sesuatunya untuk Allah, berharap segala sesuatu itu akan menjadi penolong kelak di akhirat. (Pelajari lebih lanjut tentang ini dengan menonton sebuah video di Youtube dengan judul Run to be Eternal pada link berikut ini)
Kalau Muslim(ah) yang Produktif, Itu Kayak Gimana?
Menurut sebuah artikel yang ditulis oleh muslimdaily.com, muslim(ah) produktif adalah ia yang menggunakan seluruh sumber daya yang ia miliki dan yang ada di sekitarnya untuk berjuang dan bekerja sekuat tenaga agar dapat mencapai posisi yang tinggi kelak di surga. Maka, dari penjelasan tersebut kita dapat mengambil makna bahwa muslim(ah) produktif adalah ia yang hidupnya senantiasa berisi kebaikan dan ibadah-ibadah kepada-Nya yang diwujudkan melalui apa saja sebab misinya adalah tentang bagaimana menjadikan dunia ini sebagai ladang amal yang akan dipanen di akhirat.
Memangnya, apa sih yang membuat kita perlu menjadi seorang muslim(ah) yang produktif?
Pertama, sebagai anak muda, kita semua memiliki energi untuk bergerak yang sangat besar, sayang sekali jika energi tersebut digunakan untuk lebih banyak diam, galau, dan mengurusi hal-hal yang tidak penting seperti cinta dan perasaan yang tidak karuan. Sebaliknya, energi yang besar itu sangat lebih dari cukup untuk membuat kita produktif bergerak dalam mengupayakan kebermanfaatan.
Kedua, we are not only live once. Kita tidak hidup sekali, sebab di akhirat nanti kita akan dihidupkan kembali untuk menghadap Allah dan mempertanggungjawabkan setiap yang kita lakukan di dunia. Jika kita mengisi hidup dengan lebih banyak membuang-buang waktu, galau, dan tidak menjadi hamba yang produktif dalam kebermanfaatan, bagaimana kita kelak akan mempertanggungjawabkan semuanya? Oleh karena itu,cseorang muslim(ah) yang menggenggam iman di dalam hatinya akan memahami bahwa dalam setiap gerak-geriknya di dunia ada Allah yang selalu mengawasi, maka ia akan paham bahwa setiap detik akan dipertanggungjawabkan.
Bagaimana Caranya Supaya Bisa Jadi Produktif?
Pertama, milikilah niat yang lurus dan wujudkanlah dengan serius. Mengapa harus berniat lurus? Sebab niat ini adalah penentu, yang saking pentingnya sampai Allah ingatkan kita dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan ayar 23,
“Dan Kami tampakkan apa yang dahulu telah mereka kerjakan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.”
Nah lho?! Ternyata ada lho amalan-amalan yang kelak akan berakhir menjadi bagaikan debu yang beterbangan, yaitu sia-sia dan tidak mendapat pahala karena tidak dilakukan dengan ikhlas karena Allah.
Kedua, ambilah kesempatan dan proaktif dalam berbuat baik. Tidak perlu menunggu ajakan teman, tapi jadilah yang mengajak. Tidak perlu menunggu kolaborasi, tapi ciptakanlah kolaborasi. Tidak perlu menunggu disuruh, tapi lakukanlah dengan inisiatif yang tinggi. Terus kalau sendirian kan engga ada teman, gimana, dong? Mulai dulu saja setulus hatimu, sebab menjadi produktif secara tidak langsung berarti bahwa kita memancarkan radar produktivitas yang menarik orang-orang dalam frekuensi yang sama, sehingga entah bagaimana akan Allah pertemukan dengan orang-orang yang bahagia melakukan kebaikan dalam hidupnya
Ketiga, belajar, belajar, dan terus belajar. Jangan salah, belajar ini dapat dilakukan melalui apa saja, tidak harus selalu di dalam kotak-kotak persegi empat ruang kelas atau berlembar-lembar buku, sebab semua hal berpotensi menjadi pembelajaran bagi kita.
Keempat, fokus dan sungguh-sungguhlah dalam melakukan kebaikan dan jangan biarkan ada banyak ruang yang tersisa untuk mengurusi hal-hal recehan. Ini tentu tidak mudah, karena ternyata ada banyak sekali hal kecil di sekitar kita yang berpotensi menjadi distraksi, terutama yang menggoyangkan fokus kita dari fokus menjalankan tugas ibadah kepada Allah. Contoh paling umumnya adalah godaan lawan jenis! Nah lho?!
Kelima, sadari potensi diri dan pikirkanlah kebaikan apa saja yang bisa dilakukan dengan potensi itu. Mengapa? Karena potensi diri ini bagaimana pun adalah titipan dari Allah, yang kelak pasti akan menuntut pertanggungjawaban. Lalu, bagaimana kelak kita akan menjawab tanya Allah tentang untuk apakah potensi diri ini digunakan?
Tips dan Tools Productivity
Untuk menghadirkan atmosfer positif dan produktif, sebagai anak muda milenials kita bisa juga menggunakan tools productivity yang dapat kita download di smartphone, seperti misalnya Trello untuk to do list pekerjaan/tugas harian atau Yawme untuk checklist amalan harian. Atau, kalau lebih nyaman menggunakan tulisan tangan, common-place book adalah solusi yang juga bisa digunakan.
Okay, clear, ya?
