coretantama
coretantama
Karena disetiap kata adalah makna
59 posts
[Mahasiswa Titik Koma]
Don't wanna be here? Send us removal request.
coretantama · 7 years ago
Text
Saya pikir ini bukan hanya tentang islam dan umat muslim, lebih dari itu adalah tentang kemanusiaan.
Dimana ada hati yang tega mengikhlaskan, ketika manusia di bantai dengan senjata tajam, diperolok, dilucuti, dan di bunuh secara sadis. Anak kecil yang tidak berdosa, ibu-ibu yang harus menafkahi anaknya, para lansia yang lemah dibantai dan dibunuh demi memenangkan wilayah. Demi Alloh, negeri ini tidak ridho melihat penjajahan di atas dunia.
Lalu tentang Palestine? Jerussalem? Al Aqsha? Secara mengerucut, tanah Palestine dahulu nya adalah milik Bani Israel, yang kemudian kunci nya diserahkan oleh Patrik Safronius kepada Umar bin Khattab, ingat di serahkan bukan dijajah. Jadi secara teritorial, tanah Palestine adalah milik kaum muslim. Seiring waktu berjalan, Zionis Yahudi ingin merebut kembali tanah Palestine, muncullah perjanjian Sykes-Picot (Perancis dan Inggris membagi wilayah jajahan nya, Inggris mendapati Palestine). Zionis Yahudi memohon kepada Ratu Inggris kala itu agar diberikan negara khusus untuk mereka, maka muncullah Deklarasi Balfour. Inggris mengizinkan Yahudi bermukim di Palestine. Lalu, Amerika dan PBB pada tahun 1948 mengesahkan negara Israel di atas tanah Palestina. Sampai akhirnya, Israel menjajah habis tanah Palestina yang sekarang menyisakan Jerussalem, lalu kemudian saat ini mereka mengklaim bahwa Jerussalem adalah milik Israel (Ibu Kota Israel), padahal di dalamnya terdapat Al Aqsha, masjid mulia ketiga yang dalam sejarahnya ada kisah hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke sidratul muntaha. Seketika itu kita tau, lalu kita tetap terdiam?
Bagaimana cara kita membantu? Bukankah di Indonesia saja masih kesulitan, banyak bencana, musibah sana sini, ngapain kita bahas negara lain?
Saya pikir menolong adalah bukan tentang perdebatan, bukan karena kita beda wilayah maka kita tidak berhak menolong orang itu. Logika sederhana nya, ketika didepan kita ada yang sekarat, apa iya kita harus tanya dulu dia siapa, dari mana, agama apa, ras dan suku apa, baru kita menolongnya. Menolong adalah tentang apapun yang bisa kamu berikan dalam waktu yang cepat, tepat dan sigap secara total. Lalu ingat, menolong bukan hanya tentang fisik, do’a pun adalah pertolongan. Mari saudaraku, do’akan Palestina, dukung dunia untuk menolak kebijakan Trump yang menyatakan Jerussalem ibu kota Israel. Kecam segala bentuk penjajahan yang mengatasnamakan apapun. Berdonasilah untuk warga (para anak kecil, bayi, ibu-ibu hamil, lansia dlsb) di Palestina lewat donasi donasi di negara kita. Do’akan dalam setiap sholatmu, dhuha mu, tahajud mu, shaum mu. Eratkan ikatan antar sesama muslim. Serulah kebaikan ke setiap penjuru wilayah.
Allohu Ghayatuna, Ar-Rasul Qudwatuna, Al Qur’an Dusturuna, Al Jihaddu Sabiiluna, Al Mautu fii sabilillah, asma ama nina.
Save Palestine. Save Jerussalem. Save Al Aqsha (Al Aqsha Haqquna) !
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
coretantama · 7 years ago
Text
Seminimalnya kamu belum bisa memberi contoh, hindari bertingkah bodoh. Jika belum bisa memberi manfaat, hindari untuk menghujat. Perbanyaklah istighfar!
