avocadowithyou
avocadowithyou
Sebuah Catatan
111 posts
Last active 3 hours ago
Don't wanna be here? Send us removal request.
avocadowithyou · 3 months ago
Text
Ada waktu dimana cukup kita yang merasakan bahagia nya, seperti malam ini juga beberapa malam sebelumnya; menit-menit sebelum tidur kita (aku dan suami) melihat Hamid cepat sekali berkembang, kali ini ia sedang semangat-semangatnya belajar berdiri sendiri. Tiap terjatuh, bergegas ia bangun lagi mencari-cari pijakan yang tepat, menyesuaikan tubuh agar seimbang, dan ketika berhasil ia senantiasa bertepuk tangan dengan senyum lebar diwajah mungilnya. Hamid juga banyak tertawa melihat respon kita terhadap tingkah nya. Gemassss sekali melihat nya. Ternyata seindah ini yaa. Walaupun agak sayang sepertinya, hal sebahagia ini tidak diabadikan. Tapi mana sempat, kita seperti tidak mau kehilangan satu detik momen nya.
Ada waktu dimana cukup kita yang merasakan bahagia nya, seperti tadi misalnya; selepas Hamid tidur gemericik hujan mulai turun sahut menyahut membuat bunyi syahdu dan suasana seketika romantis. Waktu bersama suami menjadi hal yang paling di rindukan, obrolan-obrolan mulai berhamburan, candaan disertasi tawa ringan sangat menyenangkan, peluk yang selalu membuat tenang, juga kecupan yang berujung hahahaha. Astaghfirullah gapapa kan ya aku nulis gini. Tapi serius, ini hanya kita yang merasakan bahagia nya. Saat seperti ini gak setiap hari terjadi kan?
Aku titip momen indah malam ini disini ya.
Alhamdulillah.
2 notes · View notes
avocadowithyou · 8 months ago
Text
Pagi tadi mendengar percakapan nenek berusia 68 tahun dan nenek 89 tahun :
68 : Mimih apal elekesekeng ?
89 : elesekeng?
68 : elekesekeng Mimih
89 : elesekeng, naon nya hilap deui
68 : eta kekeuh elesekeng, elekesekeng aya k an Mimih
89 : naon nya, elesekeng asa wawuh Mimih teh
68 : elekesekeng Mimih, e le ke se keng (sambil mengeja)
89 : ah da sarua elesekeng
68 : heem naon atuh artina
89 : teu daek cicing elesekeng teh.
HAHAHA lucuu jugaaa
0 notes
avocadowithyou · 9 months ago
Text
Sumber Kebahagiaanku Nggak Cuma Dia
Sekalipun kamu sudah menikah, jangan menggantungkan kebahagian sepenuhnya kepada pasanganmu. Kalau kita gantungkan semuanya sama dia, sepertinya terlalu berat beban "perahu" ini. Dayungnya nggak kuat...
Coba punya hobi atau rutinitas sendiri, sekalipun kita cuma ibu rumah tangga. Milikilah rutinitas, ikutlah komunitas. Supaya kebahagiaanmu nggak cuma berputar di dia.
Kita nggak akan mudah bosan, nggak terus-terusan nunggu dia untuk mewujudkan beberapa hal yang kita inginkan. Maksudku... bisa saja mimpi A diwujudkan bareng pasangan, tapi mimpi B nggak harus menunggu dia. Kita bisa mewujudkannya sendiri!
Andai kata suami lagi sibuk sekali dan berkurang waktunya untuk kita, sambil nunggu dia kembali ke ritmenya lagi--kita bisa mencari kesenangan sendiri.
Aku suka nulis, aku suka nonton film, aku suka berkomunitas. Ini caraku supaya nggak bosan. Masing-masing dari kita punya ruang. Hidup bersama bukan berarti terus menerus bersama, kita juga punya ruang untuk diri. Tinggal bagaimana sama-sama mengerti, menghargai, dan mendukung satu sama lain. Nah perasaan saling ini, juga nantinya bisa menghadirkan kebahagiaan yang lain.
Selamat meniti bahagia, jalannya ternyata banyak! Selamat menata 'ruang' untuk diri!