Selamat mengakhiri akhir pekan! Besok Senin, semoga kita dimudahkan-Nya untuk bertransformasi menjadi seseorang yang dalam setiap gerak di kesehariannya, baik itu belajar, bekerja, berkarya, berbagi, mengabdi, dan juga kegiatan lain apapun, selalu menjadikan Allah sebagai alasan utamanya :”)
_____
Picture Source: Pexels
430 notes
·
View notes
Text
Jagalah Allah Maka Allah akan Menjagamu
Ibaratnya, dapet morning spirit atau morning greetings dari orang yang kita cintai di pagi hari. Rasanya gimana? Seneng kan.. Bahagia kaya dapet mood booster kan yang bisa bikin hari seberat apapun jadi terasa ringan dan I can handle it! Pikiran menjadi lebih positif, perasaan mood juga jadi enak nyaman. Positive thinking, positive feeling, positive energy. Begitu pula dengan relasi kita dengan Allah. Ketika kita mendekatkan selalu diri kita pada-Nya, Allah akan semakin mendekat pada kita. Begitupula orang-orang satu frekuensi yang mencintainya, akan lebih mudah tergerak pada hangatnya cinta pada Yaa Rahman Yaa Rahiim. Sehingga, ketika kita merasa terabaikan, tidak terperhatikan, tidak didengar dan diperlakukan sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh manusia biasa, yg dengan tittle apapun itu diluarnya, boleh jadi Allah sedang memberikan perasaan yang sama dengan yang Ia rasakan pada kita. Allah mungkin cemburu dengan kesibukan kita pada hal-hal duniawi yang memenuhi hampir sebagian besar waktu kehidupan kita di setiap harinya. Allah ingin kita sebagai makhluk yang dikasihiNya merasa membutuhkanNya, padahal mah jelas2 kita yang akan selalu membutuhkan pertolongan Allah, petunjuk Allah, tempat satu2nya kita bersandar. Yang mungkin dengan berbagai cara Allah memberikan peringatanNya pada kita. Baik hal kecil yang tidak kita sadari maupun hal besar yang membuat kita menangis berurai air mata dan tersujud memohon ampunan dari-Nya. Ya, ikatan hati ini yang aku rasakan di siang hari ini. Betapa menjaga kelekatan hati pada Allah itu sungguh menjadi hal yang utama dalam hidup ini. Karena sebaik-baiknya cinta selain pada ibu, ayah, pasangan, handai taulan, sahabat kerabat, ialah cinta tulus kita untuk selalu beribadah pada Allah SWT. Yaa Allah Yaa Rahman Rahiim, semoga Allah senantiasa menetapkan hati kami pada agamaMu. Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu.
Pesan Kasih & Sayang untuk Nerissa ❤ (Bandung, 20 Oktober 2017)
0 notes
Text
Pesan Hari Raya
Tulisan ini ditulis oleh Nafila Rahmawati, yang saya dapatkan dari group whatsapp "Diskusi Emak Kekinian" yg dishare oleh salah satu member. Insight : Tulisan ini yang meluruskan kembali niat dan hati saya, bahwa segala yang terjadi dalam hidup ini telah sedemikian indahnya digariskan Allah. Maka tugas kita adalah berbaik sangka, baik pada Sang Maha Pencipta maupun orang-orang disekitar kita. Untuk kita semua yg kadang terlupa, semoga bermanfaat Ada seorang Ibu, yang telah dengan gesit dan cekatan menyediakan semua kebutuhan anak. Meracik nutrisi dalam menu MPASI-nya dengan teliti, memperjuangkan pumping ASIP setiap hari. Kontrol kesehatan dengan jeli, dan masih membersamai anak bermain meski lelah sepulang kantor menjalari tubuh. Ia lakukan selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun usahanya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang. "Anak kamu kurus ya" "Coba disapih dulu, tambahin sufor biar gemuk" "Duh, kurus begini kasian... Ibunya malah gemukan" Adakah kita berposisi sebagai Ibu yang telah berusaha mati-matian? Atau kitalah si komentator yang melempar kritik sembarangan? ==== Ada seorang suami, yang telah dengan ikhlas bekerja dari pagi hingga petang demi mencukupi sekian banyak kebutuhan. Menjaga dirinya mencari rezeki yang halal, biar sedikit namun bisa berbagi dan beramal. Ia lakukan selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun usahanya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang. "Kakak ipar kamu mah ngasih ini, itu, ini sama Bapak Ibu. Masa ketemu cuma setahun sekali bawanya cuma ini..." "Pulang mudik naik kereta? Oalah Nak, kapan Ibu diajak keliling kampung pake mobilmu?" Adakah kita berposisi sebagai suami yang telah bekerja tanpa henti? Atau kitalah orang tua dan mertua yang tidak hentinya menilai keberhasilan anak dari harta? ==== Ada seorang istri, yang demi membersamai suami rela meninggalkan meja kerjanya yang bergengsi. Bukan berarti ia tidak merencanakan kehidupan. Bukan berarti ia menyepelekan soal pencapaian dan upgrade kemampuan. Ia telah menjalani selama sebelas bulan dan tiga minggu, namun semangatnya sirna hanya dalam satu minggu. Ketika momen berlebaran datang dan justru komen negatif yang terundang. "Di rumah doang