Tumgik
cahyatifebriana · 2 years
Text
Qurma #8
Kemarin
"kak tadikan febi lagi liat-liat shopee"
"ya,terus?"
"pas mau masukin barang ke keranjang gak bisa"
"ngapa gak bisa?"
"dah kepenuhan keranjangnya"
"ooh gitu"
Tadi sore,
"kak tadi febi liat-liat shopee"
"ya..."
"febi hapuslah isi keranjang tu, awalnya kan dua ratusan, sekarang tinggal tiga puluhan"
"weh tinggal dikit ya"
"iya, jadi lega. bisa masukin keranjang lagi"
"alhamdulilah"
Abistu besok dah penuh lagi keranjang tu. Gitulah terus sampe anak-anak sekolah hingga menikah.
Gak usah dicari manfaat dari percakapaan ini.
Dah ya mau ngeshopee dulu.
8 notes · View notes
cahyatifebriana · 2 years
Text
Qurma #7
Awal menikah
"Adek mau beli jam tangan gak?"
"Enggak kak"
"Atau mau jam tangan kembaran sama kakak?"
"Hmm ndak usahlah nanti ndak terpakai"
"Jadi mau beli apa?"
"Gak ada kak, kita jalan-jalan aja"
Tahun ke dua menikah
"Kak, nanti febi mau beli sepatu ya?"
"Emang kemana sepatunya?"
"Udah rusak yg lama, dah tipis telapaknya"
"Oke nanti kita beli"
Sesampenya di emol
Nyari makan enak dulu, keliling-keliling dulu, nonton konser dadakan dulu, terus pulang. Lupa sama sepatu.
"Adek gak jadi beli sepatu?"
"Tulah lupa"
"Jadi gimana tu?"
"Nanti-nanti ajalah kak"
"Alhamdulillah....."
"Ngapa Alhamdulillah?"
"Dompet kakak selamat"
"................."
Pekanbaru, 3 Agustus 2022.
0 notes
cahyatifebriana · 2 years
Text
Naik Kelas
udah lama kali ga nulis panjang-panjang. tumblr emang tempat paling nyaman buat nulis agak panjang.
beberapa hari belakangan, tsaqif panasnya naik turun. malam naik, paginya turun. ginilah dulu ya yang dirasakan orang tua ketika kita sakit. gak tau kata apa yang tepat untuk menjelaskannya.
ah, hari ini umma akhirnya berani bawa tsaqif pakai motor. dengan izin aba tentunya.
baru kali ini bawa tsaqif ke faskes tanpa aba. biasanya aba yang ngurusin segala administrasi dan bantuin bawa barang-barang.
disaat-saat seperti ini jadi lebih menyadari betapa berartinya peran suami sebagai pemimpin rumah tangga. peran yang tak tergantikan oleh siapapun.
biasanya kalo ada apa-apa, selagi ada aba, semuanya terasa baik-baik aja.
terima kasih sudah mempercayai umma, nak. terima kasih karena tenang selama perjalanan pergi dan pulang. semoga tsaqif bisa baca tulisan ini suatu hari.
selamat ya nak, hari ini kita naik kelas 🌼
beringin taluk, 7 juni 2022.
0 notes
cahyatifebriana · 2 years
Text
Qurma #6
Aku setelah punya anak
🧕"Aba ayo bangun"
🧕"Aba sudah makan?"
🧕"Aba tolong jemput"
🧕"Aba dimana?"
Pada suatu malam
👳"Dek, udah tidur?"
🧕"Belum kak"
👳"Udah lama ga dipanggil kakak"
Beringin Taluk, 5 April 2021
0 notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Simpan dulu
Jika Anak Bertanya tentang Allah
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe). Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH . Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya…
Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?” Tanya 2: “Bu, bentuk Allahitu seperti apa?” Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah? Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana? Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?
Jawablah :
“Nak, Allah itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut, sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Tanya 2: “Bu, bentuk Allah itu seperti apa?”
Jangan jawab begini :
“Bentuk Allah itu seperti anu ..ini..atau itu….” karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.
Jawablah begini :
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat. Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬ا‌ۖ يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِ‌ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬‌ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?
Jangan jawab begini :
Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Hadid (57) : 3]
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak terbantahkan.
Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata) “barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un; Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.
[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17) {ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Jawablah begini :
“Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris )
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak ‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya ‘kan?!”
Atau bisa juga beri jawaban :
Adek, lihat langit yang luas dan ‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk langit yang sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit ‘kan?! Nah, kita juga gak bisa melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat. Allah Mahabesar.
Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat setelah itu?
Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian, tetapkan Allah itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana ?“
Jangan jawab begini :
“Nak, Allah itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.” Jawaban seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu jika Allah ada di langit, apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan di surga, berarti lebih besar surga daripada Allah…berarti prinsip Allahu Akbar itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <— Ayat ini adalah ayat mutasyabihat, yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Juga jangan jawab begini :
“Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Jawablah begini :
“Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati setiap orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada bersamamu di mana pun kamu berada.”
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 186)
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
Allah sering lho bicara sama kita.. misalnya, kalau kamu teringat untuk bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jangan jawab begini :
“Karena kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah itu berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini :
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru, biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada cinta sama Ayah-Ibu, ya?! (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
“Kenapa, Bu ?”
“Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal
Karena suatu hari Ayah sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah, kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati, juga teman-temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Wallahua’lam.
Sumber :  Jika Anak Bertanya tentang Tuhan | Muxlimo’s
Being a mom is a big deal, preparation is a must. Karena nasib peradaban ini dipercayakan pada tangan para ibu.
Go follow @SuperbMother | superbmother.tumblr.com
5K notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Tulisan : Tak Perlu Menahannya Pergi
Kalau anak-anak mau pergi ya nggak apa-apa, nggak usah ditahan-tahan nanti malah anak-anak nggak berkembang. Kalau kita sebagai orang tua sudah mendidiknya dengan baik. Nanti, kalau kita tua, anak-anak itu akan kembali dengan kesadaran dirinya.
Kurang lebih, itulah intisari dari apa yang diucapkan oleh ibuku ke saudara kami yang anak perempuan semata wayangnya mau menikah. Menikah dengan orang yang jauh dan mulai takut kesepian di hari tua karena tidak ada anaknya lagi di rumah, ikut suaminya. Dan barangkali, ini adalah salah satu hal yang terjadi di antara kita. Saat kita ingin sekolah, bekerja keluar kota di tempat yang jauh, menikah dengan orang yang jauh, orang tua kita menahan dan melarang kita. Kita mengiyakan meski dalam hati memberontak. 
Sebagaia anak satu-satunya, seingat saya, saya tidak pernah dilarang untuk melakukan semua itu. Dan hari ini, itu adalah hal yang sangat saya syukuri. Saya memilik ruang untuk melangkahkan kaki yang luas, bahkan ketika setelah saya menikah dan ingin tinggal sendiri. Orang tua, tidak pernah meminta kami untuk tinggal di rumahnya saja untuk menamani, sama sekali tidak. Saya dibiarkan mencari rumah sendiri, beli sendiri, bayar sendiri, beda kota, meski saya anak tunggal. 
Dan benar, pada satu masa. Saya ingin menemani orang tua saya, tapi memang bukan saat ini. Kembali ke desa, bersama anak dan istri, membersamai hari tua kedua orang tua saya. Saya yang tidak pernah dikekang untuk melangkahkan kaki, memilih untuk kembali. Rasanya, ketika jarang ketemu, tahu-tahu orang tua sudah terlihat semakin menua, ubannya di mana-mana, sudah memasuki masa pensiun.
Nilai kebijaksanaan itu juga yang akan kuturunkan ke anak-anakku nanti. Anak-anakku tidak akan kukekang mau pergi sejauh apa, mengeksplorasi dunia ini sesuai dengan kehendak hatinya, ketika dia mau menikah dan tak lagi tinggal di rumah ini pun, tidak apa-apa. Saya dan istri, tidak ingin menjadi beban langkah kakinya dalam menjalani peran-perannya di dunia ini.  Saya yakin dan percaya, kalau kami mendidiknya dengan baik, dengan kasih sayang, mengajarkannya kebijaksanaan hidup, dan tidak menjadi bebannya dalam melangkah, nanti juga dia akan pulang dengan sendirinya. Dan jika di antara kita ada yang saat ini, langkah kakinya sedang tertahan karena tak kunjung mendapatkan restu dari kedua orang tua. Jangan jadikan pengalaman tsb, sebagai pengalaman yang juga diberikan ke anak-anakmu nanti. Jadikan generasi kita, sebagai pemutus mata rantai tsb.
—————————————————————— Dan jika suatu saat Buah hatiku, buah hatimu Untuk sementara waktu pergi Usahlah kau pertanyakan ke mana kakinya ‘kan melangkah Kita berdua tahu, dia pasti Pulang ke rumah. Di Beranda - Banda Neira ——————————————————————– Yogyakarta, 17 Maret 2021
602 notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Perubahan Sudut Pandang
Saya ketika sebelum menikah dan setelah menikah, memiliki cara pandang yang berbeda terkait pernikahan. Sesuatu yang kemudian membuatku memberikan nasihat jika diminta, ke teman yang hendak menikah. 
