Tumgik
coloringmystuff · 6 years
Text
Awal Maret di Tahun Genap
Mungkin Tuhan menemukanku sebagai hamba paling ngeyel seantero jagad
Sudah diberi tanda bakal hujan, masih tidak mau bawa jas hujan
Giliran diturunkanlah berkah itu padahal hanya rintik agak deras, aku menangis menilai Dia tak adil
Dan merasa aku adalah korban ketidakadilan sedari dulu
Mana warna bajuku putih, jadi bernoda bercak becekan jelek
Tapi sewaktu aku bangun tidur di antara stasiun Manggarai-Jatinegara, aku tahu
Aku memang banyak ngeluh dan jadi super ribut ketika hal mendadak terjadi
Hujan mendadak, rapat mendadak, ujian mendadak
Tapi ketika sudah berjalan, aku bisa jadi orang yang paling nrimo, tentunya setelah jadi ngeyel dahulu, seantero jagad
Semisal aku harus mati tergencet orang-orang komuter ini, seandainya keretanya terjungkal atau bagaimana, aku akan jadi yang paling ikhlas untuk menerima keadaan
Lha wong kalo beneran terjadi, aku ada di paling bawah, bisa protes?
Soal hidup dan mati urusan Tuhan
Paling tidak aku nggak bakal jadi ngeyel terus-terusan, janji deh
0 notes
coloringmystuff · 6 years
Text
We need to keep private things private because not every story told to us is appropriate to retell to anyone else.
Baru aja gue mengupload itu ke instagram story karena, okay, I just realized something important; not everyone whom I talk to is wise. Mungkin aja mereka adalah pendengar yang baik, tapi gak sedikit dari mereka gak punya kontrol atas ucapannya sendiri.
Sebelumnya gue gak sampe berlebihan gini, sih, ya, secara temen ngobrol gue pun bisa diitung pake jari. But I always thought that there is an unspoken rule between people, ketika kita diceritain sesuatu bukan berarti cerita tersebut udah jadi hak milik kita untuk kemudian nyeritain lagi ke orang lain meskipun itu cuma hal simpel. Selama kita pikir itu hal privasi, maka kita berkewajiban melindunginya. Ini etika bersosialisasi. Jangan salah, berteman pun harus ada etika nya, termasuk jaga rahasia dan gak ngomongin di belakang, misalnya. Because a good friend will save their friend’s name and reputation on public.
Mungkin, ya, gue pernah melakukan ini, cerita-cerita ke orang tentang ceritanya orang lain, maybe it’s a karma, but thanks I learned a lot!
Hal-hal kayak gini malah growing insecurities, loh, makannya banyak orang ekstrovert yang menyembunyikan their true feeling or even tge truth about their self meskipun mereka terlihat supel berhaha-hihi sama orang banyak. Gue pribadi pernah mengalami hal yang baru aja gue sadarin hari ini. I’ve told someone, a girl, when I was on 4th grade of elementary school, that I came from a broken family. Dan coba tebak, besoknya gosio menyebar kalo gue anak broken-home. Ketua kelas mereka galak karena keluarganya gak sempurna dan gue kurang kasih sayang. Ya, gue nangis, sih, waktu itu. Ibu gue sampe harus nemuin si anak itu dan Ibunya.
I was kind of stupid, ya, cerita hal begitu ke temen sendiri. It’s kind of bullying which helps me building my though character, tho. I was succeeded to level up. Negatifnya, gue jadi gak percayaan sama orang. Bertahun-tahun lewat, gue lupa kalo dengan bercerita gue buka peluang buat diri gue sendiri kecew. Sampe terjadi hari ini.
That’s why, sometimes, I hate to keep my friends close. Semakin deket mereka, semakin tau mereka tentang gue. Naturally, ketika kita temenan, rasa percaya itu tumbuh cem orang pacaran. Kadang kalo udah cerita juga gak kontrol udah seberapa jauh gue ngomongnya, dan gak pernah mikir mereka akan ceritain lagi ke yang lain. Buat apa?
Segitu ya, sih, gue memperhatikan gerak-gerik orang lain, bahkan temen sendiri. When I no longer feel the comfort, I quit. Mungkin gak yang, ok bye lo semua gue cabut, but slowly not telling them privacy. Let’s be regular friends who tell regular things and stuff each other. So sorry🙂
0 notes
coloringmystuff · 6 years
Text
Is it a proper comeback?
