Text
Berusaha bersikap dewasa itu melelahkan juga ternyata.
Untuk ukuran manusia semacam aku yang biasanya lebih sering menunggu instruksi dalam mengerjakan sesuatu dan jarang mengambil inisiatif sendiri, bersikap dewasa bagiku lumayan menguras tenaga.
Semakin bertambah usia semakin berat beban kata "dewasa" yang harus dijaga. Meski sebagian orang berpendapat bahwa menjadi dewasa itu tidak bergantung pada usia, nyatanya usia lebih kurang menjadi tolok ukur seberapa dewasa seseorang. Maksudku, jika usiamu sudah menginjak kepala dua dan sikapmu masih seperti anak usia dua tahun yang tidak mengerti apa-apa, bukankah itu akan membuatmu dicemooh oleh orang-orang di luar sana?
Bagiku, bersikap dewasa berarti harus pandai berinisiatif jika berhadapan dengan suatu keadaan, bersikap dewasa berarti harus bisa memutuskan langkah yang harus diambil jika berhadapan dengan suatu masalah, dan yang terpenting, bersikap dewasa berarti harus pintar untuk menahan amarah.
Dari ketiga aspek yang telah kusebutkan di atas, sialnya tak ada satupun yang menggambarkan diriku dan lebih sialnya lagi, aku sangat kesulitan untuk menerapkan aspek ketiga. Sungguh, seseorang mungkin perlu membuka kursus menahan amarah yang diperuntukkan untuk orang-orang seperti aku.
Kata teman-temanku, aku kalau marah nyeremin. Hahaha. Entah itu memang benar ataukah temanku saja yang hiperbola. Namun, memang sangat sulit rasanya bagiku untuk sekadar menahan diri agar tidak mengucapkan kata-kata sampah jika aku dihadapkan dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan pikiranku. Bahkan, jika sangat marah aku bisa melempar benda-benda apa saja yang dekat dengan jangkauan tanganku.
Seperti yang telah kukatakan sebelumnya, aku itu orang yang kurang inisiatif. Sebenarnya, aku secara tidak sadar gemar berpikir. Aku suka memikirkan hal-hal apa yang bisa kulakukan dalam menghadapi suatu keadaan. Namun sepertinya, karena itulah orang-orang menganggapku kurang inisiatif. Sebab, aku terlalu banyak memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat terjadi jika aku melakukan suatu tindakan dan itu membuat aku berakhir dengan tidak melakukan apa-apa. Yep, I know overthinking kills me slowly.
Lucunya, akhir-akhir ini aku sering berhadapan dengan orang yang kurang memiliki inisiatif sama sepertiku. Tahu apa yang kurasakan? Geram. Gregetan. Ingin marah. Sungguh aku tidak sedang berbohong. Rasanya aku ingin memaki-makinya dengan sumpah serapah. Lalu kemudian aku tersadar. "Apa ini yang dirasakan orang-orang jika berhadapan denganku?" Aku yang kurang inisiatif. Haha sungguh tolol rasanya. Tebak apa yang kulakukan setelahnya? Aku, orang yang kurang inisiatif ini memaksakan diri untuk bertindak sesuatu. Berinisiatif untuk melakukan pekerjaan yang semestinya dilakukan oleh orang lain tapi tidak ia lakukan sebab ia tidak memiliki inisiatif.
Tidak marah, aku menahannya. Aku meluapkan rasa kesalku dengan mengerjakan pekerjaan itu dengan baik. Berusaha memberi contoh kepada ia yang kurang inisiatif. Sesekali berdoa agar kelak di masa depan ia bertemu dengan orang yang lebih tidak mempunyai inisiatif lagi dibanding dirinya. Agar ia merasakan apa yang aku rasakan. Hahaha. Jahat ya? Tak apa. Sebab, kupikir itu dapat dijadikan sebagai jalan untuk bersikap dewasa. Meski dengan terpaksa.
Nyatanya, aku sedang berada di fase itu, "berusaha bersikap dewasa". Sungguh, ini melelahkan. Namun, bukankah ini memang sudah waktunya? :)
17/01/2020
6 notes
·
View notes
Text

Aku sedang tidak mampu untuk merangkai kata
Hanya saja, aku ingin dunia tahu bahwa;
Aku juga bisa tertawa bahagia 🍃
.
.
Puncak Tinambung, 15 Desember 2019
0 notes
Text

Berada di dalam ruangan ini membuatku merasa seakan waktu terulang kembali.
Kembali ke masa dimana aku masih berusaha menerka ke mana takdir kan membawaku pergi.
Meski suasananya tak lagi sama. Meski orang-orang di dalammya bukan lagi mereka yang membersamaiku dalam suka dan duka. Namun segala kenangan seolah terpatri di setiap sudut dinding dan jendela.
Malam ini aku teringat mereka.
Yang masih ada di dunia
Juga mereka yang telah dipanggil terlebih dulu oleh sang maha segalanya.
19/11/19
[ XI EXACT BLAISE PASCAL]
2 notes
·
View notes
Text
Lalu
Aku masih di sini. Membiarkanmu untuk melangkah pergi. Menghargai keputusanmu untuk tidak membersamai.
Nyatanya,
Hatiku terluka lagi.
1 note
·
View note
Text
Harusnya, bab tinggal-meninggalkan sudah habis aku tamatkan. Nyatanya, semua tetap gagap kueja. Abjad yang tersusun rapi di sana, buram oleh mata yang berkaca-kaca; menuju pecah, menuju pusaran sebelum bermuara pada kata terima.
125 notes
·
View notes
Text
Kamu sulit untuk dipahami.
Sedang aku enggan untuk menerka.
Sebab aku takut salah menyangka.
Sebab aku takut salah mengira.
.
.
Kamu,
Bisakah membuatnya menjadi lebih sederhana?
1 note
·
View note
Text
“Gak ada kesepakatan untuk berhenti, tapi lucunya–kita sama-sama paham kalau gak ada yang perlu dilanjutkan.”
— @cindyjoviand
169 notes
·
View notes
Text
Aku pernah ingin menghilang. Dari bisingnya dunia luar. Mendekam dalam sepi. Berkawan diriku sendiri.
Tapi itu urung kulakukan, sebab aku mendengar suara-suara yang datang menghantui pikiran.
"Apa jika aku menghilang, akan ada orang yang mencari?"
"Apa akan ada yang merindu?"
"Memikirkanku?"
"Atau sekadar mengingat namaku?"
Sejak saat itu inginku terhenti.
Lalu
Malam ini aku tersadar tentang satu hal. Bahwa ternyata, aku begitu takut untuk dilupakan, terlebih oleh orang-orang yang kusayang.
0 notes
Photo