Lebih baik gagal di tengah-tengah proses daripada gagal di dalam pernikahan. Artinya, kalau kamu melihat ada potensi masalah yang besar antara kamu dan calon pasangan, lebih baik gak usah lanjut, dengan segala risikonya; batalin undangan meski udah kesebar, perkataan orang, dll. Membuat keputusan untuk membatalkan lamaran/pernikahan, konsekuensinya jauh lebih ringan daripada bercerai di tengah pernikahan. Karena cerai lebih ribet, tidak hanya urusan administrasinya yang melelahkan, belum lagi jika sudah ada anak dan berebut hak asuh, belum lagi dengan status sosial yang nanti akan dibawa (janda/duda), dll. Untuk teman-teman yang hendak menikah, jika memang belum siap. Lebih baik jangan. Jika kamu sudah siap dan belum menemukan yang menurutmu tepat untuk menjadi pasangan hidup, jangan mau menerima seadanya sekalipun mungkin usiamu bertambah tua.  Jika kamu seorang muslim dan tahu kalau pernikahan itu bernilai setengah agama, jangan sampai yang setengah ini rusak karena kamu terlalu gegabah dan menggebu-gebu tapi tidak rasional ketika mau menikah. Sudah rusak setengah dan kita juga tidak bisa menjamin setengah agama lainnya juga baik. Jika kamu ingin menikah dengan seseorang, tanyakanlah segala sesuatu yang ingin kamu tanyakan sampai tak bersisa. Tak perlu sungkan untuk menanyakannya, tak perlu takut. Kalau kemudian dia merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutmu penting, berarti dia tidak menganggap penting apa yang bagimu penting. Dan jika dia tidak mau diajak duduk bersama membicarakannya, entah tentang finansial, keluarga, dan apapun yang menurutmu ingin diperjelas sebelum menikah, sementara dia tidak mau membicarakannya. Saranku, mending cari yang lain. Menikah dengan orang yang tidak bisa diajak berdiskusi dengan mudah itu akan jadi tantangan tersendiri. Kita tidak bisa menikah bermodal kepercayaan bahwa nanti dia akan berubah, itu mungkin untuk hal-hal yang tidak begitu krusial/prinsip. Tapi pada hal-hal yang prinsip, kita tidak bisa memakai cara pandang itu. Apalagi, sepanjang pernikahan nanti, kita akan membutuhkan banyak sekali diskusi. Saranku, pastikan pasanganmu adalah orang yang bisa diajak diskusi, bisa menerima masukan, terbuka terhadap kritik/saran, dan mau belajar. Dan pada akhirnya, kalau memang tidak siap. Lebih baik, gunakan energimu untuk bersiap. Kalau kamu masih memiliki ambisi yang ingin kamu dapatkan sebelum menikah, kejarlah. Kalau kamu ingin tetap menjadi dirimu sendiri ketika nanti sudah menikah, menikahlah dengan orang yang tepat.  Tepat yang seperti apa? Kamu yang bisa merasakannya nanti. Nanti, ketika sudah ada orangnya yang akan menikah denganmu. Kita tidak bisa menuliskan ketetapan itu dalam barisan kriteria. Dan mungkin, tidak akan ada orang yang bisa memenuhi semua kriteria itu dalam satu waktu.  Kalau sudah ada orangnya dengan segala kekurangannya. Kamu akan bisa merasakan, mana yang kiranya kamu bisa terima sebagai pasangan hidup dan mana yang tidak.  17 Maret 2021 | ©kurniawangunadi
2K notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
masa lansia seharusnya menjadi golden age kita kelak.
Tumblr media
Ketika mendengar frasa ‘golden age’, rentang usia mana yang kamu pikirin? Di usia 0–7 tahun yaa Bun biasanya kita didengungkan seperti itu.
Nah, namun, percayakah bahwa golden age ialah juga ketika kita berada di penghujung usia? Di usia 70 tahunan, mungkin?
Coba deh bayangin, kalau diberi usia hingga 70 tahunan, diri kita pada saat itu sedang asyik ngapain sih?
Berbicara soal standar, yaa paling ditandai dengan masa anak-anak yang mulai membangun rumah tangga mereka sendiri, kemudian beberapa di antara kita berhenti bekerja, kegiatan menjadi lebih pasif — yaa barangkali berkebun, dititipi cucu, nonton televisi, dan kegiatan slow mode life lainnya.
Apakah itu impian masa tua Andahh? Maka mari bergabung bersama Prundent*al!~~ Wgwg. Nggading. Tapi, to be honest, bukan seperti itu masa tua yang saya inginkan.
Webinar Ahad Movement seminggu lalu menguatkan prinsip dan impian akika sejak lama: bahwa jika diberi usia hingga lanjut, saya bukan tipe yang akan menjalani kehidupan pasif — saya insyaallah akan tetap aktif berkontribusi dalam lingkup masyarakat. (Mamak-mamak BM dan ambi sedari lahir macklum :p)
Mungkin simpelnya, mirip kayak Joe Biden yang di usianya yang udah eyang-eyang (78 tahun bunn), eh, kepilih jadi Presiden AS. Atau kayak Almarhumah Ibunda Jokowi (walau bukan fans, ehe) — yang tetap jadi advisor politik informalnya Jokowi sampai akhir hayatnya. Atau ustadh-ustadh deh kayak Gus Mus, misal, atau Aa Gym. Atau yang paling bener Rasulullah SAW yang masih tetap aktif berkontribusi di akhir hayatnya.
Intinya, di usia senjakala saya kelak (aamiin), saya ingin semakin menguatkan apa-apa yang sudah saya investasikan di sepanjang hidup saya, bersama dengan suami dan keluarga kecil kelak.
Adalah perkataan Ustadz Adriano Rusfi tentang golden age, yang mana saya akrab menyebutnya dengan panggilan Bang Aad. Dalam webinar Ahad Movement “Sistem Pendidikan Islam” (25 Februari 2021) beliau berujar, bahwa sepatutnya, dari hari ke hari amal shalih kita semakin gemilang. Bang Aad juga mengutip sebuah pepatah “Sungguh merugi jika hari ini lebih buruk atau bahkan sama dengan hari esok.”
