Text
Pas bangett nih nasehatnya, insightfull.
Memilih Pasangan Hidup
Setiap orang jelas memiliki valuenya masing-masing. Dan ketika kita bicara value, ini bisa bertentangan satu sama lain. Hanya saja, tulisan ini tidak ingin mempertentangkan itu. Penulis akan menggunakan sudut pandang orang pertama yang bersumber pada pengamatan, karena ini hal yang dirasa berlaku secara universal. Ada tiga hal yang mau kutulis, di luar soal bagaimana hubungan ia dengan Tuhannya. Aku mau nambahin beberapa aspek yang menurutku sangat krusial untuk dipertimbangkan secara mendalam.
Pertama, cara bicara dan apa yang dibicarakan. Karena dua hal tersebut mencerminkan isi kepalanya. Kalau kamu mendapati orang yang suka bergunjing, sindir menyindir, memfitnah, berkeluh kesah, berkata kasar, dan berbagai macam pembicaraan buruk. Pikirkan ulang untuk memilihnya sebagai pasangan hidup. Mungkin ia bisa jadi fit sama kamu, tapi apakah itu yang kamu harapkan saat kalian menjadi orang tua dan mendidik anak? Sampai sekarang, dalam berbagai kesempatan dan pengamatan. Kenapa anak-anak yang kutemui bisa sekasar itu, bisa senegatif itu, salah satunya dampak dari bagaimana bahasa dan cara bicara sehari-hari orang tuanya. Apalagi saat di level orang tua menganggap pembicaraan itu sebagai hal yang biasa, bukan hal buruk.
Bagiku, lebih penting mengajarkan anak bisa berbahasa yang baik alih-alih bisa banyak bahasa. Karena kalau ia bisa menggunakan bahasa yang baik, tahu tata bahasa, tahu kapan penggunaan dan cara menggunakannya dalam beragam situasi. Itu jauh lebih penting daripada ngajarin dia bisa bahasa macem-macem. Nanti kalau sudah besar, ia bisa belajar bahasa-bahasa yang lain. Kedua, hubungannya sama harta. Ini sebuah hal yang mungkin tidak bisa secara kasat mata dilihat, tapi bisa diamati jika sudah mengenal. Bagaimana cara pandangnya terhadap uang. Apakah segala sesuatu diukur dari uangnya. Apakah uang jadi tujuan hidupnya. Apakah pengambilan keputusannya sangat bergantung dengan ada tidaknya uang. Dan berbagai percakapan yang bisa kamu simpulkan sendiri, ini orang dikit-dikit nyingung duit. Mulai pertimbangkan lagi. Uang (harta) penting, tapi bukan segalanya. Tidak semua hal didunia ini diukur dengan uang. Nanti kita lupa untuk bisa belajar ikhlas, bisa belajar tulus. Mengira semua hal pasti ada maksud dan tujuannya. Melakukan sesuatu karena ada maunya. Karena nanti anak-anak pun akan belajar cara hidup dan cara berpikir kita sebagai orang tuanya. Dan saat itu, saat kita mulai berhitung. Semuanya akan jadi transaksional. Ketiga, bagaimana ia ngehargai dirinya sendiri dan ngenal dirinya sendiri. Orang-orang yang pandai menghargai dirinya sendiri akan mudah respect sama orang lain. Bisa membuat keputusan-keputusan penting untuk dirinya dengan lebih mudah. Nanti, saat kita jadi orang tua. Ada banyak sekali keputusan yang bakal diambil, aku nemu banyak sekali orang tua yang membuat keputusan yang bagiku aneh, bahkan cenderung tidak masuk akal untuk hal-hal yang amat sederhana. Penilaian ini memang subjetif, tapi jika mau dilihat secara objektif pun tetap aneh.
Kemampuan untuk membuat keputusan yang baik adalah bekal yang krusial saat jadi orang tua. Karena waktu anak-anak kita masih kecil, kitalah yang akan membuatkan keputusan untuk mereka. Menemukan orang yang mengenal dirinya dan menghargai dirinya sendiri jadi sesuatu yang menurutku perlu untuk diupayakan. Selain kita juga berusaha untuk jadi seperti itu. Seseorang yang tak bisa membuat keputusan justru akan merugikan dan merepotkan orang lain, entah anaknya sendiri, pasangannya, atau bahkan orang-orang di sekitarnya. Semoga membantu :) (c)kurniawangunadi
465 notes
·
View notes
Text

Dia terlihat lucu, masih memakai baju kerja dengan semerbak wangi telon yang menyebar di seluruh tubuhnya.
Duhhh.....
Betapa ku syukuri kehadirannya di hidupku, ku tatap lekat-lekat wajahnya yang selalu sumringah itu.