“Aku tuh capek dijadiin pelampiasan kamu yg sesekali itu”, said tumblr to me
0 notes
coloringmystuff · 6 years
Text
Tidak ada hal yang lebih menyedihkan daripada
Ketika aku sudah punya semuanya
Tapi tetap merasa ditinggalkan
Perasaan sepi dan kosong yang tidak tertutupi
Bahkan di hubungan pertemanan lama atau percintaan klasik jarak jauh ini
Atau tumpukkan berkas yang dikejar waktu untuk diselesaikan
Ya, selamat datang kembali diriku yang dulu sempat mati suri
Yang sempat dihinggapi bahagi hingga sesak
Yang kini sudah sunyi lagi
Bekasi, 12 Januari 2018
Postingan pembuka di tahun ini,
sedih sekali.
0 notes
coloringmystuff · 6 years
Text
Aku merasa jadi manusia paling jijik. Aku jijik dengan diriku sendiri yang tidak bisa berkata tidak. Entah berapa pintu rezeki yang akan menutup sendiri di depan mataku. Entah siapa saja yang akan terkena imbasnya.
“Aku tak akan pernah meninggalkanmu.”
Bagaimana jika aku yang meninggalkan? Bagaimana kalau aku yang kadung kecewa?
Aku masih berdebar nyaris tak sadar. Dan kamu tak mengerti efek kedepannya.
Bekasi, 1 Desember 2017
0 notes
coloringmystuff · 6 years
Text
Here’s the life we bump into.
We’re living in the era of labelling. We claim that we’re thinking the best opinion while other’s not. But, we know truly that no one’s owning others. We have freedom of thoughts.
And If I could, I scream and won’t hear your statement again about complaining because I don’t live to statisfy your demanding attitude.
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Pengakuan #1
Saya tahu bahwa saya dalam kondisi ingin marah. Saya tahu bahwa ada yang salah. Tapi tidak tahu pada siapa, di bagian mananya. Dan ketidaktahuan itu malah membuat saya cenderung mencari pelampiasan. Mencari kesalahan pada hal-hal yang bisa saya temukan. Hal yang paling dekat dan paling mudah untuk dijadikan objek kekesalan adalah tidak tercapainya ekspektasi. Secara dewasa, ini sangat tidak wise. Tapi apa daya, saya hidup dan tumbuh sebagai seorang yang tidak punya pegangan kokoh sejak lahir. Saya mencari terus pegangan, hingga saya menemukan satu persatu pegangan itu. Teman, pacar, saya tempeli berbagai ekspektasi saya pada mereka. Tapi barangkali sebagai manusia yang sama-sama rapuh, mereka tidak bisa sepenuhnya memegangi saya. Tidak mampu menopang tingginya ekspektasi yang saya tanamkan. Padahal saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak menggantungkan apapun pada siapapun, dan payahnya saya mengingkarinya secara sadar. Layaknya seorang yang kecewa, yang sudah lelah berlari jauh, yang sudah jenuh dengan berpura-pura baik-baik saja ketika badai datang, saya butuh disambut dengan pelukan hangat. Semua orang butuh itu, kenyamanan. Dan dalam rangka protes mengapa tidak ada yang menyambut saya setelah perjalanan jauh itu, saya menulis ini. Ini menjadi satu-satunya media karena keterbatasan saya dalam berbicara, berkomunikasi langsung. Maka, maafkan saya apabila terkadang saya sering salah ucap, dan diantara kalian ada yang salah mengartikan. Karena saya juga tidak, belum, paham mana yang lebih baik: bicara atau diam. Karena dua-duanya tidak pernah benar-benar jadi solutif atas kemarahan-kemarahan yang seringnya datang setelah terakumulasi. Lemahnya. Untuk mengingkari pernyataan itu, saya mencari alibi. Bahwa bukan saya yang lemah, tapi lingkungan dan orang-orang itu yang tidak paham bagaimana saya menyelesaikan masalah. Saya lalu berlari jauh, hingga pada akhirnya saya harus kembali. Tapi masalah tidak pernah selesai, seakan dia seperti amuba, membelah diri secara aktif, berbiak menjadi banyak. Hingga akhirnya saya harus mengaku. Ya, saya lemah, karena bisa marah sewaktu-waktu karena masalah. Karena terlalu banyak memupuk ekspektasi. Karena ingkar untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri. Tapi, pun, ini tidak sepenuhnya salah, bukan? Saya cuma butuh kenyamanan untuk recharge, mempersiapkan diri lagi. Saya butuh sesuatu untuk diajak bicara tanpa menggurui. Saya butuh ruang lebih untuk bernafas tanpa sesak. Dan saya tidak menemukan ini pada kalian, dan kamu. (Haruskah saya juga yang meminta maaf?) Bekasi, 18 Juni 2017
