Text
Pesona Gunung Gede Jawa Barat
Dan antara ransel- ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima semua itu
Melampaui batas- batas hutanmu
Membaca penggalan puisi tentang lembah mandalawangi membawa anganku untuk berada di sana dan menyelami bagaimana perasaan Sok Hok Gie tatkala menulis puisi atas kekagumannya pada gunung Pangrango. Dan di sinilah aku sekarang, duduk pada sebuah bangku panjang dengan carrier di sampingku menunggu bus yang akan mengantarkanku menuju Jakarta. Pukul 16.00 bis kymtrans dengan nuansa hello kitty yang memberi kesan nyaman mulai meninggalkan kota Yogyakarta. Pukul 03.00 kita sampai di tol jagorawi. Baru saja meninjakkan kaki di jalanan beraspal melintaslah bus marita di seberang jalan. Alih- alih berteriak memanggil atau bahkan berlari mengejar, kita memilih memantau keadaan sekitar yang dirasa asing. Dua buah papan nama gerai swalayan 24 jam dan sebuah pom bensin tertangkap oleh mata kita. Kita memutuskan untuk beristirahat sejenak sembari menanti adzan subuh di musholla pom bensin. Pukul 05.30 kita menaiki bus marita menuju pasar Cipanas dengan tariff Rp 25.000/ orang. Sesampainya di pasar Cipanas kita oper angkot jurusan gunung putri dengan tariff Rp 20.000/ orang. Kita mendaki pada bulan September 2019 dan hanya 4 angkot yang beroperasi di basecamp Gunung Putri. Pukul 08.00 kita sampai di basecamp haji Mamduh. Seberes sarapan baso seharga Rp 12.000/ porsi, jeruk hangat Rp 7.000 dan membungkus nasi rames seharga Rp 10.000 serta bersih- bersih badan maka kita memulai pendakian pada pukul 10.00.
Perjalanan awal kita melewati rumah penduduk dan perkebunan pakcoy sebelum singgah ke posko pendaftaran untuk mengurus simaski, perarturan pendakian gunung Gede Pangrango bisa kita pelajari di website https//booking.gedepangrango.org. Gunung Gede Pangrango memiliki 3 jalur pendakian resmi yaitu jalur Gunung Putri, Cibodas dan Selabintana. Kita memilih lintas, naik dari Gunung Putri dan turun di Cibodas. Silahkan membawa persediaan air yang cukup karena pos air baru akan kita temui di alun- alun surya kencana, kecuali jika kamu beli minuman di beberapa warung yang terdapat di beberapa pos pendakian.
Jalur mulai menanjak saat kita tiba di Tanah Merah. Tanah Merah 1.773 mdpl adalah pos bayangan yang kita lewati sebelum tiba di pos satu. Jalur semakin menanjak tatkala kita tiba di pos Leugok Leunca yang merupakan gapura selamat datang di pendakian gunung Gede via Gunung Putri. Di Leugok Leunca terdapat meja dan kursi dari batu yang bisa digunakan pendaki untuk beristirahat sebelum menempuh perjalanan yang akan menguras tenaga.
Sesudah masuk hutan perjalanan kita lanjutkan menuju Buntut Lutung. Jalur menuju Buntut Lutung ini didominasi oleh akar- akar pohon yang besar. Sama halnya dengan Leugok Leunca, di Buntut Luntung pun terdapat meja dan kursi dengan atap yang cukup teduh.
Selanjutnya perjalanan menuju Lawang Sekateng. Setelah melewati jalan yang masih menanjak dan pepohonan yang rimbun dengan lumut yang menempel pada batang pohon sampailah kita di Lawang Sekateng. Menurutku di sinilah jalur terberat karena sejak awal pendakian kita belum bertemu jalur landai. Meski kita mendaki di musim kemarau dan berdebu tapi tanah yang kita pijak terasa licin sehingga harus berhati- hati. Di pos Lawang Sekateng ini terdapat warung yang menjual pisang goreng seharga Rp 2.000, semangka Rp 2.500 dan lain sebagainya. Seberes menikmati pisang goreng kita mulai melangkahkan kaki lagi menuju pos pos Maleber.