348 notes · View notes
avocadowithyou · 1 year ago
Text
Kita tidak bisa membandingkan takdir kita dengan orang lain, sekalipun rasanya tidak adil dan rasanya kita berhak memiliki takdir yang lebih baik karena merasa sudah berusaha maksimal. "Yang milik kita akan tetap datang, meskipun kita tidak berdaya" setelah membaca kutipan tersebut, memang kita benar-benar tidak berdaya ketika dihadapkan takdir yang gak sesuai ekspektasi kita.
0 notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Penting juga manajemen ekspetasi, dulu sebelum menikah seringkali kita berekspektasi ideal nya pasangan menurut kita. Tapi setelah menikah buang jauh-jauh ekspetasi itu, karena memang kita dan pasangan kita adalah dua orang berbeda. Tapi insyaa Allah dengan orang yang tepat dan ilmu yang sudah dipersiapkan sebelum nikah kita tentu akan menemukan manis nya perbedaan.
May Allah Protect Us
Menerima Kisahnya
Nanti, saat kamu menikah dengan seseorang, kamu tidak sedang menerima lembar buku yang kosong. Kamu akan mendapatkan seseorang yang sudah menulis begitu banyak catatan dan kisah, yang kamu baru akan benar-benar mengetahui kisahnya sesaat setelah akad terucap.
Pada kisah yang begitu menyedihkan, atau pada kisah yang begitu bahagia maka selalu siapkan hati yang lapang untuk menerimanya.
Sebab orang yang kamu nikahi adalah akumulasi dari masa kecil hingga ia dewasanya, bahkan sampai ia menemukanmu.
Tidak apa-apa, siapkan saja ilmu pernikahan dan mengelola rasa dalam berumah tangga. Kapan kamu harus menekan ego dan emosi, kapan kamu harus bersabar dulu untuk sesaat sebelum mengutarakan maksut dengan berbicara padanya.
Menerima kisah seseorang itu tidaklah mudah, terkadang ia jauh dari apa yang kamu harapkan, terkadang bahkan bertolak belakang dengan apa yang kamu bayangkan.
Sebab pernikahan itu menyatukan dan saling memperbaiki, kisah-kisah buruk dan hitam di masa lalu tidak perlu diungkap dan dibuka. Tutuplah serapat mungkin dan kubur sedalam-dalamnya, mulailah menjalani hari-hari dengan kebaikan yang penuh dengan keberkahan.
Andai kamu sedang menunggu seseorang yang datang padamu, maka siapkan ilmunya, perluas hatinya, dan mulailah melangitkan doa, agar apa yang kamu doakan senada dengan apa yang Tuhan takdirkan
Selamat malam, dariku yang tengah duduk di kereta menuju stasiun terakhir.
Gambir, 19 September 2023.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
قال ابن حزم - رحمه الله - : "وربّما كانت المحبّة لسبب من الأسباب
وتلك تفنى بفناء سببها فمن ودَّك لأمرٍ ولَّى مع انقضائه".
(طوق الحمامة ص 162)
Berkata Ibnu Hazem Ra :
Terkadang,
cinta itu ada karena satu sebab dan satu alasan yang ada,
sehingga hal itulah yang menyebabkan punahnya cinta,
karena punahnya sebab tersebut,
maka siapa orang yang mencintaimu
karena satu alasan tertentu,
dia-lah yang memiliki kuasa penuh untuk mensirnakan perasaan cinta yang telah dia bangun.
Sumber kitab Towqul Hamaamah,
hal.162
0 notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Mau menuliskan sedikit tentang buku yg pernah kubaca; Perempuan Di titik Nol karya Nawal El Saadawi—seorang aktivis, doktor dan psikiater yang banyak menulis tentang perempuan dalam Islam.
Tumblr media
Ini barangkali bisa menjawab pertanyaanmu tadi malam. Maaf karena keterbatasanku dalam menyampaikan sesuatu secara langsung. Tapi semoga kamu paham, aku lebih leluasa menguapkan 'isi' melalui tulisan.
Ketika kamu bertanya bagaimana pendapatku mengenai kesetaraan perempuan dalam menyampaikan suatu pendapat. Yang langsung terlintas di pikiranku novel ini. Maka kujawab sebisaku sekarang.