Sahabat /sa·ha·bat/ n kawan; teman; handai
Aku sedang memikirkan satu kata itu sekarang; Sahabat.
Mungkin tidak ya jika kita menjadi sepasang sahabat?
Sepertinya akan menarik. Eemm, menurutku sih seperti itu. Karena aku belum pernah memiliki sahabat laki-laki sebelumnya. Ehe.
Ada yang bilang “Jika laki-laki dan perempuan menjalin hubungan persahabatan, pasti salah satu diantara mereka akan ada yang memiliki perasaan yang lebih.” wkwk konyol sekali!
Sudah ku pastikan jika kelak kita menjadi sepasang sahabat, hal itu tidak akan terjadi.
Mengapa?
Sebab bukankah semuanya telah jelas diantara kita? Aku pernah menyukaimu dan kau pernah menaruh hati padaku. Hanya saja semesta tak memberi kita restu untuk bersatu. Iya, kita pernah dan kita menyerah untuk perasaan itu.
Eh, kau paham kan maksud dari kata “bersatu”? Paham kan? oke, cukup sampai di situ.
Terlepas dari restu semesta yang membuat kita merutuki diri masing-masing, bertanya mengapa kau harus terlahir sebagai anak pertama dan aku anak ketiga? Bukanlah lebih baik jika kita bersahabat saja?
Toh, kita masih saling menyapa. Tidak ada sesal dan kecewa.
Kau baik konyol dan menyebalkan padaku, aku pun sama akan seperti itu padamu.
Benar begitu, bukan? Sudahlah, mari kita menjadi sepasang sahabat untuk waktu yang lama! :)
2 notes
·
View notes
Text
“Menghilang terkadang memang jawaban paling tepat.”
—
429 notes
·
View notes
Text
Lucunya, kita sampai pada titik di mana kita lupa bagaimana memulai percakapan atau cara untuk sekedar saling menyapa.
9 notes
·
View notes
Text
“Entah rasanya hari-hari ini bahagia selalu terasa sia-sia ketika seseorang tempatmu bercerita kini tak lagi ada.”
— (via mbeeer)
775 notes
·
View notes
Text
Aku tidak tahu, bagimu aku ini apa. Penyelamatmu, kah? Penghangat bayang kosong di sisimu? Atau sekadar pengusir sepimu?
Aku ingin tahu; apakah kamu sempat memikirkanku yang selalu memikirkanmu?
99 notes
·
View notes
Text
Beberapa jam sudah setelah pesan singkat terakhir itu terkirim. Dan, aku tiba di fase ngangenin kamu waktu gak ada chat dari kamu. Aku berusaha percaya kamu lagi begitu sibuk sampai-sampai kamu gak sempat hubungin aku. Jika iya, gak apa, aku punya banyak waktu untuk nungguin kamu, kok.
Gak, gak, aku belum punya keberanian sebesar itu untuk boleh nanyain kabarmu tanpa bikin kamu mikir kalau aku sedang mengejarmu. Gimana jelasinya, ya? Aku pengen kamu cariin aku, tapi aku juga pengen kamu tahu kalau aku gak chat kamu, gak berarti aku gak pengen diganggu sama kamu. Aku masih merasa se-gak boleh itu untuk ganggu kamu duluan. Jadi, aku cuma bisa nunggu.
"Kedekatan kita" ini ternyata sudah cukup bahaya untuk bikin aku segusar itu ketika melihat kamu sangat aktif di sosial mediamu. Gak sadar, aku sudah seegois itu untuk ingin memiliki waktumu saja. Tapi, aku gak bisa berbuat apa-apa, selain menggerutu sembari berharap ada yang bisa nyadarin kamu, kalau aku sedang nunggu kamu di sini.
Untuk beberapa saat yang menyebalkan itu, aku pengen bilang sama kamu kalau aku benci lihat kamu online, tapi kamu gak hubungin aku waktu aku nungguin kamu. Dan, aku benci lihat kamu berkeliaran di gaduhnya dunia maya tapi aku gak punya keberanian untuk menyapamu. Semua itu bikin aku sadar: aku tuh gak pernah sepercaya diri itu untuk boleh jadi bagian dari hidupmu, terlebih jadi orang yang kamu inginkan.
Iya, kan?
147 notes
·
View notes
Text
Setelah usahamu menyayangi orang lain gak berhasil, ganti dengan mulai menyayangi diri sendiri.
219 notes
·
View notes
Text
Jadi, bagaimana caranya agar rinduku tersampaikan?
Sedang kabar tentangmu saja tak dapat kutemukan.
0 notes