Loket yang Mati Hari Ini
ini tiket terakhir.
kita bertandang lagi
dari musim yang keruh
untuk sekadar bertanya
apa lara masih duduk di sana?
atau sudah lesap dalam tawa
diorama-diorama yang dulu berkata:
kenangan bukan tempat untuk pulang.
benteng ini meminta kita untuk
saling menghapus namaku namamu,
seperti Rustenburg pada Vredeburg
dalam buku sejarah.
"kita perlu berpamitan
pada semut dan pohon-pohon,
dan aku, dan kau,"
kataku dengan basah.
itu pesan terakhir.
museum ini kadaluarsa
sore pukul lima.
lalu kita harus pulang
ke masa-masa yang tabah
tanpa jalan kembali
menuju memoar ini.
Yogyakarta, September 2023
0 notes
Perihal Wohkudu
1/
batas ialah kata
yang tak boleh dilewati,
dan kau meletakkannya di tepi langit
biar tiada sesiapa yang ingin berlabuh.
sebab di sana,
pada jantung laut Wohkudu,
kau larungkan sebuah sunyi.
pun kelak, jantung ini
akan menjadi tempat
pemakamanmu.
2/
masa-masa ini
karang-karang kian kesepian.
ombak makin tersengal
merawat buih yang perih.
dan setiap petang
seutas tanya akan selalu
bergelantung pada ranum jingga:
bagaimana kau akan menutup
awang-awang yang mulai jemu
dengan lengang?
3/
jawaban menjelma bisu
sebab di pasir-pasir Wohkudu
kau ninabobokkan waktu.
Yogyakarta, September 2023
0 notes
Musabab Tak Ada Kau di Kota Ini
Dadaku kota mati,
Musabab tak ada kau tinggal di kota ini.
Langit abu mengemis-ngemis
bertutur tangis pada bumi
bagai daun gugur
yang menanda musim berganti.
Kereta-kereta kepalang riuh,
serupa seorang yang buta
melanglang tanpa kompas
merayau-rayau engkau untuk pulang.
Pijar-pijar lampu tak pernah mati.
Walau tak pernah tahu
akankah ia disebut asa atau sia.
Cahaya apa yang akan menuntunmu kembali?
Yogyakarta, Desember 2020
2 notes
·
View notes
Malam Ketika Kususuri Kota
Sesekali kita cumbu kubangan kaki lima
yang merindu kenang dari
tapak-tapak kakiku kakimu.
Jejak panjang itu mengecup teduh
bohlam lampu kota di bibir-bibir aspal.
Cahaya lesap ke kios-kios
berwajah kusam.
Ke mana lagi akan berangkat?
Tanyamu.
Ke sana. Kita akan pergi ke arah
hujan yang tak pernah reda.
Kita akan basah sangat kuyup
dan melewati jembatan putus
berwarna pelangi.
Lalu seribu kali.
Kita akan melewatinya
seribu kali lagi.
Yogyakarta, Oktober 2020
1 note
·
View note
Sebuah Kisah Padang Bulan
siapa itu peri yang rautnya
meminjam wajah malam untuk berkaca.
bersandar pada lengkung rembulan
menderaikan dendang kematian.
indung, o, indung!
mengapa paras ayu engkau luka?
bagai nasib yang ditembak jatuh
dari tubuh bidara.
bernapas bertaut seluruh
dengan cinta yang papa.
Yogyakarta, 30 Oktober 2020
1 note
·
View note
Y
malam-malam saya mencari
matahari, supaya tidak tidur.
saya temukan ia di secangkir teh
manis. tetapi nasib yang
keramat masih mengejar di
belakang meski saya tidak tidur.
saya lari. bertemu jam dinding
dan bertanya:
apa boleh tidak ada esok? dan
tidur dengan mimpi yang
panjang hingga tuhan tak tega
membangunkan.
ia menjawab:
nanti kalau si nasib sudah tak
keramat lagi.
saya gelagapan. bukan sebab
jawaban itu. tetapi saya lihat alis
jam dinding itu terangkat di
angka sebelas.
aduh! aduh!
saya belum bersulang!
kamar, 2019
1 note
·
View note
botol
di dalam botol yang kaupegang, dik
kusimpan lautan dari palung dadaku
yang asin. asin dan tawar.