Sebelum membahas keterkaitan novel yang kubaca dengan pertanyaanmu, aku ingin menuliskan kilas balik tentang bagaimana Islam datang dengan mengangkat derajat perempuan. Sudah menjadi rahasia umum banyak dari kita yang mungkin sudah tahu, bagaimana menderitanya perempuan sebelum datangnya Islam. Sebelum datangnya Islam, perempuan menjadi kecacatan bagi keluarga, saking tidak dinilainya derajat perempuan, seringkali terjadi penguburan hidup-hidup atas anak perempuan, dan masih banyak lagi perlakuan buruk terhadap perempuan seperti tidak diberikannya hak waris dan hak-hak lain pada umumnya dinikmati laki-laki.
Belum lagi penindasan yang dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh Masyarakat Jahiliyah. Kenyataan sejarah demikian, menunjukkan betapa perempuan tidak mendapatkan kedudukan, bahkan sedikitpun tidak dihormati dalam lingkup sosial oleh kaum laki-laki. Berbagai masa kegelapan perempuan tersebut menjadi wajar ketika menyadari bahwa paradigma yang dipegang dan berkembang di Masyarakat Arab adalah menganggap perempuan hidup untuk dan senantiasa bergantung kepada laki-laki.
Dan isu ini belum juga usai, hingga melahirkan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dalam menetapkan kesetaraan. Salah satunya yang dilakukan oleh Nawal El Sadaawi, ia menulis banyak sekali tulisan mengenai polemik yang berkaitan tentang hak perempuan. Seperti dalam novel yang kubaca diatas, penulis mengisahkan sisi gelap yang dihadapi perempuan-perempuan Mesir ditengah kebudayaan Arab yang kental dengan nilai-nilai patriarki. Seperti yang sudah kusinggung sebelumnya bahwa Masyarakat Arab dalam budayanya sering kali menempatkan perempuan tidak setara dengan laki-laki, Arab Saudi—tempat lahirnya Islam bahkan sampai saat ini mungkin belum bersikap leluasa atas kebebasan perempuan diruang publik. Berbeda dengan Indonesia, kurasa bangsa kita sudah keluar dari kultural Arab, bisa dilihat dengan banyak nya perempuan-perempuan yang eksis berperan dalam lingkup sosial dan politik.
Kembali lagi, Nawal kemudian menceritakan dalam novel tersebut kisah nyata yang dialami oleh Firdaus (nama samaran) yang sedari kecil sudah hidup ditengah keluarga patriarkat—dimana kerap ia melihat dan merasakan seorang ayah diperlakukan seperti seorang raja oleh istri dan anak-anaknya, seperti individu nomor satu diantara individu-individu lainnya. Ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan didalam sebuah keluarga. Ada salah satu dialog dalam novel tersebut dimana Firdaus mengutarakan keinginannya untuk belajar di El Azhar Kairo mengikuti jejak pamannya, namun ia tidak diperbolehkan belajar disana karena ia adalah seorang perempuan. Bahkan pamannya yang mendengar hal itu tertawa dan menjelaskan bahwa El Azhar hanya untuk kaum laki-laki saja.
Dengan banyak nya ketimpangan relasi ini, tak jarang perempuan dibatasi ruang geraknya antara privat dan publik. Yang dimaksud privat menurutku bermuara pada wilayah rumah tangga yang stereotipnya diperuntukkan bagi perempuan, seperti falsafah yang sering kita jumpai bahwa perempuan ketika sudah menikah ruang lingkupnya hanya "Dapur, Sumur, Kasur". Kemudian wilayah publik seperti pekerjaan dan urusan negara (politik) diperuntukkan hanya bagi laki-laki.
Selanjutnya ini aku ingin mengutip salah satu ayat Al-Qur'an yakni surat An-Nisa ayat 34;
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Kalau hanya dipahami secara maknawi, tidak melihat Tafsir, Asbabun Nuzul, juga hadist-hadist Nabi yang berkaitan dengan ayat ini—seperti yang sering kamu bilang; 'tentu akan memicu kontradiksi' antara laki-laki dan perempuan dimana ada ungkapan ar-rijal qawwamuna ala al-nisa. Ayat ini kalau tidak dipahami secara keseluruhan dapat menjadi superior bagi laki-laki. Tapi apabila dijabarkan secara luas, tentunya akan sangat panjang. Jadi mungkin kamu sudah lebih paham mengenai interpretasi dari ayat tersebut.