[Prolog - Halaman 1]
0 notes
Text
Dear Juni, yang ku nanti..

Hari-hari aku menunggu, hari-hari aku meneriakkan segala yang ada di dada pada pemilik semesta. Kota ini berhasil membuatku terasa asing, sepi dan dingin.
Lalu, aku tiba di titik ini, sekarang – kota ini terasa begitu hangat, menarik dan terasa sangat ramah padaku. Aku benar-benar terpana, pada cara Tuhan. Bagaimana tidak ? Tuhan menghadirkan kebaikanNya dalam wujud dirimu.
Wajahmu yang asing namun terasa begitu lekat, unik – menarikku untuk mendekat. Janji kali ini aku tidak akan jahat, dan mari berdua jadi hebat.
Dirimu yang ku samarkan dari riuhnya pikiran orang – orang, tapi teramat sangat ku sayang. :)
0 notes
Text
Kepalaku dipenuhi dengan potongan potongan kejadian yang menyerang hatiku secara bertubi tubi belakangan ini.
"Jangan dipikirin chika, dirasain" - begitu kalimat penutup dari beberapa temanku kalo lagi ngebahas soal relationship.Andai saja aku bisa memahami "rasa" semudah ku memahami "aksara" dan "bicara".
Mungkin aku tidak akan dengan dangkal dan lantang bertanya : "emang iya ? - hah, kenapa?".
Aku lupa ber - rasa, kalau tidak kentara aku akan sulit bahkan hanya untuk menerka. Apa boleh begitu ?
Akhirnya, datang pula waktu dimana kota ini menyadari persembunyianku. Aku takut, tapi aku harus tenang, untuk membuat semua orang tidak takut.
Kota Asri, 27 Mei 2024
0 notes
Text
Baru-baru ini aku lagi baca buku How To Stop Feeling Like Sh*t karyanya Andrea Owen dan rada kepengaruh sama tulisan dia tentang “Menarik diri dan Mati rasa”. Kebiasaan lari dari perasaan yang sedang dialami, kebiasaan sering menghiraukan perasaan yang dialami bisa jadi alasan untuk “Mati Rasa”. Pertanyaannya : Mau sampai kapan kayak gitu ? Menghindari perasaan yang saat ini dirasakan ? [Pertanyaan berulang dari temen – temen terdekatku]
Aku jadi tersadar, dan rada tersentak. Tidak ada jalan lain selain dihadapi, bukan subjek (orang) nya ya, tapi perasaan itu sendiri, emosi itu sendiri. Gapapa lho menampakkan sisi manusiawi, wajar dan hal yang normal semua perasaan dan emosi manusia itu. Jadi baiknya, memang untuk diakui – direngkuh – dirasakan setiap perasaan dan emosi yang turut mengalir menjadi bagian dari diri (self), agar bisa merasa utuh kembali, sebagai manusia.
Kayak kutipan dari buku Pema Chodron, When Things Fall Apart – “Hanya sejauh kita mengekspos diri kita sendiri berulang-ulang hingga hancur, apa yang tidak dapat dihancurkan bisa ditemukan di dalam diri kita.”
Jadi, ya mari menghadapi perasaan – perasaan itu dan menunggu dengan penuh keberanian.
0 notes
Text
Obat mujarab
Lingkaran pertemananku yang memang banyak dihuni oleh para single-lillah, membuatku banyak belajar dan merasa dikuatkan. Ada satu waktu, saat kami saling sharing tentang "feeling" saat berinteraksi dengan quran, yang rasanya kayak di "flirting" sama Allah.
Masing-masing dari kami punya cerita yang sama persis, saat mengalami perasaan tidak enak dan pikiran yang stuck-mentok-kepentok. Dah gatau mau dan harus gimana lagi, saat cerita sana sini tidak ada solusi, yang kami lakukan sama :
"Meluk Quran, dan meminta ditenangkan semrawutnya pikiran dan perasaan, baca Al Fatihah, lanjut buka (random) entah pada bagian mana Quran yang akan terbuka, lalu dibaca sampai dengan sendirinya mulai muncul perasaan nyaman, lalu lanjut baca terjemahan - baca artinya, then kami menemukan kedamaian, memegang kembali kesadaran. Lalu hatipun luluh dan merasa teduh. Ya Rahiim"
Pikiran jadi jernih, solusi pun muncul dengan sendirinya. Dan yang paling penting perasaan "nyaman" dan "ketenangan" yang bersemayam dalam diri.