1 note · View note
coretantama · 8 years ago
Text
Bagaimanamu adakalamu
Lagi-lagi, hidup adalah tentang pilihan. Bagaimana kamu menyukai diatas, adakalanya kamu harus dibawah. Bagaimana kamu menyukai gunung, adakalanya kamu harus melihat pantai. Hidup bukan tentang ego siapa yang paling dominan, lalu dia yang menang. Hidup tentang menghargai. Apapun itu.
Lagi-lagi, hidup adalah tentang persoalan. Persoalan pencapaian, bagaimana kamu meraihnya dengan proses, karena kamu tahu, bermalasan tidak akan menolongmu di era milenial. Semua butuh proses, butuh usaha yang harus dijalankan untuk mencapai garis akhir.
Adakalanya, apa yang kita inginkan belum tentu sejalan dengan apa yang orang lain harapkan. Apa yang kita pikirkan belum tentu bisa diterima banyak kalangan. Di titik ini, kita dituntut untuk berlaku adil. Walau terkadang hal itu menyakitkan.
Adakalanya juga, kita mempertanyakan kewarasan. Tentang bagaimana dunia sudah berubah. Hati tidak lagi menjadi alat perasa. Akal tidak lagi menjadi alat untuk berpikir. Semua tergiring dalam ketidakwarasan, dimana kita pun tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Sejauh mana kita harus mendukung yang benar, pada akhirnya itu adalah kesalahan. Begitupun sebaliknya.
Kita hanya perlu percaya, bahwa lagi-lagi yang harus kita percayai adalah diri kita sendiri. Dunia begitu kejam dalam mengejawantahkan kedamaian. Hanya kita yang harus percaya, bahwa arus diluar sana sangat deras. Pilihan nya hanya dua, menyekat arus atau terbawa arus. Menjadi orang yang menahan kehidupan, menyakitkan. Atau terbawa ketidakwarasan, dengan menyakiti.
Tumben kamu tidak membahas cinta? Ah sudahlah, cinta sama tidak warasnya. Terkadang kita perlu rehat untuk menatap cinta yang sesungguhnya. Cukup, aku tidak mau berbelit dengan cinta.
Intinya, dunia ini sudah tidak waras, jangan ditambahi beban ketidakwarasanmu.
0 notes
coretantama · 9 years ago
Text
Saripati Cinta itu Bernada Santun
Banyak orang yang pintar mengartikan cinta, menganalogikannya tidak sulit, bahkan ketika cinta dimasukkan ke dalam tulisan, sangat mudah untuk meraciknya, memang betul cinta adalah bumbu terdahsyat yang dimiliki manusia. Begitupun racikan, cinta perlu diracik agar rasanya tidak hambar, sebentar apakah cinta itu perasa? Oh tentu, cinta itu adalah perasa yang pintar berhomogen dengan semua rasa. Memaknai cinta tidak serumit apa yang orang lain kira, cinta cukup dihadirkan pada orang yang tepat, untuk kemudian rasanya dapat menyentuh kedalam hati. Memang betul, cinta akan lebih terasa jika sampai ke hati. Namun, saripati cinta itu memiliki memiliki rasa yang istimewa, rasa yang hadir untuk menyempurnakan varian-varian lainnya. Cinta tanda bahagia ataupun cinta tanda sedih tidak akan merubah sedikitpun saripati cinta. Dalam kondisi sedih maupun bahagia, dampak (saripati) cinta akan berlabel santun/lembut. Seperti aku menemukan kesantunan disetiap curhatmu, disetiap hadirmu, dan disetiap dukungan moralmu. Terimakasih cinta, engkau sangat santun membawa perasaan lelaki. Nb: Kesantunan cinta akan membawa hati lelaki tenggelam pada zonanya, saking sulitnya beranjak hingga menimbulkan kenyamanan di dasar dan memupuk perasaan yang amat sangat dalam. Ternyata memang betul kata kamu, cinta itu menenggelamkan.
1 note · View note
coretantama · 10 years ago
Text
Jika aku percaya kamu, bisakah kita jalan bersama?