Menurutku, kesetaraan perempuan dalam menyuarakan pendapatnya juga sangat penting khususnya dibeberapa lingkup, seperti dalam rumah tangga. Karena keduanya (laki-laki dan perempuan) akan menjadi satu kesatuan atau satu anggota tubuh dimana laki-laki berkedudukan sebagai kepala sedangkan perempuan berkedudukan sebagai badan. Karena itu tak layak kalau satu anggota itu merasa super terhadap anggota lainnya, sebab masing-masing mempunyai tugas dalam hidup atau masing-masing memiliki haknya. "..Mereka (perempuan) adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian pula bagi mereka". Ditambah pentingnya komunikasi dua arah dalam rumah tangga, ini menunjukan bahwa memang perempuan sangat berhak bersuara atas pendapatnya. Tidak seperti Firdaus dalam novel yang hilang "identitas" nya sebagai perempuan karena dibentuk oleh lingkungan yang patriarki, karena suaranya tidak diterima sama sekali oleh kaum yang menganggap dirinya individu nomor satu yakni, laki-laki.
Meski kuakui, ini pun menjadi pr besar untukku yang masih takut mendengar pendapat orang lain ketika aku mengutarakan isi pikiranku.
Doakan yaa..
3 notes · View notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Tumblr media
Tidak perlu berpuisi,
Sebab jatuh cintaku kepadamu kali ini
Tuhan merestui.
0 notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Tidak kusangka butuh energi yang cukup menguras untuk ngeshare undangan digital kepada teman-teman. Beginikah? Aku terlalu lama hidup dalam kesunyian. Beginikah rasanya kolom chat ramai dengan banyak ucapan? Aku yang biasanya menghindar dari berbagai pertanyaan, atau obrolan. Kini terpaksa harus menjawab semua percakapan yang masuk. Tentu senang, melihat betapa mereka turut bersuka cita. Tapi lagi-lagi kelebat khawatir akan hal-hal yang diluar dugaan membuat kalut. Aku terlalu takut terhadap bagaimana orang lain menilai kita. Padahal untuk apa juga orang lain menilai kalau mereka tidak kenal betul kita? Tapi itulah, kita selalu berdampingan dengan penilaian, perbandingan, dan standar. Lagi-lagi kita dinilai oleh persepsi orang lain mengenai apa yang kita lakukan. Kita juga terus menerus dibandingkan dengan seseorang yang melebihi kita. Dan akhirnya kita dipaksa memenuhi ekspektasi mereka terhadap kita demi memenuhi rasa puas yang mereka harap-harapkan.
Capek sekali jadi introvert.
Sering berkata begitu, banyak sekali kecamuk yang tidak bisa kusampaikan. Akhirnya hanya berujung air mata dibalik bantal. Padahal ingin bercerita, tapi untuk apa? Lagi-lagi pikiran khawatir akan tanggapan orang lain. Aku berkali-kali menjauh bahkan menghilang dari kerumunan, karena tersadar hanya diri sendiri yang memahami aku. Mereka—yang kusampaikan keluh kesah, barangkali tidak benar-benar memahami. Hanya empati, menghibur diri bahwa aku tidak sendiri. Dan aku tetap pada pikiran yang berkelebat, tak menemukan terang yang dijanjikan.
Tapi berkali-kali juga akhirnya aku menemukan aku. Yang mana untuk menemukannya, aku menempuh jalan terjal terjauh.
Barangkali tujuku yang berbelok, niatku tergelincir, dan syukurku terkikis. Sepertinya, setelah menggenap nanti. Aku pun turut menepi, memberi jeda pada hiruk pikuk media fana. Aku ingin nyata sembari menuai makna, berdua.
1 note · View note
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Sudah hampir tengah malam, tetiba ingin menulis sesuatu.