Bonus itu akhirnya berpihak kepada para pendaki. Kita mulai melewati jalur makadam. Jalur makadam adalah satu jalur landai di pendakian gunung Gede via Gunung Putri. Hal ini menandakan pos Maleber dan alun- alun Surya Kencana semakin dekat. Pukul 16.00 sampailah kita di alun- alun Surya Kencana yang sangat luas bak lapangan bola, berkali- kali lipat dari ukuran lapangan bola tentunya. Beberapa pendaki memilih mendirikan tenda di dekat pos Maleber, beberapa pendaki lain memilih melanjutkan perjalanan lagi di sepanjang alun- alun Surya Kencana menikmati padang edelweis dan mendirikan tenda di dekat pos air. Ada pula yang mendirikan tenda di samping jalur menuju puncak seperti kita supaya terlindung dari angin.
Aku dan partnerku berbagi tugas, dia mendirikan tenda sedang aku mencari air. Hari itu pos air sedang kering, tak ada air yang mengalir deras, tapi aku bersyukur masih ada genangan air yang cukup banyak jadi aku bisa mengambilnya kemudian ku filter. Badan yang lelah membuat kita tertidur pulas tanpa sempat melihat apakah langit cerah bertabur bintang atau tidak. Tak ada milky way yang kamu abadikan. Malam itu angin berhembus kencang, pantas saja kurasakan sleeping bag ku dipenuhi debu pasir.
Menu sarapan pagi kita adalah tumis buncis, wortel, baso, telur mata sapi dan sekaleng kacang merah serta abon. Kita harus kehilangan satu telur karena kecerobohanku dalam memasak. Aku memecahkan telur terlalu keras, alhasil isinya berceceran di tanah bukannya masuk ke cooking set. Setelah berkemas pada pukul 10.00 kita melanjutkan pendakian menuju puncak Gede. Dengan jalur berupa kerikil dan batuan yang terjal akhirnya sampailah kita di puncak Gede pada pukul 11.00. Tepat di belakang tugu puncak Gede terdapat warung yang menjual pop mie, air mineral dan lain sebagainya. Puncak Gede memiliki kawah yang luas dengan pagar pembatas di bibir kawahnya. Kita hanya sebentar di puncak Gede karena bau belerang terasa menyengat. Bagian yang paling ku suka dari gunung Gede adalah pemandangan di sekitar puncaknya.
Bersambung…
2 notes
·
View notes
Text
Merbabu via suwanting
Pendakian dilakukan tgl 20 juni 2019. Setelah mengendarai motor selama 1,5 jam sampailah kita di bc suwanting. Kami mendaki di hari libur jadi ada banyak pendaki yg ingin mencoba jalur suwanting. Ini kali keduaku mendaki merbabu via suwanting.
Pukul setengah 10 pagi kami start mendaki dari bc. Warga desa suwanting menyediakan fasilitas ojek bila ada pendaki yg ingin start mendaki dr gerbang pendakian suwanting. Kami berjalan melewati rumah warga berlanjut ladang penduduk dengan berbagai macam sayuran seperti daun seledri dan cabai. Jalan paving menemani langkah kami sampai gerbang pendakian suwanting.
Memasuki gerbang suwanting terdapat hutan pinus. Pos 1 lembah lempong terletak di area hutan pinus. Setelah keluar dari hutan pinus selanjutnya kami tiba di lembah gosong. Lembah yang kami lalui bukanlah jalan landai. Setelah melewati beberapa lembah tibalah kami di pos 2 selter bendera. Pos 2 ini tidak terlalu luas tapi cukup menampung beberapa tenda.
Jam demi jam berlalu tibalah kami di hutan manding. Dengan jalur yang ekstrim berpegang pada tali yang disediakan pihak pengelola pendakian kami terasa menguras tenaga. Berjalan dengan susah payah, lutut bertemu dagu, trek yang semakin curam sampailah kami di pos air.
Diselimuti kabut selama pendakian akhirnya kami tiba di pos 3 area kemping. Setelah beberapa kali terpleset karena jalur yang licin akhirnya bisa juga kami merebahkan badan dan bersenda gurau dengan teman seperjalanan. Rintik hujan menjadi musik merdu pengiring tidur. Tapi entah bagi pendaki yang masih berkutat dengan trek ekstrim seperti 2 orang temanku yang baru bisa menyusul sore hari dikarenakan masih ada tanggungan pekerjaan. Hujan ini membuat jalur tergenang aliran air.