Bang Aad juga menambahkan, bahwa ada tiga fase dalam pendidikan Islam (yang mana menurut saya ini universal pattern gitu, lho).
Di usia 0–15 tahun, ialah tahap untuk character building (membangun karakter) agar melahirkan manusia-manusia yang mukallaf (mampu diberi amanah), aqil baligh (kematangan akal sejalan dengan kematangan fisik), dan paham akan potensi dirinya. Istilahnya, value dasar seseorang harusnya kebentuk ya di masa ini.
Di usia 15–40 tahun, ialah tahap capacity building. Capacity building ialah masa dimana seseorang membangun kecakapan dan keahlian, untuk mampu mengaktualisasi diri dan potensi. Kalau yang saya tangkap, di masa ini kita berupaya mengasah jurus-jurus andalan yang sesuai dengan potensi diri.
Nah, ini dia. Life begins at forty. Pada usia di atas 40 tahun, sepatutnya menjadi fase Success Making alias membangun golden period dengan optimalisasi kinerja dan kemanfaatan untuk akhir hidup yang baik. Inilah fase dimana seseorang berada di peak performance dalam hal kebermanfaatan.
Bang Aad mendasari pendapatnya ini dari usia diangkatnya Muhammad bin Abdullah menjadi Rasulullah SAW, yakni 40 tahun. Selain itu, sepertiga waktu terakhir baik dalam hari, tahun, serta bulan Ramadhan — adalah sepertiga sisa waktu yang mengandung lebih banyak keberkahan.
Pertanyaannya, kalau sebelum 40 tahun udah berhasil, emang kenapa?
Ini juga sempat jadi salah satu track playlist pemikiran (cuileh) di otak saya, jauh sebelum Bang Aad memaparkan pendapatnya soal golden period dalam hidup manusia.
Saya jadi teringat pernah baca buku Originals, dari Adam Grant. Dalam bab “Fools Rush In”, justru orang-orang yang sukses di usia 20 tahunan, akan cenderung ‘kehabisan energi’ untuk meramu inovasi/sesuatu yang produktif dan kreatif. Tokoh-tokoh lain yang menginvestasikan pembentukkan kapasitas diri sebelum mereka berusia 40 tahun — cenderung nantinya akan menciptakan ‘breakthrough masterpiece’ yang terus menerus evolving ketika usia mereka mencapai 40 tahun.
Ada juga semacam sindrom being trapped-professional (Ini istilah saya aja, ya, disarikan dari pendapat Adam Grant). Kayak, “Gue udah terlanjur dikenal berhasil dalam bidang ini.” Terus jadi agak sulit untuk menciptakan inovasi yang breakthrough di penghujung usianya.
Sedangkan yang nge-delay success making-nya sampai usia 40, sudah menampung dan tahu pasang surut kehidupan — jadi bisa menavigasikan ilmu-ilmu kehidupan serta potensi dirinya untuk menciptakan sesuatu yang aduhay.
Mungkin bisa, si 20 tahunan yang udah berhasil ini, berhasil lagi, tapi barangkali butuh energi yang guede banget dan kuasa Yang Maha Kuasa ya.
Terus, kalau akika punya impian ketika udah tua ntar mau urus cucu, home-based grandpa/grandma — emang ngga bole?
Sebenarnya nggak ada larangannya juga kali ya, jikalau memang kelak mau jadi home-based elder— jadikan keberadaan kita di masa tua jauh lebih bermanfaat, tidak membebani orang-orang di sekitar kita. Dan sebenarnya, banyak juga ya, komunitas-komunitas di masa tua yang bikin kita semakin terenergikan — kayak banyak juga kaan komunitas-komunitas yang suka adakan acara sosial.
Sing penting hari ini harus lebih baik dari hari kemarin! Insyaallah.
Wallahu’alam.*** Ilustrasi dari sini.
326 notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Qurma #4
"kak, kemaren itu febi bawa buah pir. mana ya letaknya?"
"kakak masukkan ke kulkas"
"di plastiknya itu ada ikat rambut"
"ya kakak masukkan sekalian sama ikat rambutnya"
"ke kulkas?"
"iya"
Dalem hatiku, "hehe emang suka bercanda ini bocah". Terus langsung cek kulkas.
Ternyata beliau tidak bercanda. Ikat rambutku yang manis jelita udah sudah beku bersama buah-buahan di sekitarnya.
MasyaaAllah, Alhamdulillah, suamiku selalu jujur dalam perkataan dan perbuatan.
Tiba-tiba sebuah lagu berputar di kepalaku, 'kuingin marah, melampiaskan, tapiku hanyalah sendiri disini....'
0 notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Qurma #3
ketika di rumah,
🤴
"eh, malam ni malam minggu ya?"
"iya kak"
"yoklah jalan kita, kemana gitu"
"mau kemana malam-malam? di rumah ajalah"
"katanya mau nonton doraemon?"
"oiyaya...nanti ajalah"
"oo yaudah."
ketika di kost, ngobrol via video call
👸
"kak, ntar malam tu malam minggu loh"
"ya terus?"