Kali ini aku ingin bercerita tentang seseorang yang dua bulan terakhir membuat degup tak karuan. Eh, tapi mungkin lain kali setelah kita benar-benar pasti. Ckckck menulis kata 'kita' pada tulisan ini pun aku malu sendiri. Bolehkah? Kutanam rasa terlebih dahulu padahal ikrarmu belum sampai?
Atau barangkali ini bisa menjadi pengantar untuk sesuatu yang akan dimulai. Eh, masa iya pengantar begini bentukannya? Sebentar, kurasa diksi yang menyentuh hanya lahir dari tulisan-tulisan patah hati. Aku yang tengah jatuh hati malah bingung bagaimana membuat kalimat menyenangkan persis yang dialami hati sembari melewati hari-hari yang dinanti. Atau barangkali aku yang keliru? Bukankah puisi-puisi Sapardi besar dengan cinta?
Sepertinya memang aku yang keliru, maka nya kutulis nanti saat saja setelah semuanya dimulai. Anggap saja ini kata pengantar, walau gak jelas. Hehe. Intinya, aku hanya senang karena aku tidak lagi menulis perihal lara dan lainnya. Melainkan kisah baru dengan tentunya orang yang baru juga.
Mari 'kita' mulai dengan membaca Basmallah.
Hehe
6 notes · View notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
والأسوءُ مِن حُزني، فشلي الدائم في الإفصاحِ عنه.
Yang lebih buruk daripada kesedihanku adalah kegagalanku untuk mengungkapkannya.
3 notes · View notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Ya Allah..
2 notes · View notes
avocadowithyou · 2 years ago
Text
Menuju Akhir Amanah
Tiada yang lebih pesat melainkan melainkan waktu yang melaju.
Tiada yang lebih disesali melainkan berlalunya waktu—yang mana kita belum maksimal didalamnya.
Selalu begitu ya? Kita merasa seolah punya banyak waktu padahal tanggung jawab kita lebih banyak dari waktu yang dipunya. Kita merasa seolah punya banyak waktu dengan menunda banyak kebaikan seakan-akan besok kita masih bisa melakukannya. Kita seolah punya banyak waktu untuk memperbaiki keadaan padahal semuanya ada ujungnya. Dan lagi-lagi yang didapati diakhir ialah berbagai penyesalan.
"Tidak akan kembali hari yang telah lalu"
Mahfudzat itu berputar-putar memenuhi pikiran, bahwa tidak akan lama lagi amanah yang kupegang ini akan berada diujungnya, tapi dengan sangat berat hati kuakui kalau banyak sekali penyesalan yang kudapat. Tak terbilang berapa banyak pertanyaan-pertanyaan sesal ditodongkan ke depan diri. Meski ini pertama kalinya diamanahi tanggung jawab, sebagian diriku membela karenanya. Tapi tentu saja pembelaan seperti ini hanya alasan sebagian diri agar tidak terlalu menyalahi.
Andai waktu ada dalam kendaliku, ada tiga penyesalan selama hidup yang sampai saat ini aku masih menyalahi diri sendiri, dan ingin sekali ku kembali pada waktu-waktu itu dan memperbaikinya. Andai bisa, walau kutahu tak akan pernah bisa. Tapi andai, kalau aku tahu ujung nya akan seperti itu, aku pasti bisa lebih baik dari sekarang. Mungkin syaithan sedang menertawai; seperti ini kiranya keadaan orang-orang yang merugi kelak diakhirat, mereka memohon-mohon untuk dikembalikan pada waktu mereka hidup untuk memperbaiki penyesalan.
Ya Rabb, dipenghujung amanahku ini, semoga baik akhirnya. Meski tak maksimal, semoga diterima niat baik nya. Meski tak banyak yang diberi, semoga mengalir kebaikan kecil diajarkan. Ya Rabb, dipenghujung amanahku ini, semoga diamanah-amanah selanjutnya aku bisa lebih mengerti serta memperbaiki. Maaf Ya Rabb, atas prasangka-prasangka buruk, niat-niat yang tergelincir, serta kurang ikhlasnya diri ini dalam menjalaninya. Maaf Ya Rabb, aku sedang tak baik-baik saja, tapi yang keluar dari lisan ini keluh nan rutuk dihadapan manusia, bukannya bersimpuh di hadapan Mu. Maaf Ya Rabb, aku sedang baik-baik nya pun, syukurku terkadang tak banyak. Ya Rabb.