Pada pagi hari berikutnya beberapa dari kami memutuskan untuk summit ke puncak suwanting dan beberapa ke puncak trianggulasi serta kenteng songo . Melewati hamparan sabana dengan beberapa tanaman cantigi serta matahari yang bersinar cerah pendakian kami terasa menyenangkan. Sembari menunggu sebagian teman yang pergi ke puncak trianggulasi dan kenteng songo beberapa dari kami pun rebahan di hamparan sabana hijau dan menatap birunya langit. Gunung memang menenangkan dan betapa lelahnya kami mendaki namun kami tetap ingin kembali.
0 notes
Text
Terimakasih sudah hadir dan bersedia merangkak bersama meraih hari yang lebih cerah
0 notes
Text
JEJAK CINTA SANG PENDAKI
Tak butuh waktu lama bagiku menjawab “iya”. Ya, aku menyetujui ajakannya untuk mendaki. Setelah sebelumnya aku merasa nyaman ketika mendaki pertama kali dengannya. Sejak itulah, aku sudah mulai mengenalinya dengan baik. Bahkan, apabila ada 5 orang yang berdiri di hadapanku, tanpa melihat pun, aku sudah bisa menebak yang mana dia.
Perjalanan kami kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Kami memulai perjalanan dari Terminal Jombor menggunakan bus menuju Magelang. Panas terik menyengat kala itu tidak terasa karena aku nyaman bersamanya. Dia yang selalu mendadak labil ketika memilih tempat duduk dalam bus, membuat aku harus sedikit bersabar. Kuturuti kemauannya memilih tempat duduk meskipun puluhan mata memandang keanehan yang kami lakukan. Tak lama kemudian, dia menentukan dimana kami duduk. Baris kelima sebelah kiri dari depan. Hmm, cukup nyaman.
“Panas banget ya.” keluhku.
“Iyalah. Bus biasa non AC ya panas. Kamu kira kita naik bus ber-AC?” jawabnya sedikit ketus. Ya, dia memang kalau ngomong kadang-kadang suka ketus dan ceplas ceplos.
“Kamu sudah bawa bekal?” tanyanya.
Aku menjawabnya dengan menganggukan kepala.
“Bawa bekal apa aja kamu?” tanyanya sambil melihat ke arah tasku.
“Banyak nih. Ada kue lebaran, kerupuk udang, lumpia, bakwan kawi, egg roll, ada juga..”
“Kamu mau piknik di taman apa naik gunung? Sudah tinggal aja makanannya, percuma, gak bergizi.” jelasnya memotong ucapanku.
“Hah? Kok ditinggal? Sayang ah. Mending aku makan sekarang aja.” Aku mengeluarkan isi bekalku lalu memakannya satu per satu.
“Buset, perutmu kayak Onta ya.” ledeknya.
Kusenggol lengannya karena dia telah mengejekku. Lalu kamipun tertawa cekikikan berdua di tengah cuaca panas yang aduhai dan puluhan orang yang tidak kami kenal sama sekali.
Tepat pukul 09.00 pagi, bus jurusan Jogja-Magelang ini berangkat setelah hampir 1 jam ngetem mencari penumpang. Sambil menikmati semilir angin dari jendela, aku terus melahap bekalku. Sementara dia mulai mendengarkan musik dengan headset-nya.
“Lebih baik kamu tidur. Jangan makan terus. Hemat tenaga.” Ucapnya sesaat sebelum dia memasang headset.
--
“Magelang..Magelang..Magelang.” teriak kondektur mengagetkan kami.
Kami bergegas turun dan oper bus kearah Temanggung. Perjalanannya sedikit macet, namun kami mendapatkan bus lebih nyaman dari sebelumnya. Pembicaraan kami pun semakin berwarna. Mulai dari pembahasan tentang pekerjaan hingga krisis moneter. Mulai dari kisah cinta naruto dan hinata, hingga soal Lee potong rambut. Semuanya mengalir apa adanya, dan aku menikmatinya.
