Kumpulan Brosur Terpilih Pengajian Ahad Pagi Majlis Tafsir Al-Qur'an
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 13 April 2025/14 Syawwal 1446 Brosur No.: 2206/2246/IF
PUASA SUNNAH 2
~
Puasa sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW (2)
~
7. Puasa dengan berselang hari
~
Dari 'Abdullah bin 'Amr, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Seutama-utama puasa adalah puasa saudaraku Dawud. Adalah beliau sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa, dan ia tidak lari bila bertemu musuh". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 134, no. 767, ini hadits hasan shahih].
~
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash, ia berkata: Rasulullah SAW diberitahu bahwasanya ia mengatakan, "Sungguh aku akan shalat malam terus-menerus dan aku akan puasa di siang harinya selama aku hidup". Maka Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kamu orang yang mengatakan demikian itu?". Lalu aku jawab, "Sungguh aku telah mengatakannya, ya Rasulullah". Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kamu tidak akan kuat yang demikian itu, maka berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan shalat malamlah, dan berpuasalah tiga hari setiap bulan. Karena kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Maka yang demikian itu seperti berpuasa sepanjang masa". 'Abdullah bin 'Amr berkata: Lalu aku berkata, "Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu". Beliau SAW bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari". 'Abdullah bin 'Amr berkata: Lalu aku berkata lagi, "Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu, ya Rasulullah". Beliau SAW bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu puasanya Nabi Dawud AS, dan itulah puasa yang lebih adil". 'Abdullah bin 'Amr berkata: Lalu aku berkata lagi, "Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu". Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada yang lebih dari itu". 'Abdullah bin 'Amr RA berkata, "Sungguh aku menerima (puasa) tiga hari yang telah disabdakan Rasulullah SAW itu lebih aku sukai daripada keluargaku dan hartaku". [HR. Muslim juz 2, hal. 812, no. 181]
~
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Wahai 'Abdullah, apakah benar berita bahwa kamu akan puasa terus-menerus di siang hari dan akan shalat malam terus-menerus sepanjang malam?". Lalu aku menjawab, "Benar, ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Jangan kamu lakukan, tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malamlah dan tidurlah, karena untuk jasadmu ada hak yang harus kamu tunaikan, matamu juga punya hak yang harus kamu tunaikan, istrimu juga punya hak yang harus kamu tunaikan, dan tamumu juga punya hak yang harus kamu tunaikan. Dan cukuplah bagimu bila kamu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulan, karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan itu berarti kamu sama dengan melaksanakan puasa sepanjang tahun seluruhnya". Kemudian aku memperberat diri, maka akupun menjadi berat. Aku berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku kuat lebih dari itu". Maka beliau bersabda, "Berpuasalah seperti puasanya Nabi Allah Dawud AS, dan jangan kamu tambah lebih dari itu". Aku bertanya, "Bagaimanakah puasa Nabi Allah Dawud AS?". Beliau menjawab, "Berpuasa setengah tahun (sehari puasa dan sehari tidak)". Di kemudian hari setelah tua 'Abdullah (bin 'Amr bin Al-'Ash) berkata, "Alangkah baiknya seandainya dahulu aku menerima keringanan yang diberikan oleh Nabi SAW". [HR. Bukhari juz 2, hal. 245]
~
Dari 'Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, ia berkata: Nabi SAW mempersaudarakan Salman dengan Abud Dardaa'. Suatu hari Salman mengunjungi Abud Dardaa', lalu ia melihat Ummud Dardaa' memakai baju yang lusuh, lalu Salman bertanya kepadanya, "Kenapa kamu begitu?" la menjawab, "Saudaramu Abud Dardaa', dia sudah tidak membutuhkan dunia". Kemudian Abud Dardaa' datang. Lalu Salman membuat makanan untuknya. Salman berkata kepada Abud Dardaa', "Makanlah!". Abu Dardaa' menjawab, "Aku sedang berpuasa". Salman berkata, "Aku tidak akan makan sehingga kamu juga makan". (Abu Juhaifah) berkata, "Lalu Abu Dardaa' makan". Setelah malam hari Abud Dardaa' bangun, Salman berkata, "Tidurlah !". Maka iapun tidur. Kemudian Abud Dardaa' bangun lagi, lalu Salman berkata, "Tidurlah!". Maka iapun tidur lagi. Ketika akhir malam Salman berkata, "Sekarang bangunlah!". Kemudian mereka berdua shalat malam. Lalu Salman berkata kepada Abu Dardaa', "Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, dirimu juga mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, dan istrimu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, maka berikanlah haknya kepada setiap yang mempunyai hak itu". Kemudian Abud Dardaa' datang kepada Nabi SAW, lalu ia menceritakan hal itu. Maka Nabi SAW bersabda, "Salman benar". [HR. Bukhari juz 2, hal. 243]
Hari-hari yang dilarang berpuasa :
~
1. Dua hari raya: yaitu hari raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adlha
~
Dari Abu Sa'id RA, ia berkata, "Nabi SAW telah melarang (orang) berpuasa pada Hari Raya 'ledul Fithri dan Hari Raya Qurban ('ledul Adlha)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 249].
~
Darl 'Umar bin Khaththab, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah SAW melarang dari puasa pada dua Hari Raya. Adapun 'ledul Fithri, maka itu adalah hari berbuka kalian dari puasa (Ramadlan) dan Hari Raya bagi orang-orang Islam. Dan adapun 'ledul Adlha, maka makanlah daging ibadah qurban kalian". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 135, no. 769, ia berkata: Ini hadits Shahih]
2. Hari Tasyriq, yaitu: Hari yang ke-11, 12 dan 13 dari bulan Hajji (Dzulhijjah)
~
Dari 'Uqbah bin 'Amir, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Hari 'Arafah (di 'Arafah), hari Nahr (menyembelih), dan hari Tasyriq adalah Hari Raya kita orang-orang Islam. Dan hari-hari itu adalah hari makan dan minum". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 135, no. 770, hadits hasan shahih]
~
Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Hari-hari Tasyriq adalah hari makan minum dan dzikir (menyebut) Allah". [HR. Muslim juz 2 hal. 800, no. 144].
3. Hanya berpuasa di hari Jum'at saja
~
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Janganlah kalian khususkan malam Jum'at dari malam yang lain untuk shalat, dan janganlah kalian khususkan hari Jum'at dari hari yang lain untuk berpuasa, kecuali seseorang diantara kalian berpuasa padanya (tidak mengkhususkan hari Jum'at)". [HR. Muslim juz 2, hal. 801, no. 148]
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW, "Janganlah seseorang dari kalian puasa di hari Jum'at, kecuali jika ia puasa sebelumnya atau sesudahnya". [HR. Muslim juz 2, hal. 801, no. 147].
4. Larangan menyambut Ramadlan dengan puasa
~
Dari abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Apabila bulan Sya'ban tinggal separo, maka janganlah kalian berpuasa. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 121, no. 735, hadits hasan shahih]"
~
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Janganlah kalian mendahului (menyambut) bulan Ramadlan dengan berpuasa, kecuali apabila salah seorang diantara kalian melakukan puasa yang biasa ia lakukan". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 121, no. 735].
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian mendahului Ramadlan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi orang yang melakukan puasa (tidak untuk menyambut Ramadlan), bolehlah ia berpuasa". [HR. Muslim juz 2, hal 762, no. 21].
5. Puasa terus-menerus
~
Dari 'Abdullah bin 'Amr, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya. Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya. Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya". [HR. Muslim juz 2, hal. 815, no. 186].
~
Dari Abu Qatadah, ia berkata: Ada seseorang yang bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang puasa terus-menerus ?". Beliau SAW bersabda, "Tidak ada puasa terus-menerus dan tidak ada berbuka terus-menerus, atau tidak boleh berpuasa terus-menerus dan tidak boleh berbuka terus-menerus". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 133, no. 764, ia berkata: hadits Hasan].
6. Puasa Wishal.
~
Dari 'Abdullah bin 'Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW melarang (berpuasa) wishal. Mereka (para shahabat) berkata, "Sesungguhnya engkau berpuasa wishal". Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya aku diberi makan dan minum (oleh Allah)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 242].
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW melarang dari berpuasa wishal. Lalu ada seorang laki-laki dari kaum muslimin berkata, "Sesungguhnya engkau berpuasa wishal, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Siapa diantara kalian yang seperti aku? Sesungguhnya aku bermalam sedang Tuhanku memberi makan dan minum kepadaku". Setelah para shahabat enggan meninggalkan puasa wishal, lalu Rasulullah SAW berpuasa wishal bersama para shahabat satu hari, lalu satu hari lagi. Kemudian mereka melihat hilal. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya hilal itu belum muncul, tentu aku akan menambah lagi kepada kalian". Seolah-olah beliau ingin memberikan pelajaran (agar jera) kepada para shahabat ketika mereka enggan meninggalkan puasa wishal. [HR. Muslim juz 2, hal. 774, no. 57].
Boleh berniat puasa pada pagi hari bagi puasa sunnah :
~
Dari 'Aisyah ummul mukminin, ia berkata, "Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke rumah lalu bertanya, "Apakah kamu mempunyai sesuatu (makanan)?" Kami menjawab, "Tidak ada". Maka beliau bersabda, "Bila demikian maka aku akan berpuasa". Dan pada hari yang lain beliau datang pula, maka kami berkata, "Ya Rasulullah, ada orang yang menghadiahkan hais (makanan yang dibuat dari korma, samin dan susu kambing) kepada kita". Beliau bersabda, "Perlihatkanlah kepadaku, karena sesungguhnya aku berpagi dalam keadaan berpuasa". Kemudian beliau makan". [HR. Muslim juz 2, hal. 809, no. 170].
Seorang istri dilarang berpuasa sunnah tanpa seidzin suami :
~
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal seorang perempuan berpuasa (sunnah) bila suaminya tidak bepergian melainkan seidzinnya". [HR. Bukhari juz 6, hal 150].
~
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. beliau bersabda: "Seorang perempuan (istri) tidak boleh berpuasa (sunnah) bila suaminya tidak bepergian melainkan dengan idzinnya. [HR. Bukhari juz 6, hal. 150]
---oo0oo---
0 notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 6 April 2025/7 Syawwal 1446
Brosur No.: 2205/2245/IF
*PUASA SUNNAH 1*
```Puasa sunnah menurut tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam (1)
1. Puasa enam hari di bulan Syawwal
Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, adalah (pahalanya) seperti puasa setahun".
(HR. Muslim juz 2, hal. 822, no. 204)
Dari Tsauban bekas budak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya 'ledul Fithri, adalah (serupa) sempurna setahun, (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia mendapat pahala sepuluh kali lipat". (HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 547, no. 1715)
Dari Tsauban bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Puasa sebulan (Ramadlan) pahalanya sama dengan sepuluh bulan, dan enam hari sesudahnya pahalanya sama dengan dua bulan. Maka yang demikian itu (pahalanya) sama dengan puasa setahun penuh. Yakni bulan Ramadlan dan enam hari sesudahnya (Syawwal)".
(HR. Darimiy juz 2 hal. 21, no. 1680)
Keterangan:
a. Nabi Shallallahu alaihi ws sallam menggembirakan ummatnya agar suka berpuasa enam hari di bulan Syawwal, dengan menyatakan bahwa orang yang berpuasa satu bulan dibulan Ramadlan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka pahalanya sama dengan puasa setahun.
Pengertiannya demikian :
Puasa Ramadlan (yang biasanya 30 hari) pahalanya senilai berpuasa 300 hari, karena tiap-tiap satu hari mendapat pahala 10 kali lipat. Dan 6 hari di bulan Syawwal senilai dengan puasa 60 hari, sehingga semuanya berjumlah 360 hari atau sama dengan 1 tahun.
b. Enam hari dalam bulan Syawwal itu tidak mesti harus berturut-turut yang dimulai dari tanggal 2 (tepat sehabis Hari Raya) sebagaimana yang biasa dikerjakan oleh ummat Islam pada umumnya. Karena tidak ada penjelasan yang tegas dari agama atau keterangan yang sharih (terang/tegas) dan shahih (kuat) dari agama. Dan kita tidak boleh membuat ketentuan sendiri dalam masalah 'ibadah. Jadi, boleh dan tetap dipandang sempurna oleh syara' bila kita mengerjakan berselang-seling maupun berturut-turut yang tidak dimulai tanggal 2 Syawwal (tepat sehabis Hari Raya), yang penting masih dalam bulan Syawwal. Kalaupun hendak mengerjakan tepat sehabis Hari Raya dengan berturut-turutpun tidak mengapa, asal tidak dengan keyakinan bahwa itulah cara yang paling sah yang dituntunkan oleh syara'.
c. Hadits riwayat Muslim yang dijadikan dalil puasa Syawwal tersebut ada sebagian 'ulama yang menganggap lemah, karena di dalam sanadnya ada perawi Sa'ad bin Sa'id bin Qais yang dicela oleh sebagian ulama ahli hadits. Namun sebagian 'ulama ahli hadits yang lain berpendapat bahwa celanya Sa'ad bin Sa'id bin Qais tersebut tidak sampai menyebabkan hadits itu menjadi dlaif (lemah). Lagi pula hadits riwayat Muslim itu dikuatkan oleh dua hadits berikutnya yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Darimiy dimana dalam sanadnya tidak terdapat perawi Sa'ad bin Sa'id bin Qais yang dipermasalahkan tersebut. Jadi hadits itu tetap bisa dipakai sebagai dalil.
(Bagi yang ingin mengetahui identitas Sa'ad bin Sa'id bin Qais lebih lanjut silakan baca Tahdzibut-Tahdzib juz 3 hal. 408 no. 876, Mizanul I'tidal juz 2 hal. 120 no. 3109, Al-Jarhu wat Ta'dil juz 4 hal. 84 no. 370 dan Taqribut Tahdzib hal. 171 no. 2237).
Walloohu a'lam.
2. Puasa 'Arafah
Dari Abu Qatadah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Puasa pada hari 'Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) itu bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, yaitu setahun yang lampau dan setahun yang akan datang. Dan puasa 'Asyuraa' (tanggal 10 Muharram) bisa menghapus dosa setahun yang lalu".
(HR. Ahmad juz 8, hal. 261, no. 22598)
Puasa 'Arafah ini disyariatkan bagi orang-orang yang tidak sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana riwayat di bawah ini:
Dari 'Ikrimah, ia berkata: Saya pernah datang kepada Abu Hurairah di rumahnya, lalu saya bertanya kepadanya tentang puasa hari 'Arafah di 'Arafah, maka jawab Abu Hurairah, "Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang puasa hari 'Arafah di padang 'Arafah'.
(HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 551, no. 1732)
Dari 'Umair maula 'Abdullah bin 'Abbas, dari Ummul Fadhl binti Harits, bahwasanya orang-orang berbantah di sisinya pada hari 'Arafah tentang puasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Sebagian dari mereka berkata, "Beliau Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa". Dan sebagian lainnya berkata, "Beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak berpuasa". Kemudian Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, pada waktu itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang wuquf di atas untanya, lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meminumnya". (HR. Bukhari juz 2, hal. 248)
3. Puasa Tasu'a dan 'Asyura'
Tasu'a ialah hari yang ke-9 dari bulan Muharram, sedang 'Asyura' adalah hari yang ke-10 dari bulan tersebut.
Dari 'Aisyah RA, ia berkata: Dahulu kaum Quraisy berpuasa 'Asyura' pada masa jahiliyah dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga berpuasa. Maka setelah berhijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa 'Asyura' dan memerintahkan kepada para shahabat untuk berpuasa pada hari itu. Kemudian setelah diwajibkan puasa di bulan Ramadlan, beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin berpuasa 'Asyura' silakan berpuasa, dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya silakan tidak berpuasa".
(HR. Muslim juz 2, hal. 792, no. 113)
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata: Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa 'Asyura'. Lalu mereka ditanya (Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam) tentang hal itu. Maka jawab mereka, "Hari ini adalah suatu hari yang Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Musa dan Bani Israil atas Fir'aun, maka kami berpuasa pada hari ini untuk mengagungkannya". Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Kalau begitu kami lebih berhaq terhadap Nabi Musa daripada kalian". Kemudian beliau memerintahkan untuk berpuasa 'Asyura.
(HR. Muslim juz 2, hal. 795, no. 127)
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata: Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa 'Asyura' (hari ke sepuluh bulan Muharram) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, para shahabat berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah suatu hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashara", Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jika aku masih hidup sampai tahun depan, insyaa Allah kami akan berpuasa Taasia (hari ke sembilan). Ibnu 'Abbas berkata, "Ternyata belum sampai tahun berikutnya, beliau telah wafat".
(HR. Muslim juz 2, hal. 798, no. 133)
Dari 'Abdullah bin 'Umair (mungkin ia mengatakan dari 'Abdullah bin 'Abbas RA) ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya kalau aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku berpuasa hari ke-9 (bulan Muharram)".
(HR. Muslim juz 2, hal. 798, no. 134)
Dari Abu Qatadah Al-Anshariy RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang puasa beliau. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam marah. Kemudian 'Umar berkata, "Kami ridla Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Rasul, dan bai'at kami sebagai bai'ať". (Abu Qatadah) berkata: Lalu beliau ditanya tentang puasa terus-menerus. Maka beliau bersabda, "Tidak ada puasa terus-menerus dan tidak ada berbuka terus-menerus", atau "Tidak boleh berpuasa terus-menerus dan tidak boleh berbuka terus-menerus". (Abu Qatadah) berkata: Lalu beliau ditanya tentang puasa dua hari dan berbuka satu hari. Beliau balik bertanya, "Siapa yang kuat melakukan yang demikian itu?". Dan beliau ditanya tentang berpuasa satu hari dan berbuka dua hari. Beliau bersabda, "Alangkah baiknya seandainya Allah memberi kekuatan kepada kita untuk melakukan demikian itu". Dan beliau ditanya tentang berpuasa satu hari dan berbuka satu hari. Beliau bersabda, "Itu puasa saudaraku Dawud AS". Dan beliau ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau bersabda, "Hari Senin itu adalah hari kelahiranku dan hari aku diutus, atau diturunkannya wahyu kepadaku". (Abu Qatadah) berkata: Lalu beliau bersabda, "Puasa tiga hari setiap bulan, dan puasa Ramadlan ke Ramadlan adalah sama dengan puasa sepanjang masa". (Abu Qatadah) berkata: Dan beliau ditanya tentang puasa hari 'Arafah. Beliau bersabda, "Menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang". Dan beliau ditanya tentang.puasa 'Asyuraa'. Beliau bersabda, "Menghapus dosa satu tahun yang lalu".
(HR. Muslim juz 2, hal. 819, no. 197)
4. Puasa Sya'ban
Dari 'Aisyah Ummul Mukminin RA, ia berkata, "Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa, sehingga kami mengira seolah-olah beliau tidak pernah berbuka. Dan (apabila) beliau tidak berpuasa, kami mengira seolah-olah beliau tidak pernah berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh melainkan di bulan Ramadlan, dan tidak pernah saya lihat beliau memperbanyak puasa pada bulan lain seperti bulan Sya'ban".
(HR. Muslim juz 2, hal. 810, no. 175)
Keterangan
Puasa dalam bulan Sya'ban ini tidak ada ketentuan jumlah hari dan tanggal-tanggalnya, hanya yang biasa dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah kurang dari satu bulan. Tegasnya tidak satu bulan penuh.
5. Puasa Senin dan Kamis
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam biasa mementingkan puasa Senin dan Kamis". (HR. Tirmidzi juz 2, hal. 124, no. 742, hadits hasan gharib)
Dari Jubair bin Nufair bahwasanya 'Aisyah berkata, "Sesungguhnya dahulu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam biasa mementingkan puasa Senin dan Kamis".
(HR. Nasaaiy juz 4, hal. 202)
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Amal-amal ditampakkan (dilaporkan) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku senang manakala amalku ditampakkan sedang aku berpuasa".
(HR Tirmidzi juz 2, hal. 124, no. 744, hadits hasan gharib)
Dari Abu Qatadah Al-Anshariy RA bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang berpuasa di hari Senin. Maka beliau bersabda, "(Hari Senin) adalah hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu kepadaku".
(HR. Muslim juz 2, hal. 820, no. 198)
6. Puasa tiga hari pada tiap bulan (Qamariyah)
Dari Mu'adzah Al-'Adawiyah bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, "Apakah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berpuasa tiga hari pada setiap bulan?". 'Aisyah menjawab, "Ya". Lalu aku bertanya lagi kepadanya, "Pada tanggal berapa beliau berpuasa?". 'Aisyah menjawab, "Beliau tidak peduli tanggal berapa saja berpuasa pada bulan tersebut".
(HR. Muslim juz 2, hal. 818, no. 194)
Dari Abu Dzarr, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa tiga hari setiap bulan, maka yang demikian itu sama dengan puasa sepanjang masa". Maka Allah Tabaaraka wa Ta'aalaa menurunkan ayat yang membenarkan hal itu dalam kitab-Nya. (Barangsiapa beramal baik, maka baginya pahala sepuluh kali lipat) [Al-An'aam: 160]. Puasa satu hari pahalanya sama dengan berpuasa sepuluh hari.
(HR. Tirmidzi juz 2, hal. 131, no. 759, dan ia berkata: Ini hadits hasan)
Dari Musa bin Thalhah, ia berkata: Saya mendengar Abu Dzarr berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Hai Abu Dzarr, kalau engkau mau puasa tiga hari dari satu bulan, maka puasalah pada hari yang ke-13, 14 dan 15".
(HR. Tirmidzi juz 2, hal. 130, no. 758, hadits hasan)
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: "Kekasih saya (Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) telah berwashiyat kepada saya dengan tiga perkara yaitu: 1. Puasa tiga hari tiap-tiap bulan. 2. Shalat Dluha dua raka'at, dan 3. Shalat witir sebelum tidur".
(HR. Bukhari juz 2, hal. 247)```
Bersambung.......
0 notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 23 Maret 2025/23 Ramadlan 1446 Brosur No.: 21944/2244/IF
𝙎𝙃𝘼𝙇𝘼𝙏 '𝙄𝙀𝘿
Adab mengerjakan shalat 'led dan sunnah-sunnahnya
1. Mandi dahulu
عَنِ ابْنِ السَّبَّاقِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ : يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ، إِنَّ هَذَا (يَوْمَ الْجُمُعَةِ) يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ عِيْدًا فَاغْسِلُوا. مالك في الموطأ ١: ٦٥، رقم: ۱۱۳
Dari Ibnus Sabbaaq, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Hai kaum Muslimin, hari (Jum'ah) ini adalah satu hari yang Allah jadikan Hari Raya. Karena itu hendaklah kalian mandi". [HR. Maalik, dalam Al-Muwaththa' juz 1, hal. 65, no. 113]
Keterangan:
Menurut hadits tersebut, hari Jum'ah dipandang sebagai Hari Raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada Hari Raya adalah lebih utama.
2. Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِهِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِي كُلِّ عِيدٍ. البيهقى ٣: ۲۸۰
Dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap Hari Raya. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 280, dla'if, mursal]
3. Makan sebelum berangkat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ ﷺ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّي . الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤٠
Dari 'Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW tidak pergi shalat Hari Raya 'ledul Fithri melainkan sesudah makan. Dan tidak makan pada Hari Raya 'ledul Adlha melainkan sesudah kembali dari shalat". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 540]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يُفْطِرُ عَلَى تَمَرَاتٍ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْمُصَلَّى. الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤١
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW dahulu makan beberapa kurma pada Hari Raya 'ledul Fithri sebelum berangkat ke tempat shalat. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 541, ia berkata: Ini hadits hasan shahih gharib]
4. Mengambil dua jalan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا خَرَجَ يَوْمَ الْعِيدِ فِي طَرِيقِ رَجَعَ فِي غَيْرِهِ. الترمذى ٢ : ٢٦، رقم: ٥٣٩
Dari Abu Hurairah, ia berkata "Dahulu Rasulullah SAW apabila melewati jalan saat pergi shalat Hari Raya, maka ketika pulang beliau mengambil jalan lain (dari yang telah dilalui waktu pergi)". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 26, no. 539, hadits hasan gharib]
5. Waktu dan tempat takbir Hari Raya
عَنِ الزُّهْرِيِّ أَنَّهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِي الْمُصَلَّى. ابو بكر النجاد، مرسل في نيل الأوطار ٣: ۳۲۷
Dari Az-Zuhriy, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya 'ledul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat". [HR. Abu Bakar An-Najjaad, mursal, Nailul Authar juz 3, hal. 327]
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ كَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ الْفِطْرِ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِي الْمُصَلَّى. البيهقي ۳: ۲۷۹
Dari Salim bin 'Abdullah, bahwasanya 'Abdullah bin 'Umar memberitahukan kepadanya, bahwasanya dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada Hari Raya 'ledul Fithri dari sejak keluar dari rumah beliau hingga tiba di tempat shalat. [HR. Baihaqi juz 3, hal. 279, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Musa bin Muhammad bin 'Atho' dan Al-Walid bin Muhammad Al-Muqriy]
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْدُو إِلَى الْعِيدِ مِنَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ حَتَّى يَأْتِي الْمُصَلَّى وَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْإِمَامُ . البيهقي : ۲۷۹، موقوف
Dari Nafi' bahwasanya dahulu Ibnu 'Umar berangkat ke shalat 'led dengan bertakbir dengan suara keras sejak dari masjid sampai tiba di tempat shalat, dan ia terus bertakbir hingga imam datang. [HR. Baihaqi juz 3, hal. 279, mauquf]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : زَيَّنُوا أَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيرِ . الطبراني في الاوسط ٥: ١٨٩، رقم: ٤٣٧٠
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kalian dengan takbir". [HR. Thabarani di dalam Al-Mu'jamul Ausath juz 5, hal. 189, no. 4370, dla'if karena di dalam sanadnya ada perawi bernama 'Umar bin Rasyid, yang dilemahkan oleh Ibnu Ma'in, Abu Zur'ah dan Nasaiy]
Waktu dan tempat bertakbir Hari Raya menurut hadits yang shahih
أَنْ تُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ : أَمَرَ رَسُوْلُ اللَّهِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاطِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ. مسلم ٢ : ٦٠٦ رقم: ١٢
Dari Ummu 'Athiyah, ia berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan yang haidl dan juga gadis-gadis dalam pingitan, pada Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adlha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalať". [HR. Muslim, juz 2, hal. 606, no. 12]
عَنْ حَفْصَةَ عَنْ أَمْ عَطِيَّةَ قَالَتْ : كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى تُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى تُخْرِجَ الْحَيَّضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ وَيَدْعُوْنَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُوْنَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ. البخاري
Dari Hafshah, dari Ummi 'Athiyah, ia berkata, "Dahulu kami diperintahkan untuk keluar pada Hari Raya (ke tempat shalat 'led), sehingga kami mengeluarkan para gadis yang dalam pingitannya, sehingga kami mengeluarkan para wanita yang sedang haidl, lalu mereka berada di tempat belakang para jama'ah, mereka para wanita bertakbir dengan takbir mereka, berdo'a dengan do'a mereka, para wanita itu mengharapkan berkahnya pada hari itu dan kesuciannya (dari dosa)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 7]
Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat.
6. Waktu shalat Hari Raya
قَالَ جُنْدَبٌ : كَانَ النَّبِيُّ اللهِ يُصَلِّى بِنَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَالْأَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن حسن، في نيل الأوطار ٣: ٣٣٣
Telah berkata Jundab, "Dahulu Nabi SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya 'ledul Adlha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak". [HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 333]
Keterangan:
Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya 'ledul Adlha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya 'ledul Fithri.
7. Shalat sebelum khutbah
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُصَلُّوْنَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ. البخاري ٢: ٥
Dari Ibnu 'Umar, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan 'Umar RA shalat dua Hari Raya sebelum khutbah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]
Maksudnya: Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat 'ledul Fithri dan 'ledul Adha sebelum khutbah.
8. Shalat Hari Raya tanpa adzan dan iqamah
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَة. مسلم ٢ : ٦٠٤ رقم ٧
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata "Saya shalat dua Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah". [HR. Muslim juz 2, hal. 604, no. 7]
Keterangan:
Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari Raya 'ledul Fithri dan Hari Raya 'ledul Adha tanpa adzan dan iqamah.
9. Hari Raya pada hari Jum'ah
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ أَنَّهُ قَالَ : اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِي يَوْمِكُمْ هُذَا، فَمَنْ شَاءَ أَجْزَاهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُوْنَ إِنْ شَاءَ اللهُ. ابن ماجه ١: ٤��٦ ، رقم: ١٣١١
Dari Ibnu 'Abbas, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Telah terhimpun pada hari ini dua Hari Raya (Hari Raya dan Jum'ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum'ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum'ah, insyaa-Allooh". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 416, no. 1311]
10. Shalat dan khutbah di tanah lapang
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يُفْطِرُ عَلَى تَمَرَاتٍ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ إِلَى الْمُصَلَّى. الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤١
Dari Anas bin Maalik, bahwasanya dahulu pada Hari Raya 'iedul Fithri Nabi SAW biasa makan beberapa kurma sebelum berangkat ke Mushalla (tempat shalat Hari Raya). [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 541, ia berkata: Ini hadits hasan shahih gharib]
Keterangan:
Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa dahulu Nabi SAW mengadakan shalat Hari Raya di Mushalla (tanah lapang).
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah shalat 'ied di masjid ketika hujan :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فِي يَوْمٍ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ ﷺ صَلَاةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ. ابو داود ١: ٣٠١ رقم: ١١٦٠، ضعيف
Dari Abu Hurairah, bahwasanya pada suatu Hari Raya, para shahabat kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 301, no. 1160, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Isa bin 'Abdul A'laa bin Abu Farwah, ia majhul]
Keterangan:
Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah Hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.
Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada Hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.
Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak dilarang, apalagi jika turun hujan atau lain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat di tanah lapang itu diambil dari pengertian Mushalla. Adapun Mushalla di zaman Nabi SAW dijelaskan dalam kitab Fiqhus Sunnah sebagai berikut:
الْمُصَلَّى مَوْضِعُ بِبَابِ الْمَدِينَةِ الشَّرْقِي. فقه السنة ١: ٢٦٨
"Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur". [Fiqhus Sunnah juz 1, hal. 268]
الْمُصَلَّى مَوْضِعُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَسْجِدِ أَلْفَ ذِرَاعٍ. فقه السنة ١: ٢٧١
"Mushalla itu tempatnya berjarak 1.000 hasta dari masjid Madinah". [Fiqhus Sunnah juz 1, ha. 271]
Dengan keterangan ini, jelaslah bahwa Rasulullah SAW biasanya mengadakan shalat Hari Raya itu di tanah lapang.
11. Khutbah Nabi SAW:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَصَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ. البخاري ٢ : ٨
Dari 'Abdur Rahman, ia berkata: Aku mendengar Ibnu 'Abbas berkata, "Aku pernah keluar bersama Nabi SAW pada Hari Raya 'ledul Fithri atau 'ledul Adlha, lalu beliau shalat 'led, kemudian berkhutbah. Kemudian beliau datang ke tempat para wanita, memberikan nasehat kepada mereka, mengingatkan mereka, dan menganjurkan kepada mereka untuk bershadaqah". [HR. Bukhari juz 2, hal. 8]
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ : قَامَ النَّبِيُّ اللهِ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى، فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيْهِ النِّسَاءُ الصَّدَقَةَ. قُلْتُ لِعَطَاءِ: زَكَاةَ يَوْمِ الْفِطْرِ؟ قَالَ: لَا وَلَكِنْ صَدَقَةً يَتَصَدَّقْنَ حِينَئِذٍ تُلْقِي فَتَخَهَا وَيُلْقِينَ. قُلْتُ: أَتُرَى حَقًّا عَلَى الْإِمَامِ ذَلِكَ وَيُذَكِّرُهُنَّ ؟ قَالَ : إِنَّهُ لَحَقِّ عَلَيْهِمْ، وَمَا لَهُمْ لَا يَفْعَلُوْنَهُ. البخاري ٩:٢
Dari ibnu Juraij, ia berkata: 'Atho' mengkhabarkan kepadaku dari Jabir bin 'Abdullah, ia mengatakan bahwa Jabir berkata: "Nabi SAW melaksanakan shalat Hari Raya 'ledul Fithri, yang mula-mula beliau lakukan adalah shalat, kemudian berkhutbah. Setelah selesai khutbah, beliau turun lalu datang ke tempat para wanita, beliau memberikan nasehat dan mengingatkan mereka dengan berpegang pada Bilal, sedangkan Bilal membentangkan kainnya, dan para wanita lalu memberikan shadaqahnya." (Ibnu Juraij berkata). Aku bertanya kepada 'Atho', "Apakah yang mereka berikan itu zakat fithrah?". la menjawab, "Bukan, tetapi shadaqah yang para wanita bershadaqah pada waktu itu. Ada wanita yang memberikan gelangnya, dan mereka para wanita memberikan shadaqahnya". (Ibnu Juraij berkata): Aku bertanya (kepada 'Atho'), "Apakah kewajiban imam melakukan demikian itu, memberi nasehat kepada para wanita ?". ('Atho' menjawab), "Ya, itu adalah kewajiban mereka, tetapi entah mengapa mereka sekarang tidak melakukannya". [HR. Bukhari juz 2, hal. 9]
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ، لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا . ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ، فَجَعَلْنَ يُلْقِينَ تُلْقِي الْمَرْأَةُ حُرْصَهَا وَسِخَابَهَا. البخاري ٢ : ٥
Dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu 'Abbas bahwasanya dahulu Nabi SAW melaksanakan shalat Hari Raya 'ledul Fithri 2 reka'at, beliau tidak shalat apapun sebelumnya maupun sesudahnya. Kemudian beliau datang bersama Bilal ke tempat para wanita, lalu beliau menganjurkan mereka untuk bershadaqah, lalu para wanita bershadaqah, ada yang memberikan anting-antingnya, dan ada pula yang memberikan kalungnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]
12. Takbir dalam shalat pada dua Hari Raya
Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya 'ledul Fithri dan 'ledul Adlha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca Al-Fatihah.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat.:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : قَالَ نَبِيُّ اللَّهِ ﷺ : التَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الْأَوْلَى وَخَمْسٌ فِي الْآخِرَةِ وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. ابو داود ۱: ۲۹۹ ، رقم: ١١٥١
Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash, ia berkata: Nabi Allah SAW bersabda, "Takbir pada (shalat) 'ledul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua). Adapun bacaan, sesudah kedua-duanya itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 299, no. 1151]
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ كَبَّرَ فِي الْعِيدِ يَوْمَ الْفِطْرِ سَبْعًا فِي الْأَوْلَى وَفِي الْآخِرَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيرَةِ الصَّلاةِ. الدارقطني ٢ : ٤٨ ، رقم: ٢٢
Dari 'Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat Hari Raya 'ledul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daraquthni, juz 2, hal. 48, no. 22]
Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :
عَنْ نَافِعٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ الْأَضْحَى وَالْفِطْرَ مَعَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَكَبَّرَ فِي الرَّكْعَةِ الْأَوْلَى سَبْعَ تَكْبِيرَاتٍ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ وَفِي الْآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيرَاتٍ قَبْلَ الْقِرَاءَةِ. مالك في الموطأ ١: ١٨٠
Dari Nafi' maula 'Abdullah bin 'Umar, bahwa dia berkata, "Aku pernah menyaksikan 'ledul Adlha dan 'ledul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca". [HR. Malik, di dalam Al-Muwaththa' juz 1, hal. 180]
عَنْ عَطَاءٍ قَالَ : كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُكَبِّرُ فِي الْعِيدَيْنِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيرَةً. سَبْعٌ فِي الْأَوْلَى وَخَمْسٌ فِي الْآخِرَةِ. البيهقى ۳: ۲۸۹
Dari 'Atha', ia berkata, "Adalah Ibnu 'Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua". [HR. Baihaqi juz 3, hal. 289]
13. Surat yang biasa Nabi SAW baca pada shalat Hari Raya
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ. قَالَ : وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيْدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِي الصَّلاتَيْنِ. مسلم ٢: ٥٩٨
Dari Nu'man bin Basyir, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW membaca pada dua shalat hari raya (shalat 'ledul Fithri dan 'ledul Adlha) dan pada shalat Jum'at Sabbihisma rabbikal a'laa dan Hal ataaka hadiitsul ghoosyiyah. Dan apabila berkumpul hari Jum'at dengan hari raya dalam satu hari, beliau membaca kedua surat itu juga dalam dua shalat itu". [HR. Muslim juz 2, hal. 598, no. 62]
14. Bacaan takbir Hari Raya
Bacaan takbir pada Hari Raya yang bersumber dari shahabat 'Umar dan Ibnu Mas'ud adalah:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. في نيل الاوطار ٣ : ٣٥٨ ، فقه السنة ١: ٢٧٥
Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu.
(Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian). [Dalam Nailul Authar juz 3 hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]
15. Ucapan pada Hari Raya
Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
"Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian".
Jubair bin Nufair meriwayatkan :
كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ إِذَا تَلَقَّوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ. جبير بن نفير
Dahulu para shahabat Rasulullah SAW apabila mereka bertemu pada Hari Raya, satu dengan yang lain saling mengucapkan, "Taqobbalalloohu minnaa wa minkum". [Jubair bin Nufair]
16. Menentukan awwal bulan dengan Ru'yah (melihat hilal/bulan sabit)
~
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, kita ketahui bahwa perhitungan hari/bulan Qamariyah itu dimulai berdasarkan Hilal, dimana saat itu terjadi ketika mula-mula matahari mendahului tenggelamnya bulan, sehingga saat matahari sudah tenggelam masih kita lihat bulan sabit di ufuq barat. Hal ini perlu kita ketahui karena erat sekali hubungannya dengan kapan kita memulai puasa Ramadlan, dan kapan kita mengakhirinya, dan juga ibadah-ibadah yang lain yang terkait dengan tanggal/bulan, misalnya puasa tasu'a dan 'asyuraa, ibadah hajji dan lain-lain.
Bulan Qomariyah terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari. Rasulullah SAW menuntunkan kepada kita cara untuk mengetahui pergantian bulan satu kepada bulan berikutnya, sebagai berikut:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَرَسُوْلُ اللهِ ﷺ : إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْا ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا . مسلم ٢ : ٧٦٢ رقم : ١٧
Dari Sa'id bin Al-Musayyab, dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian melihat hilal, berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (lagi), berbukalah. Maka apabila mendung (menghalangi kalian), berpuasalah tiga puluh hari." [HR. Muslim juz 2, hal. 762, no. 17]
عَنْ مُحَمَّدٍ وَهُوَ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ : صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِن غُمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ. مسلم : ٧٦٢ رقم : ١٨
Dari Muhammad yaitu Ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Dan jika mendung (menghalangi) kalian, maka sempurnakanlah hitungan (bulan menjadi 30). [HR. Muslim juz 2, hal. 762, no. 18]
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : صُوْمُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ. مسلم ٢ : ٧٦٢ رقم : ١٩
Dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Berpu
0 notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 16 Maret 2025/16 Ramadlan 1446
Brosur No.: 21943/2243/IF
ZAKAT FITHRAH
Pengertian zakat fithrah
Zakat fithrah ialah: zakat berupa makanan pokok dalam suatu daerah, yang dikeluarkan sebelum shalat 'Idul Fithri.
Yang wajib mengeluarkan
Zakat fithrah diwajibkan kepada orang Islam, baik tua maupun muda, laki-laki atau perempuan, merdeka, budak bahkan kanak-kanak sekalipun, yang mempunyai kelebihan makanan pada malam hari raya serta siang harinya.
Ukuran/kadarnya
Tiap-tiap jiwa sebanyak satu Sha' (kira-kira 2,5 kg atau 3 liter), dari makanan pokok yang biasa dimakan oleh orang di dalam daerah tersebut.
Waktu pengeluaran
Dari terbenam matahari pada akhir Ramadlan/malam hari raya 'Idul Fithri sampai sebelum mulai shalat 'Id.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إلى الصَّلَاةِ. البخاري ۲ : ۱۳۸
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah satu sha' (kira-kira 2,5 kg atau 3 liter) dari korma atau satu sha' dari gandum atas budak maupun orang merdeka, laki-laki, perempuan, kecil dan dewasa dari orang-orang Islam, dan beliau menyuruh supaya dikeluarkan zakat fithrah itu sebelum orang-orang keluar pergi shalat ('Idul Fithri)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 138].
Boleh pula dikeluarkan 1 atau 2 hari sebelum hari raya:
وَكَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ. البخاري ۲: ۱۳۹
dan mereka (para shahabat) memberikannya (zakat fithrah) satu atau dua hari sebelum 'Idul Fithri. [HR. Bukhari juz 2, hal. 139].
Dengan dasar atsar (perbuatan) shahabat tersebut, ada sebagian 'ulama (antara lain Imam Syafi'i) yang berpendapat bahwa boleh pula mengeluarkan zakat fithrah sejak awwal Ramadlan; karena hadits Nabi diatas hanya menerangkan bahwa waktu pengeluaran zakat fithrah adalah sebelum mulai shalat 'Id, tanpa penjelasan kapan permulaannya. Sedang para shahabat ada yang mengeluarkan 1 bahkan 2 hari sebelum hari raya. Maka berdasar inilah sebagian ulama berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fithrah itu sejak awwal Ramadlan sudah boleh dan sah.
Sasaran zakat fithrah
Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat fithrah adalah tidak berbeda dengan yang berhaq menerima zakat yang lain, yaitu sebagaimana yang tertera pada surat At-Taubah ayat 60:
إِنَّمَا الصَّدَقْتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسْكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ، وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. التوبة : ٦٠
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS. At-Taubah: 60].
Keterangan:
Yang berhaq menerima zakat fithrah ialah:
1. الْفُقَرَاء (Orang-orang fakir)
Orang-orang yang di dalam penghidupannya untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya, hanya mampu mencukupi kurang dari separoh keperluannya. Misalnya: Kebutuhan setiap harinya Rp. 100.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp. 40.000,-
2. الْمَسْكِين(orang-orang miskin).
Yaitu sebagaimana nomor 1, tetapi lebih dari separoh, namun kurang dari kebutuhannya. Misalnya: Kebutuhan setiap harinya Rp. 100.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp.60.000,- Demikian menurut pendapat sebagian 'ulama.
3. الْعَامِلِين(orang-orang yang mengurusi zakat).
Yaitu orang-orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang dan kadar masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW /Pimpinan ummat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum muslimin untuk disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/ miskin, namun berhaq menerima zakat.
Catatan:
Tentang "Panitia Zakat Fithrah". Karena yang berhaq mengangkat dan menugaskan 'Amil adalah Nabi SAW / Pimpinan ummat Islam, maka kami berpendapat dan menyarankan, sebaiknya kita tidak mendudukkan diri sebagai 'amil, tetapi menjadi sukarelawan saja untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat fithrah tersebut. Jika diantara anggota panitia itu ada orang yang fakir/miskin, maka mereka berhaq menerima zakat sebagai fakir/miskin, bukan sebagai 'amil.
4. الْمُؤَلَّفَةُ قُلُوْبُهُمْ
(orang-orang yang dijinakkan hatinya).
Yaitu:
a . Orang yang baru masuk Islam, agar makin mantap keislamannya.
b. Orang yang diharapkan masuk Islam dan telah tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap Islam, ia berhaq menerima zakat tersebut agar makin memperlancar keislaman orang itu.
c. Orang-orang yang sangat memusuhi Islam dan berpengaruh dalam masyarakat. Minimal diharapkan dengan pemberian zakat kepadanya itu, dapat memperlunak sikapnya permusuhannya terhadap Islam. atau menghentikan sama sekali permusuhannya terhadap islam.
Ketiga golongan diatas termasuk الْمُؤَلَّفَة ) yang berhaq menerima zakat, sekalipun mereka tergolong mampu dan bukan fakir/miskin.
5. الرقاب (budak-budak) .
Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman perbudakan.
6. الْغَارِمِينَ
(orang-orang yang berhutang). Yaitu orang-orang Islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/ma'shiyat (judi dan sebagainya). Golongan ini berhaq mendapat penyaluran zakat untuk melunasi hutangnya.
7. سَبِيلِ اللهِ (jalan Allah).
Yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang
yang berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Misalnya: Masjid-masjid, sekolahan-sekolahan, madrasah-madrasah, lembaga-lembaga da'wah, tempat pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya. Dan juga termasuk sabiilillaah ialah hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umum dan dibenarkan oleh agama, seperti mendirikan rumah sakit, gedung pertemuan, membangun jembatan dan sebagainya.
8. اِبْنِ السَّبِيلِ (orang yang dalam perjalanan/musafir).
Yaitu orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu, maka yang demikian inipun berhaq menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/daerah asalnya. Hal ini dapat dimengerti dan diambil hikmah yang besar yang terkandung di dalamnya, yaitu antara lain:
Agar dimana saja orang Islam itu berada, ia selalu merasa mempunyai saudara seiman yang selalu siap menolongnya, sehingga ia tidak merasa asing di perantauannya tersebut.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan zakat fithrah
1. Yang dikeluarkan harus sesuai dengan kualitas yang biasa dimakannya sehari-hari. Misalnya bila sehari-hari ia makan makanan pokok tersebut dari kualitas nomor 1, maka tidak selayaknya ia mengeluarkan kualitas nomor 2 atau nomor 3. Jika sampai terjadi demikian berarti menyalahi jiwa perintah zakat yang antara lain bertujuan untuk mensucikan jiwa seseorang dari kekikiran hati serta menundukkan hawa nafsunya terhadap perintah Allah.
Firman Allah:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا . التوبة ١٠٣٠
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. [QS. At-Taubah: 103].
Sebaliknya apabila ia mengeluarkan yang lebih baik dari pada apa yang biasa dimakan, yang demikian itu lebih baik baginya. Karena kelebihan dan kebaikannya itu akan kembali kepada pelakunya itu sendiri, sesuai dengan jiwa agama dan jiwa perintah zakat fithrah tersebut.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184:
... فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ. البقرة : ١٨٤
maka barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. [QS. Al-Baqarah: 184].
2. Zakat fithrah tersebut dapat pula berujud uang, senilai dengan zakat fithrah yang diwajibkan baginya. Misalnya: 1 liter Rp. 10.000,- maka ia mengeluarkan untuk dirinya sendiri sejumlah 3 X Rp. 10.000,- = Rp. 30.000,-
3. Anak-anak dan orang-orang yang menjadi tanggungan seseorang, maka kewajiban zakat fithrah mereka dibebankan kepada orang yang menanggungnya (ayah/majikan dan sebagainya). Jadi merekalah yang berkewajiban mengeluarkan untuk anak-anak atau orang yang menjadi tanggungannya tersebut, bila mereka itu orang Islam.
4. Ada sementara 'ulama yang berpendapat bahwa zakat fithrah itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang miskin saja, bukan untuk yang lain, berdasar pemahaman terhadap hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ أَنْ تُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ وَيَقُوْلُ : أَغْنُوْهُمْ عَنْ طَوَافِ هُذَا الْيَوْمِ . البيهقى ٤ : ١٧٥
Dari Ibnu 'Umar, ia berkata: Rasulullah SAW menyuruh kami supaya mengeluarkan zakat fithrah dan beliau bersabda, "Berilah kecukupan kepada mereka (orang-orang miskin) supaya mereka tidak minta-minta pada hari ini". [HR. Al-Baihaqi juz 4, hal. 175].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ . مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود ۲: ١١١، رقم: ١٦٠٩
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari perkataan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat hari raya, maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
Penjelasan:
a. Zakat fithrah adalah termasuk bagian dari "Zakat", maka orang-orang yang berhaq menerima zakat adalah 8 golongan, sebagaimana diterangkan pada ayat 60 surat At-Taubah diatas.
b. Surat At-Taubah ayat 60 itu didahului dengan huruf Hashr (pembatas( إنما
(hanyasanya), maksudnya "bila tidak demikian maka tidak".
Dan sifat ayat tersebut umum yang berarti setiap shadaqah/zakat apa saja baik zakat maal (harta benda), zakat tanaman dan lain-lain, termasuk zakat fithrah ini, salurannya adalah 8 ashnaf (orang-orang yang berhaq menerima zakat) itu, sedang hadits-hadits diatas bukan merupakan takhshish (pengecualian) dari ayat tersebut.
c. Jadi jelaslah bahwa hadits-hadits itu bukan bermakna "Zakat fithrah itu wajib hanya diberikan untuk fakir/miskin agar mereka terbebas dari kelaparan (hadits nomor 1), dan Zakat fithrah itu sebagai pensuci bagi orang-orang yang berpuasa dan hanya diperuntukkan orang-orang miskin" (hadits nomor 2), melainkan "Zakat fithrah itu bila memang keenam golongan yang lain kurang membutuhkan sebaiknya disalurkan kepada para fakir/miskin agar mereka terbebas dari cengkeraman kelaparan pada hari raya itu. (hadits nomor1) dan "Zakat fithrah itu dapat mensucikan orang-orang yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin dilakukannya ketika sedang berpuasa, dan boleh diperuntukkan bagi orang-orang yang miskin, disamping bagi yang lain dari 8 golongan tersebut diatas".
d. Bila dengan dasar hadits tersebut orang menetapkan bahwa zakat fithrah itu hanya untuk orang miskin dengan alasan bahwa dalam kedua hadits itu yang disebutkan hanyalah orang miskin, lalu bagaimana dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dibawah ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ : ادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللَّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لِذلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. البخاري ۱۰۸ : ۲
Dari Ibnu 'Abbas RA, bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu'adz ke Yaman, Rasulullah SAW bersabda, "Serulah mereka kepada syahadat bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentha'ati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari-semalam. Jika mereka mentha'ati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah mewajibkan kepada mereka zakat dari harta benda mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka, dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka". [HR. Bukhari juz 2, hal. 108].
Hadits di atas maksudnya, bukanlah "Zakat itu diambil dari orang-orang kaya/mampu dan diperuntukkan hanya bagi orang-orang fakir saja". Walaupun bunyi di dalam hadits itu begitu, karena (jika demikian) ini bertentangan dengan ayat 60 surat At-Taubah dimuka. Maka jelaslah makna hadits ini, yaitu menekankan bahwa yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang mampu, bukan orang yang fakir/miskin.
5. Di muka dijelaskan bahwa batas akhir pengeluarannya adalah sebelum orang melaksanakan shalat 'led. Jika ia mengeluarkannya setelah shalat, berdosalah ia, karena berarti tidak melaksanakan kewajiban. Dan yang dikeluarkannya itu hanya dinilai sebagai suatu sedeqah sebagaimana sedeqah-sedeqah yang lain.
Tegasnya, dia berdosa karena tidak membayar zakat fithrah, sedang yang dikeluarkannya itu dinilai sebagai sedeqah sunnah.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ . مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ. وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود و ۲ : ۱۱۱، رقم: ١٦٠٩
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari perkataan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat (hari raya), maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi satu sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
6. Dalam masalah zakat fithrah ini diperbolehkan membentuk Panitia Zakat Fithrah (bukan 'amil) yang bekerja secara sukarela sebagai pengabdian terhadap masyarakat dan negara sebagaimana riwayat di bawah ini:
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَكَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ. مالك ١: ٢٨٥، رقم: ٥٥
Dari Nafi', bahwasanya Abdullah bin 'Umar biasa mengirimkan zakat fithrah kepada orang yang mengumpulkan zakat sebelum hari raya 'Idul Fithri dua atau tiga hari". [HR. Maalik dalam Al-Muwaththa' juz 1, hal. 285, no 55].
Dalam masalah mengeluarkan zakat fithrah dari tangan yang berkewajiban, agama memberikan ketentuan batas akhir sebagaimana diterangkan diatas. Sedang mengenai zakat fithrah itu harus sampai kepada tangan yang berhaq menerima, agama tidak memberikan ketentuan yang pasti, ini diserahkan pada kita semua. Yang penting zakat fithrah itu harus ditunaikan oleh orang yang mengeluarkan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dan jika tidak ada hal yang memaksa untuk menunda sampainya kepada yang berhaq menerima dengan alasan yang dibenarkan oleh syara'/hukum agama, maka harus segera disampaikan sebagaimana mestinya. Namun bila ada kendala sehingga sampainya kepada yang berhaq menerima sesudah shalat hari raya, yang demikian ini pun tidak mengapa.
Adapun kendala tersebut antara lain:
Karena kesulitan-kesulitan pengangkutan, lantaran banyaknya yang harus dibagikan dan yang diberi bagian.
- Karena jauhnya perjalanan yang harus ditempuh (di lain daerah) sehingga sampainya sesudah hari raya, karena zakat itu tidak mesti harus dibagikan dalam daerahnya sendiri, karena ada daerah lain yang lebih memerlukannya.
Dan lain-lain sebab yang dibenarkan oleh syara'.
7. Kadar/ukuran zakat fithrah yang normal.
Kadar yang normal adalah satu sha' (kira-kira 2 1/2 kg atau 3 liter) atau jika dinilai dengan uang, maka yang senilai dengan itu, bagi tiap-tiap jiwa, baik dirinya sendiri maupun orang-orang Islam yang menjadi tanggungannya sebagaimana telah diterangkan di muka.
Maka jika sisa dari keperluan sehari semalam itu kurang dari satu sha', tetapi lebih dari keperluan dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, bolehlah ia mengeluarkan sekedar sisa yang dipunyai itu, walaupun kurang dari satu sha'. Hal ini tetap dipandang sah serta telah menunaikan kewajiban agama, berdasarkan kepada Sabda Nabi SAW:
إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. مسلم ٢ : ٩٧٥ رقم ٤١٢
Apabila aku memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu, maka laksanakanlah semaksimal kalian. [HR. Muslim juz 2, hal. 975, no. 412]
8. Boleh pula mengeluarkan zakat fithrah bagi bayi yang menjadi tanggungannya yang masih di dalam kandungan ibunya, beralasan dengan riwayat sebagai berikut:
عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ : كَانَ يُعْجِبُهُمْ أَنْ يُعْطُوْا زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِ الصَّغِيرِ
وَالْكَبِيرِ حَتَّى عَلَى الْحَبَلِ فِي بَطْنِ أُمِّهِ. عبد الرزاق ٣ : ٣١٩، رقم: ٥٧٨٨
Dari Abu Qilabah, ia berkata: Dahulu shahabat-shahabat Nabi SAW suka mengeluarkan zakat fithrah untuk anak-anak kecil dan dewasa, hingga untuk bayi yang masih dalam kandungan ibunya. [HR. 'Abdurrazzaaq juz 3, hal.319, no. 5788].
Arti fakir, miskin menurut hadits
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ جَمْرِ جَهَنَّمَ. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا يُغْنِيهِ ؟ قَالَ : مَا يُغَدِّيْهِ وَيُعَشِيْهِ . ابن حبان ٢ : ٣٠٢ رقم: ٥٤٥
Barangsiapa meminta-minta padahal ia mempunyai (makanan) yang mencukupi baginya, maka hanyalah ia memperbanyak bara api jahannam. Shahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang mencukupi baginya itu?". Beliau bersabda, "Yaitu yang cukup untuk dimakan pada siangnya dan malamnya". [HR. Ibnu Hibban juz 2, hal. 302, no. 545].
Ucapan orang yang menerima zakat
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا آتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَتِهِمْ قَالَ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ فُلَانٍ، فَآتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ. فَقَالَ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى البخاري ٢: ١٣٦
Dari 'Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat mereka, beliau mengucapkan Alloohumma sholli 'alaa aali fulaan (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarga si Fulan). Kemudian ayahku (Abu Aufa) datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma sholli 'alaa aali abii aufaa (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarganya Abu Aufa)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 136]
Zakat fithrah di zaman Rasulullah SAW
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِي قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيْرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ. فَلَمْ نَزَلْ تُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ حَاجًا أَوْ مُعْتَمِرًا.فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى الْمِنْبَرِ ، فَكَانَ فِيْمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ أَنْ قَالَ: إِنِّي أَرَى أَنَّ مُدَّيْنِ مِنْ سَمْرَاءِ الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ. فَأَخَذَ النَّاسُ بِذلِكَ. قَالَ أَبُو سَعِيدٍ : فَأَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أَخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أَخْرِجُهُ أَبَدًا مَا عِشْتُ. مسلم ٢ : ٦٧٨ رقم: ۱۸
Dari Abu Sa'id Al-Khudriy, ia berkata: Ketika Rasulullah SAW masih berada di tengah-tengah kami, biasa kami mengeluarkan zakat fithrah dari setiap anak kecil dan orang dewasa, merdeka atau budak, satu sha' makanan atau satu sha' keju, atau satu sha' gandum, atau satu sha' kurma, atau satu sha' anggur kering. Kami selalu mengeluarkannya seperti itu, hingga M
0 notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 9 Maret 2025/9 Ramadlan 1446 Brosur No.: 21942/2242/IF
~
SEKITAR RAMADLAN
~
Hadits-hadits sekitar puasa Ramadlan.