"yok kita pergi jalan"
"jangan halu"
"........ok"
Teluk Kuantan, 140321/ 13.13pm
0 notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Qurma #2
🤴: (menatap penuh makna)
👸: Napa kak?
🤴: (menatap lebih dalam)
👸: Napa sih?
🤴: Febi kumisan ya?
👸: ..........
Dumai, 311020/13.03 pm
4 notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Role Model Start First.
Dalam pembahasan bagaimana cara mewujudkan cita-cita pendidikan anak dalam Islam oleh kak Karina Hakman حَفِظَهُ اللهُ disebutkan salah satunya yaitu,
“Role model start first. Orang tua adalah teladan. Jadilah teladan sebelum menyeru. Sebab anak adalah peniru.”
Seorang psikolog anak dan keluarga pun menuturkan bahwa meniru adalah proses pembelajaran alami semua makhluk hidup.
Sehingga keputusan berada di tangan orang tua meliputi kebiasaan, penanaman nilai atau hal lainnya yang ingin anak-anak tiru dari mereka.
Kesadaran bahwa nantinya akan menjadi teladan bagi anak seyogianya mampu menumbuhkan motivasi dalam diri untuk senantiasa menuntut ilmu dan muhasabah diri bahkan ketika jodoh belum juga terlihat.
Kesadaran akan perlunya perbaikan di sana sini juga merupakan sebuah anugerah dari-Nya yang patut disyukuri.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Barang siapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan fakihkan ia dalam masalah agama (ini).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Salah satu contoh ketika Allah Subhanahu Wata’ala menggerakkan hatimu perihal doa ketika mengenakan pakaian.
Seseorang sering berganti pakaian berulang kali dan mengenakannya berlapis-lapis setiap harinya namun barangkali kebanyakan orang hanya mengenakan tanpa membaca doanya. Bayangkan jika hal ini menjadi kebiasaan yang kamu amalkan setiap harinya?
Sebagaimana petuturan Ust. Muhammad Abduh Tuasikal حَفِظَهُ اللهُ bahwa keutamaan ketika seseorang membaca doa,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى كَسَانِى هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ  
“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai rezeki dari-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku.“ (HR. Abu Daud no. 4023, Hasan)
Adalah ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbih (akan diampuni dosa yang telah lalu).
Namun, kebiasaan tidak begitu saja terbentuk. Berikut cara melahirkan sebuah kebiasaan yang dirangkum dari buku “Jangan Pernah Menyerah.”
Pikiran - Praktik - Berkelanjutan (terus menerus) - Kebiasaan - Istikamah.
Pemikiran sebab ini adalah mula menentukan keyakinan, kecenderungan hingga aktivitas dari masing-masing individu.
Ada 3 pertanyaan mendasar yang perlu dirancang untuk membentuk sebuah kebiasaan, yaitu: what, why and how.
What; what do you want exactly?
Semakin kamu tahu apa yang kamu inginkan maka semakin besar daya tarik untuk melakukan aktivitas yang akan menjadi cikal bakal sebuah kebiasaan.
Why; why must you do this?
Selain daya tarik juga perlu daya dorong yang sama kuatnya. Strong why yang berguna bagi pengoptimalan sebab tanpanya kamu akan terus melakukan penundaan.
How; how many days?
Sebagian ilmuwan dan peneliti mengemukakan pendapatnya bahwa manusia memerlukan waktu 21 hari untuk melatih kebiasaan baru, ada pula pendapat 28-40 hari.
Kebiasaan adalah pembiasaan dan pembiasaan memerlukan konsistensi.
The beginning is always the hardest part. Dan sering kali cara yang ampuh adalah just do it! Paksakan saja!
Hanya kepada-Nya kembali segala urusan, perbanyaklah doa agar Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa rida dan memberikan pertolongan-Nya dalam membentuk kebiasaan-kebiasaan baik dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk dalam diri.
Hadanallah waiyyakum ajma'in.
180 notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Qurma #1
👧: Kak, nasi udah febi panaskan di magic com ya
👦: Iya bi
👧: Kalo mau makan, piringnya dicuci dulu ya
👦: Iya bi
👧: Jangan beres-beres rumah ya, istirahat aja
👦: Iya bi
Kuansing, 19 Oktober 2020--hari pertama masuk kerja setelah menikah. Merasa cemas meninggalkan suami di kos sendirian. Hari pertama datang, harus ditinggal pula.
👦: Besok mau sarapan di luar apa kakak bungkusin?
👧: Bungkusin aja
👦: Kalo laper itu ada siomay dalam magic com ya
👧: Iya kak
👦: Kuahnya dalem magic juga ya
👧: Iya kak
👦: Itu ada risol juga di kulkas, kalo mau tinggal goreng ya
👧: Iya kakak
Dumai, 29 Oktober 2020--hari pertama bertemu setelah LDM, langsung ditinggal jaga malam, sendirian. Siap-siap menikmati malam yang terasa lebih panjang.