Dahulu, aku tidak percaya Tuhan itu ada, sampai suatu ketika, Ibu mengenalkanku tentang surga, tentang bagaimana meraih surga itu tidak mudah, harus berjuang mengenal Al Quran, Shalat dan Beribadah lainnya, aku percaya Ibu, bagaimanapun dialah yang telah melahirkanku, lalu lambat laun aku percaya Tuhan, tentang bagaimana kebesaran-Nya itu sulit di sangkal. Aku percaya. Dahulu, aku tidak percaya manusia itu baik, sampai suatu ketika, Ayah mengenalkanku tentang sikap, tentang bagaimana harus berperilaku hati-hati, aku percaya Ayah, bagaimanapun dialah yang telah menghidupi keluargaku, lalu lambat laun aku mengerti sikap bagaimana menjadi seorang anak yang patuh. Aku percaya. Dahulu, aku tidak percaya cinta, sampai suatu ketika, Kamu mengenalkanku tentang berhubungan baik terhadap sesama, tentang bagaimana cara menjaga mata, terlebih menjaga nafsu, hati dan perasaan. Aku percaya kamu, bagaimanapun kamulah yang mengenalkanku tentang rasa, hingga suatu ketika, aku menarik kesimpulan tentangmu, tentang kepercayaanku terhadapmu, lalu, sampai detik ini aku masih berjuang mengabulkan do'a ku sendiri, kurang lebih isinya tentang bagaimana aku bisa berjalan berdampingan denganmu, selamanya. Aku percaya, bahwa kepercayaanku terhadap Tuhan dan menjaga sikap baik adalah jawabanku untuk mendapatkanmu. Aku percaya, bisakah kita bangun bersama?
0 notes
coretantama · 10 years ago
Text
Tenanglah, perlahan!
Tenanglah, jangan kau tergesa-gesa, perlahanlah saja, atau kau memaksakan, terserah!
Tenanglah sudah, ada perasaan yang melemah, menguatkan untuk muncul, ah sudahlah, aku lelah mengarah pada resah!
Tenanglah, jangan jadikan dia sebagai arah, ingatlah Lillah, jangan marah, tersenyumlah :)
Pada setiap kelembutan, dan wajah indahnya, aku sulit melepas ingatan tentangmu, karena kamulah adanya semestaku, huruf disetiap hatiku merangkai kata, hingga pada akhirnya aku tidak pernah menemukan pertanyaan, hanya jawabanlah adanya kamu disisiku.
Malam ini aku menyerah pada keadaan, hadirmu adalah do’a agar aku tetap mencinta, hingga pada akhirnya, tidak ada paksaan untuk kita tetap bersama, hanya kita yang mampu tulus merangkai nada, dalam do’a dan dalam cinta. (1)
Yogyakarta, Satu September Selamanya.
2 notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Photo
Tumblr media
2K notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Quote
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan
Mencintai dalam diam
3 notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Text
Muara
Aku belum sempat memikirkan muara, entah bagaimana bentuk dan sifatnya, fungsi dan tujuannya, aku tidak pernah ingin tahu tentang itu, tidak pernah berambisi tentang sedikit ego yang muncul di hati, aku hanya mengerti satu hal, muara adalah bonus dari ketidaksengajaan, salah satu bentuk Tuhan menyampaikan risalahnya lewat kepercayaan, bagiku semua hanya kebetulan dari usaha yang diperankan. Aku tidak mengerti menjadi baik itu seperti apa, menjadi soleh itu harus bagaimana, ataupun menjadi seorang pendakwah itu harus memiliki kriteria seperti apa. Aku tidak mengerti tentang itu semua, karena bagiku semua manusia punya aturan hidupnya sendiri, dan sayangnya, aturanku terikat kata “manfaat”, kata yang menurutku mewakili dari semua hal yang aku tidak mengerti, seharusnya aku sudah selesai dengan urusanku, toh sewaktu pelepasanku ke hutan, ibu hanya berkata “Nak, jadilah orang yang bermanfaat”, kata itu yang aku ingat hingga sekarang, aku tidak tau kata baik dan soleh itu seperti apa, pemaknaannya seperti apa, aku cuman mengetahui “manfaat”. Aku belum sempat memikirkan muara, dan aku belum selesai dengan urusanku, hal itu sebagian dari ‘manfaat’ yang harus ditunaikan, hingga pada waktunya kata manfaat itu akan terproyeksikan dalam, entah dengan siapa dan pada apa kita berpijak, kata manfaat itu akan menerangi jauh di dalam kegelapan, lebih tepatnya akan bersarang di dalam hati, dan bersandar pada orang yang mencintaiNya. Tidak selalu berwujud aku, bisa jadi kamu, kita dan atau mereka yang lebih teguh dan patuh akan ketaatan terhadapNya.