~
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّ��ِيِّ ﷺ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. البخاري ٢: ٢٥٣
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". [HR. Bukhari juz 2, hal 253]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. البخاري ٢: ٢٥١
~
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa bangun (shalat malam) pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". [HR. Bukhari 2:251]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : قَالَ اللهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُتْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا، إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ. البخاری ۲ : ۲۲۸
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman, "Setiap amal anak Adam itu untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Puasa itu perisai. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa pada suatu hari, maka janganlah berkata keji dan jangan berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci makinya atau menyerangnya maka hendaklah ia mengatakan, "Sesungguhnya saya sedang berpuasa". Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulutnya orang yang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari pada bau kasturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu apabila ia berbuka, bergembira karena bukanya, dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya, bergembira karena puasanya". [HR. Bukhari 2: 228]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ ادَمَ يُضَاعَفُ . اَلْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ ، فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوْفُ فِيْهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. مسلم ٢: ٨٠٧ رقم ١٦٤
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Setiap amal (kebaikan) anak Adam dilipat gandakan pahalanya, satu kebaikan diberi balasan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. la meninggalkan syahwatnya dan makannya karena Aku". Bagi orang berpuasa ada dua kegembiraan yang dirasakannya, yaitu gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Tuhan-nya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum dari pada bau minyak kasturi". [HR. Muslim juz 2, hal. 807, no. 164]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفَدَتِ الشَّيَاطِينُ. مسلم ٢ : ٧٥٨ رقم ١
~
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Apabila bulan Ramadlan datang maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaithan-syaithan dibelenggu". [HR. Muslim juz 2, hal. 758, no. 1]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِينُ، فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرم. احمد ٣ : ٤١٢، ٩٥٠٢
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Ketika tiba bulan Ramadlan Rasulullah SAW bersabda, "Telah datang pada kalian bulan Ramadlan, bulan yang diberkahi, Allah mewajibkan kepada kalian berpuasa pada bulan itu, ketika itu pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu. Dalam bulan itu ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang dari kebaikan-kebaikannya, maka sungguh dia telah terhalang (dari segala kebaikan)". [HR. Ahmad juz 3, hal. 412, no 9502, munqathi', karena Abu Qilabah tidak mendengar dari Abu Hurairah]
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِي قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا. الترمذى ٢: ١٥١ ، رقم: ٨٠٤ ، هذا حديث حسن صحيح
~
Dari Zaid bin Khaalid Al-Juhaniy, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang memberi buka kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa itu dengan tidak mengurangi pahalanya orang yang berpuasa tersebut sedikitpun". [HR. Tirmidziy juz 2, hal. 151, no. 804, ini hadits hasan shahih]
أَقْبَلَ رَمَضَانُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : إِنَّ رَمَضَانَ شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. احمد ١: ٤١٣ ، رقم: ١٦٨٨
~
(Abdur Rahman bin 'Auf berkata) "Telah datang bulan Ramadlan, maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Ramadlan adalah bulan dimana Allah 'Azza wa Jalla mewajibkan puasa padanya, dan aku mensunnahkan shalat malam untuk kaum muslimin, maka barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka ia keluar dari dosa-dosanya sebagaimana ketika ibunya melahirkannya". [HR. Ahmad dari 'Abdur Rahman bin 'Auf juz 1, hal. 413, no. 1688, dla'if karena dalam sanadnya ada An-Nadir bin Syaiban]
: مَنْ لَمْ يَدَعْ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. البخاری ۲ : ۲۲۸
~
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan dusta, maka tidak ada kebutuhan bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya". [HR. Bukhari juz 2, hal. 228]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: رُبَّ صَائِمٍ حَظِّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظِّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ. الحاكم في المستدرك ١: ٥٩٦، رقم: ١٥٧١
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dari puasanya itu, dan betapa banyak orang yang shalat malam, dari shalat malamnya itu hanya mendapatkan tidak tidur". [HR Hakim dalam Al-Mustadrak juz 1, hal. 596, no. 1571, ini hadits shahih atas syarat Bukhari, tetapi Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : رُبَّ صَائِمٍ حَظِّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوعُ وَالْعَطَسُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظِّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ. احمد ۳: ۳۰۷، رقم: ٨٨٦٥
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus, dan betapa banyak orang yang shalat malam, dari shalat malamnya itu hanya mendapatkan tidak tidur". [HR. Ahmad juz 3, hal. 307, no. 8865]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ ﷺ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُوْنُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ. البخاري ۲ : ۲۲۸
~
Dari Ibnu 'Abbas RA, ia berkata, "Adalah Nabi SAW orang yang paling dermawan diantara manusia pada kebaikan. Dan beliau paling pemurah pada bulan Ramadlan, ketika Jibril bertemu beliau, dan Jibril AS bertemu beliau pada tiap malam di bulan Ramadlan hingga selesai. Nabi SAW menyimakkan Al-Qur'an kepadanya. Maka apabila Jibril AS menemui beliau, beliau adalah sangat dermawan dalam kebaikan, lebih murah dari pada angin yang terlepas". [HR. Bukhari juz 2, hal. 228]
عَنْ سَهْلِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ : أَيْنَ الصَّائِمُوْنَ؟ فَيَقُوْمُوْنَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ. فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ. البخاري ٢ : ٢٢٦
~
Dari Sahl RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang disebut Rayyan, yang mana besok pada hari qiyamat orang-orang yang berpuasa masuk dari pintu itu. Dan tidak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu selain mereka. Dikatakan, "Dimanakah orang-orang yang berpuasa?". Maka mereka berdiri, tidak ada seorangpun selain mereka yang masuk darinya. Apabila mereka sudah masuk, maka pintu itu ditutup sehingga tidak ada seorangpun yang masuk darinya". [HR. Bukhari 2: 226]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نُسَافِرُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ وَلَا الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ. البخاري ۲ : ۲۳۸
~
Dari Anas bin Maalik RA, ia berkata, "Kami bepergian bersama Nabi SAW. Dan orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa". [HR. Bukhari 2: 238]
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ فِي سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلًا قَدْ ظُلِلَ عَلَيْهِ ، فَقَالَ: مَا هَذَا؟ فَقَالُوا: صَائِمٌ. فَقَالَ : لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ. البخاري ۲ : ۲۳۸
~
Dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata Ketika dalam suatu perjalanan, Rasulullah SAW melihat kerumunan orang, dan seseorang telah dinaungi. Beliau SAW bertanya, "Ada apa ini?". Mereka menjawab, "Orang yang berpuasa". Maka beliau bersabda, "Tidak termasuk kebajikan berpuasa dalam bepergian". [HR. Bukhari 2: 238]
عَنْ سَلْمَانَ قَالَ : خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ : أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً ، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا. مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيْمَا سِوَاهُ. وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيْهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ. مَنْ فَطَّرَ فِيْهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوْبِهِ وَعِتْقِ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ. قَالُوا: لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِرُ الصَّائِمَ. فَقَالَ : يُعْطِي اللهُ هُذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ، أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ، أَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ. وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرُهُ عِلْقٌ مِنَ النَّارِ. مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوكِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ، وَاعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ. وَاسْتَكْثِرُوْا فِيْهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ: خَصْلَتَيْنِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ، وَخَصْلَتَيْنِ لَا غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا. فَ��َمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُوْنَ بِهِمَا رَبَّكُمْ: فَشَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَتَسْتَغْفِرُونَهُ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لَا غِنَى بِكُمْ عَنْهُمَا : فَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الْجَنَّةَ، وَتَعَوَّذُوْنَ بِهِ مِنَ النَّارِ. وَمَنْ أَشْبَعَ فِيْهِ صَائِمًا سَقَاهُ اللهُ مِنْ حَوْضِيْ شَرْبَةً لَا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الجنة. ابن خزيمة ۳: ۱۹۱، رقم: ۱۸۸۷
~
Dari Salman, ia berkata: Rasulullah SAW berkhutbah pada hari terakhir bulan Sya'ban, beliau bersabda, "Hai para manusia, sungguh telah menaungi kalian bulan yang agung, bulan yang diberkahi, bulan yang di dalamnya ada satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya suatu kewajiban, dan shalat malamnya tathawwu'an (sunnah). Barangsiapa mendekatkan diri (kepada Allah) pada bulan itu dengan sesuatu berupa kebaikan, maka dia seperti orang yang menunaikan kewajiban di luar bulan Ramadlan. Barangsiapa yang menunaikan satu kewajiban (amalan fardlu) pada bulan itu, maka dia (pahalanya) seperti orang yang menunaikan tujuh puluh kewajiban di luar bulan Ramadlan. Dan bulan (Ramadlan) adalah bulan keshabaran, sedangkan shabar pahalanya adalah surga, dan bulan pertolongan dan bulan yang padanya bertambah rezqinya orang mu'min. Barangsiapa memberi buka kepada orang yang berpuasa pada bulan itu, maka yang demikian itu merupakan ampunan untuk dosa-dosanya dan membebaskan dirinya dari neraka, dan dia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang berpuasa tanpa berkurang sedikitpun dari pahalanya". Para shahabat bertanya, "(Ya Rasulullah), tidak setiap orang dari kami mesti mempunyai sesuatu untuk memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa". Maka beliau menjawab, "Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka orang yang berpuasa meskipun berupa sebuah kurma, seteguk air atau sedikit susu. Bulan Ramadlan itu adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya bebas dari neraka. Barangsiapa yang memberi keringanan kepada ada budaknya, maka Allah mengampuninya dan membebaskannya dari neraka. Dan perbanyaklah pada bulan itu melakukan empat hal, dua hal yang dengannya kalian membuat ridla Tuhan kalian, dan dua hal lagi yang kalian membutuhkannya. Adapun dua hal yang dengannya kalian bisa membuat ridla Tuhan kalian ialah kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kalian mohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua hal yang kalian membutuhkannya ialah kalian mohon surga kepada Allah dan mohon perlindungan dari neraka. Dan barangsiapa di bulan itu membuat kenyang kepada orang yang berpuasa, maka Allah akan memberinya minum dari telagaku, sekali minum dia tidak akan haus hingga masuk surga". [HR. Ibnu Khuzaimah juz 3, hal. 191 no 1887, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Ali bin Zaid bin Jud'aan]
Keterangan:
Tentang perawi 'Ali bin Zaid bin Jud'aan tersebut :
Ahmad bin Hanbal berkata: la dla'if
Bukhari dan Ibnu Hibban berkata: Tidak dapat dijadikan hujjah
Nasaiy berkata: la dla'if.
Ibnu Khuzaimah berkata Saya tidak berhujjah dengannya karena buruk hafalannya.
Bisa dilihat dalam Mizaanul I'tidal juz 3, hal. 127, no. 5844. Dan Tahdzibut Tahdzib juz 7, hal. 283, no 545.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ : كَانَ النَّاسُ فِي رَمَضَانَ، إِذَا صَامَ الرَّجُلُ فَأَمْسَى فَنَامَ حَرُمَ عَلَيْهِ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ وَالنِّسَاءُ حَتَّى يُفْطِرَ مِنَ الْغَدِ. فَرَجَعَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ ذَاتَ لَيْلَةٍ قَدْ سَهِرَ عِنْدَهُ فَوَجَدَ امْرَأَتَهُ قَدْ نَامَتْ فَأَرَادَهَا. فَقَالَتْ : إِنِّي قَدْ نِمْتُ. قَالَ : مَا نِمْتُ . ثُمَّ وَقَعَ بِهَا. وَصَنَعَ كَعْبُ بْنُ مَالِكِ مِثْلَ ذَلِكَ. فَغَدَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَأَخْبَرَهُ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى : عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ.
احمد ٥ : ٣٥٦ ، رقم: ١٥٧٩٥
~
Dari 'Abdullah bin Ka'ab bin Maalik, ia menceritakan dari ayahnya, ia berkata, "Dahulu pada bulan Ramadlan orang-orang apabila berpuasa, ketika tiba saat berbuka lalu tidur, maka dia tidak boleh makan minum dan mencampuri istrinya hingga berbuka hari berikutnya. Pada suatu malam 'Umar bin Khaththab datang dari sisi Nabi SAW setelah berbincang-bincang dengan beliau. Ketika itu ia mendapati istrinya telah tidur padahal ia ingin mencampurinya, (lalu ia membangunkannya). Maka istrinya berkata, "Sesungguhnya aku sudah tidur!". "Umar berkata, "Tetapi aku belum tidur!". Kemudian 'Umar mencampurinya. Dan Ka'ab bin Malik pun berbuat seperti itu. Keesokan harinya 'Umar bin Khaththab datang kepada Nabi SAW memberitahukan hal itu. Maka Allah Ta'aalaa menurunkan ayat 'alimalloohu annakum kuntum takhtaanuuna anfusakum fataaba 'alaikum wa 'afaa 'ankum (Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian, oleh karena itu Allah mengampuni kalian dan mema'afkan kalian). (Al-Baqarah: 187) [HR. Ahmad, 5, 356, no. 15795]
عَنْ عَدِي بْنِ حَاتِمٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ : حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ، قَالَ لَهُ عَدِيُّ بْنُ حاتم : يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّي أَجْعَلُ تَحْتَ وِسَادَتِي عِقَالَيْنِ: عِقَالًا أَبْيَضَ وَ عِقَالًا أَسْوَدَ . أَعْرِفُ اللَّيْلَ مِنَ النَّهَارِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ : إِنْ وِسَادَتَكَ لَعَرِيضُ إِنَّمَا هُوَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَ بَيَاضُ النَّهَارِ. مسلم ٢ : ٧٦٦ رقم ٣٣
~
Dari Adiy bin Hatim RA, ia berkata: Ketika turun ayat Hattaa yatabayyana lakumul khaitul abyadlu minal khaithil aswadi minal fajri (Sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam dari fajar), 'Adiy bin Hatim berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku melelakkan dua simpul benang, yaitu benang putih dan benang hitam dibawah bantalku yang aku gunakan untuk mengetahui pergantian malam dengan siang. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Kalau begitu bantalmu lebar sekali ?. Sesungguhnya (yang dimaksud ayat tersebut) adalah hitamnya malam dan putihnya siang". [HR. Muslim juz 2, hal. 766, no 33]
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : لَا يَمْنَعَنَّ مِنْ سَحُوْرِكُمْ آذَانُ بِلَالٍ وَلَا بَيَاضُ الْأُفُقِ الَّذِي هُكَذَا حَتَّى يَسْتَطِيرَ. ابو داود : ٣٠٣ ، رقم: ٢٣٤٦
~
Dari Samurah bin Jundab, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah adzannya Bilal menghalangi sahur kalian, dan jangan pula terangnya ufuq yang (tegak) demikian, sehingga terangnya ufuq itu melintang dan menyebar". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 303, no. 2346]
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُوْمٍ. قَالَ: وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى لَا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ : أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ. البخاري ١: ١٥٣
~
Dari Salim bin 'Abdullah, dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Bilal itu adzan pada malam hari, maka makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan". (Abdullah bin 'Umar) berkata, "Dia adalah seorang yang buta, tidak beradzan sehingga dikatakan kepadanya, "Sudah Shubuh, sudah Shubuh". [HR. Bukhari juz 1, hal. 153]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ . ابو داود ٢: ٣٠٤ ، رقم: ٢٣٥٠
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang diantara kalian mendengar seruan (adzan), sedangkan bejana sudah berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sehingga selesai keperluannya itu". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 304, no. 2350]
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ. البخاري ۲ : ۲۳۳
~
Dari 'Aisyah RA, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW mencium dan bercumbu padahal beliau berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling bisa menguasai nafsunya diantara kamu sekalian". [HR. Bukhari juz 2, hal. 233]
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: إِنْ كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ لَيُقَبِّلُ بَعْضَ أَزْوَاجِهِ وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ. البخاري ۲ : ۲۳۳
~
Dari 'Aisyah RA, ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah mencium diantara para
1 note
·
View note
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 2 Maret 2025/2 Ramadlan 1446 Brosur No.: 21941/2241/IF
SHALATUL LAIL
~
Shalat Sunnah Lail ialah Shalat-shalat malam hari selain Ba'diyah 'Isya'. Sunnah yang dikerjakan pada
~
Adapun waktunya ialah Sehabis shalat 'Isya' hingga akhir waktu 'Isya' sebelum masuk waktu Shubuh. Dan shalat Lail itu boleh dikerjakan sebelum maupun sesudah tidur.
Macam-macamnya:
~
A. Shalat Sunnah Tarawih.
~
C. Shalat Sunnah Witir.
~
B. Shalat Sunnah Tahajjud.
~
D. Shalat Sunnah Iftitah.
~
A. Shalat Tarawih
Tarawih artinya relax, santai, istirahat.
~
Ulama mengistilahkan Shalat Sunnah ini dengan Shalat Tarawih, karena melihat riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana cara Nabi SAW melakukannya. Yaitu dengan perlahan-lahan/relax/santai serta diselingi dengan istirahat setiap habis salam, sebagaimana riwayat dibawah ini:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَرَوْحُ فَأَطَالَ حَتَّى رَحِمَتُهُ. فَقُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُوْلَ اللهِ ، قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ : أَفَلَا أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُورًا؟ . البيهقى ٢: ٤٩٧
~
Dari 'Aisyah RA, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW shalat 4 rekaat di malam hari. Kemudian beliau beristirahat/bertarawih lama sekali, sehingga aku merasa kasihan kepadanya. Lalu aku berkata, "Kutebusi engkau dengan ayah dan ibuku ya Rasulullah, sungguh Allah telah mengampuni engkau dari dosa-dosa yang telah lalu dan yang kemudian". Rasulullah SAW bersabda, "Apakah aku tidak senang kalau aku menjadi hamba yang bersyukur ?". [HR. Baihaqi juz 2, hal. 497]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. البخاري ٢: ٢٥١
~
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa bangun (shalat malam) pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". [HR. Bukhari 2: 251]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُرَغَبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيْهِ بِعَزِيْمَةٍ ، فَيَقُولُ : مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. فَتُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ، ثُمَّ كَانَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلَافَةِ أَبِي بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ عَلَى ذلِكَ. مسلم ١: ٥٢٣ رقم ١٧٤
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW menganjurkan supaya shalat malam pada bulan Ramadlan, tetapi beliau tidak mewajibkannya, beliau bersabda, "Barangsiapa shalat malam di bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". Ketika Rasulullah SAW wafat, keadaannya seperti itu, begitu pula pada masa khalifah Abu Bakar, dan begitu pula pada masa permulaan khalifah 'Umar. [HR. Muslim juz 1, hal. 523, no. 174]
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلَاتِهِ. فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَتَحَدَّثُوْنَ بِذَلِكَ، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ. فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ فِي اللَّيْلَةِ الثَّانِيَةِ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ. فَأَصْبَحَ النَّاسُ يَذْكُرُونَ ذَلِكَ، فَكَثْرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ. فَخَرَجَ فَصَلَّوْا بِصَلَاتِهِ. فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ، فَلَمْ يَخْرُجُ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ فَطَفِقَ رِجَالٌ مِنْهُمْ يَقُوْلُوْنَ : الصَّلَاةَ. فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ حَتَّى خَرَجَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ. فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ثُمَّ تَشَهَدَ، فَقَالَ : أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمُ اللَّيْلَةَ، وَلَكِنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا. مسلم ١: ٥٢٤ رقم ١٧٨
~
Dari 'Urwah bin Zubair, bahwasanya 'Aisyah memberitahukan kepadanya, bahwa dahulu Rasulullah SAW pada tengah malam keluar ke masjid untuk shalat malam, lalu orang-orang ikut shalat bersama beliau. Di pagi harinya orang-orang yang ikut shalat itu bercerita kepada yang lain. Pada malam kedua, orang-orang yang berkumpul di masjid bertambah banyak. Kemudian Rasulullah SAW keluar ke masjid pada malam yang kedua, dan mereka ikut shalat bersama beliau. Di pagi harinya, orang-orang yang ikut shalat tersebut bercerita kepada yang lain. Maka pada malam yang ketiga, orang-orang yang berkumpul di masjid lebih banyak lagi. Kemudian Rasulullah SAW keluar ke masjid, dan orang-orang pun ikut shalat bersama beliau. Setelah malam keempat, yang datang ke masjid meluap, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Kemudian orang-orang berkata, "Mari shalat !". Tetapi Rasulullah SAW tidak keluar, hingga beliau keluar ke masjid untuk shalat Shubuh. Setelah selesai shalat Shubuh beliau menghadap ke orang banyak, lalu beliau memuji Allah dan bersyahadat, lalu bersabda, "Amma ba'du, sesungguhnya bukan aku tidak mengetahui keadaan kalian tadi malam, tetapi aku khawatir apabila shalat malam tersebut diwajibkan kepada kalian, sehingga memberatkan kepada kalian". [HR. Muslim juz 1, hal. 524, no. 178]
Waktu, bilangan dan cara pelaksanaan shalat tarawih
~
a. Waktunya.
~
Setiap malam pada bulan Ramadlan, boleh dikerjakan diawwal malam atau di pertengahan maupun di akhirnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. Tegasnya, shalat Tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadlan.
~
عَنْ أَبِي ذَرٍ قَالَ : صُمْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ رَمَضَانَ. فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْهُ حَتَّى بَقِيَ سَبْعُ لَيَالٍ . فَقَامَ بِنَا لَيْلَةَ السَّابِعَةِ حَتَّى مَضَى نَحْوَ مِنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ. ثُمَّ كَانَتِ اللَّيْلَةُ السَّادِسَةُ الَّتِي تَلِيْهَا فَلَمْ يَقْمْهَا حَتَّى كَانَتِ الْخَامِسَةُ الَّتِي تَلِيْهَا ، ثُمَّ قَامَ بِنَا حَتَّى مَضَى نَحْوَ مِنْ شَطْرِ اللَّيْلِ.
فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، لَوْ نَفَلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هُذِهِ؟ فَقَالَ: إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَإِنَّهُ يَعْدِلُ قِيَامَ لَيْلَةٍ. ثُمَّ كَانَتِ الرَّابِعَةُ الَّتِي تَلِيْهَا فَلَمْ يَقُمْهَا حَتَّى كَانَتِ الثَّالِثَةُ الَّتِي تَلِيْهَا. قَالَ: فَجَمَعَ نِسَاءَهُ وَأَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ النَّاسُ . قَالَ : فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِيْنَا أَنْ يَقُوْتَنَا الْفَلَاحُ. قِيلَ: وَمَا الْفَلَاحُ؟ قَالَ : السَّحُوْرُ . قَالَ : ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ بَقِيَّةِ الشهر. ابن ماجه ١: ٤٢٠، رقم: ١٣٢٧
~
Dari Abu Dzarr, ia berkata:Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah SAW. Beliau tidak shalat (malam) bersama kami sehingga tinggal tujuh malam (dari bulan itu). Lalu pada malam ketujuh, beliau shalat malam bersama kami hingga kira-kira lewat sepertiga malam (baru selesai). Kemudian pada malam keenam yang tersisa beliau tidak shalat malam bersama kami. Sehingga pada malam kelima yang tersisa beliau shalat malam bersama kami, hingga kira-kira lewat tengah malam (baru selesai). Lalu aku (Abu Dzarr) berkata, "Ya Rasulullah, alangkah baiknya apabila malam yang tersisa ini engkau gunakan shalat malam bersama kami ?". Maka beliau bersabda, "Barangsiapa yang shalat malam bersama imam hingga selesai, maka ia mendapatkan (pahala) seperti shalat malam semalam penuh." Kemudian malam yang keempat yang tersisa beliau tidak shalat malam bersama kami. Sehingga malam yang ketiga yang tersisa, (Abu Dzarr) berkata, "Beliau mengumpulkan istri-istri beliau dan keluarga beliau, dan orang-orang juga berkumpul". (Abu Dzarr) berkata, "Maka beliau shalat malam bersama kami hingga akhir malam (baru selesai), sehingga kami khawatir kehilangan Al-Falaah". Ditanyakan kepada Abu Dzarr, "Apakah Al-Falaah itu?". (Abu Dzarr) menjawab, "Makan sahur". Kemudian beliau tidak shalat malam bersama kami pada malam yang tersisa dari bulan itu. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 420, no. 1327]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ القَارِي أَنَّهُ قَالَ : خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ ابْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُوْنَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ. فَقَالَ عُمَرُ : إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هُؤُلَاءِ عَلَى قَارِي وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ. ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أَبَيِّ بْنِ كَعْبٍ. ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ . قَالَ عُمَرُ : نِعْمَ البِدْعَةُ هُذِهِ. وَالَّتِي يَنَامُوْنَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُوْمُوْنَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ. وَكَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ أَوَّلَهُ.البخاري ٢: ٢٥٢
~
Dari Abdur Rahman bin Abdul Qariyyi, bahwasanya ia berkata, "Saya pernah keluar ke masjid bersama 'Umar bin Khaththab RA. pada suatu malam di bulan Ramadlan, tiba-tiba kami dapati orang-orang berkelompok-kelompok dan terpisah-pisah, ada yang shalat sendirian dan ada yang shalat dengan diikuti beberapa orang. Maka 'Umar berkata, "Saya berpendapat lebih baik mereka ini saya kumpulkan dengan diimami oleh seorang imam". Kemudian 'Umar ber'azam dan mengumpulkan mereka itu dengan diimami oleh Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi bersama 'Umar pada malam yang lain sedang orang-orang shalat dengan bermakmum kepada imam mereka. 'Umar berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini". Dan shalat yang mereka kerjakan pada akhir malam adalah lebih utama dari pada yang mereka kerjakan di awwal malam. Sedangkan orang-orang biasa mengerjakannya di awwal malam. [HR. Bukhari juz 2: 252].
b. Bilangan raka'atnya
~
Shalat Sunnah Tarawih ini, bilangan raka'at yang biasa dikerjakan oleh Nabi SAW adalah sebelas raka'at beserta Witirnya. Dan sebanyak-banyaknya tak terbatas, berapa saja seseorang mampu melaksanakan-nya hingga habis waktu shalat sunnah tersebut, yaitu masuk waktu Shubuh.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ يُصَلِّي فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ العِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُؤْتِرُ بوَاحِدَةٍ. مسلم ١: ٥٠٨ رقم: ۱۲۲
~
Dari 'Aisyah RA istri Nabi SAW, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW shalat antara beliau selesai dari shalat 'Isyak, yang orang-orang menyebutnya dengan shalat Al-'Atamah hingga fajar, 11 rekaat. Beliau salam antara tiap-tiap 2 rekaat, lalu berwitir 1 rekaat". [HR. Muslim juz 1, hal. 508, no. 122].
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِي رَمَضَانَ؟ قَالَتْ: مَا كَانَ رَسُوْلُ اللَّهِ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا . قَالَتْ عَائِشَةُ، فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوْتِرَ ؟ فَقَالَ : يَا عَائِشَةُ، إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قلبي. البخاري ٢: ٤٧
~
Dari Abu Salamah bin 'Abdur Rahman, bahwasanya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah RA, "Bagaimanakah shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadlan?". Maka 'Aisyah berkata, "Dahulu Rasulullah SAW tidak melebihkan di bulan Ramadlan maupun di luar Ramadlan atas sebelas rekaat. Beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat (witir) tiga rekaat. 'Aisyah berkata: Aku bertanya, "Ya Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir?". Rasulullah SAW menjawab, "Sesungguhnya kedua mataku tidur, sedangkan hatiku tidak tidur". [HR. Bukhari juz 2, hal. 47]
~
Keterangan:
~
"Sesungguhnya kedua mataku tidur, sedangkan hatiku tidak tidur", ini adalah kekhususan untuk para Nabi.
~
Maksud hadits tersebut, Nabi SAW shalat 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Dilanjutkan lagi 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Kemudian beliau shalat witir 3 reka'at.
~
Namun hadits tersebut bukan merupakan batasan dari Nabi SAW, tetapi hanya menunjukkan bahwa biasanya Nabi SAW shalat malam sebelas raka'at.
~
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُؤْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى. مسلم ١: ٥١٦ رقم: ١٤٥
~
Dari Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kalian khawatir masuk Shubuh, hendaklah ia shalat Witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah ia kerjakan". [HR. Muslim juz 1, hal. 516 no 145]
c. Cara Pelaksanaan
~
1. Boleh dengan Jahr (suara nyaring) maupun Sirr (suara lembut) :
~
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ بِاللَّيْلِ؟ فَقَالَتْ : كُلُّ ذَلِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ، رُبَمَا أَسَرَّ بِالْقِرَاءَةِ وَرُبَمَا جَهَرَ . فَقُلْتُ : اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ فِي الْأَمْرِ سَعَةً. الترمذى ١: ۲۷۸، رقم: ٤٤٧ ، هذا حديث صحيح غريب
~
Dari 'Abdullah bin Abu Qais, ia berkata: Aku bertanya kepada 'Aisyah, "Bagaimana bacaan Nabi SAW pada waktu (shalat) malam ?". Jawab 'Aisyah: "Semuanya itu pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, terkadang beliau membaca sirr (pelan) dan terkadang beliau membaca jahr (nyaring)". Maka aku berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi kelonggaran dalam hal ini". [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 278, no. 447, ia berkata: Ini hadits shahih, gharib]
2. Boleh dikerjakan dengan berjama'ah maupun munfarid (sendirian)
~
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ. ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوْا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ الله ﷺ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ : قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الخروج إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذُلِكَ فِي رَمَضَانَ. البخاري ٤٤:٢
~
Dari 'Aisyah Ummul Mu'minin RA, bahwasanya pada suatu malam Rasulullah SAW shalat malam di masjid, maka orang-orangpun turut shalat bersama beliau. Kemudian beliau shalat pula pada malam berikutnya, maka bertambah banyak orang yang mengikutinya. Kemudian malam ketiganya atau keempatnya mereka telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak datang. Maka setelah shalat Shubuh beliau bersabda, "Sungguh aku telah mengetahui apa yang kalian perbuat (tadi malam), dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian, melainkan karena aku khawatir apabila shalat malam itu diwajibkan kepada kalian". (Perawi berkata), "Kejadian tersebut pada bulan Ramadlan". [HR. Bukhari juz 2, hal. 44]
B. Shalat sunnah Tahajjud
~
Shalat Sunnah Tahajjud adalah: Shalat malam yang dikerjakan di luar bulan Ramadlan.
~
Nama Tahajjud diambil dari firman Allah ayat 79 surat Al-Israa':
~
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ. الاسراء: ۷۹
~
Dan pada sebagian malam bershalat Tahajjudlah kamu sebagai suatu tambahan bagimu. [QS. Al-Israa': 79]
~
Jadi, shalat sunnah tarawih dan shalat sunnah tahajjud adalah sama. Kalau dikerjakan di bulan Ramadlan disebut shalat Tarawih, sedangkan jika dikerjakan di luar Ramadlan disebut shalat Tahajjud.
C. Shalat sunnah Witir
~
Shalat sunnah witir ialah shalat sunnah lail yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang ganjil (witir = ganjil).
~
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ أَوْتِرُوْا فَإِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الوِتْرَ . ابو داود ١: ٦١ ، رقم: ١٤١٦
~
Dari 'Ali RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ahli Qur'an, berwitirlah kalian, karena sesungguhnya Allah itu witir/tunggal, la suka kepada (shalat) witir". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 61, no. 1416]
Waktu, bilangan dan cara pelaksanaan shalat Witir
~
a. Waktunya:
~
Pada setiap malam, baik di dalam maupun di luar Ramadlan, boleh dikerjakan di awwal, pertengahan, ataupun diakhir malam, baik sebelum maupun sesudah tidur, kesemuanya itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW:
~
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَأَخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ. مسلم ۱: ٥١٢ رقم ۱۳۷
~
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir, di permulaan malam, dipertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai pada waktu sahur". [HR. Muslim juz 1, hal. 512, no. 137]
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُوْمَ مِنْ أَخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُؤْتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُوْمَ أُخِرَهُ فَلْيُؤْتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ. فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ. مسلم ١: ٥٢٠ رقم ١٦٢
~
Dari Jabir RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa khawatir tidak akan bangun pada akhir malam, maka bolehlah berwitir pada awwal malam. Dan barangsiapa berkeyakinan mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah mengerjakan witir pada saat itu, karena shalat di akhir malam itu disaksikan dan yang demikian itu lebih utama". [HR. Muslim juz 1, hal. 520, no. 162].
b. Bilangan raka'at serta cara pelaksanaannya
~
1) Satu raka'at,
~
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُؤْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى. مسلم ١: ٥١٦ رقم ١٤٥
~
Dari Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kalian khawatir masuk Shubuh hendaklah shalat witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah dikerjakan". [HR. Muslim juz 1, hal. 516, no. 145]
2) Tiga rakaat,
~
Bila melaksanakan 3 rakaat, harus dengan satu tasyahhud di rakaat yang terakhir, lalu salam, sebagaimana riwayat berikut:
~
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ كَانَ إِذَا صَلَّى الْعِشَاءَ دَخَلَ الْمَنْزِلَ. ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهُمَا رَكْعَتَيْنِ أَطْوَلَ مِنْهُمَا، ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلَاثٍ لَا يَفْصِلُ فِيهِنَّ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، يَرْكَعُ وَهُوَ جَالِسٌ، وَيَسْجُدُ وَهُوَ قَاعِدٌ جَالِسٌ. احمد ١١: ٤٩٨ ، رقم: ٢٥٢٧٨
~
Dari 'Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW apabila setelah shalat 'Isyak, beliau masuk ke rumah. Kemudian beliau shalat 2 rekaat, kemudian shalat lagi 2 reka'at yang lebih panjang daripada 2 reka'at yang pertama tadi, kemudian beliau berwitir 3 rekaat, dan beliau tidak memisahkan diantara tiga rekaat itu. Kemudian beliau shalat lagi 2 reka'at dalam keadaan duduk, beliau ruku' dalam keadaan duduk dan bersujud, dan beliau shalat dengan duduk". [HR. Ahmad juz 11, hal. 498, no. 25278]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُؤْتِرُ بِثَلَاثٍ لَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي أخِرِهِنَّ. الحاكم في المستدرك ١: ٤٤٧ ، رقم: ١١٤٠
~
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 raka'at, beliau tidak salam kecuali pada rekaat yang terakhir". [HR. Hakim 11 dalam Al-Mustadrak juz 1 hal. 447, no. 1140].