Dumai, 29102020/ 11.50pm
0 notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
:')))
Mencuri Mimpimu
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.��� (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sudah lama ingin menuliskan ini, pada akhirnya malam ini memberanikan diri untuk menulis setelah perenungan ini berputar-putar dalam angan selama beberapa hari terakhir. Terlebih dengan kejadian terakhir, membuat hati ini kembali terngiang pesan salah seorang teman yang sudah menikah:
“Kalau kamu sudah memutuskan untuk menikahi seseorang, berarti kamu harus siap pula untuk menikahi mimpi-mimpinya”
Bagi saya hadis di atas sudah seyogianya menjadi alarm yang kuat untuk para lelaki kelak jika menjadi seorang suami agar benar-benar memuliakan istrinya. Saya menjadi teringat akan novel Love Sparks in Korea tulisan Bunda Asma Nadia yang pernah saya baca beberapa tahun silam
“Kau mencuri mimpi-mimpiku dan aku suka” - Hyun Geun pada Rania Timur Samudra
Bayangkan saja, seorang wanita yang mungkin baru mengenalmu, masih menganggapmu sebagai orang asing dan orang lain dalam kehidupan, memberanikan diri menerima tawaranmu untuk hidup bersama, setelah sudah tentu melalui istikharah panjang. Dia yang selama ini hidup bersama mimpi-mimpinya, dia yang selama ini memiliki kebebasan untuk beraktivitas layaknya manusia lainnya pada akhirnya harus mengabdikan diri dalam kehidupan rumah tangga. Dia yang selama ini hidup nyaman bersama keluarganya, memilih keluar untuk berjuang bersamamu. 
Pada praktiknya memang sering demikian, pun ketika diskusi dengan ayah beberapa hari terakhir. Beliau berkata, dari pengalaman teman-temannya, kebanyakan adalah seorang istri yang nanti akan mengikuti suaminya. Jika nanti suaminya bekerja terlebih dahulu, maka setelah ritme kehidupan stabil dan menyesuiakan, istri baru bisa mengikutinya. Jika nanti suaminya melanjutkan pendidikan terlebih dahulu, dan menuntaskan semuanya, maka di situlah nanti istri menyusulnya mungkin baru beberapa tahun silam. Hal inilah yang cukup lumrah di kalangan teman-teman beliau, dan mungkin juga di kehidupan rumah tangga yang sudah terjadi pada umumnya. 
Dalam Buku Men are from Mars, Woman are from Venus, John Gray menuliskan bahwa memang salah satu karakter penduduk venus adalah nantinya ia akan banyak memberi selama hidupnya. Hingga bisa jadi sampailah nanti pada suatu fase bahwa penduduk venus sadar bahwa ia sudah terlalu banyak berkorban dalam hidup. Demikian pula penduduk mars akan sampai pada fase sadar bahwa ia selama hidupnya sudah banyak menerima, kebalikan dari penduduk venus. 
Barangkali sempat merasakan hidup di Swedia yang menjunjung tinggi equality, sedikit mengubah pola pikir saya tentang kesetaraan, bahwa kelak seorang istri pun berhak untuk berkarya bersama di masyarakat, mereguk pendidikan setinggi-tingginya, bertumbuh bersama-sama suaminya agar sama-sama menjadi orang yang bermanfaat. Bahkan Sayyidah Khadijah r.a. pun setelah menikah dengan Rasulullah tetap menjalankan semua bisnisnya yang kesemuanya dipergunakan untuk perjuangan dakwah Rasulullah. Namun sudah tentu tidak melupakan perannya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. 
Hal inilah yang barangkali menjadi perenungan, sekaligus mungkin sempat menjadi ketakutan jika kelak kita menikah, apakah kita hanya sekedar menjadi pencuri mimpi-mimpinya, ataukah kita justru membantu melangitkan mimpi-mimpinya? 
Pertanyaan ini terus terngiang mengingat betapa besarnya pengrobanan istri kita kelak di awal pernikahan, terlebih nanti saat sudah memilki anak, bagaimana ia harus menjalankan perannya sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, membagi waktu dengan urusan rumah tangga, melayani suaminya, juga jika ia beraktivitas di luar harus mampu menyeimbangkannya. Barangkali sebab inilah Allah menciptakan wanita sebagai makhluk yang multi-tasking, yang terkadang saya sendiri masih dibikin takjub melihatnya, tidak usah jauh-jauh yaitu ibu saya sendiri. 
Semoga tulisan ini senantiasa menjadi pengingat bagi para lelaki khususnya, agar kelak jika terbersit keinginanmu untuk menyakiti istrimu, jika kelak ternyata ada konflik antara dirimu dan pasanganmu, ingatlah tentang bagaimana saat kamu mengajaknya keluar dari istana nyamannya utnuk membersamaimu. Ingatlah bagaimana ketulusan dan keikhlasannya menunda mimpi-mimpinya untuk mewujudkan mimpi-mimpi baru bersamamu. Ingatlah, bahwa bilamana ketaatan istri adalah surga baginya, namun itu bukan menjadi alasanmu untuk bertindak semena-mena. 
Jika dalam kitab Raudhatul Muhibbin, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menulskan bahwa:
Hanya dengan cinta yang dapat menjadikan setiap permulaan menuju pada penyelesaian.