Seperti yang ku alami selepas maghrib tadi, aku pun sedang mengalami hal yang sama, bukan perkara dan persoalan dunia dan materinya. Hanya saja, akhir-akhir ini aku merasa terlalu banyak distraksi, sehingga sulit berkonsentrasi. Jadi aku melakukan hal yang sama, dan aku menemukan ayat ini :

[ Ayat 53 s.d. 56 Surat Az- Zumar], yang tiba-tiba saja terasa menyekat hati membuatku terisak, menangis karena merasa malu pada Allah. Tapi anehnya, sekaligus seperti merasa dipeluk dan direngkuh lagi - dibersamai lagi.
"Ya Rahiiim.." [ucapku lirih]
1 note
·
View note
Text
GAP YEAR

[Suasana Car Free Day di Pandapa Kuningan - saat matahari sedang terik-teriknya]
Ini ceritaku menjalani gap year . Januari 2022, setelah habis kontrak dari BPBD Purbalingga aku pulang ke Kuningan, sembari coba menyebar lamaran kerja kesana sini via online dan offline, aku mengisi kekosongan waktuku dengan membantu bibiku berjualan baju. Dari mulai saat tokonya ada di Pasar Celancang – Cirebon kemudian di PGC , hingga berjualan di CFD Kuningan.
Sebenernya saat bantu jualan, aku merasa sedang beradegan komedi dan menjadi orang lain karena harus bertindak layaknya seorang sales yang pintar membujuk orang buat beli barang dagangan . Tapi di sudut pandang bibiku malah berubah jadi genre thriller, wkwkwkwk. Bibiku bilang, suka deg-deg an dan takut setiap melihatku berhadapan dengan pelanggan, katanya sih takut kalau sampai aku mengkonfrontasi pelanggan dan terjadi keributan wkwkwk. Ga bisa dipungkiri, pada beberapa momen, aku memang sering mengkonfrontasi pelanggan apalagi pelanggan yang suka ribet dan emang nyebelin,rasa kesalku bisa langsung ekspresif banget wkwkwk.
Beruntungnya,aku ga pernah dimarahin sama bibiku yang emang super sabar itu. Mungkin kalo aku bekerja sama orang lain, aku bakalan langsung diberhentikan deh wkwkwk. Tapi, berjalannya waktu aku mulai bisa beradaptasi, dan belajar beramah tamah dan tidak mengkonfrontasi. Aku belajar menerima perbedaan, bersikap terbuka dan berkemauan untuk lebih memahami dan menerima orang lain. Ternyata!! asiiiik bangetttt, aku jadi bisa belajar berbagai macam watak dan karakter orang dan tau bagaimana berhadapan dengan orang-orang itu. Jadi tau juga, harus bagaimana dan bagaimana treatmentnya ke tiap orang yang berbeda, supaya mereka mau beli barang dagangan. Hasilnya ?? omset jualanku naik dan bisa dibilang bisa deh ternyata jualan (kalo kata bibiku mah). Wkwkwk

Aku jadi inget, cerita gap year salah satu temanku. Setelah lulus SMA, sebelum akhirnya lanjut kuliah, dia gap year 2 tahun. 1 tahun dia nyambi jadi pemborong barang-barang bekas, ikut memilah dan mengumpulkan barang bekas dan dijual, 1 tahun lagi ikut jadi karyawan di salah satu meubel milik saudaranya. Sekarang, dia sudah lulus kuliah dan bekerja di salah satu kementerian negeri ini. Ah ada satu lagi, cerita gap year adekku selama 1 tahun sebelum akhirnya kuliah. Dia jadi kasir disalah satu Mall di Semarang.
Kalo menurutku, gap year bukanlah sesuatu yang negatif, karena tidak semua hal musti diburu-buru. Lagi-lagi tergantung bagaimana kita mengambil sikap aja. Mencoba tetap produktif selama gap year adalah bagian dari pilihan masing-masing orang. Jadi siapapun yang sedang gap year, atau pun merasa stuck – alias tidak bergerak, gakpapa – jaga kesehatan, baik- baik mau di tahap manapun dan apapun. She who has health has hope dan she who has hope has everything, as simple as that :).
1 note
·
View note
Text

One Fine Day
Di tengah kesibukan wora-wiri kesana kemari, aku menyempatkan diri buat jalan kaki di sekitar tempat tinggalku yang sekarang. Aku jadi mengingat -ingat lagi, saat-saat aku selalu kepikiran:
- akan jadi apa ?
- akan jadi orang yang seperti apa ?
- akan tinggal dan menetap dimana ?
- bagaimana dengan keluargaku ? Adek-adekku ? Bapak ? Mama ?
- bagaimana dengan personal finansial ? Sudah di level manakah aku ?
Adalah hal yang wajar, bila sebagai manusia kita pasti punya rasa khawatir - cemas dan sedih (perasaan tidak nyaman). Setiap manusia pasti memiliki cerita masing-masing tentang segala kekhawatiran - cemas dan kesedihannya. Yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya, adalah bagaimana mereka menyikapi segala bentuk perasaan tidak nyaman itu.