~
عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ كَانَ لَا يُسَلِّمُ في رَكْعَتَيِ الْوِتْرِ . النسائي ٣: ٢٣٥
~
Dari Sa'ad bin Hisyam, bahwasanya 'Aisyah menceritakan kepadanya bahwasanya dahulu Rasulullah SAW tidak salam pada dua rekaat dalam shalat Witir". [HR. Nasaiy juz 3, hal. 235]
~
Dan tidak diperkenankan shalat Witir yang 3 rekaat itu dengan 2 raka'at salam, kemudian disambung dengan 1 rakaat lalu salam. Hal ini menyalahi riwayat 'Aisyah di atas dan juga menyalahi arti witir itu sendiri, karena witir itu artinya ganjil, sedang 2 itu genap, jadi tidak dapat dikatakan witir. Dan juga kita tidak diperkenankan shalat 3 raka'at tersebut dengan 2 tasyahhud 1 salam. Sebab ini menyerupai Maghrib, yang demikian ini dilarang oleh Nabi SAW sebagaimana hadits di bawah ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ قَالَ : لَا تُؤْتِرُوْا بِثَلَاثِ أَوْتِرُوْا بِخَمْسٍ أَوْ بِسَبْعٍ وَلَا تُشَبِّهُوْا بِصَلَاةِ الْمَغْرِبِ. الدارقطني ٢: ٢٤ رقم ١
~
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Janganlah kalian shalat Witir 3 rekaat, (tetapi) shalatlah Witir 5 rekaat atau 7 rekaat, dan janganlah kalian menyerupai dengan shalat Maghrib". [HR. Daraquthniy juz 2, hal, 24, no. 1].
Keterangan:
~
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW melarang kita shalat Witir 3 rekaat dan memerintahkan untuk shalat dengan 5 rekaat atau 7 rekaat. Sedang hadits-hadits lain menerangkan bahwa Rasulullah SAW sendiri mengerjakan shalat Witir 3 rekaat. Maka dari kedua hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: "Yang dilarang mengerjakan shalat Witir 3 rekaat itu adalah shalat Witir yang menyerupai shalat Maghrib, sedang shalat Witir 3 rekaat yang tidak serupa dengan shalat Maghrib tidak dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW".
~
Adapun bentuk keserupaan itu ialah: Dengan 2 tasyahhud satu salam. Maka supaya tidak menyerupai shalat Maghrib hendaklah shalat Witir 3 rekaat tersebut dikerjakan dengan 3 rekaat sekaligus dengan satu tasyahhud di akhir rakaat dan satu salam.
3) 5 reka'at dengan satu tasyahhud di raka'at yang terakhir lalu salam.
~
Berdasar riwayat sebagai berikut:
~
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُؤْتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلَّا فِي أُخِرِهَا. مسلم ١: ٥٠٨ رقم ١٢٣
~
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW shalat di malam hari 13 rekaat, dari 13 rekaat itu beliau shalat Witir 5 rekaat. Dari 5 rekaat tersebut beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat terakhir". [HR. Muslim juz 1, hal. 508, no. 123].
4) 7 reka'at dengan 2 tasyahhud di reka'at 6 dan 7 lalu salam.
~
Berdasar riwayat sebagai berikut:
~
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ إِذَا أَوْتَرَ بِتِسْعِ رَكَعَاتٍ لَمْ يَقْعُدْ إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ فَيَحْمَدُ اللهَ وَيَذْكُرُهُ وَيَدْعُو ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يُصَلِّي التَّاسِعَةَ فَيَجْلِسُ فَيَذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَيَدْعُو ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَةً يُسْمِعُنَا . ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَلَمَّا كَبُرَ وَضَعُفَ أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ لَا يَقْعُدُ إِلَّا فِي السَّادِسَةِ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ فَيُصَلِّي السَّابِعَةَ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمَةً . ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ. النسائي ٣: ٢٤٠
~
Dari Aisyah, ia berkata: "Dahulu Rasulullah SAW apabila berwitir 9 rekaat, beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat kedelapan, beliau memuji Allah, menyebut-Nya dan berdo'a kepada-Nya. Kemudian beliau tidak mengucap salam, tetapi bangkit ke rekaat kesembilan, kemudian beliau duduk menyebut Allah 'Azza wa Jalla dan berdo'a, kemudian beliau salam sekali salam dan memperdengarkan kepada kami. Kemudian beliau shalat dua rekaat dengan duduk. Setelah beliau lanjut usia dan lemah badannya, beliau berwitir dengan 7 rekaat, dan beliau tidak duduk attahiyyat melainkan pada rekaat yang keenam, kemudian beliau tidak mengucap salam, tetapi bangkit berdiri menyelesaikan rekaat yang ketujuh, kemudian beliau salam dengan sekali salam. Setelah itu beliau shalat dua rekaat dengan duduk. [HR Nasaaiy juz 3, hal. 240].
5) 9 reka'at dengan 2 tasyahhud di reka'at yang ke 8 dan ke 9 setelah itu salam.
~
Berdasar riwayat sebagai berikut:
~
عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ لِعَائِشَةَ : يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، أَنْبِتَيْنِي عَنْ وِتْرِ رَسُولِ اللهِ ﷺ. فَقَالَتْ : كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُوْرَهُ فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ، لَا يَجْلِسُ فِيْهَا إِلَّا فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوْهُ ثُمَّ يَنْهَضُ وَلَا يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلَّى التَّاسِعَةَ ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا . ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ. فَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يَا بُنَيَّ. مسلم ١: ٥١٣ رقم ۱۳۹
~
Dari Sa'd bin Hisyam, bahwasanya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah, "Wahai Ummul Mu'miniin, beritahukanlah kepadaku tentang shalat witir Rasulullah SAW". Jawab 'Aisyah, "Kami biasa menyediakan penggosok gigi dan air wudlu bagi Rasulullah SAW, lalu beliau bangun malam pada waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian beliau menggosok gigi dan berwudlu lalu shalat (witir) sembilan reka'at, dan beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat yang ke delapan, lalu beliau menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau berdiri dengan tidak mengucap salam, berdiri shalat (rekaat) yang ke sembilan, kemudian beliau duduk (attahiyyat) menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau mengucap salam sehingga terdengar oleh kami. Setelah itu beliau shalat 2 rekaat dengan duduk. Yang demikian itu jadi 11 rekaat hai anakku". [HR. Muslim juz 1, hal. 513, no. 139].
Dan kita dilarang mengerjakan 2 kali shalat Witir pada satu malam
~
عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٌّ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ : لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ. الترمذى ۱: ۲۹۲ ، رقم : ٤٦٨، هذا حديث حسن غريب
~
Dari Qais bin Thalq bin 'Ali, dari ayahnya, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dua Witir dalam satu malam". [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 292, no. 468, ini hadits hasan gharib].
c. Bacaan sesudah shalat Witir.
~
Menurut riwayat Nasaaiy, Rasulullah SAW setelah shalat witir, beliau membaca Subhaanal Malikil Qudduus 3 kali.
~
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ زُرَارَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ رَسُوْلِ اللَّهِ ، كَانَ يُؤْتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى ، وَقُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. فَإِذَا فَرَغَ قَالَ : سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، ثَلَاثًا وَيَمُدُّ فِي الثَّالِثَةِ. النسائي ٢٤٧:٣
~
Dari Qatadah dari Zurarah dari Abdur Rahman bin Abza dari Rasulullah SAW, biasanya beliau SAW di dalam shalat Witir membaca surat Al-A'laa, Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai lalu beliau mengucapkan, "Subhaanal Malikil Qudduus (Maha Suci Allah Raja yang Maha Quddus) 3 X, dan beliau memanjangkan pada bacaan yang ketiga". [HR. Nasaaiy juz 3, hal. 247]
~
Dan menurut riwayat Thabaraniy, setelah bacaan tersebut ada tambahan "Rabbul malaaikati war ruuh" (Tuhan nya para Malaikat dan Ruuh), namun tambahan ini tidak shahih, karena dalam sanadnya ada perawi bernama 'Isa bin Yuunus, yang tidak diketahui jarh - ta'dilnya.
~
Adapun bacaan "Alloohumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii" itu adalah bacaan bila mengetahui Lailatul Qadr, sebagaimana riwayat berikut:
~
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيَّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيْهَا؟ قَالَ : قُوْلِي : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ
ه: ۱۹۰ ، رقم: ۳۵۸۰ ، هذا حديث حسن صحيح عني الترمذى
~
Dari 'Aisyah, ia berkata: Aku bertanya, "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila aku mengetahui bahwa malam itu malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku baca?". Beliau bersabda, "Bacalah Alloohumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku)". [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 195, no. 3580, ini hadits hasan shahih]
Lafadh tersebut juga diriwayatkan oleh Ahmad juz 9 hal. 526, juz 9 hal. 547 dan juz 10, hal. 24, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah juz 2, hal. 1265, no. 3850. Namun dalam 'Aridlatul Ahwadzi dengan lafadh :
~
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي. الترمذى، في عارضة الاحوذی، ١٣: ٤٢ ، رقم: ٣٥١٣
~
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku. [HR. Tirmidzi, dalam 'Aridlotul Ahwadzi juz 13, hal. 42, no. 3513]
D. Shalat Iftitah.
~
Shalat Iftitah adalah shalat sunnah dua rekaat yang ringan untuk mengawali shalat lail.
~
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ : إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَ��ْتَتِحْ صَلَاتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ. مسلم ۱: ٥٣٢ رقم ۱۹۸
~
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian bangun malam, maka hendaklah ia membuka shalatnya dengan dua rekaat yang ringan. [HR. Muslim juz 1, hal. 532, no. 198].
--oO0Oo--
0 notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 16 Februari 2025/17 Sya'ban 1446 Brosur No.: 21939/2239/IA
𝙈𝙖'𝙧𝙞𝙛𝙖𝙩𝙪𝙡𝙡𝙖𝙝 (𝙈𝙚𝙣𝙜𝙚𝙣𝙖𝙡 𝘼𝙡𝙡𝙖𝙝) (11)
~
Allah Maha Hidup, Menghidupkan dan Mematikan (1)
~
Allah Maha Hidup (Al-Hayy) berarti bahwa Allah memiliki sifat hidup yang sempurna, kekal, dan tidak bergantung pada apa pun. Sifat hidup Allah tidak seperti makhluk yang bergantung pada sesuatu untuk hidup, seperti makanan, air, atau udara. Allah hidup selamanya tanpa awal dan akhir, tidak pernah mengalami kelemahan, tidur, atau kematian.
~
Allah Maha Menghidupkan dan Mematikan (Al-Muhyi wa Al-Mumit) berarti bahwa Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk memberikan kehidupan kepada makhluk dan mencabutnya. Setiap makhluk hidup mendapatkan nyawa dari Allah, dan ketika ajalnya tiba, Allah pula yang menentukan kematian mereka. Kehidupan dan kematian adalah takdir yang ditentukan oleh Allah sebagai bagian dari ujian bagi manusia.
~
Penjelasan ini menunjukkan bahwa kehidupan dan kematian sepenuhnya berada dalam kendali Allah, yang menciptakan keduanya untuk memberikan hikmah dan pelajaran kepada manusia. Allah memberi kehidupan sebagai rahmat, dan kematian sebagai jalan menuju kehidupan akhirat. Semua itu menjadi bukti kekuasaan dan kebijaksanaan Allah dalam menciptakan serta mengatur segala sesuatu.
Firman Allah SWT:
~
اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَواتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءُ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوتِ وَالْأَرْضُ وَلَا يُوْدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ . البقرة: ٢٥٥
~
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluq-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. [QS. Al-Baqarah : 255]
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوْتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِةٌ وَكَفَى بِهِ بِذُنُوْبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا (٥٨) الَّذِي خَلَقَ السَّمَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَسَلْ بِهِ خَبِيرًا . الفرقان :
~
58. Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya,
~
59. Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. [QS. Al-Furqaan: 58-59]
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ . البقرة : ٢٨
~
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? [QS. Al-Baqarah: 28]
قُلْ يَأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَآمِنُوْا بِاللَّهِ وَرَسُوْلِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمْتِهِ وَاتَّبِعُوْهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ الاعراف : ١٥٨
~
Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". [QS. Al-A'raaf: 158]
أَلَا إِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاتِ وَالْأَرْضِ أَلَا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ (٥٥) هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ (٥٦) يونس: ٥٥-٥٦
~
55. Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (nya).
~
56. Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. [QS. Yuunus: 55-56]
يَأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَّنْ يُتَوَلَّى وَمِنْكُمْ مَّنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيَّا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَآءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَثْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (٥) ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّهُ يُحْيِ الْمَوْتَى وَأَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٦) وَأَنَّ السَّاعَةَ أَتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ (۷) الحج : ٥-٧
~
5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
~
6. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
~
7. dan sesungguhnya hari qiyamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. [QS. Al-Hajj: 5-7]
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ أَيْتُنَا بَيِّنَتٍ مَّا كَانَ حُجَّتَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا اثْتُوْا بِأَبَانَا إِنْ كُنْتُمْ صُدِقِينَ (٢٥) قُلِ اللَّهُ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ (٢٦) الجاثية : ٢٥-٢٦
~
25. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan: "Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar".
~
26. Katakanlah: "Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari qiyamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [QS. Al-Jaatsiyah: 25-26]
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوْهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ (٦٥) قُلْ إِنِّي نُهِيْتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذِينَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ لَمَّا جَاءَنِي الْبَيِّنَتُ مِنْ رَّبِّي وَأُمِرْتُ أَنْ أَسْلِمَ لِرَبِّ الْعَلَمِينَ (٦٦) هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُوْنُوْا شُيُوْخًا وَمِنْكُمْ مَّنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (٦٧) هُوَ الَّذِي يُحْيِ وَيُمِيتُ فَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُوْلُ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ (٦٨) المؤمن: ٦٥ - ٦٨
~
65. Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
~
66. Katakanlah (ya Muhammad): "Sesungguhnya aku dilarang menyembah sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan aku diperintahkan supaya tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam.
~
67. Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya).
~
68. Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia. [QS. Al-Mu'min : 65-68]
الَّذِي خَلَقْنِي فَهُوَ يَهْدِيْنِ (۷۸) وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِيْنِ (۷۹) وَإِذَا ��َرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (۸۰) وَالَّذِي يُمِيْتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ (۸��) وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيَّتِي يَوْمَ الدِّينِ (۸۲) الشعراء : ۷۸-۸۲
~
78. (yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
~
79. dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
~
80. dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
~
81. dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
~
82. dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari qiyamat". [QS. Asy-Syu'araa': 78-82]
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْدَةُ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ (۷۸) وَهُوَ الَّذِي ذَرَاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ (۷۹) وَهُوَ الَّذِي يُحْيِ وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلَا تَعْقِلُوْنَ (۸۰) المؤمنون : ۷۸-۸۰
~
78. Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
~
79. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan.
~
80. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya? [QS. Al-Mu'minuun : 78-80]
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَايِنُهُ وَمَا نُنَزِّلَهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ (۲۱) وَأَرْسَلْنَا الرِّيحَ لَوَاقِحَ فَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَاسْقَيْنَكُمُوْهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخْزِنِينَ (۲۲) وَإِنَّا لَنَحْنُ نُحْيِ وَيُمِيتُ وَنَحْنُ الْوَرِثُوْنَ (۲۳) الحجر : ۲۳-۲۱
~
21. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
~
22. Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.
~
23. Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. [QS. Al-Hijr: 21-23]
Bersambung.......
1 note
·
View note
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 9 Februari 2025/ 10 Sya'ban 1446 Brosur No.: 21938/2238/IA
Ma'rifatullah (Mengenal Allah) (10)
~
Allah Maha Pemberi Rizqi (3)
~
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ (۲۷) وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوْا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ (۲۸) وَمِنْ أَيْتِهِ خَلْقُ السَّمَوتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَايَشَاءُ قَدِيرٌ (۲۹) الشورى: ۲۷-۲۹
~
27. Dan jika Allah melapangkan rizqi kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.
~
28. Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji. 29. Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) -Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya. [QS. Asy-Syuuraa: 27-29]
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّتٍ مَّعْرُوْشَتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوْشَتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِةٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِةٍ إِذَا أَثْمَرَ وَأَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِةٌ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (١٤١) وَمِنَ الْأَنْعَامِ حَمُوْلَةً وَفَرْشَاء كُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ وَلَا تَتَّبِعُوْا حُطُوتِ الشَّيْطَنِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ (١٤٢) الانعام: ١٤١-١٤٢
~
141. Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
~
142. Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezqi yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu, [QS. Al-An'aam: 141-142]
أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَفْتٍ وَيَقْبِضْنُ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ (۱۹) أَمَّنْ هُذَا الَّذِي هُوَ جُنْدٌ لَّكُمْ يَنْصُرُكُمْ مِنْ دُوْنِ الرَّحْمَنِ إِنِ الْكَفِرُوْنَ إِلَّا فِي غُرُورٍ (۲۰) أَمَّنْ هُذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ ۚ بَلْ لَّجُوْا فِي عُتُةٍ وَنُفُورٍ (۲۱) الملك : ۱۹-۲۱
~
19. Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.
~
20. Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu.
~
21. Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rezqi jika Allah menahan rezqi-Nya? Sebenarnya mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri? [QS. Al-Mulk: 19-21]
يأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَّوْعِظَةٌ مِنْ رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (٥٧) قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ (٥٨) قُلْ أَرَوَيْتُمْ مَّا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَلًا قُلْ اللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ (٥٩) . يونس : ٥٧-٥٩
~
57. Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
~
58. Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
~
59. Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezqi yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?". [QS. Yuunus : 57-59]
~
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ (۳۷) فَاتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِيْنَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (۳۸) الروم : ۳۷-۳۸
~
37. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezqi bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezqi itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.
~
38. Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridlaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. [QS. Ar-Ruum: 37-38]
وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللهَ وَاتَّقُوْهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ (١٦) إِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُوْنَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ (١٧) العنكبوت : ١٦-١٧
~
16. Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: "Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui
~
17. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezqi kepadamu; maka mintalah rezqi itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan. [QS. Al-'Ankabuut: 16-17]
لَقَدْ كَانَ لِسَبَا فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ جَنَّتْنِ عَنْ يَمِيْنٍ وَشِمَالٍ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبُّ غَفُوْرٌ (١٥) فَأَعْرَضُوْا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَاثْلٍ وَشَيْءٍ مِّنْ سِدْرٍ قَلِيْلٍ (١٦) ذَلِكَ جَزَيْنَهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ تُجْزِي إِلَّا الْكَفُورَ (۱۷) سبأ: ١٥-١٧
~
15. Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezqi yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".
~
16. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
~
17. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan adzab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. [QS. Saba': 15-17]
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَلٍ مُّبِينٍ (٢٤) قُلْ لَّا تُسْلُوْنَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلَا نُسْلُ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ (٢٥) سبأ: ٢٤-٢٥
~
24. Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezqi kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
~
25. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat". [QS. Saba': 24-25]
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لايت لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ . الزمر : ٥٢
~
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezqi dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. [QS. Az-Zumar: 52]
وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ تُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا أَمِنًا يُحْيِي إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ. القصص : ٥٧
~
Dan mereka berkata, "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami". Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezqi (bagimu) dari sisi Kami ?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. [QS. Al-Qashash: 57]
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّماتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّ بَلْ آتَيْنَهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُوْنَ (۷۱) أَمْ تَسْلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّزِقِينَ (۷۲) المؤمنون : ۷۱-۷۲
~
71. Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.
~
72. Atau kamu meminta upah kepada mereka?, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezqi Yang Paling Baik. [QS. Al-Mu'minuun: 71-72]
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِي اَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيُوةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيمَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ. الاعراف: ۳۲
~
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezqi yang baik?". Katakanlah, "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari qiyamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. [QS. Al-A'raaf: 32]
وَاذْكُرُوا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيلٌ مُسْتَضْعَفُوْنَ فِي الْأَرْضِ تَخَافُوْنَ أَنْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَأَوْنَكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبَتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. الانفال : ٢٦
~
Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezqi dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. [QS. Al-Anfaal: 26]
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوْا طَيِّبَتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (۸۷) وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلْلًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُوْنَ (۸۸) المائدة: ۸۷-۸۸
~
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
~
88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezqikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. [QS. Al-Maaidah: 87-88]
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا كُلُوا مِنْ طَيِّبَتِ مَا رَزَقْنَكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ . البقرة: ۱۷۲
~
Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezqi yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. [QS. Al-Baqarah : 172]
Bersambung.......
1 note
·
View note
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 19 Maret 2023/27 Sya’baan 1444
Brosur No. : 2117/2157/IF
~
PUASA
~
Puasa, yang di dalam bahasa Al-Qur'an Ash-Shaum/Ash-Shiyaam adalah salah satu dari beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang beriman. Firman Allah :
~
ي??اَيُّهَا الَّذِيْنَ ا?مَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.(183) اَيَّامًا مَّعْدُوْدَاتٍ، فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلى? سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ، وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه? فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ، فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّه?، وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ(184) شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ? اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْا?نُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّن?تٍ مِّنَ الْـهُد?ى وَالْفُرْقَانِ، فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلى? سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ، يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ، وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلى? مَا هَد?ىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ(185) البقرة: 183-185
~
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (183)
~
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (184)
~
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (185) [QS. Al-Baqarah : 183-185]
~
1. Pengertian Ash-Shiyam (Puasa)
Ash-Shiyam atau Ash-shaum menurut lughah/bahasa, artinya : "Menahan diri dari melakukan sesuatu". Seperti firman Allah kepada Maryam :
~
فَاِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ اَحَدًا فَقُوْلِيْ? اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْم?نِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلِّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيًّا. مريم: 26
~
Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernadzar akan berpuasa karena Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seseorang manusiapun pada hari ini. [QS. Maryam : 26]
~
Menurut Syara', ialah :
~
اَلاِمْسَاكُ عَنِ الْاَكْلِ وَالشُّرْبِ وَغَشَيَانِ النِّسَاءِ مِنَ الْفَجْرِ اِلىَ الْمَغْرِبِ اِحْتِسَابًا لِلّ?هِ وَاِعْدَادًا لِلنَّفْسِ وَتَـهْيِئَةً لـَهَا لِتَقْوَى اللهِ بِالْمُرَاقَبَةِ لَهُ وَتَرْبِيَةِ الْاِرَادَةِ. تفسير المنار 2: 143
~
Menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, mulai fajar hingga Maghrib, karena mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak. [Tafsir Al-Manaar juz 2, hal. 143]
~
اَلاِمْسَاكُ عَنِ الْاَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهِمَا مِـمَّا وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ فِى النَّهَارِ عَلَى الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ. وَيَتْبَعُ ذ?لِكَ الْاِمْسَاكُ عَنِ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِيْ وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ بِشُرُوْطٍ مَخْصُوْصَةٍ. سبل السلام 2: 150Warsito Ali ₪ug®oho:
~
Menahan diri dari makan, minum, jima' dan lain-lain yang telah diperintahkan syara’ kepada kita menahan diri padanya sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu yang telah ditentukan serta menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan. [Subulus Salaam juz 2, hal. 150]
~
Tegasnya : "PUASA", ialah : Menahan diri untuk tidak makan, minum, termasuk merokok dan bersetubuh dari mulai Fajar hingga terbenam matahari pada bulan Ramadlan karena mencari ridla Allah.
~
2. Hukum Ash-Shiyam (Puasa)
Wajib 'Ain, artinya setiap orang Islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Firman Allah :
~
ي??اَيُّهَا الَّذِيْنَ ا?مَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. البقرة: 183
~
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. [QS. Al-Baqarah : 183]
~
Dan hadits-hadits Rasulullah SAW :
~
بُنِيَ الْاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لَا اِل?هَ اِلَّا اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصَّلَاةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ. البخارى و مسلم
~
Islam didirikan atas lima sendi, yaitu 1. Mengakui bahwa tak ada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan zakat, 4. Berpuasa Ramadlan dan 5. Berhajji. [HR. Bukhari dan Muslim]
~
اِنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ ? فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِيْ عَمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصِّيَامِ! قَالَ:شَهْرُ رَمَضَانَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ ؟ قَالَ: لَا. اِلَّا اَنْ تَطَوَّعَ. متفق عليه عن طلحة بن عبيد الله
~
Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, saya mohon diterangkan tentang puasa yang diwajibkan oleh Allah kepada saya". Nabi SAW menjawab, "Puasa di bulan Ramadlan". Orang itu bertanya pula, "Adakah puasa yang lain yang diwajibkan atas diri saya ?". Jawab Nabi SAW, "Tidak, kecuali bila engkau hendak mengerjakan tathawwu' (puasa sunnah). [HR. Muttafaq 'Alaih dari Thalhah bin 'Ubaidillah]
~
3. Yang wajib berpuasa
~
Ketentuan-ketentuan orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadlan :
a. Orang Islam, tidak diwajibkan selain orang Islam.
b. 'Aqil baligh (dewasa), bukan anak-anak.
c. Sehat.
d. Muqim (berada di daerah tempat tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
e. Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena sangat berat dan payah bila berpuasa.
f. Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya tidak sedang haidl atau nifas.
~
4. Yang membatalkan puasa
~
Sepanjang tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :
~
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 187,
~
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلى? نِسَآءِكُمْ، هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّـهُنَّ، عَلِمَ اللهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ، فَلْئ?نَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ، وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّ?ى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ، ثُـمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلىَ الَّيْلِ ... البقرة: 187
~
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu pakaian bagimu, dan kamupun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam ..... . [QS. Al-Baqarah: 187]
~
Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa yang membatalkan puasa itu ialah :
~
a. Bersetubuh suami-isteri dengan sengaja dan dilakukan pada saat puasa (dari mulai masuk waktu Shubuh hingga masuk waktu Maghrib), padahal mereka termasuk orang yang berkewajiban puasa.
~
Dan yang dimaksud dengan "bersetubuh", ialah masuknya kemaluan laki-laki/suami pada kemaluan wanita/istri. Jadi baik mengeluarkan mani maupun tidak, hukumnya tetap sama. Karena tidak adanya ayat-ayat lain maupun hadits-hadits yang membatasi, bahwa yang dimaksud "bersetubuh" adalah yang mengeluarkan mani, maka ayat itu tetap berlaku sesuai dengan keumuman lafadhnya.
b. Makan dengan sengaja, baik makanan yang mengenyangkan atau tidak.
c. Minum, baik yang menghilangkan haus atau tidak, termasuk merokok.
~
5. Yang boleh tidak berpuasa dan wajib mengganti di hari-hari yang lain :
a. Orang yang sakit, yang apabila ia tetap berpuasa akan menambah berat atau akan memperlambat kesembuhan sakitnya, sedang sakitnya itu dapat diharapkan kesembuhannya (bukan sakit yang menahun atau sakit yang kronis dan terus-menerus sehingga sulit diharapkan kesembuhannya).
b. Musafir, ialah : Orang yang sedang bepergian keluar dari daerah iqomahnya, baik dengan perjalanan yang berat dan sukar maupun dengan ringan dan mudah; kesemuanya diperbolehkan untuk tidak berpuasa, tetapi berkewajiban mengganti di hari yang lain. Berdasarkan firman Allah :
~
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلى? سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ. البقرة: 184
~
Dan barangsiapa diantara kamu yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~ dan mengganti di hari-hari yang lain (sebanyak yang ditinggalkannya). [QS. Al-Baqarah : 184].
~
وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلى? سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ. البقرة: 185
~
Dan barangsiapa yang sakit atau dalam bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~ dan mengganti di hari-hari yang lain (sebanyak yang ditinggalkannya). [QS. Al-Baqarah : 185].
~
Keterangan :
Tentang berapa kilometer jauhnya seseorang disebut sebagai musafir itu tidak ada penjelasan yang tegas dari Nabi SAW, namun yang jelas beliau bepergian dari Madinah ke Makkah, ketika baru sampai di Dzul Hulaifah beliau sudah mengqashar shalat, sedangkan jarak dari Madinah sampai Dzul Hulaifah itu kira-kira 6 mil (kira-kira 12 km)
~
6. Batas waktu mengganti
Tidak ada ketentuan dalam agama tentang batas waktu mengganti puasa yang ditinggalkan. Dapat dilaksanakan pada bulan-bulan sesudah selesai Ramadlan tahun itu atau bulan-bulan sesudah Ramadlan tahun berikutnya.
Tegasnya selama ia masih hidup, kapanpun boleh, tanpa menambah fidyah atau melipat gandakan puasanya (misalnya hutang satu hari diganti dua hari dan sebagainya). Hanya sebaiknya segera diganti.