Hidup hanya sekali, sekali bernyawa haruslah berarti, bermanfaatlah hingga ajal menghampiri.
 Yogyakarta, 6 Juni 2015
2 notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Text
KETABUAN
Ada yang ingin memulai tapi hanya memendam. Ada yang mengagumi tapi sulit mengungkapkan. Ada yang cinta tapi takut bicara. Ada yang suka tapi takut berkata. Ada yang ‘ingin’ tapi takut ‘karena’.
Ada yang bertegur sapa, dirasakannya berbeda, diutarakannya hasrat baru, melamun untuk sekedar ingin bersama, dan lalu... memiliki, dan lalu... menyanggupi, dan lalu... ia hanya berandai mesra. Di tuliskannya sejuta kata, sederet kata untuk mengikat rasa, dan lalu... semua hanya ‘jika’.
Ada yang takut memulai, dipendamkannya harapan, disimpannya perasaan, didekatkannya Tuhan, untuk sekedar berdo’a dalam sujud yang panjang. Berandai kedepan ada sosok yang pandai membangun impian, merajut masa depan dengan perasaan yang tulus. Ada yang mencari, menuntun hati untuk bersemi. Ada yang mencari, tempat yang pantas di huni. Adalah kamu, ketabuanku.
Yogyakarta, 30 Maret 2015
Pagi menepi
2 notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Text
Gerimis Waktu Bicara
Adalah waktu, dimana temu menjadi penentu, penentu untuk membentuk kenangan baru, atau masa depan menuju.
Adalah bicara, dimana kata menuju realita yang bernyawa, membentuk nafas dari setiap tingkah yang perlu diungkapkan, tidakkah bisu atau diam membeku.
Adalah gerimis, yang berbicara pada waktu sebelum menerangkan hujan, memberi isyarat sebelum tumbuh kesepakatan. Adalah gerimis waktu bicara.��
Aku sedang berjalan di keramaian, disela-sela orang berpikir tentang bertahan hidup, di sekumpulan ide yang berimajinasi tentang kebahagiaan, aku sedang berjalan di persimpangan menuju belokan yang tajam, berharap diketemukan hati dengan ruang kosong dan pemikiran yang sejalan, menuju ke tempat dimana bahagia menjadi milik bersama, menjadi kita dalam deretan kata aku dan kamu.
Aku sedang berjalan menuju sore, di siang yang melawan malam, yang disediakannya terik yang menawan, aku sedang mencari kawan di kala itu, langit sore tidak menyisakan senja, di tutupinya oleh awan berwarna abu, sedikit pekat karena awan berkata mendung, sama seperti kopi yang aku teguk sore ini, pekat, tidak berasa namun aku suka.
Aku memberhentikan perjalanan, diturunkannya rintik hujan, dirasakannya harapan dan berharap mendekat pada tujuan, sebuah kepastian yang aku dan engkau teguhkan, walau kita tidak tahu dan tidak pernah bertemu untuk sekedar berkata “aku suka kamu” atau “aku ingin berkenalan denganmu”.
Aku menunggu di bawah pohon manggis, merasakan gerimis yang membasahi rambutku yang klimis, bersentuhan dengannya merupakan hal yang romantis, ah itu hanyalah imajinasiku yang manis, aku sudah lupa cara menyapa untuk membuat suasana menjadi romantis.