Ternyata, bus hanya berhenti di depan terminal tidak tepat di tujuan kami. Sedikit kecewa tapi ya mau bagaimana lagi.
Terlihat di seberang jalan sedang ada petugas kepolisian yang sedang berupaya menertibkan lalu lintas pada jalur sempit dua arah ini. Entah apa yang membuatnya terlihat bahagia, mungkin dia senang melihat para pelanggar lalu lintas ditilang.
“Mana nih Bapak ojek yang mau jemput kita?” tanyanya.
“Iya belum ada tanda-tandanya. Sabar wae wis, coba ditunggu dulu.” jawabku berusaha menenangkan.
“Aku lapar.” Keluhnya.
“Lha tadi kutawari bekalku kamu gak mau. Yo wis sekarang mau makan dulu aja apa? Di depan ada tukang ketupat tahu, sekalian nunggu Bapak-Bapak ojeknya.” ajakku.
Setelah tiba di warung ketupat tahu, kami memesan 2 piring dan tiba-tiba handphone ku bunyi. Ternyata ada whatsapp dari Bapak ojek. Mereka sedang dalam perjalanan menjemput kami.
“Eh, Bapak-bapak ojeknya wis otw nih, kita gak usah makan aja gimana?” kataku sambil terus bermain hp.
Tak lama kemudian, 1 piring ketupat tahu mendarat di meja kami.
“Lhohh.. kok cuma satu?” tanyaku.
“Iyaa...” jawab mu singkat sambil terus mengaduk bumbu kacang.
“Iyaa??? Terus akuu?” belaku.
“Iya. Tadi punya mu aku cancel. Kamu sendiri kan yang bilang tadi?” Jawabmu dengan nada yang lebih santai. Seperti tak memperhatikan iler yang mungkin hampir menetes dari bibir cantik ku.
“Hah? Kok gitu? Kamu ini bagaimana? Kan aku bertanya tadi, bukannya menyuruhmu meng-cancel.. kau iniii......”
“PLAAKKK...”
Spontan aku memukul bahunya. Aku kesal. Dengan seenaknya dia membatalkan ketupat tahu pesananku. Dasar cowok, memang suka semaunya sendiri. Perutku keroncongan juga, tapi kalau pesan lagi nanti lama karena Bapak ojeknya sudah hampir sampai. Aah menyebalkan.
Setelah menyelesaikan makannya, kami bergegas. Sedikit heboh karena aku lupa membayar jus wortel dan air mineral pesananku. Belum lagi dia yang hampir ketinggalan topi di warung ketupat tahu, membuatku semakin kesal padanya. Dia memang selalu tidak memperhatikan barang-barangnya sendiri. Bagaimana bisa memperhatikan aku? Halah, lamunanku buyar ketika Bapak ojek memanggilku untuk segera naik motornya.
Setelah siap, kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp Sumbing via banaran. Aah aku tidak sabar untuk memulai mendaki.
POS 0.
Perjalanan dimulai setelah istirahat sejenak, sholat dan repacking barang bawaan. Seperti biasanya lagi, dia selalu tidak pandai mengepak barang-barangnya ke dalam satu carriel. Medan pendakiannya sudah menanjak dari awal. Kanan kiri masih terlihat rumah-rumah penduduk dan akhirnya kami menemukan shelter pertama yang teduh.
Aku memintanya untuk istirahat sejenak dan repacking lagi. Aku perhatikan dia kebingungan menatanya dengan keluar masuk lalu dikeluarkan lagi barang-barangnya, tidak selesai-selesai. Lalu perlahan aku dekati dia dan kutawarkan jasa repacking ala pendaki perempuan.
“Sini kubantu. Packing gini aja lama. katanya pendaki, masa packing gini aja masih bingung?” kali ini gantian aku mengejeknya.
“Nih aku kasih tahu, susun barang-barang yang akan digunakan terlebih dahulu di paling atas dan paling bawah, karena tasmu ada ruang di bawah yang mudah diambil. Seimbangkan dengan muatan yang sama. Lalu atur panjang pendek tali sesuai dengan bahu dan lenganmu.” jelasku panjang lebar sambil merapihkan barang-barang miliknya.