~
7. Yang boleh tidak berpuasa dan hanya mengganti fidyah tanpa harus mengganti puasa di hari yang lain.
~
Yaitu : Orang-orang yang bila dipaksakan untuk berpuasa masih dapat, tetapi sungguh amat payah sekali dalam melaksanakannya. Perhatikan Firman Allah:
~
وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَه? فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍ ... البقرة: 184
~
Dan terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi dengan susah payah (boleh tidak berpuasa), wajib membayar fidyah (yaitu) memberi makan orang miskin….. [QS. Al-Baqarah : 184]
~
Ayat tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat di atas, misalnya :
~
a. Wanita yang sedang hamil yang bila berpuasa dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang dikandungnya.
b. Wanita yang sedang menyusui, baik anaknya sendiri maupun anak orang lain yang diserahkan kepadanya untuk disusui, yang bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda :
~
اِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ. احمد عن انس بن مالك الكعبى
~
Sesungguhnya Allah SWT telah membolehkan bagi musafir meninggalkan puasa dan mengqashar shalat, dan Allah telah membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR. Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka'biy].
~
Dan riwayat dari Ibnu Abbas RA. tentang istrinya yang sedang hamil, katanya :
~
اَنْتِ بِـمَنْزِلَةِ الَّذِيْ لَا يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ الْفِدَاءُ وَلَا قَضَاءَ عَلَيْكِ. البزار وصححه الدارقطنى
~
Engkau sekedudukan dengan orang yang amat payah untuk berpuasa. Maka wajib atasmu fidyah dan tidak ada qadla' bagimu. [HR. Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ad-Daraquthni]
~
Serta riwayat dari Ibnu 'Umar ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Quraisy yang sedang hamil tentang hal puasanya, maka jawab beliau :
~
اَفْطِرِيْ وَاَطْعِمِيْ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلَا تَقْضِيْ. ابن حزم
~
Berbukalah kamu dan berilah makan tiap hari seorang miskin, dan jangan mengqadla'nya. [HR. Ibnu Hazm].
~
c. Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila berpuasa akan sangat memayahkannya. Berdasar keumuman ayat (Surat Al-Baqarah ayat 184) dan riwayat dari Ibnu ‘Abbas sebagai berikut :
~
رُخِّصَ لِلشَّيْخِ الْكَبِيْرِ اَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ. الدارقطنى والحاكم
~
Orang yang sangat tua, dibenarkan untuk berbuka dan wajib memberikan (fidyah) serta tidak ada qadla' atasnya. [HR. Ad-Daraquthni dan Al-Hakim].
d. Orang yang pekerjaannya sangat berat, yang bila tetap berpuasa walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : Pengemudi becak, pekerja tambang, karyawan-karyawan pengangkat barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan sebagainya.
e. Orang yang sakit menahun yang (menurut ahli kesehatan) sulit diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan waktu yang lama sekali.
f. Siapa saja yang karena kondisi badannya atau sebab-sebab lain akan amat berat bila berpuasa, walaupun bila dipaksa kuat juga.
Untuk nomor d), e) dan f), ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184 surat Al-Baqarah diatas.
Semua yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa di hari yang lain.
~
8. Yang wajib untuk tidak berpuasa dan wajib mengganti dengan puasa di hari yang lain.
~
Yaitu khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas. Berdasar riwayat :
~
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنَّا نَحِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ? فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ. الجماعة عن المعاذة
~
Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami diperintahkan supaya mengqadla’ (mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadla’ shalat". [HR. Al-Jama'ah dari Al-Mu'adzah]
~
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ?: اَلَيْسَ اِذَا حَاضَتْ لَـمْ تُصَلِّ وَلَـمْ تَصُمْ؟ فَذ?لِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا. البخارى 2: 239
~
Dari Abu Sa'id (Al-Khudriy) RA, ia berkata : Nabi SAW bersabda, "Bukankah apabila seorang wanita itu haidl, ia tidak shalat dan tidak berpuasa ? Itulah dari kekurangan agamanya". [HR. Bukhari juz 2, hal. 239]
~
1. Pengertian Sahur
Sahur, ialah makanan yang dimakan pada waktu sahar. Sahar menurut bahasa ialah "Nama bagi akhir suku malam dan permulaan suku siang". Lawannya ialah : Ashil, akhir suku siang.
~
Menurut Az-Zamakhsyari, dinamai waktu Sahar dengan Sahar karena ia adalah waktu berlalunya malam dan datangnya siang.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Sahar bukanlah satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun yang dimaksud adalah nama waktu pergantian siang dan malam.
~
Jadi apabila kita makan pada jam 24.00 (jam 12 malam) atau sedikit setelah itu tidaklah dapat dinamakan "Bersahur (mengerjakan makan Sahur)".
~
Adapun yang dinamakan makan Sahur adalah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW pada riwayat di bawah ini :
~
عَنْ اَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ?: ثُـمَّ قُمْنَا اِلىَ الصَّلَاةِ. قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا ؟ قَالَ: قَدْرَ خَمْسِيْنَ ا?يَةً. احمد و البخارى و مسلم
~
Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, "Kami pernah bersahur bersama Rasulullah SAW kemudian kami mengerjakan shalat (Shubuh)". Aku (Anas) bertanya kepada Zaid. "Berapa tempo antara keduanya ?". Zaid menjawab, "Sekadar membaca 50 ayat Al-Qur'an". [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim].
~
2. Hikmah Sahur
~
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Sa'id bahwa Nabi SAW bersabda :
~
اَلسَّحُوْرُ اَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلَا تَدَعُوْهُ وَلَوْ اَنْ يَجْرَعَ اَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَاِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ. احمد
~
Sahur itu suatu berkah. Maka janganlah kalian meninggalkannya, walaupun hanya dengan meneguk seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang bersahur. [HR. Ahmad]
~
Diriwayatkan oleh Muslim dari 'Amr bin 'Ash bahwa Rasulullah SAW bersabda:
~
فَصْلُ مَابَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ اَهْلِ الْكِتَابِ اَكْلَةُ السَّحَرِ. مسلم
~
Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab ialah makan sahur. [HR. Muslim].
~
3. Keraguan tentang waktu Sahur
~
Bila seseorang ragu apakah telah habis waktu sahur ataukah belum, maka ia diperbolehkan makan dan minum hingga nyata-nyata baginya bahwa waktu sahur telah habis dan masuk waktu Shubuh. Firman Allah :
~
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّ?ى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَ��ْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ. البقرة: 187.
~
Dan makanlah, minumlah, sehingga nyata kepadamu benang putih dari pada benang hitam yaitu Fajar. [QS. Al Baqarah : 187]
~
Dari ayat di atas jelaslah bahwa Allah memperkenankan makan dan minum, sehingga nyata benar terbitnya Fajar.
~
4. Adab Berbuka
~
Apabila sudah tiba waktunya dianjurkan untuk segera berbuka :
~
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ? قَالَ: لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. مسلم 2: 771
~
Dari Sahl bin Sa'ad RA. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Senantiasalah hamba itu dalam kebaikan apabila mereka menyegerakan berbuka". [HR. Muslim juz 2, hal. 771, no. 48].
~
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ?: قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: اَحَبُّ عِبَادِيْ اِلَيَّ اَعْجَلُهُمْ فِطْرًا. الترمذى 2: 103، رقم: 696
~
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Yang paling Ku-sayangi dari hamba-hamba-Ku ialah yang paling segera berbuka". [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 103, no. 696]
~
Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dari Anas bin Malik, katanya :
~
مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ? قَطُّ صَلَّى صَلَاةَ الْمَغْرِبِ حَتَّى يُفْطِرَ وَلَوْ عَلَى شَرْبَةِ مَاءٍ. ابن عبد البر عن انس بن مالك
~
Tidak pernah aku melihat walau sekali Rasulullah SAW shalat Maghrib lebih dahulu sebelum berbuka, walaupun hanya dengan seteguk air. [HR. Ibnu ‘Abdil Barr dari Anas bin Malik]
~
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi dari Anas, sbb :
~
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ? يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ اَنْ يُصَلِّىَ فَاِنْ لَـمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَـمَرَاتٍ فَاِنْ لَـمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ. ابوداود و احمد و الترمذى
~
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum shalat (Maghrib), jika tidak ada kurma basah, maka beliau berbuka dengan kurma kering, dan jika tak ada kurma kering, beliau menyendok beberapa sendok air. [HR. Abu Dawud, Ahmad dan Tirmidzi]
~
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ? يُحِبُّ اَنْ يُفْطِرَ عَلَى ثَلَاثِ تَـمَرَاتٍ اَوْ شَىْءٍ لَـمْ تُصِبْهُ النَّارُ. ابو يعلى عن انس
~
Dahulu Rasulullah SAW suka berbuka puasa dengan tiga biji korma atau sesuatu yang tidak dimasak dengan api. [HR. Abu Ya'la dari Anas]
~
Rasulullah SAW bersabda :
~
اِذَا اَفْطَرَ اَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَـمْرٍ، فَاِنْ لَـمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَاِنَّهُ طَهُوْرٌ. ابو داود و الترمذى عن سليمان بن عامر
~
Apabila seseorang diantara kalian berbuka, maka hendaklah ia berbuka dengan korma. Jika ia tidak memperoleh korma, hendaklah ia berbuka dengan air, karena air itu bersih dan membersihkan. [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Sulaiman bin 'Amir]
~
Kesimpulan :
Hadits-hadits di atas menerangkan kepada kita, bahwa apabila kita berbuka puasa maka disunnahkan untuk :
~
1. Menyegerakan berbuka.
2. Sebelum shalat Maghrib kita berbuka dahulu walaupun dengan seteguk air.
3. Berbuka dengan tiga biji korma, bila tidak ada, dengan sesuatu makanan yang manis dan tidak dimasak dengan api. Seperti : pisang, kates, nanas dan lain-lain.
4. Bila tidak ada buah-buahan maka disunnahkan kita untuk berbuka dengan air.
~
5. Dan dikala berbuka dituntunkan untuk membaca do'a sebagai berikut :
~
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الْاَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابو داود 2: 306، رقم: 2357، عن ابن عمر
~
Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapatkan. Insya Allah. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, no. 2357, dari Ibnu Umar]
~
Tentang doa berbuka puasa
Ada bermacam-macam doa berbuka puasa, diantaranya sebagai berikut :
~
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ? اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَللّ?هُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. الدارقطنى 2: 185، رقم 26، ضعيف لان فى اسناده عبد الملك بن هارون بن عنترة.
~
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Alloohumma laka shumnaa wa ‘alaa rizqika afthornaa fataqobbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim (Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa, dan atas rizqi-Mu kami berbuka, maka terimalah (ibadah) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)”. [HR. Daraquthni juz 2, hal. 185 no. 26, dlaif karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah]
~
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ? اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. الطبرانى فى الكبير 12: 113، رقم: 12720، فيه عبد الملك بن هارون بن عنترة و هو ضعيف
~
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minnii innaka antas samii’ul ‘aliim (Untuk-Mu aku berpuasa, dan atas rizqi-Mu aku berbuka, maka terimalah ibadahku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui)”. [HR. Thabarani dalam Al-Kabir juz 12, hal. 113, no. 12720, dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah, ia dlaif]
~
بِسْمِ اللهِ، اَللّ?هُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ. الطبرانى فى الاوسط رقم: 7547، و فيه داود بن زبرقان و هو ضعيف
~
Bismillaah, Alloohumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu (Dengan nama Allah. Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizqi-Mu aku berbuka). [HR. Thabarani, dalam Al-Ausath hadits no. 7547, dalam sanadnya ada perawi bernama Dawud bin Zabraqan, ia dlaif – Majma’uz Zawaaid juz 3, hal. 279]
~
عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ? اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَلْحَمْدُ لِلّ?هِ الَّذِيْ اَعَانَنِيْ فَصُمْتُ وَرَزَقَنِيْ فَاَفْطَرْتُ. ابن السنى ص 169، رقم 479، اسناده ضعيف فيه رجل لم يسمَّ
~
Dari Mu’adz RA, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Alhamdu lillaahil-ladzii a’aananii fa shumtu wa rozaqonii fa-afthortu (Segala puji bagi Allah yang telah menolongku, sehingga aku berpuasa dan telah memberi rizqi kepadaku, maka aku berbuka)”. [HR. Ibnu Sunni hal. 169, no. 479, sanadnya dlaif, karena di dalamnya ada perawi yang tidak disebutkan namanya]
~
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ اَنَّهُ بَلَغَهُ اَنَّ النَّبِيَّ ? كَانَ اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: اَللّ?هُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ. ابو داود 2: 306، رقم 2358، مرسل لان معاذ بن زهرة لم يدرك النبي ص
~
Dari Mu’adz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Alloohumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizqi-Mu aku berbuka puasa)”. [HR. Abu Dawud juz 2,hal. 306, no. 2358, hadits tersebut mursal, karena Mu’adz bin Zuhrah tidak bertemu Nabi SAW]
~
عَنِ ابْنِ اَبِيْ مُلَيْكَةَ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُوْلُ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ? يَقُوْلُ: اِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ، قَالَ ابْنُ اَبِيْ مُلَيْكَةَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُوْلُ اِذَا اَفْطَرَ: اَللّ?هُمَّ اِنِّيْ اَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ اَنْ تَغْفِرَ لِيْ. ابن ماجه 1: 557، رقم 1753 حسن
~
Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata : Saya mendengar ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu ketika berbuka ada doa yang tidak akan ditolak”. Ibnu Abi Mulaikah berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amr apabila berbuka puasa berdoa, “Alloohumma innii as-aluka birohmatikal-latii wasi’at kulla syai-in an taghfiro lii (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rohmat-Mu yang luas meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni aku)”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 557, no. 1753, hadits hasan]
~
عَنْ مَرْوَانَ يَعْنِى ابْنَ سَالِمِ الْمُقَفَّعِ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ فَيَقْطَعُ مَا زَادَ عَلَى الْكَفِّ وَقَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ? اِذَا اَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلاَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابو داود 2: 306، رقم 2357، حسن
~
Dari Marwan, yakni bin Salim Al-Muqaffa’, ia berkata : Aku melihat Ibnu ‘Umar memegang jenggotnya, lalu memotong yang lebih dari genggaman tangannya. Ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh (Haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapat, insyaa-allooh). [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, no. 2357, hadits hasan]
~
Keterangan :
Dari riwayat-riwayat di atas bisa kita ketahui bahwa yang derajatnya hasan adalah riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Abi Mulaikah dan riwayat Abu Dawud dari Marwan bin Salim. Namun pada riwayat Ibnu Abi Mulaikah di atas, doa tersebut adalah lafadhnya Ibnu ‘Amr. Adapun pada riwayat Abu Dawud tersebut lafadh doa itu dari Nabi SAW. Dengan demikian kita ketahui bahwa doa berbuka puasa yang paling kuat riwayatnya adalah yang diriwayatkan Abu Dawud dari Marwan bin Salim dari Ibnu ‘Umar (Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allooh).
~oO[ @ ]Oo~
0 notes
Text
Pada akhirnya sepasang mata yang mampu mencintaimu dengan kecukupan, jauh kamu syukuri daripada banyaknya keindahan di luar sana yang tak jelas arahnya.
123 notes
·
View notes
Text
#brosurjihadpagi
Ahad, 2 Mei 2021/20 Ramadhan1442
Brosur No. : 2047/2087/IF
ZAKAT FITHRAH
~
Pengertian Zakat Fithrah
Zakat Fithrah ialah : Zakat berupa makanan pokok dalam suatu daerah, yang dikeluarkan sebelum shalat 'Idul Fithri.
~
Yang Wajib Mengeluarkan
Zakat Fithrah diwajibkan kepada orang Islam, baik tua maupun muda, laki-laki atau perempuan, merdeka, budak bahkan kanak-kanak sekalipun, yang mempunyai kelebihan makanan pada malam hari raya serta siang harinya.
Ukuran/Kadarnya
Tiap-tiap jiwa sebanyak satu Sha' (kira-kira 2,5 kg atau 3 liter), dari makanan pokok yang biasa dimakan oleh orang di dalam daerah tersebut.
Waktu Pengeluaran
Dari terbenam matahari pada akhir Ramadlan/malam hari raya 'Idul Fithri sampai sebelum mulai shalat 'Id.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ اْلفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى اْلعَبْدِ وَاْلحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلاُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَاْلكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَمَرَ بِـهَا اَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ اِلىَ الصَّلَاةِ. البخارى 2: 138
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat Fithrah satu Sha' (kira-kira 2,5 kg atau 3 liter) dari korma atau satu sha' dari gandum atas budak maupun orang merdeka, laki-laki, perempuan, kecil dan dewasa dari orang-orang Islam, dan beliau menyuruh supaya dikeluarkan zakat fithrah itu sebelum orang-orang keluar pergi shalat ('Idul Fithri)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 138].
Boleh pula dikeluarkan 1 atau 2 hari sebelum hari raya :
وَكَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ اْلفِطْرِ بِيَوْمٍ اَوْ يَوْمَيْنِ. البخارى 2: 139
.... dan mereka (para shahabat) memberikannya (zakat fithrah) satu atau dua hari sebelum ‘Idul Fithri. [HR. Al-Bukhari juz 2, hal. 139].
Dengan dasar atsar (perbuatan) shahabat tersebut, ada sebagian 'ulama (antara lain Imam Syafi'i) yang berpendapat bahwa boleh pula mengeluarkan zakat fithrah sejak awwal Ramadlan; karena hadits Nabi diatas hanya menerangkan bahwa waktu pengeluaran zakat fithrah adalah sebelum mulai shalat 'Id, tanpa penjelasan kapan permulaannya. Sedang para shahabat ada yang mengeluarkan 1 bahkan 2 hari sebelum Hari Raya. Maka berdasar inilah sebagian ulama berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fithrah itu sejak awwal Ramadlan sudah boleh dan sah.
Sasaran Zakat Fithrah
Sasaran atau orang yang berhak menerima zakat fithrah adalah tidak berbeda dengan yang berhaq menerima zakat yang lain, yaitu sebagaimana yang tertera pada surat At-Taubah ayat 60 :
اِنّـَمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَاْلعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُـهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَاْلغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ، فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ، وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. التوبة:60
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS. At-Taubah : 60].
Keterangan :
Yang berhaq menerima zakat fithrah ialah :
1. اَلْفُقَرَآء (Orang-orang fakir)
Orang-orang yang di dalam penghidupannya untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik bagi dirinya sendiri dan atau orang yang menjadi tanggungannya, hanya mampu mencukupi kurang dari separoh keperluannya. Misalnya : Kebutuhan setiap harinya Rp. 100.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp. 40.000,-
2. اَلْمَسٰكِيْن (orang-orang miskin). Yaitu sebagaimana nomor 1, tetapi lebih dari separoh, namun kurang dari kebutuhannya. Misalnya : Kebutuhan setiap harinya Rp. 100.000,- ia hanya mampu menyediakan Rp.60.000,- Demikian menurut pendapat sebagian 'ulama.
3. اَلْعَامِلِيْن (orang-orang yang mengurusi zakat). Yaitu beberapa orang yang ahli tentang seluk-beluk zakat (hukum-hukumnya, barang-barang dan kadar masing-masing yang dizakati dan sebagainya) yang diangkat oleh Nabi SAW/Pimpinan ummat Islam dan bertugas sebagai penghitung dan penerima serta penagih zakat dari kaum Muslimin untuk disalurkan sebagaimana mestinya. Walaupun ia bukan fakir/ miskin, namun berhaq menerima zakat.
Catatan :
Tentang "Panitia Zakat Fithrah". Karena yang berhaq mengangkat dan menugaskan 'Amil adalah Nabi SAW/Pimpinan ummat Islam, maka kami berpendapat dan menyarankan, sebaiknya kita tidak mendudukkan diri sebagai 'amil, tetapi menjadi sukarelawan saja untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat fithrah tersebut. Jika diantara anggota panitia itu ada orang yang fakir/miskin, maka mereka berhaq menerima zakat sebagai fakir/miskin, bukan sebagai 'amil.
4.اَلْمُؤَلَّفَة قُلُوْبُـهُمْ (orang-orang yang dijinakkan hatinya). Yaitu :
a. Orang yang baru masuk Islam, agar makin mantap keislamannya.
b. Orang yang diharapkan masuk Islam dan telah tampak tanda-tanda simpati dan perhatiannya terhadap Islam, ia berhaq menerima zakat tersebut agar makin memperlancar keislaman orang itu.
c. Orang-orang yang sangat memusuhi Islam dan berpengaruh dalam masyarakat. Minimal diharapkan dengan pemberian zakat kepadanya itu, dapat memperlunak sikapnya atau menghentikan sama sekali permusuhannya terhadap Islam.
Ketiga golongan diatas termasuk (اَلْمُؤَلَّفَة) yang berhaq menerima zakat, sekalipun mereka tergolong mampu dan bukan fakir/miskin.
5. اَلرِّقَاب (budak-budak). Mereka berhaq mendapat bagian zakat untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman perbudakan.
6.اَلْغَارِمِيْن (orang-orang yang berhutang). Yaitu orang-orang Islam yang kesulitan dan kepayahan karena terbelit oleh hutang-hutangnya yang bukan disebabkan karena pemborosan/ma'shiyat (judi dan sebagainya). Golongan ini berhaq mendapat penyaluran zakat untuk melunasi hutangnya.
7. سَبِيْل اللهِ (jalan Allah). Yaitu setiap sarana dan tempat serta orang-orang yang berhubungan dengan hal-hal yang berguna bagi agama maupun masyarakat luas. Misalnya : Masjid-masjid, sekolahan-sekolahan, madrasah-madrasah, lembaga-lembaga da'wah, tempat pengajian dan sebagainya, termasuk orang-orang yang menyelenggarakan serta mengurusinya. Dan juga termasuk sabiilillaah ialah hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umum dan dibenarkan oleh agama, seperti mendirikan rumah sakit, gedung pertemuan, membangun jembatan dan sebagainya.
8. اِبْن السَّبِيْلِ (orang yang dalam perjalanan/musafir). Yaitu orang yang dalam perjalanan, lalu putus bekal dan dikhawatirkan terlantar dalam perantauannya itu, maka yang demikian inipun berhaq menerima zakat untuk bekal pulang ke negeri/daerah asalnya. Hal ini dapat dimengerti dan diambil hikmah yang besar yang terkandung di dalamnya, yaitu antara lain :
Agar dimana saja orang Islam itu berada, ia selalu merasa mempunyai saudara seiman yang selalu siap menolongnya, sehingga ia tidak merasa asing di perantauannya tersebut.
Beberapa Masalah Yang Berkaitan Dengan Zakat Fithrah
1. Yang dikeluarkan harus sesuai dengan kwalitas yang biasa dimakannya sehari-hari. Misalnya bila sehari-hari ia makan makanan pokok tersebut dari kwalitas nomor 1, maka tidak selayaknya ia mengeluarkan kwalitas nomor 2 atau nomor 3. Jika sampai terjadi demikian berarti menyalahi jiwa perintah zakat yang antara lain bertujuan untuk mensucikan jiwa seseorang dari kekikiran hati serta menundukkan hawa nafsunya terhadap perintah Allah. Firman Allah :
خُذْ مِنْ اَمْوَالِـهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِـهَا. التوبة.103
Ambillah shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan shadaqah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. [QS. At-Taubah : 103].
Sebaliknya apabila ia mengeluarkan yang lebih baik dari pada apa yang biasa dimakan, yang demikian itu lebih baik baginya. Karena kelebihan dan kebaikannya itu akan kembali kepada pelakunya itu sendiri, sesuai dengan jiwa agama dan jiwa perintah zakat fithrah tersebut.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 184 :
... فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌلَّهٗ. البقرة:184
..... maka barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. [QS. Al-Baqarah : 184].
2. Zakat Fithrah tersebut dapat pula berujud uang, senilai dengan zakat fithrah yang diwajibkan baginya. Misalnya : 1 liter = Rp. 8.000,- maka ia mengeluarkan untuk dirinya sendiri sejumlah 3 X Rp. 8.000,- = Rp. 24.000,-
3. Anak-anak dan orang-orang yang menjadi tanggungan seseorang, maka kewajiban zakat fithrah mereka dibebankan kepada orang yang menanggungnya (ayah/majikan dan sebagainya). Jadi merekalah yang berkewajiban mengeluarkan untuk anak-anak atau orang yang menjadi tanggungannya tersebut, bila mereka itu orang Islam.
4. Ada sementara 'ulama yang berpendapat bahwa zakat fithrah itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang miskin saja, bukan untuk yang lain, berdasar pemahaman terhadap hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ اَنْ نُخْرِجَ زَكَاةَ اْلفِطْرِ وَيَقُوْلُ: اَغْنُوْهُمْ عَنْ طَوَافِ هٰذَا اْليَوْمِ. البيهقى 4: 175
Dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah SAW menyuruh kami supaya mengeluarkan zakat fithrah dan beliau bersabda, "Berilah kecukupan kepada mereka (orang-orang miskin) supaya mereka tidak minta-minta pada hari ini”. [HR. Al-Baihaqi juz 4, hal. 175].
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ اْلفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. مَنْ اَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ، وَمَنْ اَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود 2: 111، رقم: 1609
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari perkataan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat hari raya, maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
Penjelasan :
a. Zakat Fithrah adalah termasuk bagian dari "Zakat", maka orang-orang yang berhaq menerima zakat adalah 8 golongan, sebagaimana diterangkan pada ayat 60 surat At-Taubah diatas.
b. Surat At-Taubah ayat 60 itu didahului dengan huruf Hashr (pembatas) اِنّـَمَا (hanyasanya), maksudnya “bila tidak demikian maka tidak".
Dan sifat ayat tersebut umum yang berarti setiap shadaqah/zakat apa saja baik zakat maal (harta benda), zakat tanaman dan lain-lain, termasuk zakat fithrah ini, salurannya adalah 8 ashnaf (orang-orang yang berhaq menerima zakat) itu, sedang hadits-hadits diatas bukan merupakan Takhshish (pengecualian) dari ayat tersebut.
c. Jadi jelaslah bahwa hadits-hadits itu bukan bermakna "Zakat Fithrah" itu wajib hanya diberikan untuk fakir/miskin agar mereka terbebas dari kelaparan (hadits nomor 1), dan "Zakat Fithrah itu sebagai pensuci bagi orang-orang yang berpuasa dan hanya diperuntukkan orang-orang miskin" (hadits nomor 2), melainkan : "Zakat Fithrah itu ~bila memang keenam golongan yang lain kurang membutuhkan~ sebaiknya disalurkan kepada para fakir/miskin agar mereka terbebas dari cengkeraman kelaparan pada hari raya itu". (hadits nomor1) dan : "Zakat Fithrah itu dapat mensucikan orang-orang yang berpuasa dari kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin dilakukannya ketika sedang berpuasa, dan boleh diperuntukkan bagi orang-orang yang miskin, disamping bagi yang lain dari 8 golongan tersebut diatas".
d. Bila dengan dasar hadits tersebut orang menetapkan bahwa zakat fithrah itu hanya untuk orang miskin dengan alasan bahwa dalam kedua hadits itu yang disebutkan hanyalah orang miskin, lalu bagaimana dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dibawah ini :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ مُعَاذًا اِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ: اُدْعُهُمْ اِلَى شَهَادَةِ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ، فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لِذٰلِكَ فَاَعْلِمْهُمْ اَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لِذٰلِكَ فَاَعْلِمْهُمْ اَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ اَمْوَالِـهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. البخارى 2 : 108
Dari Ibnu 'Abbas RA, bahwasanya Nabi SAW mengutus Mu'adz ke Yaman, Rasulullah SAW bersabda, "Serulah mereka kepada syahadat bahwasanya tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentha’ati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari-semalam. Jika mereka mentha’ati hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwasanya Allah mewajibkan kepada mereka zakat dari harta benda mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka, dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka". [HR. Bukhari juz 2, hal. 108].
Hadits diatas maksudnya, bukanlah "Zakat itu diambil dari orang-orang kaya/mampu dan diperuntukkan hanya bagi orang-orang fakir saja". Walaupun bunyi di dalam hadits itu begitu, karena (jika demikian) ini bertentangan dengan ayat 60 surat At-Taubah dimuka. Maka jelaslah makna hadits ini, yaitu menekankan bahwa yang wajib mengeluarkan zakat adalah orang yang mampu, bukan orang yang fakir/miskin.
5. Di muka dijelaskan bahwa batas akhir pengeluarannya adalah sebelum orang melaksanakan shalat 'Ied. Jika ia mengeluarkannya setelah shalat, berdosalah ia, karena berarti tidak melaksanakan kewajiban. Dan yang dikeluarkannya itu hanya dinilai sebagai suatu sedeqah sebagaimana sedeqah-sedeqah yang lain.
Tegasnya, dia berdosa karena tidak membayar zakat fithrah, sedang yang dikeluarkannya itu dinilai sebagai sedeqah sunnah.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ اْلفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ. مَنْ اَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ. وَمَنْ اَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ. ابو داود و 2: 111، رقم: 1609
Dari Ibnu 'Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fithrah untuk pembersih bagi orang yang puasa dari perkataan sia-sia dan kotor (yang telah dikerjakannya), dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa mengeluarkannya sebelum shalat (hari raya), maka ia jadi zakat yang maqbul, dan barangsiapa mengeluarkannya sesudah shalat, maka ia jadi satu sedeqah diantara beberapa sedeqah". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 111, no. 1609].
6. Dalam masalah zakat fithrah ini diperbolehkan membentuk Panitia Zakat Fithrah (bukan 'amil) yang bekerja secara sukarela sebagai pengabdian terhadap masyarakat dan negara sebagaimana riwayat di bawah ini :
عَنْ نَافِعٍ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَكَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ اْلفِطْرِ اِلىَ الَّذِى تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ اْلفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ اَوْ ثَلَاثَةٍ. مالك 1: 285، رقم: 55
Dari Nafi', bahwasanya Abdullah bin 'Umar biasa mengirimkan zakat fithrah kepada orang yang mengumpulkan zakat sebelum hari raya 'Idul Fithri dua atau tiga hari". [HR. Maalik dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 285, no 55].