Sudah lama sekali gak dealing sama diri, lama pula gak mampir ke laman ini. Bisakah tetap seperti ini? Tetap menulis apapun keadaannya, bukankah terasa lebih ringan ketika bisa mengeluarkan semuanya disini?
1 note · View note
avocadowithyou · 3 years ago
Text
Diam
Tidak semua hal harus dikomentari. Kata Ust. Oemar Mita "Sebagaimana jendela yang tertutup—yang menjaga ruangan didalamnya tak dimasuki debu atau kotoran, mulut kita sepatunya seperti itu. Karena lisan ini lah yang kebanyakan manusia terjerumus ke dalam neraka". Benar adanya, semakin banyak berbicara semakin rendah kualitas diri kita—sebagimana minuman soda yang dikocok kemudian dibuka tutupnya hingga keluarlah semua isi minuman tersebut, dan sedikit sekali minuman yang tersisa setelah penutupan nya dibuka. Mulut ini, ketika mengeluarkan kecamuknya ia akan hanya mewujud menjadi dua; api atau air. Maka dari itu telah masyhur kata-kata bijak seperti "Mulutmu harimaumu" atau "Diam adalah emas" dan banyak lagi.
Telah masyhur pula hadits terkait diam; Abu Hurairah Ra. berkata, Rasulullah Saw bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tetangga. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu".(HR. Bukhari dan Muslim). Dari sini bisa dipahami, bahwa hanya ada dua pilihan yang kita punya yaitu berkata baik atau diam. Tapi rasa-rasanya agak susah ya? Terlebih aku—perempuan yang tiap hari nya harus mengeluarkan 20 ribu kata. Semenjak diamanahi membimbing santri, aku semakin paham bahwa diam dalam beberapa hal sangat mujarab untuk self healing. Santri mau bagaimanapun tetap manusia, tetap tak terlepas dari salah dan ada saja kelakuannya. Dulu, pas awal-awal aku menjalani amanah ini dan melihat santri melanggar bawaannya kesel terus, dan parahnya dalam keadaan kesal ini lah aku menasehati. Tapi setelah terus belajar mengenai diam dan tenang jika hal-hal tak terduga dilakukan santri, proses menasehati pun akan mudah diterima.
Dalam surat Qaf ayat 18, Allah mengingati kita; "Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada didekatnya pengawas yang selalu hadir". Tuh, begitu berharga sebuah kata yang keluar di sisi Allah sampai dihadirkannya pengawas. Mau perkara apapun jika melebihi porsinya atau berlebihan, ia akan seperti gula. Semakin banyak gula dikonsumsi, semakin tinggi pula potensi kita terkena diabetes. Semakin kita berlebihan dalam suatu hal, semakin tinggi pula potensi kita dalam kehancuran. Dan perlu diingat Ath-Thabrani pernah meriwayatkan dari Anas Ra. bahwa Nabi Saw bersabda, "Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat iman, sehingga ia menjaga lisannya".
Semoga kita bisa membatasi diri dari berkata yang tidak baik.
2 notes · View notes
avocadowithyou · 3 years ago
Text
Tabuh Lima Subuh
Setelah menunaikan shalat subuh tadi, seperti Rabu-Rabu sebelumnya, aku pergi ke pasar memebeli beberapa sayur dan lauk pauk untuk tiga hari kedepan. Hari masih gelap tapi tak sedikit manusia yang sudah memulai hari nya sedini mungkin. Perjalanan menuju pasar lumayan memakan waktu, terlebih aku yang harus menaiki angkutan umum. Beruntungnya, pemerintah setempat memberikan angkutan gratis untuk masyarakat, hanya perlu satu kartu untuk menaiki angkutan tersebut.