ngerjain kerjaan pembantu?" "Eman-emani sekolahmu, Nduk..." "Ngga bosen Mba, di rumah aja ngga punya penghasilan sendiri?" Adakah kita berposisi sebagai istri yang mengambil jalur tirakatnya sendiri? Atau kitalah keluarga yang tega, mengkonotasi negatif peran ibu rumah tangga? ====== Setiap orang menjalankan perannya tanpa perlu kita tanya. Mereka siaga, selama sebelas bulan lebih tiga minggu sebelum bertemu hari raya. Mereka Ibu bekerja di ranah publik, yang tetap bangun lebih pagi demi menetapi tugas dasar sebagai Ibu dan Istri dalam mengawal nutrisi dan kebutuhan emosi. Mereka para Ayah dan Suami, yang menjemput rezeki dengan halal meskipun penghasilan ala kadar, yang berusaha menjauhi kepemilikan materi dari jerat ribawi hanya untuk sekedar performa gengsi. Mereka para Ibu bekerja di ranah domestik, yang membersamai keluarga karena passionnya, yang memastikan segala kebutuhan fitrah anak ditangani olehnya sebagai tangan pertama. Mereka pasangan suami istri yang tidak henti berikhtiar untuk terapi memiliki anak, berikhtiar dalam sujud dan rayuan pada Tuhan siang malam. Barikade perasaan sudah amat mereka lebarkan demi menampung pertanyaan kapan punya momongan. Mereka yang tengah menunggu jodoh dan dalam usaha membekali diri dengan softskill menjadi suami atau istri, tanpa perlu ditanya "kapan rabi", sungguh telah mereka langitkan harap pada Illahi. Lupakah kita, bahwa Tuhanlah pemegang hak prerogatif atas hamba-Nya? Mempertanyakan fase kehidupan seorang rekan bisa jadi sebelas-dua belas dengan mengkonfrontir skenario Tuhan. Sungguh kerja dan usaha mereka selama sebelas bulan dan tiga minggu yang lama, tidak bisa dinilai dari satu minggu bersua kala hari raya. Tidak bisa disimpulkan dari pertemuan ketika berlebaran. Tidak layak kita komentatori, karena perjuangan mereka belum kita mengerti. Pertanyaan kita mungkin sederhana, namun sudahkah kita susun sedemikian jeli agar tidak menyakiti hati yang sama-sama mengharap kembali suci? ===== Tahan lisanmu, ketika kau jumpai anak-anak yang nampaknya lebih kurus dari momen terakhir bertemu. Alih-alih melempar nada kritik, cobalah memberikan saran konstruktif atau melihat dari berbagai perspektif. "Mba, aku punya rekomendasi biskuit bayi nih buat boost BB anak. Mau coba ngga?" "Eh si kakak tambah tinggi dan pinter ya, udah fase tumbuh ke atas kayanya" Tahan lisanmu, ketika kau jumpai keluarga yang belum bersinar dan jadikan iktibar. Alih-alih menilai mereka kekurangan dari materi, cobalah tetap menyemangati. "Ngga masalah ya Mas belum bawa mobil, daripada bergaya tapi nyicil" "Alhamdulillah masih bisa berbagi, Le... Ibu syukuri semoga rezekimu lebih berkah". Tahan lisanmu, ketika kau jumpai Ibu dan Istri yang memilih berjihad di jalan sunyi. Alih-alih melabeli, cobalah memberi apresiasi. "Masya Allah, semoga jadi ladang pahala buatmu Jeng. Mengurus keluarga tanpa jeda pasti berat tantangannya" "Matur nuwun ya Nduk, mau menjaga sendiri anak dan suami. Jaman makin edan, tiap peran di rumah tangga harus saling menguatkan" Tahan lisan kita, dari komentar menghakimi di hari raya. Tahan lisan kita, dari memburu pertanyaan yang masuk yurisdiksi Tuhan untuk memutuskan. Karena kita tidak pernah berjalan dengan sepatu mereka. Karena sebelas bulan dan tiga minggu lainnya adalah medan juang mereka yang tidak kita pantau naik turunnya. Karena seminggu bersua tidak cukup layak untuk menilai sendi-sendi usaha yang telah mereka rajut bersama. Karena hari raya, bukan hari basa-basi bertanya. Jangan cemari maknanya dengan komentar murah tanpa arah. ~Nafila Rahmawati
2 notes
·
View notes
Text
BE HEALTHY JOURNEY (Part 1)
Hari ini telah memasuki hari ke-13 di bulan Ramadhan. Masya Allah sudah hampir setengah jalan di bulan Ramadhan. Ayooo, semangat terus untuk memperbaiki diri dan ibadah di bulan yang Allah lipatgandakan semua amal kebaikan. Bismillah..
Ngomong-ngomong, seneng banget deh ngeliat banyak temen-temen yang ikut 30 days writing challenge di bulan Ramadhan ini. Tulisan-tulisannya sangat inspiratif, dan yang lebih menginspirasi bagi diri saya adalah konsistensi dan eager untuk menulis yang bisa dilakukan secara terus menerus disiplin di setiap harinya. Hehe, saya pun ada ketertarikan di awal sebelum Ramadhan untuk ikut, tapi masih banyak tapi (banyak mikir tea) hehe. Masih ada tulisan ilmiah (aka tesis) yang masih perlu diproritaskan. Demi meraih cita-cita sebagai psikolog anak & biar ga baperan terus LDMan Bandung-Jakarta hehe, maka perlu penyelesaian segera. ZMGDH. Jadi menulis kembali di tumblr ni merupakan refreshing bagi saya yang bikin mood lagi, di sela-sela ngerjain tesis hehe. Writing is such a therapeutic for me.