Dalam masalah mengeluarkan zakat fithrah dari tangan yang berkewajiban, agama memberikan ketentuan batas akhir sebagaimana diterangkan diatas. Sedang mengenai zakat fithrah itu harus sampai kepada tangan yang berhaq menerima, agama tidak memberikan ketentuan yang pasti, ini diserahkan pada kita semua. Yang penting zakat fithrah itu harus ditunaikan oleh orang yang mengeluarkan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dan jika tidak ada hal yang memaksa untuk menunda sampainya kepada yang berhaq menerima dengan alasan yang dibenarkan oleh syara'/hukum agama, maka harus segera disampaikan sebagaimana mestinya. Namun bila ada kendala sehingga sampainya kepada yang berhaq menerima sesudah shalat hari raya, yang demikian ini pun tidak mengapa.
Adapun kendala tersebut antara lain :
~ Karena kesulitan-kesulitan pengangkutan, lantaran banyaknya yang harus dibagikan dan yang diberi bagian.
~ Karena jauhnya perjalanan yang harus ditempuh (di lain daerah) sehingga sampainya sesudah hari raya, karena zakat itu tidak mesti harus dibagikan dalam daerahnya sendiri, karena ada daerah lain yang lebih memerlukannya.
~ Dan lain-lain sebab yang dibenarkan oleh syara'.
7. Kadar/Ukuran Zakat Fithrah yang Normal.
Kadar yang normal adalah satu Sha' (kira-kira 2 1/2 kg atau 3 liter) atau jika dinilai dengan uang, maka yang senilai dengan itu, bagi tiap-tiap jiwa, baik dirinya sendiri maupun orang-orang Islam yang menjadi tanggungannya sebagaimana telah diterangkan di muka.
Maka jika sisa dari keperluan sehari semalam itu kurang dari satu sha', tetapi lebih dari keperluan dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, bolehlah ia mengeluarkan sekedar sisa yang dipunyai itu, walaupun kurang dari satu sha'. Hal ini tetap dipandang sah serta telah menunaikan kewajiban agama, berdasarkan kepada Sabda Nabi SAW :
اِذَا اَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ. البخارى و مسلم
Apabila aku memerintahkan kamu untuk mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia semaksimalmu. [HR. Bukhari 8 : 142, dan Muslim 2 : 975].
8. Boleh pula mengeluarkan zakat fithrah bagi bayi yang menjadi tanggungannya yang masih di dalam kandungan ibunya, beralasan dengan riwayat sebagai berikut :
عَنْ اَبِيْ قِلَابَةَ قَالَ: كَانَ يُعْجِبُهُمْ اَنْ يُعْطُوْا زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنِ الصَّغِيْرِ وَاْلكَبِيْرِ حَتَّى عَلَى اْلحَبَلِ فِيْ بَطْنِ اُمِّهِ. عبد الرزاق 3: 319، رقم: 5788
Dari Abu Qilabah, ia berkata : Dahulu shahabat-shahabat Nabi SAW suka mengeluarkan zakat fithrah untuk anak-anak kecil dan dewasa, hingga untuk bayi yang masih dalam kandungan ibunya. [HR. Abdurrazaq juz 3, hal. 319, no. 5788].
Arti Fakir, Miskin Menurut Hadits
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَاِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ جَمْرِ جَهَنَّمَ. قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا يُغْنِيْهِ ؟ قَالَ: مَا يُغَدِّيْهِ وَيُعَشِّيْهِ. ابن حبان 1: 271، رقم: 545
Barangsiapa meminta-minta padahal ia mempunyai (makanan) yang mencukupi baginya, maka hanyalah ia memperbanyak bara api jahannam. Shahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang mencukupi baginya itu ?". Beliau bersabda, "Yaitu yang cukup untuk dimakan pada siangnya dan malamnya". [HR. Ibnu Hibban juz 1, hal. 271, no. 545].
Ucapan Orang Yang Menerima Zakat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِيْ اَوْفَى قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ اِذَا اَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَتِهِمْ قَالَ: اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى اٰلِ فُلَانٍ، فَاَتَاهُ اَبِيْ بِصَدَقَتِهِ. فَقَالَ: اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى اٰلِ اَبِيْ اَوْفَى. البخارى 2: 136
Dari Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata, "Dahulu Nabi SAW, apabila ada suatu kaum datang kepada beliau untuk menyerahkan zakat mereka, beliau mengucapkan Alloohumma sholli 'alaa aali fulaan (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarga si Fulan). Kemudian ayahku (Abu Aufa) datang kepada beliau untuk menyerahkan zakatnya, lalu Nabi SAW mengucapkan Alloohumma sholli 'alaa aali abii aufaa (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarganya Abu Aufa)". [HR. Bukhari juz 2, hal. 136]
Zakat Fithrah di jaman Rasulullah SAW
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: كُنَّا نُخْرِجُ اِذْ كَانَ فِيْنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ زَكَاةَ اْلفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ حُرٍّ اَوْ مَـمْلُوْكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ اَوْ صَاعًا مِنْ اَقِطٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ تَـمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ. فَلَمْ نَزَلْ نُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ اَبِيْ سُفْيَانَ حَاجًّا اَوْ مُعْتَمِرًا. فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَكَانَ فِيْمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ اَنْ قَالَ: اِنِّيْ اُرَى اَنَّ مُدَّيْنِ مِنْ سَمْرَاءِ الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ تَـمْرٍ. فَاَخَذَ النَّاسُ بِذٰلِكَ. قَالَ اَبُوْ سَعِيْدٍ: فَاَمَّا اَنَا فَلَا اَزَالُ اُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ اُخْرِجُهُ اَبَدًا مَا عِشْتُ. مسلم 2: 678
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW masih berada di tengah-tengah kami, biasa kami mengeluarkan zakat fithrah dari setiap anak kecil dan orang dewasa, merdeka atau budak, satu sha’ makanan atau satu sha’ keju, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ anggur kering. Kami selalu mengeluarkannya seperti itu, hingga Mu’awiyah bin Abu Sufyan datang ke kota kami (Makkah) untuk berhajji atau ‘umrah. Dia berbicara di atas mimbar kepada kaum muslimin. Diantara pidatonya, dia mengatakan, “Aku berpendapat, bahwa dua mud gandum Syam nilainya sebanding dengan satu sha’ kurma (1 sha’ = 4 mud). Maka orang-orang pun berpegang pada pendapat itu. Abu Sa’id berkata, “Sedangkan aku tetap mengeluarkan seperti dulu, selamanya sepanjang hidupku”. [HR Muslim juz 2, hal. 678, no. 18]
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ اَنَّ مُعَاوِيَةَ لَمَّا جَعَلَ نِصْفَ الصَّاعِ مِنَ اْلحِنْطَةِ عَدْلَ صَاعٍ مِنْ تَـمْرٍ اَنْكَرَ ذٰلِكَ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَقَالَ: لَا اُخْرِجُ فِيْهَا اِلَّا الَّذِى كُنْتُ اُخْرِجُ فِى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ صَاعًا مِنْ تَـمْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ اَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ اَوْ صَاعًا مِنْ اَقِطٍ. مسلم 2: 679
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy bahwa ketika Mu’awiyah menjadikan setengah sha’ hinthah (gandum yang kwalitasnya bagus) sama dengan satu sha’ kurma, maka Abu Sa’id mengingkari hal itu dan berkata, “Aku tidak akan mengeluarkan zakat fithrah, kecuali seperti yang biasa aku keluarkan pada masa Rasulullah SAW, yaitu satu sha’ kurma, atau satu sha’ anggur kering, atau satu sha’ gandum sya’ir, atau satu sha’ keju”. [HR Muslim juz 2, hal. 679, no. 21]
Boleh menerima pemberian yang tidak meminta.
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ اَبِيْهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يُعْطِى عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الْعَطَاءَ، فَيَقُوْلُ لَهُ عُمَرُ: اَعْطِهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَفْقَرَ اِلَيْهِ مِنِّى. فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ : خُذْهُ فَتَمَوَّلْهُ اَوْ تَصَدَّقْ بِهِ، وَمَا جَاءَكَ مِنْ هٰذَا الْمَالِ وَاَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ، وَمَا لَا، فَلَا تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ. قَالَ سَالِـمٌ: فَمِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ كَانَ ابْنُ عُمَرَ لَا يَسْأَلُ اَحَدًا شَيْئًا وَلَا يَرُدُّ شَيْئًا اُعْطِيَهُ. مسلم 2: 723
Dari Salim bin 'Abdullah,dari ayahnya ('Abdullah bin 'Umar) bahsawanya Rasulullah SAW pernah memberi pemberian kepada 'Umar bin Khaththab RA, lalu 'Umar berkata kepada beliau, "Berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan daripada saya". Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Terimalah saja sebagai hartamu, atau kamu bisa bersedeqah dengannya. Dan apa yang datang kepadamu seperti pemberian ini, sedangkan kamu tidak menginginkan dan tidak memintanya, maka terimalah. Adapun yang tidak begitu, maka janganlah kamu menuruti nafsumu". Salim berkata, "Oleh karena itu Ibnu 'Umar tidak pernah meminta sesuatu kepada seseorangpun dan tidak pula menolak sesuatu yang diberikan kepadanya". [HR. Muslim juz 2, hal. 723, no. 111].
~oO[ @ ]Oo~
0 notes
Text
#brosurjihad pagi
Ahad, 17 Januari 2021/3 Jumadil Tsania 1442 Brosur No. : 1883/1923/IA
Menjaga Persatuan
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, sesungguhnya kita sesama muslim, sesama mu'min adalah bersaudara. Persaudaraan yang diikat bukan dengan nasab keturunan, tetapi persaudaraan yang diikat oleh iman dan Islam. Walaupun berbeda nasab, suku bangsa, bahasa maupun berbeda warna kulit, tetapi asalkan orang tersebut orang Islam atau orang yang beriman, maka orang tersebut adalah saudara kita. Allah SWT berfirman :
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الحجرات: 10
Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. [QS. Al-Hujuraat : 10]
Suku Aus dan Khazraj di Madinah yang telah bertahun-tahun saling bermusuhan dan berperang, setelah mereka memeluk Islam, maka mereka menjadi hidup bersaudara, hidup rukun dan damai. Allah SWT berfirman :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهۤ اِخْوَانًا، وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا، كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ اٰيٰتِه لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ. ال عمران: 103
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [QS. Ali 'Imraan : 103]
Di dalam hadits juga disebutkan :
عَنْ اَبِى مُوْسَى قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَاْلبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. مسلم 4: 1999
Dari Abu Musa, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Orang mu'min dengan mu'min lainnya adalah seperti satu bangunan yang sebagiannya dengan bagian yang lain saling menguatkan" [HR. Muslim juz 4, hal. 1999]
Begitulah kaum muslimin apabila mau berpegang teguh kepada tali agama Allah kembali kepada tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Senang apabila saudaranya mendapat ni'mat, dan turut merasa susah apabila saudaranya mendapat mushibah, lalu berusaha untuk menolongnya.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِىْ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ اْلجَسَدِ، اِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ اْلجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَاْلحُمَّى. مسلم 4: 1999
Dari Nu'man bin Basyir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang, cinta-mencintai, serta memadu kasih ibarat satu tubuh, apabila ada anggota badan yang sakit maka seluruh tubuh akan ikut merasa sakit, dengan tidak bisa tidur dan demam". [HR. Muslim juz 4, hal. 1999]
عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. البخارى 1: 9
Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak beriman seseorang diantara kalian, sehingga dia cinta untuk saudaranya sebagaimana dia cinta untuk dirinya sendiri". [HR. Bukhari juz 1, hal. 9]
Untuk mewujudkan yang demikian itu Rasulullah SAW menuntunkan kita untuk saling menebarkan salam dan betul-betul mengharapkan keselamatan kita.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوا. اَوَلَا اَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ اِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ اَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ. مسلم 1: 74
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Kamu sekalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sehingga berkasih sayang. Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu perbuatan, apabila kalian melakukannya niscaya kalian saling berkasih sayang ? Tebarkanlah salam diantara kalian". [HR. Muslim juz 1, hal. 74]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَا تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، اَلَا اَدُلُّكُمْ عَلَى اَمْرٍ اِذَا اَنْتُمْ فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ اَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ. الترمذى 4: 156، رقم: 2829، هذا حديث حسن صحيح
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Demi Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah aku tunjukkan kepada kalian pada suatu perkara apabila kalian mengamalkannya kalian akan saling berkasih sayang ? Tebarkanlah salam diantara kalian !". [HR. Tirmidzi juz 4, hal. 156, no. 2829, hadits ini hasan shahih]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اُعْبُدُوا الرَّحْمٰنَ وَاَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَاَفْشُوا السَّلَامَ تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ بِسَلَامٍ. الترمذى 3: 188، رقم: 1916، و قال هذا حديث حسن صحيح
Dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Sembahlah Allah yang Maha Rahman, berikanlah makan, dan tebarkanlah salam, niscaya kalian masuk surga dengan selamat". [HR. Tirmidzi juz 3, hal. 188, no. 1916, dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih]
عَنْ اَبِى شُرَيْحٍ رضي الله عنه اَنَّهُ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِى بِشَيْءٍ يُوْجِبُ لِى اْلجَنَّةَ. قَالَ: طِيْبُ اْلكَلَامِ وَبَذْلُ السَّلَامِ وَاِطْعَامُ الطَّعَامِ. ابن حبان فى صحيحه 2: 257، رقم: 504
Dari Abu Syuraih RA, ia berkata, "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku sesuatu yang menyebabkan aku masuk surga". Beliau SAW bersabda, "(Yang menyebabkan kamu masuk surga yaitu) ucapan yang baik, menebarkan salam, dan memberi makan". [HR. Ibnu Hibban di dalam shahihnya juz 2, hal. 257, no. 504]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَاِذَا دَعَاكَ فَاَجِبْهُ، وَاِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَاِذَا عَطِسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَاِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَاِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ. مسلم 4: 1705
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Haqnya orang Islam atas orang Islam yang lain itu ada enam. Lalu (beliau) ditanya, "Apasaja enam itu ya Rasulullah ?". Beliau menjawab, "1. Apabila kamu bertemu dengannya ucapkanlah salam kepadanya, 2. Apabila dia mengundangmu maka datangilah, 3. Apabila dia minta nasehat kepadamu maka berilah nasehat, 4. Apabila dia bersin dan memuji Allah maka doakanlah dia, 5. Apabila dia sakit maka jenguklah, dan 6. Apabila dia meninggal maka antarkanlah jenazahnya". [HR. Muslim juz 4, hal. 1705]
عَنْ اَبِى اَيُّوْبَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَهْجُرَ اَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ. يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هٰذَا وَيُعْرِضُ هٰذَا. وَخَيْرُهُمَا الَّذِيْ يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ. مسلم 4: 1984
Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. (Apabila) keduanya bertemu, yang ini berpaling dan yang itu berpaling. Dan sebaik-baik dari keduanya itu ialah orang yang memulai mengucapkan salam". [HR. Muslim juz 4, hal. 1984]
Begitulah, untuk mewujudkan persatuan ini kita supaya saling mendo'akan, jangan bercerai-berai, jangan bertengkar, dan saling menjatuhkan sesama muslim. Allah SWT berfirman :
وَاَطِيْعُوا اللهَ وَرَسُوْلَه وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْا، اِنَّ اللهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ. الانفال: 46
Dan tha’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bershabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang shabar. [QS. Al-Anfaal : 46]
Dan sesama muslim adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَنَاجَشُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ. وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا. اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ، اَلتَّقْوَى هٰهُنَا. وَيُشِيْرُ اِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ الْمُسْلِمَ. كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ. مسلم 4: 1986
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling bersaing yang tidak sehat, janganlah saling membenci, janganlah saling membelakangi, janganlah seseorang diantara kalian menawar tawaran orang lain, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang Islam itu saudaranya orang Islam yang lain. Tidak boleh berlaku dhalim kepadanya, tidak boleh membiarkannya (dengan tidak mau menolongnya), dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu di sini". Beliau sambil mengisyaratkan ke dadanya, tiga kali. "Cukuplah seseorang itu berbuat jahat apabila ia merendahkan saudaranya orang Islam. Setiap orang Islam terhadap orang Islam yang lain adalah haram darahnya, harta bendanya dan kehormatannya. [HR. Muslim juz 4, hal. 1986]
عَنْ سَالِـمٍ عَنْ اَبِيْهِ، اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ. مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ اَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ. وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِـهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. مسلم 4: 1996
Dari Salim dari ayahnya, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Orang Islam itu saudaranya orang Islam yang lain, maka tidak boleh ia menganiayanya dan tidak boleh membiarkannya (dengan tidak mau menolongnya). Barangsiapa yang menolong kebutuhan saudaranya, maka Allah akan menolong kebutuhannya. Dan barangsiapa yang meringankan satu kesusahan orang muslim, Allah akan meringankan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahannya pada hari qiyamat. Dan barangsiapa yang menutup aib (cela) orang Islam, maka Allah akan menutup aib (cela)nya besok pada hari qiyamat”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1996]
Cukuplah seseorang berbuat jahat apabila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Oleh karena itu Allah SWT melarang kita saling mengolok-olok, saling mencela, saling menggunjing dan lain sebagainya. Allah SWT berfirman :
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ، وَلَا تَلْمِزُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِاْلاَلْقَابِ، بِئْسَ الاِسْمُ اْلفُسُوْقُ بَعْدَ اْلاِيْمَانِ، وَمَنْ لَّـمْ يَتُبْ فَاُولـٰۤئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ. الحجرات:11
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (memperolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang memperolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) fasik (kepada orang-orang yang) sudah beriman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim. [QS. Al-Hujuraat : 11]
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ، اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا، اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ، وَاتَّقُوا اللهَ، اِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ. الحجرات:12
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mempergunjingkan sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik terhadapnya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Hujuraat : 12]
Dan dalam hadits disebutkan :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اَتَدْرُوْنَ مَا اْلغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: اَفَرَأَيْتَ اِنْ كَانَ فِى اَخِى مَا اَقُوْلُ؟ قَالَ: اِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَاِنْ لَـمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ. مسلم 4: 2001
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda (kepada para shahabatnya), “Tahukah kalian apakah ghibah itu ?”. Para shahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “(Ghibah) ialah kamu menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang dia tidak suka”. Ada yang bertanya kepada beliau, “Bagaimana pendapat engkau jika keadaan saudaraku itu memang betul-betul seperti apa yang aku katakan ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Jika keadaan saudaramu itu betul seperti apa yang kamu katakan, maka sungguh kamu telah berbuat ghibah kepadanya. Dan jika (apa yang kamu katakan itu) tidak ada padanya, maka berarti kamu telah berbuat buhtan (kebohongan) kepadanya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2001]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ اْلحَدِيْثِ. وَلَا تَحَسَّسُوْا وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا تَنَافَسُوْا وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا. مسلم 4: 1985
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhkanlah diri kalian dari berprasangka (buruk), karena prasangka (buruk) itu adalah sedusta-dusta perkataan (hati), janganlah kalian mendengar-dengarkan (pembicaraan orang lain) dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kalian bersaing yang tidak sehat, janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling membenci dan janganlah saling membelakangi. Dan jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. [HR. Muslim juz 4, hal. 1985]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: لَا تَرْجِعُوْا بَعْدِى كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ. البخارى 8: 91
Dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ia mendengar Nabi SAW bersabda, “Janganlah sepeninggalku nanti kalian kembali kepada kekafiran, (yakni) sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lain”. [HR. Bukhari juz 8, hal. 91]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنه اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا. البخارى 8: 90
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengangkat senjata untuk memerangi kami, maka ia tidak termasuk golongan kami”. [HR. Bukhari juz 8, hal. 90]
عَنْ اَبِى بَكْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اِذَا اْلتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَاْلقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فِى النَّارِ. مسلم 4: 2214
Dari Abu Bakrah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan menghunus pedang masing-masing, maka orang yang membunuh dan yang di bunuh di neraka”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2214]
قَالَ عَبْدُ اللهِ قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ. البخارى 8: 91
‘Abdullah (bin Mas’ud) berkata : Nabi SAW bersabda, “Mencaci orang Islam itu merupakan kefasiqan, dan membunuhnya merupakan kekafiran”. [HR. Bukhari juz 8, hal. 91]
Maka kita sesama kaum muslimin tidak boleh saling membenci dan saling menjatuhkan, tetapi seharusnya kita saling bantu-membantu dan tolong-menolong. Di dalam hadits disebutkan :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ. البخارى 1: 8
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Orang muslim itu adalah orang yang orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah itu ialah orang yang berhijrah dari apa yang Allah melarang dari padanya”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 8]
Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, namun demikian syaithan selalu ingin menjerumuskan kita kepada kecelakaan dengan mengadu domba, menyebarkan berita-berita bohong, memfitnah, menimbulkan permusuhan dan peperangan.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: اِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ اَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّوْنَ فِى جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلٰكِنْ فِى التَّحْرِيْشِ بَيْنَهُمْ. مسلم 4: 2166
Dari Jabir, ia berkata : Saya mendengar Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya syaithan telah berputus-asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di Jazirah 'Arab ini, tetapi syaithan berusaha mengadu domba dan menebarkan permusuhan diantara mereka (kaum muslimin)". [HR. Muslim juz 4, hal. 2166]
Maka Allah SWT melarang kita mengikuti langkah-langkah syaithan. Allah SWT berfirman :
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ، وَمَنْ يَّتَّبِعْ خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ فَاِنَّه يَأْمُرُ بِالْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ، وَلَوْلَا فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُه مَا زَكىٰ مِنْكُمْ مِّنْ اَحَدٍ اَبَدًا وَّلٰكِنَّ اللهَ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَآءُ، وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. النور: 21
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaithan, maka sesungguhnya syaithan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. An-Nuur : 21]
Apabila kita saling menjaga persatuan dan saling tolong-menolong serta menghormati sesama kaum muslimin, niscaya Allah akan mencurahkan rahmat-Nya kepada kita :
Allah SWT berfirman di dalam surat At-Taubah : 71-72 sebagai berikut.
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ، يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلوٰةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكوٰةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَه، اُولـٰۤئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ، اِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ(71) وَعَدَ اللهُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَمَسٰكِنَ طَيِّبَةً فِيْ جَنّٰتِ عَدْنٍ، وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللهِ اَكْبَرُ، ذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ. التوبة : 71-72
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka tha'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (71)
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridlaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (72) [Q.S. At-Taubah: 71-72]
Demikianlah, semoga Allah SWT menyatukan hati kita kaum muslimin, dan semoga Allah mengampuni kita, "Aamiin".
~oO[ @ ]Oo~
0 notes
Text
##brosur jihad pagi
Ahad, 06 Desember 2020/21 Rabiul akhir 1442 Brosur No. : 2032/2072/IF
Apakah ma'mum harus membaca ta'awwudz dan basmalah ketika imam membaca jahr ?
Sebagaiman kita ketahui, bahwa membaca ta'awwudz itu diperintahkan ketika kita akan membaca Al-Qur'an. Firman Allah SWT :
فَاِ ذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰ نَ فَا سْتَعِذْ بِا للّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ النحل: 98
Apabila kamu akan membaca Al Qur'an, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk. [QS. An-Nahl : 98]
Jadi yang diperintahkan supaya memohon perlindungan dari godaan syaithan atau membaca ta'awwudz itu adalah orang yang akan membaca Al-Qur'an, sedangkan di dalam shalat, permulaan ayat yang dibaca adalah surat Al-Fatihah. Apabila kita shalat sendirian atau ketika kita menjadi imam, sudah tentu kita membaca ta'awwudz dan basmalah. Tetapi ketika kita menjadi ma'mum sedangkan imam membaca jahr, dan imam memulai bacaan jahrnya dengan "alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin", apakah kita harus membaca ta'awwudz dan basmalah sendiri ?
Sebelum kita melanjutkan pembahasan tentang hal itu, perlu terlebih dahulu kita bahas tentang "membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca jahr". Al-Fatihah adalah salah satu diantara rukun shalat, maka tidak sah shalat seseorang tanpa membaca Al-Fatihah. Hal ini berdasarkkan dalil sebagai berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. البخارى 1: 184
Dari ‘Ubadah bin Shaamit bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 184]
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ ص: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ. مسلم 1: 295
Dari 'Ubadah bin Shamit, (ia mengatakannya dari Nabi SAW), "Tidak (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah". [HR. Muslim juz 1, hal. 295]
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِاُمّ اْلقُرْا?نِ. مسلم 1: 295
Dari ‘Ubadah bin Shaamit bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah)”. [HR. Muslim juz 1, hal. 295]
Ulama sepakat tidak sah seseorang yang shalat tanpa membaca Al-Fatihah apabila ia shalat sendirian, atau menjadi imam. Namun mereka berbeda pendapat tentang membaca Al-Fatihah ketika menjadi ma'mum dikala imam membaca jahr. Perbedaan tersebut sebagai berikut :
1. Golongan pertama, berpendapat bahwa Makmum wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, sekalipun imamnya membaca jahr, dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: كُنَّا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِى الصَّلَاةِ الْفَجْرِ فَقَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ص فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ اْلقِرَاءَةُ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُوْنَ خَلْفَ اِمَامِكُمْ؟ قُلْنَا: نَعَمْ ه?ذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوْا اِلَّا بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْبِهَا. ابو داود 1: 217، رقم: 823
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata : Dahulu aku pernah shalat Shubuh di belakang Rasulullah SAW, lalu ketika beliau membaca, tiba-tiba bacaan beliau menjadi berat (karena terganggu). Maka setelah selesai, Rasulullah SAW bersabda, "Saya merasa barangkali ada diantara kalian yang membaca di belakang Imam kalian ?". Maka kami menjawab, "Betul ini ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian, kecuali membaca Al-Fatihah. Karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 217, no. 823]
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللهِ ص الصُّبْحَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ، فَلَّمَا انْصَرَفَ قَالَ: اِنّي لَاَرَاكُمْ تَقْرَؤُوْنَ مِنْ وَرَاءِ اِمَامِكُمْ. قَالَ قُلْنَا: اَجَلْ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ ه?ذَا. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا اِلَّا بِاُمّ الْقُرْا?نِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا. الدارقطنى 1: 318، رقم: 5. هذا اسْناد حسن
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata : Rasulullah SAW pernah (mengimami) shalat Shubuh, lalu bacaan beliau terasa berat (karena terganggu). Maka setelah selesai shalat beliau bersabda, "Sesungguhnya aku merasa bahwa ada diantara kalian membaca di belakang imam kalian". 'Ubadah bin Shaamit berkata : Kami menjawab, "Demi Allah, ini betul ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian lakukan yang demikian itu, kecuali membaca ummul Qur'an (Al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 318, no. 5, ia berkata : Ini sanadnya hasan]
2. Golongan kedua berpendapat, bahwa Makmum wajib mendengarkan bacaan Imam, berdasar firman Allah dan hadits-hadits Nabi SAW.
Firman Allah SWT :
وَ اِذَا قُرِئَ اْلقُرْا?نُ فَاسْتَمِعُوْا لَه وَ اَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الاعراف:204
Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah (perhatikanlah), agar kalian mendapat rahmat. [QS. Al-A'raf : 204]
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ. فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبّرُوْا. وَاِذَا قَرَأَ فَاَنْصِتُوْا. وَاِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالّيْنَ فَقُوْلُوْا آمِيْنَ. وَاِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا. وَاِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا: اَللّ?هُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. وَاِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا. وَاِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوْا جُلُوْسًا اَجْمَعِيْنَ. ابن ماجه 1: 276، رقم: 846
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diturut. Maka apabila dia bertakbir, bertakbirlah kalian. Apabila (imam) membaca (Al-Qur'an), maka diam dan perhatikanlah. Apabila (imam) telah membaca "ghoiril maghdluubi 'alaihim waladldloolliin", maka ucapkanlah "aamiin". Apabila imam ruku', maka ruku'lah kalian. Apabila imam membaca "sami'alloohu liman hamidah", maka ucapkanlah "alloohumma robbanaa wa lakal hamdu". Apabila imam sujud, maka sujudlah kalian. Dan apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian semua dengan duduk". [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 276, no. 846]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِاْلقِرَاءَةِ. فَقَالَ: هَلْ قَرَأَ مَعِى اَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: اِنّى اَقُوْلُ مَالِى اُنَازَعُ اْلقُرْا?نَ؟ قَالَ: فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ اْلقِرَاءَةِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص فِيْمَا جَهَرَ فِيْهِ النَّبِيُّ ص بِاْلقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذ?لِكَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ص. ابو داود 1: 218، رقم: 826
Dari Abu Hurairah, bahwasanya pernah Rasulullah SAW setelah selesai dari satu shalat yang beliau baca dengan jahr (nyaring), lalu beliau bersabda, "Apakah tadi diantara kalian ada yang membaca bersamaku ?". Lalu ada seorang laki-laki menjawab, "Betul, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Aku bertanya, mengapa aku dilawan dalam membaca Al-Qur'an ?". (Perawi) berkata, "Sesudah itu orang-orang berhenti dari membaca bersama Rasulullah SAW diwaktu shalat yang Nabi SAW membacanya dengan jahr (nyaring) setelah mereka mendengar yang demikian itu dari Rasulullah SAW". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 218, no. 826]
3. Golongan ketiga berpendapat, bahwa makmum tidak boleh membaca apapun termasuk Al-Fatihah dibelakang imam, baik imamnya membaca jahr maupun sir; karena menurut pendapat mereka bacaan imam adalah bacaan makmumnya pula, maka dengan bacaan Imam itu sudah mencakup bagi seluruh makmumnya. Dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ كَانَ لَهُ اِمَامٌ فَقِرَاءَةُ اْلاِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ. الدارقطنى 1: 323، رقم: 1
Dari 'Abdullah bin Syaddaad dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa (shalat) bersama imam maka bacaan imam itu jadi bacaan baginya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 323, no. 1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْهَادِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ ص وَخَلْفَهُ رَجُلٌ يَقْرَأُ، فَنَهَاهُ رَجُلٌ مِنْ اَصْحَابِ النَّبِيّ ص. فَلَمَّا انْصَرَفَ تَنَازَعَا، فَقَالَ: اَتَنْهَانِي عَنِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ص؟ فَتَنَازَعَا حَتَّى بَلَغَ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ صَلَّى خَلْفَ اِمَامٍ فَاِنَّ قِرَاءَتَهُ لَهُ قِرَاءَةٌ. االدارقطنى 1: 324، رقم: 2
Dari 'Abdullah bin Syaddaad bin Al-Haad, dari Jabir bin 'Abdullah, ia berkata : Pernah Rasulullah SAW shalat mengimami kami, sedangkan di belakang beliau ada seorang laki-laki yang membaca, lalu salah seorang dari shahabat Nabi SAW mencegahnya. Setelah selesai shalat lalu kedua orang tersebut saling berbantah. Orang yang membaca di belakang Nabi SAW itu berkata, "Mengapa kamu melarangku membaca di belakang Rasulullah SAW ?". Kedua orang tersebut masih saling berbantah, sehingga hal itu sampai kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa shalat di belakang imam, maka sesungguhnya bacaan imam itu menjadi bacaan baginya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 323, no 2]
Demikianlah tentang membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca dengan jahr.