Pukul lima tepatnya, angkot tersebut datang. Ada 4-5 orang duduk didalamnya. Mereka lagi, ujarku dalam hati setelah melihat siapa saja yang duduk. Ini tidak asing, setiap kali aku menaiki angkot pertama yang beroperasi, wajah-wajah mereka sudah berada didalamnya—wajah menahan kantuk hehe. Memang, karena yang kulihat mereka lahirnya jauh lebih dahulu dalam kebaikan ketimbang aku. Sempat kumenebak-nebak apa yang akan mereka lakukan dengan aktivitas sepagi ini? Atau barangkali memang seperti itu kebiasaan mereka, berbeda denganku yang biasa memulai aktivitas pagi hari didalam rumah. Kupandangi mereka satu persatu—eh bukan bermaksud tidak sopan, kuberanikan diri karena mereka sepertinya sedang mengantuk. Ibu yang membawa tongkat, dua ibu-ibu membawa tas selempang, nenek yang memakai topi hitam dan celana kulot, kakek yang mengenakan jaket parasut, bapak yang berpakaian rapi dengan celana jeans serta jaket dan tas gendong nya, kemudian satu orang anak sekolahan yang memakai baju Pramuka. Mereka adalah orang-orang yang setiap Rabu pagi kutemui. Kami saling bertukar pandang ketika salah satu dari kami masuk, walau tidak pernah ada satu katapun yang keluar dari mulut, tapi tatapan kami seperti bilang "Dia lagi". Dan ketika salah satu dari kami absen, walau tidak ada kata yang keluar, tatapan kami seperti tengah mencari dan bertanya "Kemana satunya?". Tidak ada yang menjawab, karena memang kami tidak tahu.
Kemudian kami turun di pemberhentian masing-masing. Seperti itulah untuk seterusnya, seperti itu juga kehidupan dunia ini bekerja. Manusia datang dan pergi, yang dipertemukan bisa jadi hanya bersinggungan sebentar tak benar-benar menetap. Yang berpisah pun bisa jadi hanya sementara untuk kemudian kembali dipertemukan untuk waktu yang lama. Kita tidak pernah tau dengan siapa kita dipertemukan untuk kemudian dibersamai, atau dipisahkan untuk kemudian dipertemukan. Tapi kita selalu bisa mengambil pelajaran dari orang-orang yang kita temui. Selalu menyenangkan sebenernya bertemu orang-orang baru, begitu pula menyedihkan rasanya jika harus berpisah.
Hmm.
Ya seperti itulah Rabu pagi.
2 notes · View notes
avocadowithyou · 3 years ago
Text
Janji - Tere Liye
Tumblr media
Ini Novel pertama yang kuhabisakan pertengahan bulan ini, selalu menarik dan penuh pelajaran memang Bang Darwis setiap menuliskan karya fiksi nya.
Janji. Seperti judulnya masing-masing kita pada hakikatnya terikat janji tak tertulis dengan Tuhan. Novel ini walaupun fiksi, sungguh aku bahkan menangis membaca akhirnya. Banyak sekali nilai yang dapat diambil. Ringan, dapat dimengerti tanpa terkesan menggurui.
Janji. Kita pasti mempunyai janji pada diri kita sendiri bahwa ada beberapa hal yang kita pegang dengan teguh sampai akhir, bisa dibilang prinsip. Prinsip yang kita pegang kuat ini, sudahkah bermanfaat untuk yang lain? Atau hanya untuk kepentingan kita saja? Novel ini menyadarkan bahwa kita seharusnya bisa seperti Bahar dalam tokoh tersebut; mekar dimanapun kita ditanam. Tidak melulu tentang harta yang harus diberi, atau teori-teori agama yang harus dikuasai agar orang lain dapat mengambil manfaat dari kita. Kita hanya perlu mempertahankan prinsip baik kita dan menjalankannya, kemudian orang lain yang akan menilai seperti apa kita. Jika baik nilainya, disadari atau tidak, orang lain perlahan akan meniru kebiasaan-kebiasaan baik itu. Dan itulah, sebenar-benar investasi.
Janji. Kita kadang terlupa dengan salah satu janji yang sudah ditetapkan oleh Tuhan; mati. Seolah akan hidup lama, kita sangat santai menjalani kehidupan ini tanpa memperisapkan bekal kalau-kalau janji Nya datang menepati. Santai saja, scroll, scroll, klik, klik seperti sindiran Kaharudin pada Ibu-ibu sekarang. Eh tahu-tahu lewat waktu shalat, lewat kesempatan-kesempatan baik untuk diperbaiki, sampai lewat sudah usia kita untuk menginsyafi. Cepat sekali hidup ini berlalu, seperti baru kemarin, seperti baru tadi pagi. Kita selalu berkata seperti itu kan? Dan memang, waktu tidak pernah menunggu kita. Kita lah yang seharusnya mengejar waktu. Lalu kenapa kita masih sangat santai?