Aku masih dengan gerimis, pikirku gerimis adalah waktu bicara, waktu untuk memberi isyarat bahwa hujan sebentar lagi turun, waktu dimana semua orang siap untuk menyambut hujan, disiapkannya payung atau mantel yang tebal, tapi aku lebih suka mengartikan gerimis, jika hujan adalah masa depan maka gerimis isyarat untuk menyambut masa depan, gerimis pasti bicara tentang keadaan kedepan, ia adalah waktu yang tepat untuk bicara.
Aku tidak lagi menikmati gerimis, aku adalah gerimis, yang menunggu tibanya hujan untuk sekedar memastikan perjalanan kedepan, aku berharap bisa seperti hujan, yang ia sudah pasti memberikan keterbukaan, memperlihatkan kepastian untuk menuju masa depan yang sejalan, yang tidak lagi mengagumi tapi membangun hati, yang tidak lagi bicara tapi bertaut rasa, yang tidak lagi menjadi isyarat namun membangun syarat. Aku adalah gerimis yang menunggu waktu bicara, yang masih berharap menjadi hujan, agar tumbuhan berpasang-pasangan seperti aku dan kamu yang masih dalam do’aku.
Yogyakarta, 28 Maret 2015
Diwaktu gerimis
2 notes · View notes
coretantama · 10 years ago
Text
Roman Keentahan
Jangan pernah mengorek rindu, jika pada akhirnya kita tidak menjanjikan sesuatu. Dunia ini panggung sandiwara (kata seorang pengarang lagu ternama), dunia adalah panggung? Sandiwara? Saya kira untuk sebuah pertunjukan, dunia memiliki panggung yang menwarkan segala butuh, ia bernyali untuk bernyawa, dan merekam untuk mengetahui setiap arti, prinsip yang dipakai adalah hidup untuk mensyukuri segala rasa yang terpaparkan. Sandiwara? Sepakat jika pada akhirnya semua bermuara pada akhirat, kehidupan baru yang tidak mengusik waktu, bermain jam pasir di era ini mungkin sedikit keliru, jika waktu sudah berpendapat maka sudah di pastikan dunia lah yang lebih berperan dalam hal itu, semua berjalan berdasarkan ritme-nya, alam berproses berdasarkan detiknya dan ada berapa onggokan daging yang kemudian diberikan nama dan tanggal kebesarannya, semua berpacu waktu, semua paham arti dari menghargai waktu. Jika waktu mempertemukanku pada cinta? Ah apalagi itu cinta..
Memilih cinta adalah sebuah keputusan yang sakral, cinta tidak bisa diartikan sebagai sebuah permainan, cinta itu isyarat untuk mempertemukan dua hati yang ingin dipersatukan, hingga pada akhirnya tidak hanya dua hati lagi yang bersatu, namun dua keluarga besar yang bersama mempersetujui akan hal itu, jika sudah seperti itu, maka cinta akan memiliki hati yang pas, untuk bersama-sama serius dalam dekapan-Nya, membimbing buah hati sesuai perintah-Nya, analogi cinta itu tidak melulu semrawut, terkadang cinta itu butuh santai, jangan tergesa-gesa mempermasalahkan cinta, karena komitmen tidak bisa di bayar cepat, iya akan terus menemukan hati yang tepat, karena tahu ketika cinta telah sesuai, dan hati telah pas menentukan, akan timbul keikhlasan di setiap perjalanannya, karena sejatinya cinta itu butuh ikhlas, tempat berpacu ketika cinta ditumburkan dengan perbedaan.
Salahkah jika saat ini kita mempermasalahkan siapa yang akan mengisi ruang, siapa yang akan membersamai hingga petang, siapa yang akan setia hingga ajal, saya rasa setiap kita sudah paham untuk memilih, hanya saja pilihan itu berpacu pada sebuah keputusan. Siapapun kelak, engkau adalah yang ku percaya berperilaku baik, engkau adalah yang ku percaya masih memperhatikan resep dan hidangan lezat, engkau adalah yang ku percaya masih memiliki ilmu untuk mengajar, engkau adalah yang ku percaya dapat menghargai kedua orang tua kita dan engkau adalah yang ku percaya akhirat lebih kau pikirkan ketimbang dunia. Aku putuskan untuk menjadikan “kita” pada sebuah kata “aku” dan “kamu”.