Adapun kami condong kepada pendapat golongan kedua, yaitu : Bahwa seorang makmum dibelakang imam yang membaca dengan jahr (nyaring), maka ia wajib diam dan memperhatikan bacaan imam tersebut.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah, itu maksudnya ialah :
1. Bagi imam, baik ia membaca jahr atau sirr.
2. Bagi makmum yang imamnya membaca dengan sirr, atau meskipun imamnya membaca dengan jahr tetapi ia tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu jauh).
3. Bagi orang yang shalat munfarid (sendirian).
Setelah kita mengetahui perbedaan pendapat tentang membaca Al-Fatihah di belakang imam, maka kita mengetahui pula tentang membaca ta'awwudz dan basmalah di belakang imam yang membaca jahr. Bagi yang berpendapat pertama tentu mereka membacanya. Dan bagi yang berpendapat ketiga tentu mereka tidak membacanya. Yang menjadi permasalahan adalah bagi pendapat kedua yang imamnya membaca jahr dimulai dari "Alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin".
'Ulama sepakat bahwa surat Al-Fatihah itu terdiri dari 7 ayat. Namun 'ulama berbeda pendapat apakah "bismillaahir rohmaanir rohiim" itu termasuk ayat dari surat Al-Fatihah ataukah di luar surat Al-Fatihah, sebagaimana basmalah pada surat-surat Al-Qur'an yang lain. Ada yang berpendapat bahwa "bismillaahir rohmaanir rohiim" adalah ayat pertama dari surat Al-Fatihah, dan ayat ke-7 nya adalah "shirootholladziina an'amta 'alaihim 'ghoiril maghdluubi 'alaihim waladldloolliin". Dan ada pula yang berpendapat bahwa ayat pertama surat Al-Fatihah adalah, "alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin" dan ayat ke-7 nya "ghoiril maghdluubi 'alaihim waladldloolliin".
Begitulah perbedaan 'ulama tentang basmalah, namun mereka semua sepakat bahwa Al-Fatihah terdiri dari 7 ayat. Dan 'ulama sepakat bahwa ta'awwudz dan basmalah dibaca sebelum membaca Al-Fatihah. Adapun imam yang membaca jahr, basmalahnya dibaca jahr atau sirr ? Dalam hal ini ada beberapa riwayat, diantaranya sebagai berikut :
عَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ. الدارقطنى 1: 307، رقم: 20
Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi SAW membaca Bismillaahir rohmaanir rohiim dengan jahr. [HR. Daraquthni juz 1, hal. 307, no. 20]
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَجْهَرُ بِاْلقِرَاءَةِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ. الدارقطنى 1: 309، رقم: 26
Dari Anas, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW membaca Bismillaahir rohmaanir rohiim dengan jahr. [HR. Daraquthni juz 1, hal. 309, no. 26]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا قَرَأْتُمُ اْلحَمْدُ ِللهِ فَاقْرَءُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ. اِنَّهَا اُمُّ اْلقُرْا?نِ وَ اُمُّ اْلكِتَابِ وَ السَّبْعُ الْمَثَانِى وَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ اِحْدَاهَا. الدارقطنى 1: 312
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian membaca Alhamdu lillaah (Al-Fatihah), maka bacalah Bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya Al-Fatihah itu adalah Ummul Qur’an, Ummul Kitab dan Tujuh (ayat) yang diulang-ulang, dan Bismillaahir rohmaanir rohiim adalah salah satu dari padanya”. [HR. Daraquthni juz 1, hal. 312, no. 36, hadits ini diperselisihkan tentang marfu'nya]
عَنْ اَنَسٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ اَبِى بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ فَلَمْ اَسْمَعْ اَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ. مسلم 1: 299
Dari Anas, ia berkata : Aku pernah shalat bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, maka aku tidak mendengar seorangpun dari mereka itu membaca Bismillaahir rohmaanir rohiim”. [HR. Muslim juz 1, hal. 299]
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبيّ ص وَ اَبِى بَكْرٍ وَ عُمَرَ وَ عُثْمَانَ فَكَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ بِاْلحَمْدُ لِلّ?هِ رَبّ اْلعَالَمِيْنَ. لَا يَذْكُرُوْنَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْم?نِ الرَّحِيْمِ فِى اَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَ لَا فِى ا?خِرِهَا. مسلم 1: 299
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku pernah shalat di belakang Nabi SAW, Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, maka mereka itu memulai dengan Alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin. Mereka tidak menyebut Bismillaahir rohmaanir rohiim di permulaan bacaan dan tidak pula pada akhirnya (Basmalah untuk mulai membaca surat). [HR. Muslim juz 1, hal. 299].
Dari riwayat-riwayat di atas bisa kita fahami bahwa bacaan Basmalah itu terkadang dibaca Jahr (nyaring), dan terkadang dibaca Sirr (tidak nyaring).
Setelah kita mengetahui bahwa imam ada yang membaca basmalah dengan jahr, dan ada yang membaca dengan sirr, lalu bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh ma'mum apabila imamnya memulai membaca jahr dari "alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin" ? Apakah ma'mum membaca ta'awwudz dan basmalah sendiri, ataukah ma'mum tidak perlu membaca ? Jawabnya adalah, "Apabila ma'mum mendapati imam yang memulai membaca jahr dari "alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin", maka ma'mum tidak usah membaca ta'awwudz dan basmalah sendiri".
Kesimpulan :
Pada shalat-shalat jahriyah (imam membaca Al-Fatihah dan surat dengan jahr), kewajiban ma'mum adalah mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam tersebut. Maka apabila imam membaca Al-Fatihah dengan jahr, yang wajib membaca ta'awwudz dan basmalah adalah imamnya, ma'mum tidak perlu membaca ta'awwudz dan basmalah sendiri. Adapun pada reka'at ketiga dan keempat, ketika imamnya membaca dengan sirr, barulah ma'mum membaca ta'awwudz, basmalah dan Al-Fatihah. Walloohu a'lam.
~oO[ @ ]O
0 notes
Text
#brosur_jihadpagi
Ahad, 22 Nopember 2020/07 Rabiul akhir 1442 Brosur No. : 2030/2070/IF
Shalat Berjama'ah (ke-5)
Ma’mum masbuq
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِيْ قَتَادَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّى مَعَ النَّبِيِّ ﷺ اِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ الرِّجَالِ. فَلَمَّا صَلَّى قَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوْا: اِسْتَعْجَلْنَا اِلَى الصَّلَاةِ. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا، اِذَا اَتَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ، فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَاَتِـمُّوْا. البخارى1: 156
Dari 'Abdullah bin Abu Qatadah dari ayahnya, ia berkata : Ketika kami shalat bersama Nabi SAW, tiba-tiba beliau mendengar keributan orang-orang. Setelah selesai shalat, beliau bersabda, "Ada apa kalian tadi ?". Mereka menjawab, "Kami tergesa-gesa untuk shalat". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian. Apabila kalian datang untuk shalat, maka hendaklah kalian tenang. Apa yang kalian dapatkan, maka shalatlah (bersama imam), dan apa yang terlewatkan (ketinggalan), maka sempurnakanlah". [HR. Bukhari, juz 1, hal. 156]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: اِذَا سَمِعْتُمُ اْلاِقَامَةَ فَامْشُوْا اِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَاْلوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوْا، فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَاَتِـمُّوْا. البخارى1: 156
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, "Apabila kalian telah mendengar iqamah, maka berjalanlah untuk shalat (berjama'ah) dengan tenang dan tenteram, jangan tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan, maka shalatlah kalian (bersama imam), dan apa yang terlewatkan (ketinggalan) maka sempurnakanlah". [HR. Bukhari, juz 1, hal. 156]
عَنْ اَبِيْ سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ اَنَّ اَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: اِذَا اُقِيْمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوْهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوْهَا تَـمْشُوْنَ وَعَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةُ. فَمَا اَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا، وَمَا فَاتَكُمْ فَاَتِـمُّوْا. مسلم 1: 420
Dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman, bahwasanya Abu Hurairah berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Apabila shalat sudah diiqamati, maka janganlah kalian datang dengan tergesa-gesa, tetapi datanglah berjalan dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan, shalatlah (bersama imam), dan apa yang terlewatkan, maka sempurnakanlah”. [HR. Muslim juz 1, hal. 420, no. 151]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِذَا جِئْتُمْ اِلىَ الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلَا تَعُدُّوْهَا شَيْئًا. وَمَنْ اَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ اَدْرَكَ الصَّلَاةَ. ابو داود 1: 236، رقم 893
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian datang untuk shalat sedang kami dalam keadaan sujud, maka bersujudlah kalian. Dan janganlah dihitung (satu rekaat). Dan barangsiapa mendapatkan satu rekaat, berarti ia mendapatkan shalat itu". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 236, no. 893].
عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِيْ طَالِبٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَا: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِذَا اَتَى اَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ وَاْلاِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ اْلاِمَامُ. الترمذى 2: 51، رقم 588
Dari Ali bin Abu Thalib dan Mu'adz bin Jabal, mereka berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian datang untuk shalat sedangkan imam dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat sebagaimana yang diperbuat imam". [HR. At-Tirmidzi juz 2, hal. 51, no. 588]
Keterangan :
Apabila kita menjadi ma’mum masbuq, maka hendaklah kita berbuat sebagaimana yang diperbuat imam, misalnya : imam dalam keadaan sujud, maka setelah kita takbiratul ihram lalu sujud sebagaimana yang diperbuat imam, atau jika imam dalam keadaan ruku' maka setelah kita takbiratul ihram lalu kita ruku', tetapi yang demikian itu jangan dihitung satu rekaat. Kemudian setelah imam salam, kita tidak ikut salam, tetapi bangkit berdiri untuk menyempurnakan rekaat yang ketinggalan tersebut.
Orang yang sudah shalat munfarid maupun jama'ah, boleh mengikuti shalat jama'ah lagi
عَنْ جَابِرِ بْنِ يَزِيْدَ بْنِ الْاَسْوَدِ الْعَامِرِيِّ، عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ حَجَّتَهُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِيْ مَسْجِدِ الخَيْفِ. قَالَ: فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ وَانْحَرَفَ اِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ فِيْ اُخْرَى القَوْمِ لـَمْ يُصَلِّيَا مَعَهُ. فَقَالَ: عَلَيَّ بِـهِمَا. فَجِيْءَ بِـهِمَا تُرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا. فَقَالَ: مَا مَنَعَكُمَا اَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا؟ فَقَالَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا كُنَّا قَدْ صَلَّيْنَا فِيْ رِحَالِنَا. قَالَ: فَلَا تَفْعَلَا، اِذَا صَلَّيْتُمَا فِيْ رِحَالِكُمَا ثُـمَّ اَتَيْتُمَا مَسْجِدَ جَمَاعَةٍ فَصَلِّيَا مَعَهُمْ، فَاِنَّهَا لَكُمَا نَافِلَةٌ. الترمذى 1: 140، رقم: 219، حديث حسن صحيح
Dari Jabir bin Yazid bin Al-Aswad Al-'Aamiriy, dari ayahnya, ia berkata : Saya ikut berhajji bersama Nabi SAW, lalu saya shalat Shubuh bersama beliau di masjid Al-Khaif. Setelah Rasulullah SAW selesai shalat, beliau mengetahui ada dua orang dari kaum lain yang tidak ikut shalat, maka beliau bersabda, "Suruhlah mereka datang kemari !". Lalu mereka dibawa dalam keadaan gemetar daging rusuk mereka. Beliau bersabda, "Apa yang menghalangi kalian berdua untuk shalat bersama kami ?". Mereka menjawab, "Kami sudah shalat ditempat kami". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat demikian. Apabila kalian telah shalat di rumah kalian, kemudian kalian mendapati di masjid sedang shalat berjama'ah, maka hendaklah kalian ikut shalat berjama'ah, karena yang demikian itu menjadi shalat sunnah bagi kalian". [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 140, no. 219, ini hadits hasan shahih]
Memutus jama'ah lalu melanjutkannya dengan shalat munfarid
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّى مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ثُـمَّ يَأْتِى فَيَؤُمُّ قَوْمَهُ، فَصَلَّى لَيْلَةً مَعَ النَّبِيِّ ﷺ اْلعِشَاءَ ثُـمَّ اَتَى قَوْمَهُ فَاَمَّهُمْ فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ، ثُـمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ، فَقَالُوْا لَهُ اَنَافَقْتَ يَا فُلَانُ؟ قَالَ: لَا، وَاللهِ وَلَاٰتِيَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ فَلَاُخْبِرَنَّهُ. فَاَتَى رَسُوْلَ اللهِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّا اَصْحَابُ نَوَاضِحَ نَعْمَلُ بِالنَّهَارِ وَاِنَّ مُعَاذًا صَلَّى مَعَكَ اْلعِشَاءَ ثُـمَّ اَتَى فَافْتَتَحَ بِسُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ عَلَى مُعَاذٍ فَقَالَ: يَا مُعَاذُ اَفَتَّانٌ اَنْتَ؟ اِقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ بِكَذَا. مسلم 1: 339
Dari Jabir, ia berkata : Dahulu Mu’adz biasa shalat bersama Nabi SAW, kemudian datang lalu mengimami kaumnya (di kampung mereka). Pernah pada suatu malam ia shalat ‘Isyak bersama Nabi SAW, kemudian datang kepada kaumnya lalu mengimami mereka. Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah. Maka ada salah seorang berpaling ~memutus shalatnya~ kemudian shalat sendirian, lalu pergi. Kemudian orang-orang berkata kepadanya, “Hai Fulan, apakah engkau menjadi munafiq ?”. Ia menjawab, “Tidak, demi Allah ! Sungguh aku akan menghadap Rasulullah SAW dan kuceritakan hal ini”. Kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya kami ini orang-orang pekerja, kami bekerja di siang hari, sesungguhnya Mu’adz setelah shalat ‘Isyak bersama tuan lalu ia datang (mengimami kami). Ia memulai dengan membaca surat Al-Baqarah”. Lalu Rasulullah SAW berpaling kepada Mu’adz, beliaiu bersabda, "Hai Mu'adz ! Apakah engkau hendak menjadi tukang penyusah ? Bacalah surat ini dan ini". [HR. Muslim, juz 1, hal 339, no. 178]
عَنْ جَابِرِ اَنَّهُ قَالَ: صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ اْلاَنْصَارِيُّ لِاَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ، فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ. فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى. فَاُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ. فَقَالَ: اِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذٰلِكَ الرَّجُلَ، دَخَلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَاَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: اَتُرِيْدُ اَنْ تَكُوْنَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ؟ اِذَا اَمَـمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلاَعْلٰى، وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ، وَالَّيْلِ اِذَا يَغْشٰى. مسلم 1: 340
Dari Jabir bahwasanya ia berkata, "Mu'adz bin Jabal Al-Anshariy pernah mengimami shahabat-shahabatnya shalat ‘Isyak, ia membaca surat yang panjang. Lalu ada seorang laki-laki diantara kami yang memutus, lalu ia shalat sendiri. Kemudian Mu’adz diberitahu tentang hal itu, lalu Mu’adz berkata, “Dia munafiq”. Setelah perkataan Mu’adz itu sampai kepada laki-laki tersebut, lalu ia menghadap kepada Rasulullah SAW menyampaikan apa yang dikatakan Mu’adz. Maka Nabi SAW bersabda kepada Mu’adz, "Ya Mu'adz, apakah kamu hendak menjadi tukang penyusah ? Apabila kamu mengimami orang banyak, maka bacalah surat Wasy syamsi wa dluhaahaa, atau Sabbihisma robbikal a'laa, atau Iqro' bismirobbika, atau wallaili idzaa yaghsyaa". [HR. Muslim juz 1, hal. 340, no. 179]
Keterangan :
Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa : Agama memberi kelonggaran bagi seseorang untuk memutus dari jama'ah lalu melaksanakan shalat sendirian melanjutkan kekurangannya apabila dirasanya imam berlebih-lebihan menurut pertimbangan agama dalam shalat tersebut, mungkin surat yang dibacanya terlalu panjang atau karena hal lain yang bersangkutan dengan shalat itu, misalnya :
* Sang imam salah dalam rukun shalat; yang seharusnya ia berdiri untuk rakaat yang terakhir pada shalat yang empat rakaat, tetapi ia duduk untuk tasyahhud akhir karena lupa dan walaupun telah diperingatkan dengan ucapan "subhaanallooh" (bila ma’mumnya laki-laki) atau dengan bertepuk tangan (kalau ma’mumnya wanita), namun ia tetap duduk. Maka bila terjadi demikian, ma’mum boleh memilih apakah ia memutus dari shalat jama'ah itu dan melanjutkan sendiri atau duduk mengikuti imam dan setelah imam salam ia melanjutkan kekurangan yang satu rakaat tersebut.
* Atau bila imam tidak tertib dalam menjalankan shalatnya, misalnya ; terlalu cepat dalam tiap-tiap bacaan maupun perubahan dari rukun ke rukun sehingga menghilangkan kekhusyu'an dan thuma'ninah shalat tersebut, maka ma’mum boleh untuk memutus dari jamaah lalu shalat sendiri dengan baik.
Larangan saling mengeraskan bacaan ketika shalat
عَنْ الْبَيَاضِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ خَرَجَ عَلَى النَّاسِ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ، وَقَدْ عَلَتْ اَصْوَاتُـهُمْ بِالْقِرَاءَةِ، فَقَالَ: اِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِيْ رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِـمَا يُنَاجِيْهِ بِهِ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْاٰنِ. مالك فى الموطأ 1: 80
Dari Al-Bayaadliy bahwasanya Rasulullah SAW keluar mendatangi para shahabat yang sedang shalat (malam), mereka mengeraskan suara bacaan, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat dengan Tuhannya, maka hendaklah ia memperhatikan apa yang ia munajatkan kepada-Nya, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan Al-Qur’an atas sebagian yang lain, karena mengganggu yang lain”. [HR. Maalik dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 80]
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: اِعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ ﷺ فِي الْمَسْجِدِ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوْن بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِيْ قُبَّةٍ لَهُ، فَكَشَفَ السُّتُوْرَ، وَقَالَ: اِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ، اَوْ قَالَ: فِي الصَّلَاةِ. احمد 4: 187، رقم: 11896
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW beri’tikaf di masjid, beliau berada di dalam kemahnya, lalu beliau mendengar para shahabat mengeraskan bacaan ketika shalat, maka beliau membuka tirai dan bersabda, “Ketahuilah, sesunguhnya masing-masing kalian sedang bermunajat kepada Tuhan nya, maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaannya, ketika shalat”. [HR. Ahmad juz 4, hal. 187, no. 11896]
Membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca jahr.
Tentang ma'mum wajib membaca Al-Fatihah atau tidak, apabila Imam membaca dengan jahr, disini ulama' berbeda pendapat. Masing-masing mempunyai alasan yang secara ringkas sebagai berikut :
1. Golongan pertama berpendapat bahwa ma’mum wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, meskipun imamnya membaca jahr, dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: كُنَّا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِى الصَّلَاةِ الْفَجْرِ فَقَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ اْلقِرَاءَةُ. فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: لَعَلَّكُمْ تَقْرَءُوْنَ خَلْفَ اِمَامِكُمْ؟ قُلْنَا: نَعَمْ هٰذَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوْا اِلَّا بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَـمْ يَقْرَأْبِـهَا. ابو داود 1: 217، رقم: 823
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata : Dahulu aku pernah shalat Shubuh di belakang Rasulullah SAW, lalu ketika beliau membaca, tiba-tiba bacaan beliau menjadi berat (karena terganggu). Maka setelah selesai shalat, Rasulullah SAW bersabda, "Saya merasa barangkali ada diantara kalian yang membaca di belakang Imam kalian ?". Kami menjawab, "Betul ini ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat begitu, kecuali membaca Al-Fatihah, karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 217, no. 823]
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللهِ ﷺ الصُّبْحَ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ، فَلَّمَا انْصَرَفَ قَالَ: اِنِّيْ لَاَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ مِنْ وَرَاءِ اِمَامِكُمْ. قَالَ قُلْنَا: اَجَلْ وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ هٰذَا. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا اِلَّا بِاُمِّ الْقُرْاٰنِ، فَاِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَـمْ يَقْرَأْ بـِهَا. الدارقطنى 1: 318، رقم: 5. هذا اسناد حسن
Dari 'Ubadah bin Shaamit, ia berkata : Rasulullah SAW pernah (mengimami) shalat Shubuh, lalu bacaan beliau terasa berat (karena terganggu). Maka setelah selesai shalat beliau bersabda, "Sesungguhnya aku merasa bahwa ada diantara kalian membaca di belakang imam kalian". 'Ubadah bin Shaamit berkata : Kami menjawab, "Demi Allah, ini betul ya Rasulullah". Beliau bersabda, "Janganlah kalian berbuat begitu, kecuali membaca ummul Qur'an (Al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 318, no. 5, ia berkata : Ini sanadnya hasan]
2. Golongan kedua berpendapat, bahwa ma’mum wajib mendengarkan bacaan Imam, berdasar firman Allah dan hadits-hadits Nabi SAW.
Firman Allah SWT :
وَاِذَا قُرِئَ اْلقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَه وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ. الاعراف:204
Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah agar kalian mendapat rahmat. [QS. Al-A'raaf : 204]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِنَّـمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَـمَّ بِهِ، فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا، وَاِذَا قَرَأَ فَاَنْصِتُوْا، وَاِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ، فَقُوْلُوا: اٰمِيْنَ. وَاِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا، وَاِذَا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُوْلُوْا اَللّٰهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ، وَاِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا، وَاِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوْا جُلُوْسًا اَجْمَعِيْنَ. ابن ماجه 1: 276، رقم: 846
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diturut, maka apabila imam bertakbir, bertakbirlah kalian, apabila imam membaca, maka diamlah (mendengarkan), apabila imam membaca “ghoiril maghdluubi ‘alaihim wa ladldloolliin”, ucapkanlah “aamiin”. Apabila imam ruku’, maka ruku’lah kalian, apabila imam mengucap, “Sami’alloohu liman hamidah”, maka ucapkanlah, “Alloohumma robbanaa wa lakal hamdu”, apabila imam bersujud, maka bersujudlah kalian, dan apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu sekalian dengan duduk”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 276, no. 846]
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ اِنْصَرَفَ مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِاْلقِرَاءَةِ، فَقَالَ: هَلْ قَرَأَ مَعِيْ اَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفًا؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: اِنّيْ اَقُوْلُ مَالِيْ اُنَازَعُ اْلقُرْاٰنَ؟ قَالَ: فَانْتَهَى النَّاسُ عَنِ اْلقِرَاءَةِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِيْمَا جَهَرَ فِيْهِ النَّبِيُّ ﷺ بِاْلقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذٰلِكَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. ابو داود 1: 218، رقم: 826
Dari Abu Hurairah, bahwasanya pernah Rasulullah SAW setelah selesai dari melaksanakan shalat yang beliau baca dengan jahr (nyaring), lalu beliau bersabda, "Apakah tadi diantara kalian ada yang membaca bersamaku ?". Lalu ada seorang laki-laki menjawab, "Betul, ya Rasulullah". Rasulullah SAW bersabda, "Aku bertanya, mengapa aku dilawan dalam membaca Al-Qur'an ?". (Abu Hurairah) berkata, "Setelah peristiwa itu orang-orang berhenti dari membaca bersama Rasulullah SAW diwaktu shalat yang Nabi SAW membacanya dengan jahr setelah mereka mendengar yang demikian itu dari Rasulullah SAW". [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 218, no. 826]
3. Golongan ketiga berpendapat, bahwa ma’mum tidak boleh membaca apapun termasuk Al-Fatihah dibelakang imam, baik imamnya membaca jahr maupun sir; karena menurut pendapat mereka bacaan imam adalah bacaan ma’mumnya pula, maka dengan bacaan Imam itu sudah mencakup bagi seluruh ma’mumnya. Dengan alasan sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ كَانَ لَهُ اِمَامٌ فَقِرَاءَةُ اْلاِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ. الدارقطنى 1: 323، رقم: 1
Dari 'Abdullah bin Syaddaad dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa (shalat) bersama imam, maka bacaan imam itu menjadi bacaan baginya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 323, no. 1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شَدَّادِ بْنِ الْـهَادِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ وَخَلْفَهُ رَجُلٌ يَقْرَأُ، فَنَهَاهُ رَجُلٌ مِنْ اَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ. فَلَمَّا انْصَرَفَ تَنَازَعَا، فَقَالَ: اَتَنْهَانِيْ عَنِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ؟ فَتَنَازَعَا حَتَّى بَلَغَ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ صَلَّى خَلْفَ اِمَامٍ فَاِنَّ قِرَاءَتَهُ لَهُ قِرَاءَةٌ. االدارقطنى 1: 324، رقم: 2
Dari 'Abdullah bin Syaddaad bin Al-Haad, dari Jabir bin 'Abdullah, ia berkata : Pernah Rasulullah SAW shalat mengimami kami, sedangkan di belakang beliau ada seorang laki-laki yang membaca, lalu salah seorang dari shahabat Rasulullah SAW mencegahnya. Setelah selesai shalat lalu kedua orang tersebut saling berbantah. Orang yang membaca di belakang Rasulullah SAW itu berkata, "Mengapa kamu melarangku membaca di belakang Rasulullah SAW ?". Kedua orang tersebut masih saling berbantah, sehingga hal itu sampai kepada Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa shalat di belakang imam, maka sesungguhnya bacaan imam itu menjadi bacaan baginya". [HR. Daraquthni juz 1, hal. 323, no 2]
Keterangan :
Demikianlah tentang membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca dengan jahr.
Adapun kami condong kepada pendapat golongan kedua, yaitu : Bahwa seorang ma’mum dibelakang Imam yang membaca dengan jahr (nyaring) maka ia wajib diam dan memperhatikan bacaan imam tersebut, sebagaimana keterangan di atas.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah itu maksudnya ialah :
1. Bagi imam, baik ia membaca jahr atau sirr.
2. Bagi ma’mum yang imamnya membaca dengan sirr atau meskipun jahr tetapi tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu jauh).
3. Bagi orang yang shalat munfarid (sendirian).
Walloohu a’lam.
Bersambung .......
0 notes
Text
Sujud Sahwi, sujud Syukur dan sujud Tilawah
Sujud Sahwi :
Sujud Sahwi adalah sujud karena lupa, maksudnya : sujud dua kali karena terlupa salah satu rukun shalat, baik kelebihan maupun kekurangan dalam melaksanakannya.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُحَيْنَةَ اْلاَسْدِيِّ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَامَ فِيْ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوْسٌ فَلَمَّا اَتَـمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ يُكَبِّرُ فِيْ كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ اَنْ يُسَلِّمَ وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنَ اْلجُلُوْسِ. مسلم 1: 399
Dari Abdullah bin Buhainah Al-Asdiy bahwasanya Rasulullah SAW pernah bangkit berdiri dalam shalat Dhuhur padahal mestinya duduk (attahiyyat awwal), maka setelah selesai shalat, beliau masih dalam keadaan duduk, sebelum salam beliau bersujud dua kali, dan beliau bertakbir pada tiap-tiap sujud dan para makmum juga mengerjakan sebagaimana yang dikerjakan beliau untuk mengganti duduk (attahiyyat) yang terlupa itu". [HR. Muslim juz 1, hal. 399, no. 86].
قَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ: صَلَّى لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ صَلَاةَ اْلعَصْرِ فَسَلَّمَ فِيْ رَكْعَتَيْنِ، فَقَامَ ذُو اْليَدَيْنِ فَقَالَ: اَقُصِرَتِ الصَّلَاةُ يَا رَسُوْلَ اللهِ اَمْ نَسِيْتَ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: كُلُّ ذٰلِكَ لَـمْ يَكُنْ. فَقَالَ: قَدْ كَانَ بَعْضُ ذٰلِكَ يَارَسُوْلَ اللهِ. فَاَقْبَلَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ: اَصَدَقَ ذُو اْليَدَيْنِ؟ فَقَالُوْا: نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. فَاَتَـمَّ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ، مَا بَقِيَ مِنَ الصَّلَاةِ ثُـمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ بَعْدَ التَّسْلِيْمِ. مسلم 1: 404
Telah berkata Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah shalat 'Ashar menjadi imam bagi kami, lalu beliau salam setelah 2 raka'at, maka berdirilah (seorang shahabat yang panggilannya) Dzul-yadain dan bertanya: "Ya Rasulullah ! Apakah shalat ini diqashar atau engkau lupa ?" Rasulullah SAW menjawab, "Semua itu tidak terjadi". Dia berkata : "Ya Rasulullah ! salah satu dari (dua) itu telah terjadi". Lalu Rasulullah SAW menghadap kepada para shahabat sambil bertanya, "Benarkah Dzulyadain ?". Jawab para shahabat, "Betul, ya Rasulullah". Kemudian Rasulullah SAW menyempurnakan shalat yang kurang itu, ketika beliau masih dalam keadaan duduk, lalu sujud dua kali sesudah salam. [HR. Muslim juz 1, hal. 404, no. 99]
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ صَلَّى اْلعَصْرَ فَسَلَّمَ فِيْ ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ ثُـمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَقَامَ اِلَيْهِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ اْلخِرْبَاقُ وَكَانَ فِيْ يَدَيْهِ طُوْلٌ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَذَكَرَ لَهُ صَنِيْعَهُ فَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى انْتَهَى اِلَى النَّاسِ فَقَالَ: اَصَدَقَ هٰذَا؟ قَالُوْا: نَعَمْ. فَصَلَّى رَكْعَةً ثُـمَّ سَلَّمَ ثُـمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُـمَّ سَلَّمَ. مسلم 1: 404
Dari 'Imran bin Hushain bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat 'Ashar lalu salam pada raka'at ketiga, kemudian beliau masuk ke rumahnya. Maka seorang shahabat yang bernama Khirbaq (yang panjang dua tangannya) memanggil Rasulullah SAW sambil menceritakan kejadian itu, maka Rasulullah SAW keluar dengan marah sambil menyeret rida'nya hingga sampai kepada orang banyak, lalu bertanya, "Betulkah orang ini ?" Para shahabat menjawab, "Betul". Kemudian Rasulullah SAW shalat satu raka'at, lalu salam, kemudian sujud (Sahwi) dua kali kemudian salam (lagi). [HR. Muslim juz 1, hal. 404, no. 101]
قَالَ عَبْدُ اللهِ: صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ ﷺ خَمْسًا، فَلَمَّا انْفَتَلَ تَوَشْوَشَ اْلقَوْمُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، هَلْ زِيْدَ فِى الصَّلَاةِ؟ قَالَ: لَا، قَالُوْا: فَاِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَانْفَتَلَ ثُـمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُـمَّ سَلَّمَ. مسلم 1: 402
Telah berkata Abdullah (bin Mas'ud): Rasulullah SAW pernah shalat bersama kami lima raka'at. Setelah selesai shalat, para shahabat berbisik-bisik diantara mereka. Maka Rasulullah SAW bertanya, "Ada apa kalian ?". Mereka menjawab, "Ya Rasulullah, apakah shalat ini ditambah ?". Rasulullah SAW menjawab, "Tidak". Para shahabat berkata, "Sesungguhnya engkau telah shalat lima raka'at". Maka Nabi SAW berpaling, lalu sujud dua kali kemudian salam. [HR. Muslim juz 1 , hal. 402, no. 92]
Rasulullah SAW bersabda :
وَاِذَا شَكَّ اَحَدُكُمْ فِيْ صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُـمَّ لْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ. مسلم 1: 400
Dan apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, hendaklah ia pilih yang mendekati benar, lalu ia sempurnakan menurut pilihan itu. Kemudian hendaklah ia sujud dua kali. [HR. Muslim juz 1, hal. 400, no. 89]
عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ ﷺ: اِذَا شَكَّ اَحَدُكُمْ فِيْ صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى، ثَلَاثًا اَمْ اَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُـمَّ يَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يُسَلِّمَ. مسلم 1: 400
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang diantara kalian syak (ragu-ragu) di dalam shalatnya, yaitu ia tidak tahu apakah ia telah shalat tiga atau empat raka'at, maka hendaklah ia buang yang syak (ragu-ragu) dan kerjakan mana yang ia yaqini, kemudian hendaklah ia sujud dua kali sebelum salam. [HR. Muslim juz 1, hal.400, no. 88]
Keterangan :
Dari hadits-hadits di atas dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Orang yang lupa tidak duduk Attahiyat Awwal, orang yang lupa pada raka'at kedua sudah salam padahal masih ada satu atau dua raka'at lagi yang seharusnya ia sempurnakan, maupun orang yang shalat kelebihan raka'at dari yang semestinya, maka orang tersebut supaya Sujud Sahwi dua kali.
2. Sujud Sahwi itu memakai takbir.
3. Sujud Sahwi itu bisa dilakukan sebelum salam maupun sesudah salam. Dan apabila dikerjakan sesudah salam, maka setelah Sujud Sahwi lalu salam (lagi).
4. Kalau kita syak (ragu-ragu) tentang raka'at shalat, hendaklah kita ambil yang yaqin, lalu kita sempurnakan.
5. Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Sahwi ini.
Sujud Syukur
Sujud Syukur ialah sujud terima kasih, yaitu sujud satu kali di waktu mendapat keuntungan yang menyenangkan atau terhindar dari kesusahan yang besar.
عَنْ اَبِيْ بَكْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ اَنَّهُ كَانَ اِذَا جَاءَهُ اَمْرُ سُرُوْرٍ اَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا ِللهِ. ابو داود 3: 89، رقم: 2774
Dari Abu Bakrah, dari Nabi SAW bahwasanya beliau dahulu apabila mendapat khabar yang menyenangkan, atau diberi khabar gembira, beliau lalu menyungkur sujud untuk bersyukur kepada Allah". [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 89, no. 2774]
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ عَوْفٍ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ فَتَوَجَّهَ نَحْوَ صَدَفَتِهِ فَدَخَلَ فَاسْتَقْبَلَ اْلقِبْلَةَ فَخَرَّ سَاجِدًا فَاَطَالَ السُّجُوْدَ حَتَّى ظَنَنْتُ اَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَبَضَ نَفْسَهُ فِيْهَا، فَدَنَوْتُ مِنْهُ فَجَلَسْتُ فرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: مَنْ هٰذَا؟ قُلْتُ، عَبْدُ الرَّحْمٰنِ. قَالَ: مَا شَاْنُكَ؟ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، سَجَدْتَ سَجْدَةً خَشِيْتُ اَنْ يَكُوْنَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ قَبَضَ نَفْسَكَ فِيْهَا. فَقَالَ: اِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ اَتَانِيْ فَبَشَّرَنِيْ فَقَالَ: اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُوْلُ: مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَسَجَدْتُ لِلّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ شُكْرًا. احمد 1: 407، رقم 1664
Dari Abdur Rahman bin 'Auf, ia berkata : Rasulullah SAW pernah keluar (bepergian), lalu beliau menuju ke shadafahnya (semacam kemah), lalu beliau masuk ke dalam dan menghadap qiblat, kemudian beliau sujud dengan sujud yang lama, sehingga aku mengira bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mencabut nyawa beliau. Kemudian aku mendekati beliau, lalu duduk. Maka beliau mengangkat kepalanya dan bertanya, "Siapa ini ?’. Aku menjawab, “ ‘Abdur Rahman”. Beliau bertanya lagi, “Mengapa engkau ?”. Aku menjawab, “Ya Rasulullah, engkau bersujud dengan suatu sujud yang aku khawatir bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mencabut nyawa engkau”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya Jibril AS telah datang kepadaku dan memberi khabar gembira kepadaku, Jibril berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, Barangsiapa yang bershalawat kepadamu, maka aku akan memberikan shalawat kepadanya. Dan barangsiapa yang mengucapkan salam kepadamu, maka aku pun memberikan salam kepadanya, maka aku bersujud bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla". [HR. Ahmad juz 1, hal. 407, no. 1664]
عَنِ اْلبَرَاءِ قَالَ: بَعَثَ النَّبِيُّ ﷺ خَالِدَ بْنَ اْلوَلِيْدِ اِلَى اَهْلِ اْليَمَنِ يَدْعُوْهُمْ اِلَى اْلاِسْلَامِ فَلَمْ يُجِيْبُوْهُ. ثُـمَّ اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ عَلِيَّ بْنَ اَبِيْ طَالِبٍ وَاَمَرَهُ اَنْ يَقْفُلَ خَالِدًا… فَكَتَبَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ﷺ بِاِسْلَامِهِمْ. فَلَمَّا قَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ اْلكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا. البيهقى 2: 369
Dari Al-Baraa', ia berkata : Nabi SAW pernah mengutus Khalid bin Walid kepada penduduk Yaman untuk menyeru mereka kepada Islam, tetapi mereka belum mau masuk Islam. Kemudian Nabi SAW mengutus ‘Ali dan memerintahkannya supaya menyusul Khalid. …... kemudian 'Ali RA menulis surat kepada Rasulullah SAW bahwa orang-orang disana sudah masuk Islam. Maka setelah Rasulullah SAW membaca surat itu, beliau menyungkur sujud". [HR. Baihaqi juz 2, hal. 369]
Keterangan :
Dari hadits-hadits tersebut dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Sujud syukur itu dilakukan karena satu keuntungan yang didapat atau satu kesusahan yang tertolak.
2. Sujud syukur itu hanya sekali sujud.
3. Untuk sujud itu tidak perlu wudlu.
4. Hukum sujud tersebut sunnat.
5. Tidak disyaratkan Takbir, Attahiyat atau Salam untuk Sujud tersebut.
6. Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Syukur ini.
Sujud Tilawah
Sujud Tilawah ialah sujud diwaktu membaca atau mendengar ayat-ayat sajdah.
عَنْ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ اَقْرَأَهُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَجْدَةً فِى اْلقُرْاٰنِ، مِنْهَا ثَلَاثٌ فِى الْمُفَصَّلِ وَفِيْ سُوْرَةِ اْلحَجِّ سَجْدَتَانِ. ابو داود 2: 58، رقم: 1401
Dari 'Amr bin 'Ash : Bahwasanya Rasulullah SAW telah mengajarkannya lima belas (ayat) sujud di dalam Al-Qur'an. Tiga dari padanya di surah yang pendek-pendek, dan dua di surah Al-Hajji". [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 58]
قَالَ عُمَرُ: يَااَيُّهَا النَّاسُ! اِنَّا نَـمُرُّ بِالسُّجُوْدِ، فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ اَصَابَ، وَمَنْ لَـمْ يَسْجُدْ فَلَا اِثْـمَ عَلَيْهِ. البخارى 2: 34
Telah berkata 'Umar, "Hai manusia, kita melewati ayat sujud. Barangsiapa bersujud, ia mendapat pahala; dan barangsiapa tidak bersujud, ia tidak berdosa". [HR. Bukhari juz 2, hal. 34]
عَنْ زَيْدِ بْنِ اَسْلَمَ قَالَ: قَرَأَ رَجُلٌ سُوْرَةً فِيْهَا سَجْدَةٌ عِنْدَ النَّبِيِّ ﷺ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا فِيْ هٰذِهِ السُّوْرَةِ سَجْدَةٌ؟ قَالَ: بَلَى، وَلٰكِنَّكَ كُنْتَ اِمَامًا، فَلَوْ سَجَدْتَ سَجَدْنَا. عبد الرزاق 3: 346، رقم: 5914
Dari Zaid bin Aslam ia berkata : Ada seorang laki-laki di sisi Nabi SAW membaca surat Al-Qur’an yang di dalamnya ada ayat sujud. Setelah selesai ia bertanya, “Ya Rasulullah, apakah di dalam surat Al-Qur’an ini tidak ada sujud ?" Rasulullah SAW menjawab, "Ada ! Tetapi kamu sebagai imam kami, seandainya kamu sujud, kami pun juga sujud". [HR. ‘Abdur Razzaaq juz 3, hal. 346, no. 5914]
عَنْ اَبِيْ رَافِعٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اْلعَتَمَةَ فَقَرَأَ اِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ، فَسَجَدَ. فَقُلْتُ: مَا هٰذِهِ؟ قَالَ: سَجَدْتُ بِـهَا خَلْفَ اَبِى اْلقَاسِمِ ﷺ. فَلَا اَزَالُ اَسْجُدُ فِيْهَا حَتَّى اَلْقَاهُ. البخارى 2: 34
Dari Abu Rafi', ia berkata : Saya pernah shalat 'Isyak dengan Abu Hurairah, dan ia membaca surah Al-Insyiqaq, lalu ia sujud padanya. (Setelah selesai shalat) saya bertanya, "Apa ini ?". Ia menjawab, "Saya pernah sujud pada ayat itu dibelakang Abul Qasim SAW dan saya akan terus sujud padanya hingga saya bertemu beliau". [HR. Bukhari juz 2, hal. 34]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ فِيْ سُجُوْدِ اْلقُرْاٰنِ بِاللَّيْلِ: سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ. الترمذى 2: 47، رقم: 577، وقال هذا حديث حسن صحيح
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Adalah Nabi SAW membaca pada sujud Al-Qur'an (sujud tilawah) pada malam hari, “Sajada wajhii lilladzii kholaqohu wa syaqqo sam'ahu wa bashorohu bihaulihi wa quwwatihi (Bersujud diriku kepada Tuhan yang telah menciptakannya dan membuatnya mendengar dan melihat dengan kekuatan dan kekuasaan-Nya)”. [HR. Tirmidzi, juz 2, hal. 47, no. 577, dan ia berkata : Ini hadits hasan shahih]
Keterangan :
Dari hadits-hadits diatas dapat diambil pengertian sebagai berikut :
1. Sujud Tilawah itu hanya sekali sujud
2. Sujud Tilawah hukumnya sunnah
3. Kita tidak disunnahkan sujud kalau yang membaca ayat itu tidak sujud, sedang kalau yang membaca ayat itu sujud, kita juga sujud walaupun di dalam shalat.
4. Tidak perlu wudlu dahulu.
5. Di dalam sujud tersebut membaca :
سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ
6. Ayat-ayat sajdah ada lima belas, yaitu :
1. Al-A'raaf : 206 6. Al-Hajj : 18 11. Shaad : 24
2. Ar-Ra'd : 15 7. Al-Hajj : 77 12. Fushshilat : 38
3. An-Nahl : 50 8. Al-Furqaan : 60 13. An-Najm : 62
4. Al-Israa' : 109 9. An-Naml : 26 14. Al-Insyiqaaq : 21
5. Maryam : 58 10. As-Sajdah : 15 15. Al-'Alaq : 19
~oO[ @ ]Oo~
0 notes
Text
SHALAT SUNNAH (4)
K. Shalat sunnah Kusuf/shalat sunnah Khusuf.
Kusuf/Khusuf ialah istilah yang diberikan untuk shalat sunnah di waktu terjadi gerhana matahari maupun gerhana bulan.
Bilangan raka'at dan cara pelaksanaannya :
- Shalat kusuf/khusuf ini utamanya dilaksanakan di masjid secara berjama'ah dan dengan khutbah sesudah shalat.
- Shalat gerhana ini tanpa adzan dan iqamah; tetapi hanya panggilan, misalnya "Ash-Sholaatu Jaami'ah" (Mari kita berkumpul untuk shalat)
- Shalat sunnah ini dikerjakan sebanyak 2 raka'at dengan bacaan jahr.
- Pada tiap-tiap raka'at mengandung 2 ruku' dan 2 sujud dengan cara sebagai berikut :
1. Takbiratul Ihram, 2. Membaca doa iftitah, 3. Membaca ta'awwudz, 4. Membaca Basmalah, 5. Membaca Al-Fatihah, 6. Membaca Amin, 7. Membaca Surat/Ayat Al-Qur'an, 8. Ruku' dan membaca tasbih ruku', 9. I'tidal (berdiri tegak kembali), 10. Membaca Surat/Ayat Al-Qur'an (tangan bersedekap seperti semula), 11. Ruku' dan membaca tasbih ruku', 12. I'tidal (berdiri tegak kembali), 13. Sujud dan membaca tasbih sujud, 14. Duduk antara dua sujud, 15. Sujud kedua. Kemudian berdiri untuk raka'at yang kedua. Pada raka'at kedua dikerjakan seperti raka'at yang pertama tadi, mulai dari urutan nomor 4, dan seterusnya, 16. Duduk Attahiyyat dengan membaca tasyahhud dan shalawat, 17. Salam.
Kemudian imam berkhutbah, dan para jama'ah tenang untuk mendengarkan khutbah.
Dalil pelaksanaannya :
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِيْ حَيَاةِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ، فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ اِلىَ الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ. فَاقْتَرَأَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ قِرَاءَةً طَوِيْلَةً ثُـمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلًا. ثُـمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ. ثُـمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيْلَةً، هِيَ اَدْنَى مِنَ اْلقِرَاءَةِ اْلاُوْلىَ. ثُـمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلًا هُوَ اَدْنَى مِنَ الرُّكُوْعِ اْلاَوَّلِ. ثُـمَّ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ ثُـمَّ سَجَدَ. ثُـمَّ فَعَلَ فِى الرَّكْعَةِ اْلاُخْرَى مِثْلَ ذٰلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَاَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. وَانْجَلَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ اَنْ يَنْصَرِفَ. ثُـمَّ قَامَ فَخَطَبَ النَّاسَ. فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بـِمَا هُوَ اَهْلُهُ، ثُـمَّ قَالَ: اِنَّ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ اٰيَتَانِ مِنْ اٰيَاتِ اللهِ. لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ. فَاِذَا رَأَيْتُمُوْهَا فَافْزَعُوْا لِلصَّلَاةِ. متفق عليه، و اللفظ لمسلم 2: 619
Dari 'Aisyah istri Nabi SAW, ia berkata : "Sesungguhnya telah terjadi gerhana matahari dimasa Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW pergi ke masjid. Kemudian beliau berdiri dan bertakbir dan orang-orang bershaf di belakang beliau. Dalam shalat tersebut Rasulullah SAW membaca bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir dan ruku' dengan ruku' yang panjang pula. Kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil membaca "Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu". Lalu beliau membaca lagi bacaan yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada bacaan yang pertama. Sesudah itu beliau bertakbir lalu ruku' dengan ruku' yang panjang, tetapi lebih pendek dari pada ruku' yang pertama tadi. Kemudian beliau membaca (sambil mengangkat kepala) "Sami'alloohu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu". Sesudah itu beliau sujud. Kemudian beliau melaksanakan pada raka'at yang kedua sedemikian itu pula, sehingga genap empat kali ruku' dan empat kali sujud, sedang matahari pun muncul kembali sebelum beliau selesai (shalat). Setelah itu Rasulullah SAW berkhutbah, memuji Allah SWT dengan pujian-pujian-Nya, kemudian beliau bersabda : "Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda diantara tanda-tanda kebesaran Allah. Matahari dan bulan itu tidaklah gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Apabila kamu sekalian melihat yang demikian itu, maka segeralah untuk melaksanakan shalat". [HR. Muttafaq 'Alaih, dan lafadh ini bagi Muslim 2 : 619, no. 3]
Keterangan :
Dari hadits di atas ada ulama' yang memahami bahwa shalat Kusuf/Khusuf itu setiap reka'atnya adalah 2 Al-Fatihah dan 2 bacaan surat/ayat, tetapi ada pula yang memahami bahwa bacaan surat/ayatnya 2 kali, namun bacaan Al-Fatihahnya tetap 1 kali, walloohu a'lam.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ: كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فِيْ يَوْمٍ شَدِيْدِ اْلحَرِّ، فَصَلَّى رَسُوْلُ اللهِ ﷺ بِاَصْحَابِهِ. فَاَطَالَ اْلقِيَامَ حَتَّى جَعَلُوْا يَخِرُّوْنَ. ثُـمَّ رَكَعَ فَاَطَالَ ثُـمَّ رَفَعَ فَاَطَالَ ثُـمَّ رَكَعَ فَاَطَالَ ثُـمَّ رَفَعَ فَاَطَالَ ثُـمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ. ثُـمَّ قَامَ فَصَنَعَ نَحْوًا مِنْ ذَاكَ. فَكَانَتْ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَاَرْبَعَ سَجَدَاتٍ، ثُـمَّ قَالَ: اِنَّهُ عُرِضَ عَلَيَّ كُلُّ شَيْءٍ تُوْلَجُوْنَهُ فَعُرِضَتْ عَلَيَّ اْلجَنَّةُ حَتَّى لَوْ تَنَاوَلْتُ مِنْهَا قِطْفًا اَخَذْتُهُ (اَو�� قَالَ: تَنَاوَلْتُ مِنْهَا قِطْفًا) فَقَصُرَتْ يَدِى عَنْهُ. وَعُرِضَتْ عَلَيَّ النَّارُ فَرَأَيْتُ فِيْهَا امْرَأَةً مِنْ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ تُعَذَّبُ فِيْ هِرَّةٍ لَـهَا رَبَطَتْهَا فَلَمْ تُطْعِمْهَا وَلَـمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ اْلاَرْضِ. وَرَأَيْتُ اَبَا ثُـمَامَةَ عَمْرَو بْنَ مَالِكٍ يَجُرُّ قُصْبَهُ فِى النَّارِ. وَاِنَّـهُمْ كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: اِنَّ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ اِلَّا لِمَوْتِ عَظِيْمٍ. وَاِنَّـهُمَا اٰيَتَانِ مِنْ اٰيَاتِ اللهِ يُرِيْكُمُوْهُمَا. فَاِذَا خَسَفَا فَصَلُّوْا حَتَّى تَنْجَلِيَ. مسلم 2: 622
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW di suatu hari yang sangat panas. Lalu Rasulullah SAW mengerjakan shalat bersama para shahabat. Beliau berdiri lama sekali, sehingga banyak yang jatuh. Kemudian beliau ruku’ lama, lalu bangun dan berdiri lama, lalu ruku’ lama, kemudian bangun dan berdiri lama, kemudian sujud dua kali. Kemudian beliau berdiri dan melakukan seperti itu sehingga shalatnya mengandung empat ruku’ dan empat kali sujud. Setelah itu beliau bersabda, “Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku segala sesuatu yang akan kalian masuki. Diperlihatkan surga kepadaku, sehingga aku mengulurkan tangan akan mengambil petikan (buah) surga itu, tetapi tanganku tidak dapat mencapainya. Diperlihatkan pula kepadaku neraka. Aku melihat di dalamnya ada seorang perempuan Bani Israil yang disiksa sebab kucingnya, dia mengikat kucing itu tanpa memberinya makan dan tidak pula membiarkannya untuk makan serangga tanah. Aku juga melihat Abu Tsumamah ‘Amr bin Malik menarik ususnya di neraka”. Orang-orang berkata, “Sesungguhnya matahari dan bulan tidaklah gerhana melainkan karena meninggalnya orang yang agung”. Padahal, sebenarnya keduanya adalah dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah yang Dia tunjukkan kepada kalian. Karena itu, apabila keduanya gerhana, maka lakukanlah shalat hingga muncul kembali”. [HR. Muslim 2 : 622, no. 9]
Keterangan :
Abu Tsumaamah ‘Amr bin Maalik, dalam riwayat lain disebut Ibnu Luhaiy (Luhaiy = nama laqobnya Maalik), dan dalam riwayat lain disebut ‘Amr bin ‘Aamir Al-Khuza’iy, adalah orang yang mula-mula mengada-adakan tentang Saaibah, Bahiirah dan Haam (sebagaimana tersebut dalam QS. Al-Maaidah : 103).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ نُوْدِيَ اَنِ الصَّلَاةُ جَامِعَةٌ. البخارى 2: 25
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr RA, ia berkata : Ketika terjadi gerhana matahari pada jaman Rasulullah SAW, diseru dengan panggilan,”Ash-sholaatu jaami’ah”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 25]
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ النَّبِيَّ ﷺ جَهَرَ فِيْ صَلَاةِ اْلخُسُوْفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِيْ رَكْعَتَيْنِ وَاَرْبَعَ سَجَدَاتٍ. مسلم 2: 620
Dari ‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW membaca jahr dalam shalat gerhana dan beliau shalat dengan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka'at. [HR. Muslim 2 : 620]
Anjuran memerdekakan budak, bersadaqah, istighfar, dzikir dan shalat ketika terjadi gerhana
عَنْ اَسْمَاءَ قَالَتْ: لَقَدْ اَمَرَ النَّبِيُّ ﷺ بِاْلعَتَاقَةِ فِى كُسُوْفِ الشَّمْسِ. البخارى 2: 29
Dari Asma’ (binti Abu Bakar), ia berkata, “Sesungguhnya Nabi SAW memerintahkan untuk memerdekakan budak ketika terjadi gerhana matahari”. [HR. Bukhari juz 2, hal : 29]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِيْ عَهْدِ رَسُوْل اللهِ ﷺ: فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ يُصَلِّى … ثُـمَّ قَالَ: اِنَّ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ مِنْ اٰيَاتِ اللهِ، وَاِنَّـهُمَا لَا يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ. فَاِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَكَبِّرُوْا وَادْعُوا اللهَ وَصَلُّوْا وتَصَدَّقُوْا. مسلم 2: 618
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Telah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW. Kemudian beliau berdiri untuk shalat (gerhana) ….., kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, keduanya tidaklah gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Maka apabila kalian melihat yang demikian itu, bertakbirlah, berdo’alah kepada Allah, shalatlah dan bersedekahlah”. [HR. Muslim juz 2, hal. : 618, no. 1]
عَنْ اَبِيْ مُوْسَى قَالَ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِيْ زَمَنِ النَّبِيِّ ﷺ. فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى اَنْ تَكُوْنَ السَّاعَةُ حَتَّى اَتَى الْمَسْجِدَ. فَقَامَ يُصَلِّى بِاَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوْعٍ وَسُجُوْدٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِيْ صَلَاةٍ قَطُّ. ثُـمَّ قَالَ: اِنَّ هٰذِهِ اْلاٰيٰتِ الَّتِيْ يُرْسلُ اللهُ لَا تَكُوْنُ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلٰكِنَّ اللهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِـهَا عِبَادَهُ. فَاِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوْا اِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ. مسلم 2: 628
Dari Abu Musa, ia berkata : Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi SAW, lalu Nabi SAW bangkit, terkejut dan takut kalau terjadi hari qiyamat. Lalu beliau pergi ke masjid, lalu shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang sangat lama, yang saya belum pernah melihatnya sama sekali beliau mengerjakan yang seperti itu. Kemudian beliau bersabda, Sesungguhnya tanda-tanda kekuasaan Allah yang Allah kirimkan ini tidaklah terjadi karena matinya seseorang dan tidak pula karena lahirnya seseorang, akan tetapi Allah mengirimkannya agar hamba-hamba-Nya takut kepada-Nya. Apabila kalian melihat kejadian yang demikian itu, maka berlindunglah kepada Allah dengan berdzikir, berdoa dan mohon ampun kepada-Nya”. [HR. Muslim juz 2, hal. : 628, no. 24]
عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: اِنْكَسَفَتِ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ اِبْرَاهِيْمُ، فَقَالَ النَّاسُ: اِنْكَسَفَتْ لِمَوْتِ اِبْرَاهِيْمَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: اِنَّ الشَّمْسَ وَاْلقَمَرَ اٰيَتَانِ مِنْ اٰيَاتِ اللهِ، لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَاِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَادْعُوا اللهَ وَصَلُّوْا حَتَّى يَنْجَلِيَ. البخارى 2: 30
Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata : Pernah terjadi gerhana matahari (di masa Rasulullah SAW) pada hari meninggalnya Ibrahim (putra Rasulullah SAW), lalu orang-orang mengatakan, “Matahari ini gerhana karena meninggalnya Ibrahim”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu adalah dua tanda dari tanda-tanda kekuasaan Allah, tidak terjadi gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya, berdoalah kepada Allah dan shalatlah, hingga muncul kembali”. [HR. Bukhari juz 2 : 30]
L. Shalat sunnah Hajat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِيْ اَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: مَنْ كَانَتْ لَهُ اِلَى اللهِ حَاجَةٌ اَوْ اِلَى اَحَدٍ مِنْ بَنِيْ اٰدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ اْلوُضُوْءَ ثُـمَّ لْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُـمَّ لْيُثْنِ عَلَى اللهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ، ثُـمَّ لْيَقُلْ: لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ اْلحَلِيْمُ اْلكَرِيْـمُ. سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. اَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَاْلغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ اِثْـمٍ، لَا تَدَعْ لِيْ ذَنْبًا اِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا اِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا اِلَّا قَضَيْتَهَا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. الترمذى 1: 297، رقم: 477، قال ابو عيسى: هذا حديث غريب فى اسناده مقال: فائد بن عبد الرحمن، يضعّف فى الحديث، و فائد هو ابو الورقاء
Dari ‘Abdullah bin Abu Aufa, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah, atau kepada salah seorang dari Bani Adam, maka hendaklah ia berwudlu dan memperbagus wudlunya, lalu shalat dua rekaat. Kemudian (setelah selesai shalat) ia memuji Allah, lalu membaca shalawat atas Nabi SAW, lalu ia membaca (yang artinya) Tidak ada Tuhan selain Allah yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘arsy Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Kepada-Mu lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan (menyebabkan) rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan dari setiap kebaikan, dan selamat dari segala dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa pada diriku melainkan Engkau mengampuninya, jangan ada sesuatu kesusahan melainkan Engkau beri jalan keluar, jangan ada sesuatu hajat yang Engkau ridlai melainkan Engkau kabulkan wahai Allah yang Maha Pengasih dari semua Pengasih. [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 297, no. 477, Abu ‘Isa (Tirmidzi) berkata : Ini adalah hadits gharib. Di dalam sanadnya ada pembicaraan, (karena) Faid bin Abdur Rahman, dilemahkan haditsnya. Faid adalah Abul Warqaa’]
Keterangan :
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi. Ibnu Majah juga meriwayatkan dengan lafadh yang agak berbeda, dan dalam sanadnya ada perawi yang bernama Faid bin ‘Abdur Rahman. Mengenai Faid bin ‘Abdur Rahman ini Bukhari mengatakan : munkarul hadiits (haditsnya diingkari). Abu Dawud mengatakan : laisa bisyai’ (tidak ada apa-apanya). Tirmidzi mengatakan : yudlo’’afu fil hadiits (hadits-haditsnya dilemahkan). Nasai mengatakan : laisa bitsiqat/matruukul hadiits (tidak kuat/haditsnya ditinggalkan). Ibnu Hibban berkata : laa yajuuzul ihtijaaju bihi (tidak boleh berhujjah dengannya). [Lihat dalam Tahdziibut Tahdziib juz 8, hal. 229-230].
Kesimpulan :
Hadits tentang shalat sunnah hajat ini lemah, maka tidak dapat diamalkan.
~oO[ @ ]Oo~
0 notes