Nah, sebagian dari kita ketika memasuki bulan Ramadhan mengalami beberapa perubahan, terutama pola makan, istirahat, dan ibadah. Yang jika tidak disiapkan dengan baik, akan terlewat begitu saja, dan mungkin perubahan ini akan menimbulkan ketidaknyamanan, baik secara fisik maupun psikis. Kalau saya menyebutnya warming-up awal sebelum Ramdhan itu penting, untuk mempersiapkan diri kita agar bisa terus produktif beribadah di bulan Ramadhan ini. Misalnya, dari membiasakan shaum sunnah sebelum bulan Ramadhan, mengelola asupan makanan yang baik dan sehat, juga mempersiapkan check list amalan yaumi dan targetan Ramdhan juga step by step biar accomplished pas hari Raya Idul Fitri.
Berkaitan dengan mempersiapkan diri secara fisik, banyak artikel dan para ahli yang memberikan tips bagaimana mengelola kesehatan selama bulan Ramadhan. Apa yang sebaiknya di makan pas sahur, pas buka, dan seberapa banyak yang dapat kita konsumsi. Sebenernya saya juga bukan ahli di bidang kesehatan, jadi banyak belajar banget untuk mempersiapkan konsumsi terbaik saat Ramadhan tahun ini. Dulu perasaan pas di rumah, ya sahur-buka biasa-biasa aja di rumah, udah tersedia, kadang bantuin mamah masak pas sahur atau bikin candil pas mau buka. Tapi sekarang, pas dihadapkan pada profesi sebagai ibu rumah tangga, yang perlu mempersiapkan asupan makanan terbaik untuk suami, jadi lebih banyak berpikir dan mencari ilmunya.
Seketika saya bertanya pada diri sendiri, “Makanan seperti apa sih yang baik bagi keluarga?”. Yang Halal dan Thoyyib pastinya. Apakah selama ini saya sudah mengkonsumsi makanan yang baik dan benar? Serta halalan thoyyiban? Emmmm, tidak sepenuhnya nampaknya, hehehe.. Halal sih insya Allah diupayakan, tapi thoyyib nya masih suka dinomorduakan. Masih suka jajan macaroni seblak-tapi ga pedes (atuhlah), atau martabak nikmat Andir yang pandan-jagung-keju-susu, sama cilok goreng borma setiabudhi tea Ya Allah, I can’t ignore. Seketika saya merefleksikan diri 25 tahun ini saya makan apa aja yah dari ASI ibu sampai segala rupa dicoba. Apakah saya memberikan asupan terbaik bagi diri saya yang Allah amanahkan ini? …………
Alhasil, saya ingat bahwa mamah saya pernah cerita. Semenjak saya dalam kandungan, mamah selalu menjaga asupan makanan yang masuk ke tubuhnya. Non MSG, non pengawet, makanan makanan rumah, yang banyak sayur dan buahnya. Sampe ketika saya dan kakak saya beranjak sekolah di taman kanak-kanak dan mulai mengenal warung, wuiiiih larangan mamah terhadap bangsa chiki-chikian itu nomer satu ngga bolehnya. Permen gulali atau es-es yang mamang2 juga kita ngga boleh nyicipin. Niatnya baik banget memang mamahku ini, sangat mulia dan melindungi anaknya agar tetap sehat dari makanan2 olahan. Oya btw mamahku juga ngga pernah nyetok mie, chcken nugget, sarden, atau sosis di rumah, atas dasar menghindari makanan yang banyak mengandung pengawet. Ya tapi, yang namanya anak-anak tau laah yaah, semakin dilarang, akan semakin penasaran. Alhasil, saya dan kakak saya hehehe si teteh yang berjarak 2 tahun diatasku, kita suka curi-curi makan chiki kalo TPA, abis ngaji nyingsed di warung belakang mesjid. Jajan chiki bom-bom yang ada hadiahnya uang koin dibalut kertas, ih enak pisan itu teh chikinya. Murah lagi. Kalo teteh favoritnya, chiki tik-tik, yang snack kentang panjang gitu, tapi saya yakin itu sedikit banget kandungan asli kentangnya, da ngga kerasa hehehe. Terus berkembang ke supermarket, kalo ke Borma teh belinya chiki ball keju, atau cheetos jagung bakar, atau chitato sama jet-z. Tidak seperti kakak saya yang cukup sensitive terhadap MSG dan kadar garam yang tinggi, sehingga membuat amandelnya meradang. Saya dari kecil, sehat2 aja Alhamdulillah, jarang sakit, paling batuk pilek kalau udah jajan es lilin yang dicelup ke cokelat tea lgsg mengeras. Nah itu paling radang, batuknya, tapi Alhamdulillah ngga sampe amandel meradang.