Jalan - jalan - jalan, berjalan sampai waktu menyingkap keindahan dari tali simpul takdir yang menjalin - satu - dua - tiga. Tuhan dengan CaraNya, memang tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia. Tapi bisa dipahami oleh manusia yang merendahkan hati.
Seperti saat ini, semua point yang selalu membuatku kepikiran, akhirnya menemukan jawaban terbaik di waktu yang tepat. Setelah melewati beberapa waktu yang tidak mudah, akhirnya aku sampai pada kesimpulan yang bisa aku pahami dengan sederhana : aku hanya perlu berjalan - melakukan yang terbaik - belajar menghargai setiap upaya yang ku lakukan dan menyerahkan segala hal diluar kendaliku pada Tuhan.
Selanjutnya, tugasku adalah mengemban amanah yang dititipkan padaku sebaik-baiknya. Ah iya, yang tidak kalah penting adalah menjalin - membangun pertemanan sebanyak mungkin di tempat baru. Semoga aku selalu menemukan 'rumah' dan dibersamai dengan orang-orang baik, dimanapun aku berada.
4 notes
·
View notes
Text

[ Picts : Myenuu makananku yang asal trabas ]
Eat
Semenjak pindah ke Tanah Sunda, kebiasaan makanku perlahan berubah. Aku mulai suka makan sayuran segar dan mentah kayak tauge - sawi putih - kacang buncis - kacang panjang - timun - pok coy. Tapi masih belum seekstrim mimih yang suka makan jahe - kunyit untuk lalapan.
Awalnya aku juga tertawa dan heran setiap liat mimih makan kunyit, jahe atau lalapan yang aneh-aneh (buatku). Tapi kemarin aku baru aja selesai baca buku Loving The Wounded Soul karya Regis Machdy di Bab #14 Mikroba - Kesehatan Usus dan Mental Saling Berkaitan !. Aku tersentak dan mulai mengkritisi pola makanku yang dulu-dulu. Kalo kata mimih di Sunda ada mitos "Orang yang suka cabe, makan pedes biasanya suka cepet marah". Dibuku Loving The Wounded Soul hal ini pun di bahas - lebih tepatnya bahas kalo makanan yang kita makan akan mempengaruhi mood kita juga. Saran dari buku itu, untuk menjaga mood dan kesehatan tubuh, tolak ukurnya bukan rasa enak atau sekedar sesuai "lagi pengen apa", tapi lebih perhatiin nutrisi, vitamin, zat- zat yang emang tubuh kita perluin. Mengendalikan diri dengan menjaga pola makan sehat - pola tidur yang teratur dapat menjaga mood dan tubuh juga jadi lebih sehat dan energik.
Salah satu kebiasaan mimih yang pengen aku contoh adalah pola makan sehatnya dan pengendaliannya. Mimih sering makan lalapan ala sunda yang emang segar - dan mentah, nasi pun harus nasi yang di akeul (dikipasin-diaduk sampe dingin), mimih juga bisa banget ngendaliin diri dan mengatur makanan. Misalnya menghindari makanan tertentu saat terasa ada masalah di tubuh. Kebiasaan mimih ini katanya emang udah jalan dari mimih muda dulu mengikuti kebiasaan mak uyut (ibunya mimih).
Gabisa dipungkiri kan, sekarang ini jajanan udah bejibun banyaknya. Emang sih semuanya enak-enak, dan nagih, terus bikin gabisa nolak. Tapi sehat kah ? Apa efeknya ke tubuh nantinya ? Apa efeknya ke mood ku nantinya ?
Eh tapi, kadang juga aku masih sering denger perkataan : "mumpung masih muda, belum banyak keluhan, makan mah makan aja" - "kita sukanya apa ya makan aja". Gabisa dipungkiri, dulu aku juga gitu, bahkan sering makan malam terlalu larut mendekati waktu tidur (dan ini ga sehat) - aku juga banyak makan untuk membahagiakan diri hahaha sampai BB membengkak menjadi 56 kg.
Alhasil, waktu BB ku tembus 56 kg, adalah mama yang selalu komen "kamu gendut mba, pola makannya di jaga". Padahal sebelumnya aku juga berjuang banget menaikkan BB karena terlalu kurus hanya 42 kg, sedangkan BB idealku berkisar 47 s.d. 48 kg. Tapi dalam waktu 2th (setelah lulus dan kerja) BB ku melambung tinggi melebihi batas ideal hahaha. Setelah ku telusuri, selama waktu 2 th itu, caraku me-release stress salah satunya ya dengan makan-masak. Disisi lain saat itu Indonesia, khususnya Pulau Jawa sedang berjuang menghadapi pandemi, jadi faktor mager - males olahraga pula aku dulu.