Maka semoga kelak dalam pernikahan:
Hanya dengan cinta yang dapat menjadikan apa-apa yang telah terlihat selesai, kembali menjadi awal untuk memperjuangkan dalam mahligai ikatan
Selamat berkontemplasi, Selamat berefleksi. Semoga kita semua tidak henti dan lelah-lelahnya untuk selalu mengukir sabar. Untuk selalu mengukir prasangka yang baik kepadaNya. 
Malang, 25 April 2020 02.20
2K notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Raga masih di sini, fikiran melalang buana.
Semoga selalu dalam penjagaan Allah SWT.
Raganya, hatinya.
Beringin Taluk, 9 Safar 1442/ 12:28 pm
1 note · View note
cahyatifebriana · 4 years
Text
Bekal nanti
Tarbiyatul Aulad Fil Islam Sesi 2 - Ustadz Dr. Wido Supraha, M.Si
Hakikat Pernikahan
Menikah itu tentang saling menyempurnakan tauhid antar suami dan istri dengan melakukan akhlak terpuji.
Ketika Allah mengaruniakan anak kepada kita berarti kita telah dipercayai oleh-Nya mampu dan siap mendidik dengan kapasitas yang baik. Sebab, hak anak memiliki orangtua yang mempunyai kapasitas mendidik dengan adab, ilmu, amal sebaik-baiknya.
A. Hakikat Anak
Perhiasan Kehidupan Dunia (Q.S. Al-Kahfi 18:46)
Bantuan dari Allah (Q.S. Al-Isra' 17:6)
Pelipur Lara (Al-Furqan 25:74)
B. Pesan Kasih Rasulullah ﷺ (dari berbagai hadits)
Kasihi anak, hormati orangtua (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Allah lebih menyayangi anak-anak kita (HR. Al-Bukhari, Adabul Mufrad)
Jangan hilangkan kasih dari kalbu kita (HR. Al-Bukhari)
Meneladani mencium anak kecil sebagaimana Rasulullah ﷺ mencium Hasan bin Ali ra. sebagai wujud kasih sayang (HR. Al-Bukhari)
Sifat kasih mengundang kasih Allah (HR. Al-Bukhari)
Menangisnya Nabi kepada anaknya menjelang ajal
Sifat kasih telah ditanamkan Allah kepada setiap jiwa
Sifat kasih sayangnya kita kepada anak-anak dapat mengundang lebih banyaknya lagi kasih sayang dari Allah
C. Mencintai Anak Perempuan
Keadilan bagi anak laki-laki dan perempuan (Q.S. Al-Maidah 5:8, HR. Ahmad dan Ibn Hibban)
Keburukan yang membenci anak perempuan (Q.S. An-Nahl 16:58-59)
Cintailah semua Iradah Allah (Q.S. Asy-Syura 4:49-50)
Siapa yang memelihara 2 anak wanita hingga baligh, akan duduk dekat Nabi (HR. Muslim)
3 anak wanita yang disayangi akan menjadi pelindung dari api neraka (HR. Ahmad)
2 anak wanita atau 2 saudari wanita dikasihinya akan memasukkannya ke surga (HR. Al-Humaidi)
Bagus tidaknya suatu peradaban bergantung pada yang dilahirkan oleh perempuan.
Oleh karenanya, ilmu untuk mempersiapkan dan membentuk generasi baru itu harus yang sebaik-baiknya.
Islam tak pernah menyatakan anak perempuan tak perlu dididik lama-lama dan belajar sampai jauh toh nantinya akan di dapur juga.
Karena tugas rumah tangga itu baiknya dikerjakan bersama-sama, saling berkolaborasi dan melengkapi satu sama lainnya.
D. Bersabar pada Musibah
Musibah adalah cara Allah menambah kebaikan bagi setiap manusia.
Karena ketika mendapatkan musibah, ada amaliyah yang selama ini didapatkan dari teori bisa diterapkan dalam kenyataan sebenarnya.
Bersabar atas kematian anaknya dan beristirja' akan dibangunkan Bait Al-Hamd (HR. Tirmidzi dan Ibn Hibban)
Kematian 2 anaknya yang diikhlaskan akan menjadi pelindung dari api neraka (HR. Muttafaq 'alayh, Ahmad, dan Ibn Hibban)
Kematian 2 anak kecil yang belum baligh, akan mengajak kedua orangtuanya ke surga (HR. Muslim, ath-Thabarani)
Allah akan berkahi kesabaran kedua orangtua atas musibah kematian dengan yang lebih baik (Muttafaqun 'alayh)
E. Mendahulukan Islam diatas Segalanya
Mengaji untuk mempersiapkan diri terhadap hal-hal yang suatu saat nanti barangkali belum siap kita hadapi.
