Text
A story from Bayu Nugroho on Medium
Read “Pilkada 2024 : Hegemoni KIM-Plus dalam Konstelasi Politik Daerah“ by Bayu Nugroho on Medium: https://bayu09893.medium.com/pilkada-2024-hegemoni-kim-plus-dalam-konstelasi-politik-daerah-ad5199ba1d84
0 notes
Text
Man vs machine kembali di menangkan olh Man. Itulah yg dikatakan olh founder Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi. Terkhusus di Jawa Tengah, ketokohan Jokowi dan perangkatnya kembali berhasil menang atas PDI-P. Jawa Tengah yg sudah dikuasai olh PDI-P selama dua puluh tahun akhirnya tumbang. Jokowi pd faktanya masih memegang peranan penting dlm pertarungan elektoral Jawa Tengah.
Anomali justru tjd di Jakarta, endorse-an Jokowi nyatanya tdk berefek signifikan. Malahan Pram-Doel justru yg mendapat keberkahan pasca mendapatkan dukungan Anies dan terpecahnya suara PKS. Selain itu, ketidak-solidan partai pengusung jg ditengarai mjd penyebab kekalahan RK-Suswono. Jika dibandingkan dg perangkat tempur KIM-plus di daerah lain misal, Jawa Tengah atau Banten. Praktis mesin partai pengusung RK-Suswono tdk optimal.
Disini PDI-P jg cerdik dlm menugaskan kadernya, sebab Pramono Anung ini adl sosok yg bisa diterima olh semua kalangan. Jd Seskab Jokowi selama 10 tahun dan berkawan dg Prabowo dlm Kabinet Indonesia Maju II. Sehingga, dlm proses kandidasinya tdk mendapatkan halangan atau jegalan. Tahun 2029, setidaknya akan banyak warna, PDI-P sudah mengamankan Jakarta yg disebut sbg miniatur politik nasional, sisanya tinggal evaluasi diri saja dan perangkat agar kejadian Pilpres dan Pilkada 2024 tdk terulang.
0 notes
Text
Pilkada 2024 tinggal menghitung hari, di beberapa wilayah bahkan sentimen kelompok yg bertarung di Pilpres masih terasa. Alih-alih beradu gagasan banyak dr calon kepala daerah yg berkontestasi justru berebut endorse. Dari beberapa kasus, trend calon yg diusung KIM-plus mulai menurun elektabilitasnya. Di Jakarta misalnya, Pramono - Rano sudah mengungguli perolehan suara RK-Suswono yg didukung olh koalisi besarnya. Pun, di Jawa Tengah efek elektoral Luthfi - Taj Yasin jg menunjukkan trend penurunan melawan Andika - Hendi. Walhasil, beberapa calon kepala daerah yg terafiliasi dg KIM-plus menggunakan klaim dukungan dan endorse dr Jokowi - Prabowo sbg jurus pamungkas sbg penjaga trend suara. Bahkan, dlm kasus Pilkada di Jawa Tengah, Prabowo sampai harus turun tangan utk melakukan endorse secara langsung kpd Cakada Luthfi - Yasin yg justru menampakkan terjadinya insecurity dlm tubuh koalisi KIM-plus. Agak disayangkan jk proses cawe-cawe tsb harus ditampakkan scr kasat mata yg justru akan berakibat pd terciptanya instabilitas politik dan ketidak percayaan publik. Sebenarnya, endorsement spt itu hal wajar dlm negara demokrasi, seperti halnya kemarin di Pilpres AS, Joe Biden yg merupakan Presiden aktif menyatakan dukungan scr terbuka kpd Kamala Haris. Akan ttp, patut digaris bawahi kualitas SDM antara AS dan Indonesia sangat berbeda sekali dr aspek pemahaman dan pendidikan politik warga negaranya, shg hal tersebut tdk bisa digunakan sbg parameter pembanding. Berkaca pd kasus di Indonesia, banyak warga negara melihat dukungan politik berdasarkan pd ketokohannya, shg proses endorsement yg demikian dpt dimaknai sbg sebuah perintah yg pd akhirnya membuat kontestasi tdk bisa berjalan scr fairnes atau adil. Terakhir, KIM-plus di beberapa pertarungan kunci sedang menghadapi kegundahan, lantaran pasca putusan MK yg menganulir atau mengubah syarat pengajuan calon di Pilkada dg melakukan penurunan ambang batas atau treshold justru mjd bumerang yg bisa membunuh KIM-plus itu sendiri di beberapa wilayah pertarungan utama. Sebab, skenario awal mereka adl memaksakan terjadinya banyak calon tunggal di beberapa wilayah pertarungan kunci dg membentuk koalisi obesitas shg dpt mengeliminasi calon potensial dr jabatan publik utk mencegah mjd batu sandungan bagi Prabowo dlm kontestasi Pemilu 2029.
Ttd,
Bayu Nugroho
1 note
·
View note