Eh, balik lagi ke topik. Itu flashback, yang menyadarkan saya, mengapa sih saya teh seneng banget makan chiki, goreng2an, atau jajanan di pinggir SD, ya karena itu, dulunya dilarang keras. Jadi setiap sedih, kesel, lagi paciweuh, makanan2an snacking teh relieving pisan. Mungkin ada banyak orang lain juga yang merasakan seperti ini. Semacam emotional eating, yaitu pola makan yang dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, namun berhubungan dengan emosi negatif yang timbul untuk memperoleh kenyamanan dari mengkonsumsi makanan/minuman tertentu (Psychology Today.com). Tapi masih dalam rentang normal sih, ngga yang sampai disorder atau mengganggu kehidupan sehari-hari. Akhirnya, waktu ada kesempatan saya berdua nyetir bareng mamah, saya ngobrol tentang topik emotional eating ini. Sekitar awal bulan di tahun ini, dulu pas lagi persiapan pernikahan. Kurang lebih begini percakapannya :
A: “Mah, kenapa yah aku ngerasa tiap tahun makin gedee aja badan teh?”hahaha.
M : “Ya, pola makannya vi, coba itu gorengan2 udah jangan dibeli lagi biar ngga usah dimakan, chiki2 yang gitu ih mamah mah ngga kuat da”.
A: “Iyayah mah, makannya sih ngga bener, emm, tapi kenapa yah mah, aku teh suka banget sama gorengan?”.
M:”Makan gorengan mah boleh sebenernya, tapi ngga perlu suka, karena kalau suka itu jadi berlebihan, terus menerus pengen, tapi sebenernya kan belom tentu tubuh kamu butuh”.
A: “Wuiii iyaa juga”. Terus mah, aku teh kemarin baca penelitian temenku tentang emotional eating, katanya biasanya seseorang itu cenderung melampiaskan emosi negatif pada makanan karena ada hal yang membuatnya tidak nyaman di masa lalu yang mungkin coping yang termudah dan tercepat adalah dengan mengunyah makanan. Atau bisa jadi makanan sebagai basic needs kita, dipantang berlebihan sehingga tidak terpenuhi kebutuhannya, alhasil rasa ingin itu muncul terus jika ada kesempatan yang tidak terlarang”. Nah, arvi jadi inget, dulu kan mamah ngelarang banget, aku sama teteh makan chiki, gorengan, ama makanan2 di warung itu. Jadinya kita kesenengan kali mah sekarang, karena bisa mendapatkannya dengan leluasa hehe.
M: “Ya, mamah sih prinsipnya sayang anak”.
A : “Gimana mah?”
M: “Ya mamah, sebagai ibu, sudah Allah titipkan amanah seorang anak yang ada di rahim mamah, ya mamah jaga baik2, kesehatannya, kebahagiaannya, pendidikannya, dan tentunya agamanya. Dari pas hamil mamah makan yang beneer banget, ampe vitamin2 dan sayur yang ngga enak pahit2 juga mamah makan. Biar anak mamah sehat, kuat, pinter semua.”
A: “Tapi kan mamah mah emang makannya bagus dari dulu juga mah”.
M: “Ya, selain kebiasaan, dulu mbah putri juga kasih makan mamah di rumah dari kebon, ya lotek, tahu goreng, telor, sama ayam kalo pas disembeleh. Tapi secukupnya aja, kalau ambil makan, terus kenyang ya istirahat dulu, nanti dilanjut. Mamah mah kan ngga pernah ngeharusin kalian kalo makan diabisin kan? Ampe mulut penuh, perut kekenyangan? Tapi yg mamah ajarin, ambil seperlunya, secukupnya”.
A: “Hehe, iyasih mah. Ya kita ambil sendiri, kalo enak ambilnya banyak, kalo ngga enak ya dikit aja haha kaya tumis paria, yang pait pisan.”
M: “Nah, itu, makanya kalo makan teh jangan kebawa nafsu, pengen ini pengen itu, ya makan buat sel2 tubuh kamu juga dapet makanan. Jadi kalo makanan yang cuma plas-plos ga ada gizi vitaminnya mah, ngga usah dimakan, dipajang aja, apa diicip gitu dikit”.
A: “Hahahha, iyayah mah.. Alhamdulillah.. Jadi waktu dulu teh arvi sama teteh sering dilarang ngga boleh makan chiki, gorengan, jajanan di warung yang ngga sehat, karena mamah teh sayang yah sama kita. Pengen kita makan-makanan yang sehat dan bergizi, biar sehat, pinter, bahagia. Hehehehe, ihh meni so swiiit”.
M: “Ya iya atuh, yaa tapi gitu sih, kalian teh masih suka sembunyi2 beli2 cireng, ciki, apalagi teteh keripik pedees, hhhh…
A: “Hahahaha, atuda enaaaak.. Udah lama juga mah, engga. Tapi aku jadi dapet insight sih mah, baru kaya tersadar gitu, jadi setiap aku mau makan2an yang ‘ngga bener’ aku inget kalo mamah sayang aku, pengen anaknya sehat, rasa sayang ini yang bikin aku juga sayang sama tubuh aku sendiri, ngejaga asupan yang masuk ke tubuhku, makan-makanan yang juga sehat, dan bergizi. Jadiiii, mulai sekarang no more gorengan? Hahahaha, step by step lah ya, bismillah..