manis kadang-kadang
dan merah jambu
hati-hati membuka tutupnya!
ttd
pacarmu
1 note
·
View note
Mengutuk Sentot
kau jilati ludahmu sendiri
hingga telanjang dan kau jilati
kelaminmu sendiri. altar puja puji
ego yang haus atensi.
tidak apa, sayang.
usapi bibirnya dengan jarimu
supaya dusta itu tetap tenang.
o, kecupi lagi supaya dusta yang
kaulukis di sana segera tertidur pulas.
cium! cium!
ciumi kutang merah kesayanganmu
yang masih bau sabun mandi.
apa kau tidak resah jika ia bersaksi
bahwa engkau pada malam-malam lalu
mengemis di bawah selangkangan lacurmu?
itu dusta terus mengalir dalam darah.
terus berhembus dalam napas.
dan pada setiap jejak jalan pulang,
cermin yang kaucari hanya serupa
retak. seperti sumpah ucapmu
yang tak lagi kudus.
maka kupersembahkan kutukan
paling keramat :
takkan pernah kau temui pulang
selain pada seorang perempuan,
seorang lacur yang lebih rendah
dan lebih hina dari seorang Sundari
dalam sebuah babad tresna.
kuburlah putih tulang engkau
tanpa kasih ayah ibu. sebab
buah di meja telah busuk.
o,
kutukan yang belum pernah kuberikan
pada siapa-siapa selainmu,
yang diaminkan seluruh penjuru
langit dan bumi.
kau curi kata dariku.
salam sayang aku.
10 November 2019
1 note
·
View note
surat untuk sun
bersama merpati ini, sun, aku sertakan resah di bulu-bulunya. kuharap akan sampai sebelum cakrawala menjelma samudera jelaga jagat raya. sebab saat itu, aku tahu kau akan lebih sibuk menghitung lintang di helai-helai rambutmu. kau mungkin akan melupakan merpati itu. dan aku tak bisa menanti esok. aku titipkan pula cahaya-cahaya lampu kota di dalam botol yang di bawanya. bukalah hanya ketika dadamu kosong. tak usahlah kau pikirkan gundahku. ia tak lebih dari kangen yang melunjak. kesepian ini, kesunyian itu, ialah ramai yang dibungkus deru ibukota. sun... aku tak tahu berapa banyak waktu yang harus kutempuh untuk menemuimu, menjadi rumahmu. 17 Juni 2019
1 note
·
View note
2000
apa tuhan akan marah jika
aku menyumpal rahim ibu
dengan perca yang tak sempurna?
dan mengganti menitiskan arwah
pada gadis merah jambu.
sebab aku tumbuh menjadi
sulur-sulur sunyi. memuja cinta kasih
sejauh langit dan bumi.
aku mencari ingatan-ingatan
sabda tuhan perihal doa yang menjadi dosa.
hanya terngiang suara ibu
dari kejauhan, berkata bahwa
mengkhatamkan segala lara
tak cukup dengan membalik angka
pada almanak tua,
mengulang, menghitung,
matahari terbit dan bulan terbenam.
tetapi lahir bukanlah jalan kembali.
jalan kembali ialah mati.
25 Juni 2019
0 notes
seribu tahun
penantian ialah kutukan
yang membilur di tubuh
serupa rajah wajah-wajah kekasih.
dan rumah ini terlalu penuh dan sesak.
tak ada ruang lagi untuk setitik debu.
namun kematian tak lebih dari
sebuah tanya :
apa yang lebih menyiksa
daripada rasa kesepian?