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Akan ada harapan di dalam diri gue untuk menemukan orang yang serba bisa, serba mau. I didn't talk about fairy who can grant every wish, I talk about the man whom I can fit in. Gue bukan tipe yang bisa langsung deket, langsung akrab sama orang. Jadi ketika ada yang bisa gue 'tempelin', secara tidak langsung gue akan bergantung sama orang itu, which is not good. Bergantung itu berefek buruk sekali, yakinlah. Dengan bergantung gue punya banyak sekali ekspektasi-ekspektasi dari mulai yang make sense sampe yang impossible sekali pun. Yep, I hope I find a Superman whom I can depend with. But painfully, I ain't living my fantasy in reality. Dan semua berujung dengan gue yang minta maaf dan menyesali. Jadi, halo, yang sudah jadi pacar selama sembilan tahun, maafin ya hehe.
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Photo
Tumblr media
. Rotterdam Philharmonic Orchestra: Conducted by Antony Hermus, with a violinist, Rossane Philippens. . I felt honoured even I attended for free, only by registering on their website. . And voila! Everything was like a magic. . I was like waking up in a whole new world. Feel like classy between those expatriates and art enthusiasts who wore nice dresses and suits, meanwhile I was still in 'seragam kantoran' from head to toe. And most of them talked in alien pronounciation (re: Dutch). Yap, I was a total stranger. . But I didn't mind, because, you know, the orchestra invited me to communicate beyond words, allowed me to feel the thrills and goosebumps, enough to make me putting down the title as the-monotone-worker-all-day, although I was in 'that' style. . I feel the universality on my very first orchestra concert. That was too superb to tell! . Thanks to this pals @lorenzonggili @anisaanastia for this rare chance! (at Taman Ismail Marzuki)
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Photo
Tumblr media
We're greedy for everything. We demand things we shouldn't acquire for our own. Then after we had it, it's hard to let go. We get mad. We're disappointed. . And we curse everyone. And I cursed you, and time. . Make me ask myself, Did I do wrong to have a little faith in one thing I certain? #delsoon
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Sedih sudah aku. Untuk pertama kali, aku dikhianati oleh keyakinanku sendiri. Pedih perih aku. Makin menganga lubang dalam luka, makin aku tak mau percaya sesiapa. Lalu aku jadi pengecut, beringsut sebab takut, atas cinta yang kurasa mulai surut, di hati yang kuragu masih saling terpaut. Bekasi, 27 Mei 2017
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Quote
Ketidaksempurnaan dan aku, telah menjadi padu. Kau tahu?
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Serindu-rindunya aku, tak pernah jadi sesedih ini, sejauh ini dari kamu. Lalu, aku jadi kepikiran buat tanya Kemarin kita ini apa, kalau rindu malah bikin sakit kalau waktu jadi semakin sempit kalau bilang cinta malah jadi amarah Dan, sekarang, kita jadi bagaimana? Aku cuma kesepian dan butuh teman bicara Sudah cukup marah-marahnya, aku cuma ingin ditemani. Supaya aku tidak benar-benar sendiri. Bekasi, 24 April 2017
1 note · View note
coloringmystuff · 7 years
Text
Halo, Ibu. Salam.
Saya kalau lihat Ibu diliput di media dan kebetulan saya membaca atau mendengar informasi mengenai beliau, saya masih suka merinding. Ada hawa-hawa amazed yang menyelimuti saya. Padahal sekarang sudah sekantor, ya, walaupun beda gedung, sih. Lebih seringnya malah ketemu sama kendaraan Ibu yang akan masuk basement sewaktu saya mau fingerprint.