Dari sini, saya memahami, betapa peran ibu sangat penting dalam kesehatan keluarga. Seluruh aspek sih sebenernya, yang berkaitan dengan rumah dan keluarga, ibu pasti memiliki peran mencerdaskan dan memberikan yang terbaik. Jadi kalau ada yg pernah cerita ke saya, ibu mah ngga bisa sakit, strong, Allah kasih kesehatan terus, karena apa? Karena Allah menganugerahi kekuatan pada ibu untuk mengurus suami dan anak-anak dengan niat lillahitaala. Karena kalau segalanya dijalani dengan rasa ikhlas sepenuh hati, akan terasa lebih ringan dan membahagiakan. Terima kasih Ibu.
Jadi, makanan seperti apakah yang baik bagi keluarga kita? (Bersambung)
3 notes
·
View notes
Quote
It’s important to keep your feelings and your self worth in different places - because when your feelings get hurt, it shouldn’t change how you view yourself.
(via psych2go)
567 notes
·
View notes
Photo

50 Best Reading Nooks We Have Ever Come Across
332 notes
·
View notes
Photo
These ideas and concepts will make you respect Sigmund Freud’s early discovery in psychoanalysis therapy.
[MY Psychology]
Further readings => HERE
10K notes
·
View notes
Photo

Three brain chemicals affect how we handle uncertainty
New research has revealed how three important brain signaling chemicals affect the way that we handle uncertainty. It turns out that noradrenaline regulates our estimates of how unstable the environment is, acetylcholine helps us adapt to changing environments, and dopamine pushes us to act on our beliefs about uncertainty. The research, publishing 15 November in the open-access journal PLOS Biology, was led by Louise Marshall and Dr Sven Bestmann at the UCL (University College London) Institute of Neurology.
The study involved 128 healthy participants who took part in a reaction-time task designed to test how they handled uncertainty. Participants were all given either a placebo or a drug to block noradrenaline, acetylcholine or dopamine before starting the task. Participants responded to symbols that were presented one after the other by pressing a corresponding button. The probability of each symbol appearing was dependent on the symbol that appeared previously; for example, if a participant had just seen symbol A, there was an 85% chance that symbol B would appear next. Every 50 trials, these probability patterns changed without warning, so participants had to detect these new patterns and adjust their responses accordingly.
Lead author Louise Marshall said: “Interacting with our dynamic and ever-changing environment requires us to frequently update our beliefs about the world. By learning the relationships that link events occurring in our environment, we can predict future events, and execute fast, accurate responses. However, the environment’s complex dynamics give rise to uncertainty about the relationships between events, and uncertainty about the stability of these relationships over time. Several brain chemicals have been proposed to modulate how we handle uncertainty. Here we combined pharmacological interventions and novel computational models to determine how noradrenaline, acetylcholine and dopamine enable our brains to learn the changing relationships in our environment. The results shed important light on how humans learn to behave under uncertainty.”
174 notes
·
View notes
Quote
Bahwa hidup bersama berumah tangga, berarti bekerjasama untuk sehidup - sesurga. Kini bukan hanya aku, tapi kita. Saling memahami ; Saling memaklumi ; Saling mengerti ; Saling memberi & menerima ; dan terutama saling menyayangi ❤
Minggu, 260217 12:04
2 notes
·
View notes
Text
Nasehat Indah Untuk Memulai Pernikahan
“Saya repost tulisan ini, di 1 bulan pernikahan kami, semoga Allah selalu memberkahi keluarga kami, menjadikan kami pribadi dengan akhlakul karimah, penyejuk hati qurrota a’yyun, hingga bersama-sama ke surga-Nya, Baiti Jannati. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin”
(Dari Seorang Ayah untuk Putri & Menantunya)
Anak-anakku,
Hari ini akan menjadi satu di antara hari-hari yang paling bersejarah di dalam kehidupan kalian berdua. Sebentar lagi kalian akan menjadi sepasang suami-isteri, yang darinya kelak akan lahir anak-anak yang sholeh dan sholehah, dan kalian akan menjadi seorang bapak dan seorang ibu, untuk kemudian menjadi seorang kakek dan seorang nenek, insya الله.
Rentang perjalanan hidup manusia yang begitu panjang, sesungguhnya singkat saja. Begitu pula liku-liku dan pernik-pernik kerumitan hidup sesungguhnya jugalah sederhana. Kita semua diciptakan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa tidak lain untuk beribadah kepada Nya. Maka, jika kita semua berharap kelak dapat berjumpa dengan ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa dalam keadaan Ia ridho kepada kita, hendaklah kita jadikan segala tindakan kita semata-mata di dalam rangka mencari keridho’an-Nya dan menyelaraskan diri kepada Sunnah Nabi-Nya Yang Mulia -Shallallahu alaihi wa sallam-
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
(Maka barangsiapa merindukan akan perjumpaannya dengan robb-Nya, hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholeh, serta tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun di dalam peribadatahan kepada robb-nya.)
Begitu pula pernikahan ini, ijab-qabulnya, adanya wali dan dua orang saksi, termasuk hadirnya kita semua memenuhi undangan ini adalah ibadah, yang tidak luput dari keharusan untuk sesuai dengan syari’at ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa.