“Nah, beres. Coba kamu pakai supaya bisa diatur talinya.” aku menyerahkan carriel berukuran 60 L miliknya itu.
“Iya e ini baru enak dipakai. Wah makasih ya, ilmumu emang kece. Ayo kita jalan.” ucapnya dengan wajah sumringah tapi cuek.
Sementara aku membayangkan, dia akan menatap mataku, memegang tanganku dan mengucapkan terima kasih dengan lembut kepadaku. Tapi ternyata itu hanya sekedar lamunan semata. Sedih.
Lamunan yang bubar karena itu hanya ada dianganku saja tidak menyurutkan semangatku untuk melanjutkan pendakian. Langkah demi langkah aku ayunkan dengan hati-hati dan tetap berusaha mencuri-curi perhatiannya. Entah, dia sadar atau tidak, aku sedang berusaha mencuri perhatian dari laki-laki yang konon sudah 4 tahun menjomblo ini.
Setelah berhasil melewati Pos O, para pendaki akan menemukan 2 gapura berpasangan selayaknya sepasang kekasih. Aku mulai berkhayal lagi. Untungnya aku mendaki bersamanya, coba kalau sendiri? Masa aku kalah sama gapura. Eh..
Gapura terakhir berhasil kami lewati, tantangan dimulai dengan eskalator yang terbuat dari pepohonan. Andai ini eskalator di mall betapa nyamannya, cukup berdiri dan voilaaa.... sampailah di lantai atas. Tapi ini adalah anak tangga dari kayu yang harus kami lalui dengan langkah kaki kecilku.
Tak mau kehilangan moment, kami segera mengambil posisi untuk diabadikan dengan kamera ponsel.
“Tahukah kamu, tanpa sadar kita telah mengukir memori bersama di pendakian ini. Akankah memori ini terus berlanjut atau hanya akan menjadi kenangan indah untuk dikenang?” aahh lagi-lagi aku berkhayal tentangnya.
Bagaimanapun akhirnya nanti, jejak ini akan menjadi kenangan terindah karena aku bisa mengenalmu. Entah bagaimana akhirnya nanti, yang penting kini aku bersamamu.
Lamunanku buyar ketika dia memanggil namaku karena kami telah sampai di pos 1.
“Iyaa, apaan sih? Manggilnya biasa aja dong, gak usah pakai teriak-teriak. Aku masih bisa mendengarmu.” jawabku ketus. Sementara dia asyik memotret-motret pemandangan sekitar.
0 notes
Text

Seberkas sinar mentari dari ungaran
Gunung ungaran terletak di kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan ketinggian 2.050 MDPL. Memiliki 3 jalur pendakian yakni via basecamp mawar, kebun teh promasan dan candi gedong songo. Bila melalui BC mawar sebelum masuk jalur pendakian akan dijumpai camp ground dengan fasilitas berupa musholla, toilet, warung serta spot foto. Menuju pos 1 hingga pos 2 jalur masih cukup ramah, dimana jalan belum terlalu menanjak, bahkan kita bisa mengambil air di sungai yang letaknya tepat berada di bawah pos 2.
Di pos 2 terdapat persimpangan, jalan terus maka jalur mulai menanjak dan kita bisa beristirahat di pos 3 dengan pohon- pohonnya yang rindang, sebaliknya bila ambil kanan akan memutar melewati kebun teh promasan dengan jalur yang lebih landai.
Titik pertemuan jalur dari basecamp mawar dengan kebun teh promasan berada di pos 4. Selepas pos 4 akan kita temui batuan terjal dimana siku bertemu lutut dengan tingkat kemiringan sekitar 90° sehingga harus ekstra hati- hati.
Selanjutnya sampailah kita di tanah lapang yang biasa digunakan untuk kemping dengan pemandangan disekelilingnya berupa hamparan lembah hijau dan batuan- batuan yang menjulang dengan kokohnya. Disinilah spot favoritku dimana aku bisa menanti seberkas sinar mentari.
1 note
·
View note
Text

Bermula dari ungaran, selanjutnya menjadi petualangan
0 notes
Text
Langkahkan kaki, wujudkan mimpi

1 note
·
View note