Sekarang BB ku cukup stabil di angka 50 kg, aku pun masih struggling menurunkan BB, pengennya ya di angka 47 kg. Tapi komentar keluarga dan orang sekitarku, sudah pas dengan BB 50 kg, tidak kelihatan kurus - ga gendut juga. Untuk bisa di angka 47 kg, masih perlu usaha lebih dari mengatur pola makan - menu makan - pola tidur - olahraga - waktu istirahat. Dan yang paling penting konsisten pada komitmen.
Tapi di sisi lain, aku juga gamau terlalu keras dengan diriku sendiri, aku gamau melakukan diet ekstrim dengan hasil cepat, yang ingin ku bangun pertama adalah "habit-habit" kecil kayak :
- makan menu sehat
- mengurangi gorengan dan aci"an
- minum air putih yang cukup
- istirahat yang cukup
- menjaga interval atau pola waktu makan
- olahraga ringan, kayak : jogging atau sekedar jalan kaki
- mengatur pola tidur.
Jadi, sekarang ini aku kembali mengoreksi pola makan-menu makan- pola tidur-olahraga-waktu istirahat. Mulai dengan langkah kecil dan perlahan, supaya tidak terasa berat dan penuh tekanan. Gapapa banget kok ! Hehehe.
1 note
·
View note
Text

Another Fortitude Story
Apa yang terlihat dari orang yang giat bekerja di masa tuanya selain kekaguman ?
- kegigihan
Aku pernah mendengar pernyataan mengenai perempuan begini : perempuan itu saat masih kecil bergantung pada orang tua, setelah menikah bergantung pada suami, dan setelah tua bergantung pada anaknya. [Ini adalah pola pikir lama yang memandang perempuan sebagai beban].
Aku tidak setuju, justru aku teramat sering melihat-berkenalan-terhubung- dengan perempuan-perempuan mandiri bahkan hingga di masa tua nya. Di Kota Bersinar, pemandangan para ibu-ibu yang pergi ke pasar sebelum subuh membawa hasil kebun dan pulang saat petang dengan sepeda ontelnya adalah hal yang sangat lumrah. Di Kota Asri pemandangan para ibu-ibu yang berjualan disunggi diatas kepala dan ibu-ibu yang tandur-panen padi di sawah adalah hal lumrah.
Ah, aku jadi inget obrolanku dengan Mas Aryo (tetangga belakang rumah Klaten) di BBM dulu, seingetku gini kata Mas Aryo: "Dek Chika sering lihat kan, mbokde-mbokde yang pulang pergi ke pasar pake sepeda ontel, mereka makan sederhana, berpakaian sederhana, tapi sapi dan tanahnya banyak, tipe kaya nya orang desa".
Setiap kali melihat buibu ataupun bapak-bapak yang sudah sepuh tapi tetap giat bekerja, responku cuma satu : Kagum. Sering aku pun bertanya, jawaban mereka sama : selagi masih sehat dan mampu mencari rezeki Allah tidak ada salahnya, dan tidak ingin membebani anak, pengennya ngasih kalo ke anak dan cucu. Aah, memang kasih sayang orang tua sepanjang masa.
Seperti mimih yang di masa tuanya masih produktif dari buat kecap dan hampas kecap kemudian dijual sampai tandur-panen padi, masih sanggup. Mimih bekerja dari muda, bahkan keterampilan berjualan sudah dilatih sedari SD sama Mak Uyut dulu. Mimih muda mengumpulkan uang untuk dibelikan sawah, prinsipnya kalau tua nanti ada tabungan sehingga tidak minta ke anak [Sisi Mimih yang ini selalu ingin ku tiru]. Sama dengan zaman sekarang, Kaum milenial dan gen Z juga sudah memikirkan dana pensiun dan skemanya akan seperti apa nantinya. Kalo kata mimih mah : "Jalma lan hirup mah teu tamtu".
Apapun bentuk produktivitas dan kreativitas yang dijalani, bila digali lebih dalam yang mendorong untuk tetap gigih menghadapi hidup bisa jadi salah satunya adalah keinginan untuk tidak bergantung pada makhluk.
Sebagai penutup, nasehat dari Viktor E.Frankl di Bukunya "Man's Search For Meaning" - saat menceritakan pengalamannya di kamp konsentrasi mungkin bisa menguatkan , gini : "Kita tidak perlu berharap sesuatu dari hidup. Sebaliknya. Biarkan hidup mengharapkan sesuatu dari diri kita."