Oleh karena itu, kepada calon suami anakku…
Saya ingatkan, bahwa wanita itu dinikahi karena empat alasan, sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam:
عن أبي هريره رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita dinikahi karena empat alasan. Hartanya, keturunannya, kecantikannya,atau agamanya. Pilihlah karena agamanya, niscaya selamatlah engkau.” (HR:Muslim)
Maka ambilah nanti putriku sebagai isteri sekaligus sebagai amanah yang kelak kamu dituntut bertanggung jawab atasnya. Dengannya dan bersamanya lah kamu beribadah kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa, di dalam suka…di dalam duka. Gaulilah ia secara baik, sesuai dengan yang diharuskan menurut syari’at ALLAH. Terimalah ia sepenuh hati, kelebihan dan kekurangannya, karena ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah memerintahkan demikian:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan gaulilah isteri-isterimu dengan cara yang ma’ruf. Maka seandainya kalian membenci mereka, karena boleh jadi ada sesuatu yang kalian tidak sukai dari mereka, sedangkan ALLAH menjadikan padanya banyak kebaikan.”(An-Nisaa’:19)
Dan ingatlah pula wasiat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
إستوصوا بالنساء خيرا فإنهن عوان عندكم
(Pergaulilah isteri-isteri dengan baik. Karena sesungguhnya mereka itu mitra hidup kalian)
Dan perlakuanmu terhadap isterimu ini menjadi cermin kadar keimananmu, sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-;
(أكمل المؤمن إيمانا أحسنهم خلقا و خياركم خياركم لنساءهم (الترمذي عن ابي هريرة
(Mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya)
Dan kamu sebagai laki-laki adalah pemimpin di dalam rumah tangga.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
(Lelaki itu pemimpin bagi wanita disebabkan ALLAH telah melebihkan yang satu dari yang lainnya dan disebabkan para lelaki yang memberi nafkah dengan hartanya.) (An-Nisaa’: 34)
Maka agar kamu dapat memimpin rumah tanggamu, penuhilah syarat-syaratnya, berupa kemampuan untuk menafkahi, mengajari, dan mengayomi. Raihlah kewibawaan agar isterimu patuh di bawah pimpinanmu. Jadilah suami yang bertanggung jawab, arif dan lemah lembut , sehingga isterimu merasa hangat dan tentram di sisimu. Berusahalah sekuat tenaga menjadi teladan yang baik baginya, sehingga ia bangga bersuamikan kamu. Ya, inilah saatnya untuk membuktikan bahwa kamu laki-laki sejati, laki-laki yang bukan hanya lahirnya.
Kepada Putriku..
Saya ingatkan kepadamu akan sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
عن أبي هريرة؛ قال:- قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
إذا أتاكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه. إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض
“Jika datang kepadamu (-wahai para orang tua anak gadis-) seorang pemuda yang kau sukai akhlaq dan agamanya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan menyebarnya kerusakan di muka bumi.” (HR: Ibnu Majah)
Dan semoga -tentunya- calon suamimu datang dan diterima karena agama dan akhlaqnya, bukan karena yang lain. Maka hendaknya kau luruskan pula niatmu. Sambutlah dia sebagai suami sekaligus pemimpinmu. Jadikanlah perkawinanmu ini sebagai wasilah ibadahmu kepada ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa. Camkanlah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-:
(لو كنت أمرا أحد ان يسجد لأحد لأمرت المرءة ان تسجد لزوجها (الترم1ي عن ابي هريرة
(Seandainya aku boleh memerintahkan manusia untuk sujud kepada sesamanya, sungguh sudah aku perintahkan sang isteri sujud kepada suaminya.)
Karenanya sekali lagi saya nasihatkan , wahai putriku…
Terima dan sambutlah suamimu ini dengan sepenuh cinta dan ketaatan.
Layani ia dengan kehangatanmu…
Manjakan ia dengan kelincahan dan kecerdasanmu…
Bantulah ia dengan kesabaran dan doamu…
Hiburlah ia dengan nasihat-nasihatmu…
Bangkitkan ia dengan keceriaan dan kelembutanmu…
Tutuplah kekurangannya dengan mulianya akhlaqmu…
Manakala telah kamu lakukan itu semua, tak ada gelar yang lebih tepat disandangkan padamu selain Al Mar’atush-Shalihah, yaitu sebaik-baik perhiasan dunia. Sebagaimana Sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa salam:
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة ( مسلم
(Dunia tak lain adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholihah.)
Inilah satu kebahagiaan hakiki -bukan khayali- yang diidam-idamkan oleh setiap wanita beriman. Maka bersyukurlah, sekali lagi bersyukurlah kamu untuk semua itu, karena tidak semua wanita memperoleh kesempatan sedemikian berharga. Kesempatan menjadi seorang isteri, menjadi seorang ibu. Terlebih lagi, adanya kesempatan, diundang masuk ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki. Yang demikian ini mungkin bagimu selagi kamu melaksanakan sholat wajib lima waktu -cukup yang lima waktu-, puasa -juga cukup yang wajib- di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan -termasuk menutup aurat- , dan ta’at kepada suami. Cukup, cukup itu. Sebagaimana sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam :
إذا صلت المرأة خمسها وصامت شهرها وحفظت فرجها وأطاعت زوجها
(قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت (أحمد عن عبدالرحمن بن عوف
(Jika seorang isteri telah sholat yang lima, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan ta’at kepada suaminya. Dikatakan kapadanya: Silahkan masuk ke dalam Surga dari pintu mana saja yang engkau mau.)