Saya jadi teringat sewaktu saya salah masuk gedung dan berdampak pada nyasarnya saya di suatu lantai. Begitu keluar lift, langsung ada security yang nyamperin saya. Oh, iya, saya lupa. Ini lantainya Ibu dan tidak sembarang orang bisa masuk. Saya harusnya ke lantai yang sama di gedung sebelah yang wujudnya persis mirip sama gedung ini. Maklum, saya orang baru jadi lupa-lupa terus, hehe.
Kemarin, Ibu seminar di almamater saya. Kalau saya masih jadi mahasiswa di sana, pasti antusiasme tinggi saya mendesak untuk ikut ambil bagian. Jangankan selagi masih jadi mahasiswa, bila sekarang ada kesempatan, pun, saya akan hadir, asal tidak berbenturan dengan kewajiban saya menunaikan pekerjaan. Ibu pasti tidak suka anak-anaknya melalaikan tugas. Dan tidak ada yang mau medapat teguran dalam bentuk apa pun karena semua tahu betapa tegasnya Ibu mengenai hal ini.
Kalau saja saya bisa bercerita, layaknya seorang anak bontot yang mengadu pada Ibunya.
Bu, tidak pernah terpikirkan oleh saya untuk menjadi bagian dari keluarga ini, organisasi kita yang menjadi sumber penghidupan bagi bangsa. Saya hanya mengikuti takdir Allah yang sudah digariskan buat saya melalui selembar pengumuman elektronik yang saya dapatkan melalui informasi yang diberitahu oleh teman saya pada pukul tiga dini hari, di hari terakhir saya mengikuti orientasi di kampus rakyat, Yogyakarta. Saya hanya mengikuti kata hati yang bilang bahwa kembali ke Jakarta adalah keputusan yang tepat. Dan hingga hari ini saya mensyukuri kesempatan itu. Saya bisa bersekolah dan menempuh pendidikan di bawah naungan Ibu, tidak lagi membebani orang tua secara finansial, dan memberikan secercah harapan atas kehidupan yang lebih baik bagi kami sekeluarga.
Bu, bahkan saya masih ingat ucapan Ibu saat melepas kami wisuda. Bahwa kami generasi muda adalah awal dari harapan-harapan baru, pemegang dan penerus kebanggaan Indonesia tanpa pandang bulu, tidak peduli kami berdarah Jawa, Timur, atau lainnya. Engkau menyulut semangat kami, membuat kami percaya bahwa dimana pun kami mengabdi, dari Aceh hingga Papua, adalah bukan masalah yang berarti. Karena keluarga kita, organisasi kita, bukan cuma yang ada di Jalan. Dr. Wahidin. Sejujurnya, Bu, saya sudah siap. Dalam pikiran saya sudah terbentuk titik-titik yang akan saya sambungkan perlahan sewaktu bekerja nanti, apa yang harus saya capai, apa yang harus saya lakukan sesuai dengan sistem yang sudah berjalan, di kantor mana pun itu, dengan jenis pekerjaan apa pun itu. Tapi lagi-lagi Allah mengagetkan saya dengan takdir yang diberikan. Saya berkantor di Jakarta sekarang, dekat dengan Ibu.
Tapi, Bu, maafkan apabila kami -- saya, tidak mampu memenuhi seujung kuku dari ekspektasimu.
Di keluarga ini saya belum mampu berbuat banyak. Saya masih amat sangat belum berpengalaman hingga bahkan belum diikutkan di beberapa pertemuan strategis. Saya masih kroco, dan akan menjadi seperti itu hingga kurang lebih lima tahun mendatang. Maafkan saya, Bu. Saya masih minta disuapi lagi meski sudah sebesar ini.
Ibu, saya tahu bahwa tidak ada keluarga yang sempurna, apalagi keluarga seperti kita, organisasi yang luar biasa besar. Munkin detil-detil seperti kami ini sering teralpakan oleh anak-anak tertuamu. Tidak apa. Saya hanya perlu menunggu sambil belajar, kan, Bu? Bahwa segala hal yang terlihat pasti bisa dipelajari, berarti saya cuma perlu sabar lagi.
Maybe you have too many useless people, -- like myself, but the investment you put in our brain, those encouraging words and funds we get as tuition, remain the faith.