0 notes
Text
Ramadhan Kareem 1444 H
[ Dealing with distractions, Just Eat - Love - and Pray]
(Lokasi : Kawasan Perkebunan Teh Ciwidey -Bandung. Original Video, backsong : Sture Zetterberg feat Andrew Shubin - Body to Body).
PART - Dealing with Distractions (Reconnected)
Aku beruntung karena bisa merasakan kehidupan tanpa media sosial saat aku kecil dan remaja dulu. Aku juga cukup beruntung karena dihadapkan pada dunia dan budaya baru (dunia media sosial) di saat aku sudah dewasa, sehingga aku bisa menyiapkan diri untuk filtering - media yang ada dihadapanku, dan juga controlling - diriku sendiri saat menggunakannya.
Sekarang ini, kalo diperhatiin banyak sekali huru - hara di dunia nyata yang di bawa ke dunia maya, begitu pun sebaliknya. Puluhan informasi yang selalu hadir di setiap waktu, konflik dan permasalahan, sebaran isu dan hoaks. Belum lagi narsistiknya entitas manusia dan keperluan validasinya di dunia maya, dunia terasa jadi gaduh.
Aku sering banget bahas soal ini dengan beberapa teman dekatku, sampai salah satu temanku pernah nyeletuk gini :
"Chik, aku pengen banget dunia balik ke waktu dulu saat medsos belum seperti sekarang, gapapa deh balik lagi ke handphone yang hanya bisa berfungsi buat sms sama nelfon aja. Bisa ga sih ya, Haa, aku berandai ya ?"
Waktu itu aku langsung jawab : "Ya ga bisa". Sekarang aku paham, keberadaan media sosial yang bisa diterima - diminati oleh banyak sekali manusia hingga berkembang pesat seperti sekarang sudah bisa jadi sinyal sederhana , sinyal soal "budaya baru yang lagi on going terus berproses dan berkembang".
Baru-baru ini aku juga sedang baca dua bukunya Yuval Noah Harari, Sapiens dan Homo Deus. Interpretasi Yuval Noah tentang perjalanan manusia 'Sapiens' bisa sampai dititik masa sekarang ini benar-benar dikupas habis dari berbagai sudut pandang : ekonomi, sosial, mental, kecerdasan, budaya, politik, agama, termasuk evolusi dari masing-masing sudut pandang pun digambarkan. Yuval Noah juga melanjutkan interpretasinya tentang agenda baru umat manusia 'Homo Deus' di masa depan. Baca dua buku ini, serasa dibawa kedalam dua dimensi berbeda (berasa isekai) ke jaman dulu, dan juga masa depan. Buku ini salah satu yang membuatku ga mudah terpengaruh, atau sekedar FOMO aja, hehe.
Lalu sebagai manusia, apa yang bisa dilakukan ? Beradaptasi ya kan. Beradaptasi supaya tetap punya kesadaran, tidak hilang kendali atau terlalu mengikuti arus kehidupan dunia sosial, dan juga supaya tetap bisa terhubung dengan baik di media sosial.
Salah satu hal yang aku lakuin untuk beradaptasi itu dengan "merawat kesendirian demi kesadaran diri", hal - hal yang aku lakuin biasanya berupa kegiatan :
- Mindfulness, dengan mengatur nafas dan sesekali berenang;
- Filtering : aplikasi, news, or platforms yang memang penting dan berguna untukku;
- Controlling : diriku sendiri, dengan mengatur durasi waktu dalam menggunakan setiap aplikasi, news or platforms baik di handphone ataupun PC;
- Meluangkan waktu 30 menit sampai 1 jam untuk tetap terhubung dengan alam dan lingkungan, biasanya aku sih jalan-jalan kecil;
- Decluttering, cooking;
- Skipping Period : sengaja nge-skip, melewatkan status teman - teman yang sering lalu lalang di media sosial (dalam waktu tertentu). Memilih untuk tidak terlalu sering melihat status dan membuat status di media sosial. Jadi tidak semua status orang - orang harus ku lihat kan, kalo pun aku ingin tau kabar dari teman-temanku, biasanya aku langsung chat atau telfon secara personal. Melihat update statusnya sih gapapa, asumsi (pribadi)nya aja yg kadang bahaya.
Buatku, merawat kesendirian demi kesadaran diri adalah salah satu cara menjaga perasaan - tenang, damai dan menjaga sikap - peka, tenggang rasa di tengah dunia yang begitu gaduh.
Terlepas dari banyak distraksi di media sosial, ada juga hal yang ku syukuri seperti : kemudahan akses dan peluang dalam bisnis,belajar-informasi-terhubung dengan orang, keterbukaan informasi, gerakan kesadaran mental health-cinta alam-baca buku. Karena dulu, sebelum ada media sosial, untuk tahu informasi dan turut dalam gerakan kesadaran atau tetap terhubung dengan orang-orang yang jauh keberadaannya cukup sulit dan perlu banyak biaya. Tapi, setiap pilihan yang diambil, mestinya diiringi dengan tindakan yang bertanggung jawab juga, kan. ?