Anak-anakku…
Melalui rangkaian ayat-ayat suci Al Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi Yang Mulia, kami semua yang hadir di sini mengantarkan kalian berdua memasuki gerbang kehidupan yang baru, bersiap-siap meninggalkan ruang tunggu, dan mengakhiri masa penantian kalian yang lama. Kami semua hanya dapat mengantar kalian hingga di dermaga. Untuk selanjutnya, bahtera rumah-tangga kalian akan mengarungi samudra kehidupan, yang tentunya tak sepi dari ombak, bahkan mungkin badai.
Karena itu, jangan tinggalkan jalan ketaqwaan. Karena hanya dengan ketaqwaan saja ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa akan mudahkan segala urusan kalian, mengeluarkan kalian dari kesulitan-kesulitan, bahkan mengaruniai kalian rizki.
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan berikan bagi nya jalan keluar dan mengaruniai rizki dari sisi yang tak terduga.)
(Dan barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mudahkan urusannya.)
Bersyukurlah kalian berdua akan ni’mat ini semua. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian separuh dari agama ini, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa telah mengarunia kalian kesempatan untuk menjalankan syari’at-NYA yang mulia, ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa juga telah mengaruniai kalian kesempatan untuk mencintai dan dicintai dengan jalan yang suci dan terhormat.
Ketahuilah, bahwa pernikahan ini menyebabkan kalian harus lebih berbagi. Orang tua kalian bertambah, saudara kalian bertambah, bahkan sahabat-sahabat kalian pun bertambah, yang kesemua itu tentu memperpanjang tali silaturahmi, memperlebar tempat berpijak, memperluas pandangan, dan memperjauh daya pendengaran. Bukan saja semakin banyak yang perlu kalian atur dan perhatikan, sebaliknya semakin banyak pula yang akan ikut mengatur dan memperhatikan kalian. Maka, barang siapa yang tidak kokoh sebagai pribadi dia akan semakin gamang menghadapi kehidupannya yang baru.
Ketahuilah, bahwa anak-anak yang sholeh dan sholehah yang kalian idam-idamkan itu sulit lahir dan tumbuh kecuali di dalam rumah tangga yang sakinah penuh cinta dan kasih sayang. Dan tentunya tak akan tercipta rumah-tangga yang sakinah, kecuali dibangun oleh suami yang sholeh dan isteri yang sholehah.
Akan tetapi, wahai anak-anakku, jangan takut menatap masa depan dan memikul tanggung jawab ini semua. Jangan bersedih dan berkecil hati jika kalian menganggap bekal yang kalian miliki sekarang ini masih sangat kurang. ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa berfirman:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya: “Dan janganlah berkecil hati juga jangan bersedih. Padahal kalian adalah orang-orang yang mulia seandainya sungguh-sungguh beriman.” (Ali Imran: 139)
Ya, selama masih ada iman di dalam dada segalanya akan menjadi mudah bagi kalian. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling tolong-menolong di dalam kebajikan dan taqwa. Bukankah dengan pernikahan ini kalian bisa saling menutupi kelemahan dan kekurangan masing-masing. Bersungguh-sungguhlah untuk itu, untuk meraih segala kebaikan yang ALLAH Subhaanahu wa ta’alaa sediakan melalui pernikahan ini. Jangan lupa untuk senantiasa memohon pertolongan kepada ALLAH. kemudian jangan merasa tak mampu atau pesimis. Jangan, jangan kalian awali kehidupan rumah tangga ini dengan perasaan lemah !
احرص على ما ينفعك. واستعن بالله ولا تعجز
“Bersungguh-sungguhlah kepada yang bermanfa’at bagimu, mohonlah pertolongan kepada ALLAH, dan jangan merasa lemah!” (HR: Ibnu Majah)
Terakhir, ingatlah bahwa nikah merupakan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, sebagaimana sabdanya:
النكاح من سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني
(Nikah itu merupakan bagian dari Sunnahku. Maka barang siapa berpaling dari Sunnahku, ia bukanlah bagian dari umatku.)
(Muslimahzone.com/Berdakwah.net)
22 notes
·
View notes
Text
For those who need it
How to Get Over Past Mistakes
1. Remind yourself that everyone makes mistakes, does things wrongs, and has moments of regret. There are no perfect people out there. In that sense, you are just the same as everybody else.
2. Remind yourself that “that was then, and this is now”. You can’t turn back the clocks and change what you did, but you can be a different person in the future.
3. Allow yourself to experience and name the feelings you are struggling with (regret, guilt, shame, disappointment, embarrassment, sadness, etc.) – then make the decision to let those feelings go. In the end, it’s unhealthy to become attached to them.
4. Ask yourself what you can learn from the situation. What would you do differently if you found yourself in that situation again? How can it change the person you are now (so that you feel better about yourself)?
5. Recognise that failings are mistakes are part of the growth process. It’s inevitable that you’ll encounter obstacles, challenges and failures throughout life. Don’t let that stop you from really living life.
6. Remind yourself that “it was what you did, it’s not who you are.” Don’t allow any single event or experience to define you. You are more than – so don’t let that become your identity, or your destiny. 7. Give yourself the gift of a new day and a new start. Forgive yourself, let go of the past, and with confidence move on with your life.
2K notes
·
View notes
Quote
Hati yang sibuk dengan Allah, keperluannya akan dicukupi tanpa permintaan.
Ibn Al-Muari (via alwanizolkifli)
1K notes
·
View notes
Photo
Lovely Child ❤
Emotional Advice For a Bargain: Child Offers Advice for Two Bucks
44K notes
·
View notes