23 Juni 2019
0 notes
pada sebuah gramaphone
pada sebuah gramaphone
: elfa secioria
dalam album secioria,
melodi tumbuh dalam peluk ibu.
menari aku dalam buaian sendu
meski si waktu terus sibuk
merakit hari-hari tua pada
almanak di dinding kamar.
apa yang kau rindukan
dari masa kanak-kanak?
tanya kaki-kaki itu.
tanya itu seperti lagu
yang diputar hanya ketika
lejar melayung dalam kepala,
menjelma balerina yang
takkan cantik utuh tanpa luka lara.
lalu ketika jemari kaki dan melodi itu patah,
tak ada yang bisa dilakukan
selain menulis puisi tentang
jarum. piringan hitam.
dan ingatan-ingatan kotak kaca :
balerina dalam panggung megah,
yang tak pernah bersedih,
berputar gemulai berlari melayang ia terbang,
walau musik usai hatinya akan selalu menari
22 Juni 2019.
0 notes
peluk
gerbong itu terbuka. gelap dan dingin.
tapi siapa yang akan menjadi kompas
selain pelukmu sendiri,
atau sebuah buku :
cara menjelma menjadi diri sendiri.
20 Juni 2019.
0 notes
sebuah tanya di ranting angsana
tentu aku mencintaimu, katamu.
dan kau mengepakkan sayap.
matamu langit dan aku tahu
kau seorang pembohong.
maka, sebab itulah aku pun mencintaimu
dalam angin yang membawa jauh
dirimu pada sebuah pengembaraan.
13 Juni 2019.
0 notes
Hujan yang Panjang
hujan ini akan menjadi hujan yang panjang
selama ribuan musim.
tanah-tanah akan basah dan dingin
menyusup ke dinding-dinding yang marah.
pohon. daun. ranting. akar. aspal.
atap jerumbai. lalu tawa kanak-kanak.
tidak akan tumbuh lagi.
hujan ini akan menjadi hujan yang
lupa akan musim kemarau.
mendung-mendung menjadi biru.
musim-musim menjadi biru.
bahasa-bahasa menjadi biru.
masa-masa menjadi biru.
merah menjadi ingatan yang patah.
hujan ini ...
hujan yang panjang
dan tidak mengenal musim.
februari, 2019
0 notes
tamasya museum tua
lukisan itu terlalu tua. usang. berdebu.
aku. kamu. saling tahu. ada sesuatu
yang ingin kita bagi, tetapi tak bisa kita bagi.
pelukis barangkali masih akan tetap hidup meski
kehilangan rupa. tetapi ia akan mati
jika tanpa warna.
kataku.
apakah hitam mampu menjadi warna?
apakah putih hilang dari warna?
tanyamu.
jawaban itu diam. tak pernah berani berucap.
lalu ribuan detik menggandeng kita menuju
ruang museum yang lain,
pada sebuah buku tua. usang. berdebu.
aku. kamu. masih saling tahu.
ini puisi yang kehilangan peta untuk pulang.
kataku.
ini tidak terlalu rumit untuk disebut puisi.
bukankah ini sepenggal kisah yang belum selesai?
katamu.
lalu kita berkubang di teks yang sama.
sejak itu ribuan detik tak datang lagi.
aku. kamu. memang saling tahu.
tentang rasa takut tenggelam dalam semesta
yang tak kita mengerti.
jari-jari tak pernah memulai lembar lain.
dan telapak tangan itu lebih memilih untuk
pulang ke kekosongan masing-masing.
februari, 2019
1 note
·
View note
Riwayat Keritusan
lembayung cakrawala mengelupas,
dilapuk musim yang segera meranggas.
ia menjelma sungai
dari doa-doa yang kita pungut
setiap menuju pulang
selama musim kemarau.
ritus satu;
kita patri di rumah
sembari berharap tercipta
ruang-ruang bahagia
serupa rona di ufuk barat.
di penghujung usia ini,
tak kunjung kita tempati
dan tepati mimpi itu.
rumah rompal
sebelum selesai kita bangun.
aku menggantung.
kau mematung.
ditekik kembang api
yang memindah tahun.
"barangkali,
tak seharusnya kita pinjam
ranum sang surya,"
katamu yang memilih buta.
lalu ritus kita berganti
mengembalikan burit-burit
yang tak cukup kokoh menambal
genggang di dinding-dinding
yang tumbuh semakin menjalar.
langit membiru.
terompet mulai memanggil kau
untuk segera pulang
menuju masa yang dalam.
"dilarang,"
tulisku tepat di jantung yang jingga.
hilang,
tanpa selamat tinggal.
melanglang,
sepasang kaki telanjang bahkan
tak memiliki kata sampai jumpa
di ambang perpisahan.
desember, 2018
0 notes