Janji. Sampai disini aku paham bahwa, perlombaan menuju surga tak bisa dilihat dari hal-hal yang nampak, tak bisa dinilai dari masa lalu buruk yang pernah dilalui. Kita ditentukan oleh akhirnya. Bukankah banyak kalangan Sohabiyah dahulu yang memiliki masa lalu yang buruk kemudian akhirnya mereka meninggalkan masa lalu nya dan menjadi baik sampai-sampai Allah menjanjikan surga untuk mereka? Bukankah banyak juga yang terlihat seperti lebih kurang dari kita tapi justru ia lebih banyak memberi dibanding kita yang memiliki lebih?
Sampai disini aku benar-benar paham, setelah janji Nya terpenuhi. Kita sungguh meninggalkan semuanya, kecuali apa yang sudah kita beri.
Terimakasih telah mempertemukan aku dengan Bahar, sekali lagi walaupun ini fiksi. Tapi kisah Bahar sangat nyata untuk ditiru.
Sekian. Semoga kedepannya banyak lagi buku yang bisa kubagikan pelajarannya.
0 notes
avocadowithyou · 3 years ago
Text
"Coba ulangi ayat nya"
Kataku setelah membenarkan ayat yang keliru disetorkannya.
Hening.
Aku mengalihkan pandanganku menuju wajah yang tengah tertunduk, bahu nya sedikit bergetar, tangannya berkali-kali menyeka isak yang mungkin sedari tadi ia tahan, wajahnya kian tertunduk hingga jilbab panjangnya nyaris menutupi. Kemudian tak lama, seolah tak tahan lagi akhirnya ia mengangkat wajah sembari menangis.
"Susah ya?"
Tanyaku pendek.
Ia mengangguk sedang air matanya tak mau berhenti turun. Padahal satu ayat lagi ia sampai dihalaman terakhir.
"Sabar, memang ada waktunya kita akan sampai di ayat yang menuntut kita untuk lebih keras lagi usaha dan doa nya"
"Dari kemarin Dini udah berusaha, tapi sampai sekarang masih belum lancar juga"
Ujarnya dengan tersedu
"Gapapa, usaha kita akan tetap mempunyai nilai di sisi Allah. Bukankah Allah melihat proses daripada hasil? Barangkali dengan usaha yang kita lalui dengan susah payah, saat itulah bisa jadi ridha Allah turun kepada kita"
Ia masih tertunduk.
"Masih siap melanjutkan atau mau mundur dulu?"
Sebenarnya halaman yang ia setorkan lancar, hanya saja di dua ayat terakhir ia terlupa.
"Masih"
Ia membenarkan posisi duduknya. Mengambil napas sejenak serta membaca ta'awudz memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan ketika membaca Al-Qur'an. Kemudian, ia melanjutkan dua ayat terakhir disalah satu halaman surat At-Taubah dengan khusyuk sembari sesekali menyeka air mata nya yang luruh bersamaan dengan ayat yang terucap memenuhi ruang senyap lantaran teman-temannya yang lain pun larut mendengarkan.
Sampai disini, aku tersadar bahwa memang tidak mudah jalan yang di ambil para penghafal Al-Qur'an—ia telah banyak sekali berkorban. Tapi dengan jalan ini, apabila kita sabar dan ikhlas melaluinya, Allah menawarkan surga sebagai imbalannya. Tidakkah kita tergiur? Ini pun susah, karena manusia cenderung melihat sesuatu harus dzahir dipengelihatan. Sedang surga dan segala kenikmatannya tak terlihat didunia. Perlu diketahui, bahwa Allah Laa Yukhlifu Mii'aad—tidak pernah menyalahi janji. Jadi, jangan pernah merasa sia-sia waktu yang sudah kita habiskan bersama Al-Qur'an.
Semangat Andini, juga teman-teman yang sedang berjuang.
1 note · View note