5 notes
·
View notes
Text
Dating With My Inner Advocate_
Aku memilih Desa Wisata Jagara, yang ada di dekat Waduk Darma untuk jogging, sendirian :). Kali ini, udaranya terasa dingin menusuk, tapi ga sampe ke hati, wkwkwkwk. Hanya ada segelintir orang dan anak-anak disana. Tapi gapapa, itu lebih baik.
Saat mencoba masuk dan berjalan ke tepian waduk, aku melihat seorang anak yang mencoba untuk menggendong adiknya melewati peron waduk yang cukup curam, bergegas aku lari dan menawarkan diri untuk menggendong adiknya, karena kebetulan aku juga akan menyebrang peron. Alhamdulillahnya adiknya ga nangis, postur tubuhnya yang mungil membuatku tak henti bergumam gemash gemash, wkwkwk. Sesampai diujung peron, sang kakak sudah menunggu aku menurunkan adiknya itu, kakaknya langsung berterimakasih dan tersenyum. Aku tersenyum balik sembari mengingatkan untuk hati hati. Aiih, ini menu sarapan pagi yang jarang kan. Sarapan pagi yang dibuat dari menu senyuman bahagia yang menular.
Aku memang menyengaja untuk datang kesini, suka aja gitu melihat waduk - semburat sinar matahari - burung yang terbang sembari sesekali menyentuhkan kakinya ke permukaan ari - para bapak pencari ikan - angin silirannya, hingga buibu hamil yang sedang jalan pagi ditemani suami. Haaaa, ini membahagiakan, hidup ini sejatinya selalu membahagiakan bukan?
Yang membuat kebahagiaan itu berkurang, menurutku adalah persepsi - persepsi yang salah, yang belum tentu benar, dan diijinkan untuk mendistraksi - mengobrak abrik fakta yang ada.
Aku jadi ingat salah satu Film Animasi Garapan Disney dan Pixar yang berjudul "Soul". Ada bagian yang paling aku suka yang sarat akan makna paling mendalam dari hidup ini, yaitu saat :
Joe melihat 22 berjalan kegirangan dengan penuh rasa bahagia menginjakkan kaki di bumi, memakan burger pertamanya, menyentuh daun yang jatuh. Sedangkan Joe tersentak di belakang 22, mempertanyakan keadaan dirinya sendiri yang merasa tidak bahagia, padahal impian terbesarnya jelas sudah tercapai. Tapi dia mendadak tidak bahagia.
Film ini membuatku mempertanyakan lagi tujuan hidupku dan menggeser sudut pandangku tentang kebahagiaan.
Setelah 30 menit aku jogging, aku duduk di tepian danau sembari meminum air hangat yang ku bawa dari rumah. Tepat setelah itu, aku ngedate dengan inner advocate dalam diriku sendiri. Kalo kata banyak orang sih "me time", apapun itu. Aku merayakan kemajuan kecil yang aku lakukan akhir - akhir ini, berfokus pada apa yang bisa aku lakukan, tidak pada hasil. Sebuah cara untuk tetap konsisten memegang komitmen.
My journey so far have been amazing, and I want to thank to Allah for that. I am proud of my accomplishments thus far. It feels so good to be me. [Meng-copy tulisan status Mba Fani, teman baru yang ku temui di perjalanan naik kereta] 🙂
1 note
·
View note
Text
New Rules
Siapapun yang membiarkan orang lain menjajah kehormatan pribadi mereka, sama saja dengan mengundang orang lain terus melakukannya. Orang - orang yang membiarkan orang lain mengelola hidup mereka akan kehilangan perasaan bahwa mereka mampu membentuk dan mengendalikan hidup mereka sendiri. - Sylvia Loehkan
0 notes
Text
Stoik(is)me
......: Aku kalo ngeliat kamu kayak tenang gitu hidupnya, ga punya masalah. Lancar – lancar aja ngliatnya..
Me : Kata Haenim Sunim mah "Remember the pizza in the ad ? It always looks better than it is." Alias sawang sinawang wkwwkwk.
Dua tahun terakhir ini, aku mulai bisa mengembangkan pola pikir dan menerapkan prinsip stoikisme. Sebenernya bisa jadi aku sudah lama bersikap dan bereaksi layaknya orang dengan pola pikir stoikisme, hanya saja aku mulai paham istilah “Stoikisme” baru dua tahun kemarin, lalu aku mencoba menggali lebih lanjut tentang stoikisme.