Para Mujahid telah menitipkan anaknya kepada Allah (Ubaidah bin ash-Shamit ra. di hadapan Raja Muqauqis di Mesir saat ditakuti kekuatan Romawi)
Mereka yang digelari fasik tidak mendapatkan petunjuk Allah (Q.S. At-Taubah 9:24
Hasan Al Banna rahimahullahu ta'ala kepada anaknya Saiful Islam yang sakit
Standar Iman adalah ketika perjuangan Islam didahulukan daripada kepentingan keluarganya (HR. Bukhari, Muslim)
F. Larangan dan Hukuman adalah Tanda Kasih
Contohnya seperti nasehat Luqman kepada anaknya (Q.S. Luqman 31:13)
Ingatkan dan berikan nasehat kepada anak dengan tegas dan lembut
Menasehati anak aejak kecil termasuk dengan larangan, seperti Umar bin Abu Salamah r.a. (Muttafaqun 'Alayh)
Larangan melempar batu (Muttafaqun 'Alayh)
Mengingatkan anak dengan halus sebagaimana Rasulullah ﷺ kepada Ibn 'Abbas (Muttafaqun 'Alayh)
Memukul anak jika ia tetap tidak mau solat di usia 9 tahun (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
Pemboikotan sebagaimana Ibn Umar r.a. dahulu terhadap anaknya (Diriwayatkan As-Suyuthi)
Parameter keberhasilan orangtua dalam mendidik anak-anaknya adalah ketika telah melakukan prosesnya dengan benar dan hasilnya terbentuklah anak-anak yang beradab.
Wallahu a'lam bisshowaab
Semarang, 13 September 2020
#summary #ntms #selfreminder #tarbiyah #islamicquotes #summary #islamicparenting
533 notes · View notes
cahyatifebriana · 4 years
Text
Tabaruj dan Kesombongan.
Disarikan dari petuturan Ust. Muhammad Nuzul Dzikri dalam pembahasan, “Seburuk-buruk Wanita.”
Wanita jika sudah tabaruj atau berhias, dirinya tidak akan keluar ke tempat publik tanpa ketawadhu’an pada Allah Subhanahu Wata’ala dan sebaliknya dirinya akan menampakkan atmosfer ketinggian (ujub pada dirinya dengan kecantikannya, dsb).
Renungkan dalam diri dengan jujur, benar tidak?
Bukan berarti tidak boleh memakai pakaian yang bagus. Silakan saja, hanya sesuaikan dengan syarat-syarat pakaian syari.
Lalu mengapa ada wanita yang tetap bersikeras? Sebab ingin menampilkan sesuatu dari dirinya.
Syaikh Abdur-Razak pun menuturkan, “Anda akan melihat banyak wanita yang membaca hadis seputar tabaruj, dsb namun tetap bersikeras dengan penampilannya. Dan, ketika diresapi ambisinya adalah untuk menampilkan kecantikannya.”
“Saya bebas dong berpenampilan yang membuat nyaman.”
Ini bukan tentang kenyamanan namun tentang memperlihatkan kecantikan. Ada ujub terselubung.
Fakta tersebut diterima atau tidak kembali lagi pada diri sendiri.
Salah satu cara mengevaluasi diri mengapa masih nyinyir, meremehkan orang lain, dsb? Adalah dengan mengoreksi gaya penampilan (selain membersihkan hati) sebab hal tersebut memiliki korelasi.
Jika seseorang ingin menjadi wanita yang tawadhu’ atau wanita yang ingin dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’ala maka tidak perlu berambisi untuk memperlihatkan kecantikan entah di masyarakat atau pergaulan, ketika keluar rumah dan bertemu orang/laki-laki bukan mahram, tidak ingin menjadi pusat perhatian di komunitas atau majelis taklim, biasa saja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dengan seseorang yang menyukai baju yang bagus dan memakai sandal yang bagus?”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah, Al-Jamil (Yang Mahaindah) dan suka dengan keindahan selama tidak haram (tabaruj bagi wanita).”
Ini yang perlu ditekankan.
Tanyakan motifnya pada diri sendiri, ingin mendapat rida Allah Subhanahu Wata’ala? Atau mengumbar kecantikan di luar? (ingin tampil, dipuji, dsb). Persembahkan hanya pada Allah Subhanahu Wata’ala.
Hal tersebut akan memengaruhi perangai seseorang, apakah dirinya menjadi wanita yang tawadhu’ atau sombong?
Catatan untuk para suami.
Jika suami kewalahan menghadapi istri maka coba lihat cara busananya? Bagaimana dirinya berpenampilan? Ada suami yang membebaskannya berpenampilan atau tabaruj maka Anda yang akan memanen hasilnya, sebab korelasinya jelas sebagaimana dijelaskan oleh para ulama dan digabungkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai keduanya.
Apabila ingin istri yang nurut atau taat maka kontrollah cara berpenampilannya, ketika dirinya pergi dengan Anda, orang lain atau sendiri. Sering kali pula lelaki justru ingin memamerkan istrinya bahwa istri saya cantik. Inilah yang sering kali dilupakan bahwa tidak berhenti di titik itu, konsekuensinya adalah bersiaplah istri akan membantah atau dilawan istri di rumah.
Sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan mengenai keduanya tabaruj dan sombong (menolak kebenaran dan meremehkan orang lain) maka bersiaplah (pastikan hukumnya bagaimana dan konsekuensinya) apabila dibiarkan. Hal tersebut terjadi di banyak rumah tangga sebab keduanya tidak bisa dipisahkan.
Jika seseorang ingin membuang virus kesombongan maka hilangkan hasrat untuk tabaruj. 
195 notes · View notes