Saya mengidolakan Ibu, yang membuat saya bertekad harus bisa bekerja lebih keras dan ikhlas.
#30HariMenulisSuratCinta #HariKeEmpatBelas #TerlaluDiniUntukKartini #HariKartini21April
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Cuma Dua Kata
Ada dua kata krusial yang harus diberi dan wajib diterima oleh masing-masing individu. Terima kasih dan maaf.
Tidak banyak yang sadar bahwa dua kata ini esensial untuk membangun hubungan sosial. Berterima kasih adalah sebagai bentuk penghormatan bagi pemberi bantuan atas hal-hal yang telah dilakukannya. Bahkan dengan berterima kasih, seakan kita sudah membayar lunas segala pengorbanan baik tenaga maupun waktu yang telah mereka lakukan karena ucapan terima kasih sama artinya dengan kita sudah menghargai setiap detil usaha mereka.
Sedangkan meminta maaf adalah media belajar bagi setiap individu untuk berdamai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum memulai kembali suatu hubungan sosial. Tidak jarang suatu hubungan berakhir buruk karena tidak ada satu pihak pun yang rela merendahkan ego atau teguh berpendapat bahwa dirinya tidak bersalah, hanya untuk mengucap kata maaf.
Karena kata maaf sesungguhnya tidak akan menciderai pride yang dimiliki.
Karena permintaan maaf itu sendiri merupakan wujud dari keberanian seseorang dalam mengakui.
Karena dengan meminta maaf dan menganggap permasalahan telah berakhir bersamaan dengan itu, tanpa kita sadari bahwa kita sudah meng-upgrade kemampuan hati kita untuk lebih menerima, membuat kita punya ruang lebih untuk memikirkan kepentingan orang lain, dan membiasakan diri untuk tidak memelihara suatu penyakit hati bernama dendam.
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Photo
Tumblr media
The book is more than good. The author left me speechless after recognize that every words he throws is literally happening on everybody's life; my life.
0 notes
coloringmystuff · 7 years
Text
Kita dan Yang Lainnya di Jalan Kota
Jadi, di kota besar ini, masyarakatnya masih punya hati, kok.
Mostly, dalam seminggu, gue memilih buat jalan kaki dari stasiun ke kantor, sekitar 1,4 kilo. Jauh? Kagak. I bet you, guys, never do the walk that far, ya, kalo sampe bilang ‘jauh’.
Wkwkwk.
Gue mengusahakan buat jalan kaki, sih, karena kalo udah di kantor, kerjaan ngebikin gue harus duduk terus hampir enam-tujuh jam perhari. Kalo gue nggak maksa-maksain buat jalan kaki, bisa-bisa gue penyakitan nanti.
Nah, keluar dari stasiun, gue harus tiga kali melewati jalan besar yang termasuk jalan protokol di Jakarta Pusat buat sampe kantor. Setiap gue lewat, pasti jalan besarnya selalu rame, timingnya pas banget jam masuk kantor dan sekolah.
Dan gak ada zebra cross......well, sebenernya ada, tapi lokasinya nggak searah sama jalan yang gue pilih.
Takut, gak sih, lo nyebrang di jalan gede yang mobil-motor-bus nya pada nggak sante.
But, surprisingly, ada satu-dua mobil yang berhenti dan masang lampu sen kanan-kiri, biasanya sebagai tanda darurat, ngasih gue dan beberapa orang lain jalan buat nyeberang. I’m amazed because it happens mostly in time I pass that road.
That’s what I call it as behaviour on the public road.
Kadang karena udah mepet waktu, semua pengguna jalan jadi egois. Dan kadang kita lupa, ketika kita cuma memikirkan kepentingan kita, kita nggak sadar bahwa ada hak pengguna jalan lain yang kita rebut.
So, I apologize and feel thankful in turn to pay everyone’s kindness I met on public road.
Gue minta maaf ketika motor yang gue bawa nyaris ‘nempel’ sama pengguna jalan lain. Gue juga bilang makasih ke orang-orang yang ngasih jalan buat gue nyebrang atau belok. Entah orang yang bersangkutan denger atau nggak gue minta maaf atau ngomong makasih. At least, I say it. Gue merasa harus seperti itu supaya perbuatan baik orang-orang sebelumnya nggak putus di gue.
Let the chain of the behaviour continues its path.
0 notes