Jadi, stoikisme merupakan suatu pola pikir mengenai cara untuk tetap tenang menghadapi situasi sulit tak terduga, suatu cara penguasaan diri untuk tetap tenang, tahan mental, dan punya emosi yang seimbang. Misalnya saja, seorang stoik akan tetap tenang - tidak sedih terlalu larut apabila menghadapi situasi – situasi yang tidak mengenakan atau situasi buruk, seperti peristiwa : kehilangan seseorang yang di sayang, ditinggal menikah orang yang kita cintai, ketika teman jadi lawan, ketika bisnis yang susah payah dibangun malah mengalami kebangkrutan, dll. Situasi buruk tidak tertuga ini, tentunya berada diluar kendali (jangkauan) kita sebagai manusia. Maka dari itu, seorang stoik harus bisa membedakan, memilah mana situasi yang bisa diubah dan kendalikan, dan mana situasi yang tidak bisa diubah dan dikendalikan. Setelahnya, seorang stoik akan lebih mudah menerima (acceptance) terhadap berbagai situasi tak terduga diluar jangkauan.
Stoikisme juga berarti memberikan jeda pada emosi yang hadir pada saat mengalami situasi sulit tak terduga. Ga jarang kebanyakan orang menilai orang-orang yang berpola pikir stoikisme sebagai “orang yang berhati dingin dan kaku” (seperti yang ku alami, wkwkwk). Padahal bukan begitu maksudnya, memberikan jeda pada emosi untuk merespon situasi sulit membantu mengurangi beberapa adegan hidup yang penuh drama kan? Jadi sebut saja : tangguh, bukan berhati dingin dan apalagi kaku.
1 note
·
View note
Text
Bapak - Diamnya, dan AKu
Jika di duniaku dengan mama ada : mama – ceritanya, dan Aku
Maka di duniaku dengan bapak ada : bapak – diamnya, dan Aku
Mama mendidikku dengan ceritanya, tapi bapak mendidikku dengan diamnya. Aku mulai menemukan jawaban, kenapa setiap kali berdebat dengan bapak hatiku terasa sakit dan sesak. Dan saat bapak memarahiku, aku pasti mudah menangis. Tapi bapakpun mudah menangis, setiap kali melihatku celaka. Aku ingat betul mama pernah bilang : “Rumah tangga belasan tahun sama bapak, baru tadi mama liat bapak nangis , nangisnya laki – laki mba, pas bapak liat kamu celaka”.
Waktu kecil, aku suka sekali memperhatikan bapak saat bekerja. Aku melihat potret bapak yang ulet, tekun, tidak gengsi, dan sangat fokus. Bapak juga jarang menyuruh anak-anaknya, bahkan bapak mau membantu mama mencuci baju, bahkan mengepel rumah. Berbeda dengan mama, mama itu Ratunya Tunjuk, tunjuk ini tunjuk itu, dan juga suaranya yang teratur menggema di dalam rumah bak Microphone Peringatan yang sudah terjadwal didengar oleh aku dan adek – adekku, WKWKWKKWK. Tapi dari mama, aku melihat potret kesabaran hati, empati – simpati pada sesama, kerelaan dan upaya mengalah. Beruntungnya Aku...
Setelah dewasa aku bisa melihat arti dari bahasa ‘Diamnya’ bapak, dan mengambil ibrah dari setiap ‘Ceritanya’ mama. Meskipun bapak dan mama mendidikku dengan cara yang berbeda, hal yang paling ku syukuri adalah ‘Aku selalu jadi orang pertama yang disebut namanya dalam doa mama dan bapak’. Sampai – sampai ada saudara mama yang bilang “Doa mama – bapak nya Chika itu ajaib. Cepet banget chik terkabulnya, magic gitu.”, Subhanallah, Maha Suci Allah.
Aku rindu bapak, aku juga rindu ‘indom*e buatan bapak’ yang rasanya original dan nagih.
Oke, next : dengerin lagunya Dewa 19 - Separuh Nafasku [Lagu kesukaan bareng bapak]
0 notes
Text

Mari menyibak kekuatan 'diam', dan mengenali hambatannya. I take my time, I take care my self. ❤️❤️
0 notes
Text
Setiap meneleponku, dalam sehari mama akan bertanya ‘sehat mba?’ hingga lebih dari 5 kali. Bener emang kata Sarwono dalam Novel Hujan Bulan Juni, karyanya Sapardi Djoko Damono, gini :
“Ibu itu perawatnya perawat, dewinya dewi, tidak jarang juga tirannya tiran.” Wkwkwkk, ku tertawa kepingkel - pingkel tiap kali baca monolognya Sarmono yang aneh dan lucu - lucu.
1 note
·
View note