Yogyakarta, 17 Desember 2014
Dengan segala kehormatan,
@afanpratama
1 note · View note
coretantama · 11 years ago
Text
Kaku
Ada yang masih kaku menyuarakan rindu, padahal sayap sayapnya ingin bertemu dan menegur sapa membuka percakapan baru
Ada yang masih kaku bergandengan menuju, padahal langkahnya ingin menepi pada jalan yang sama dan memapah dengan alunan yang mesra
Ada yang masih kaku memahami kamu, padahal hatinya ingin sekali bercengkerama dan memulai perjalanan rindu
Ada yang masih kaku bersahabat waktu, hingga iya terjebak pada zona membisu, menuntun untuk masuk ke ruang syahdu, namun perlahan lambat dan diam melulu
Ada yang kaku memulai cinta baru, hingga cuman terpaku dan diam membisu. Itu AKU!
P.S (Subuh ini butuh ruang baru)
Yogyakarta, 09-November-2014 | @afanpratama
1 note · View note
coretantama · 11 years ago
Quote
Di zona yang semrawut ini, orang-orang membutuhkan peta untuk bertahan hidup, menyapa adalah hal yang tabu, bercengkerama menimbulkan indeks malu. Maka di zona ini, semua orang percaya robot itu Maha Asik.
1 note · View note
coretantama · 11 years ago
Text
Senja Sore Ini
Senja. Nama itu selalu berlalu lalang di sore hari, berkelana hingga ke entah kemana.
Senja. Kau terlahir untuk sekejap dinikmati, memberikan warna yang entah kapan perginya.
Senja. Nama itu selalu mewarnai mata, memberikan ilusi yang entah kapan bosannya.
Senja. Kau terlahir untuk sekejap dinikmati, sebentar datang dan entah kapan tenggelam.
Sore ini ada senja dimana-mana, terlihat manis di mata dan selalu menenangkan, namun tidak selamanya senja hinggap, dia manis dengan rentan waktu yang tak lama. Aku gemar menikmati, menonton setiap aksinya, mengamati setiap pemaparannya, kadang bulat jelas, menjadi panorama diantara sorenya.
Senja, kau tahu aku luka, sekujur tubuhku membiru, aku hinggap di setiap onggokan manusia yang sama sepertimu, memakai topeng yang sebentar manis, apa salah untuk kali ini aku menegurmu?
Senja, kau tahu aku malu, setiap hatiku tak begitu sempurna, lalu aku harus berubah wujud menjadi dewa, mana mungkin aku bisa sepertimu, yang merasa sempurna namun entah kapan tamatnya.
Senja, sore ini aku intropeksi pada seluruh kejadianku, mungkin sekejap aku akan menghilang, yah sama sepertimu, menghilang untuk muncul sekejap dan memberi manfaat
Senja, kau sangat pintar melukis langit, kau menguasai setiap jam yang kau lukis, namun jangan samakan aku dengan lukisanmu
Senja, aku tidak mau menjadi seseorang yang bertopeng sama, ini aku dengan apa semua kebenaranku, manusia yang berusaha terlihat transparan, hingga orang mampu menilai aku apa adanya
Sore ini, aku samakan diri ini dengan seluruh pemaparan, biar senja tahu, aku ingin seperti langit yang apa adanya, yang mampu menerima semua hal di awaknya, entah hitam, biru legam, putih bersih atau warna yang kau bangga, jingga.
Yogyakarta, 23 September 2014 | afanpratama
1 note · View note
coretantama · 11 years ago
Text
TAPI
Ada sebuah sutradara yang merekayasa cerita, ia memainkan naluri hatinya untuk mengatur skenario yang menurutnya pas untuk disaksikan khalayak, dia mengambil sebuah perselisihan rasa antara kedua mata yang sudah lama tak jumpa, raga yang semakin larut pada rekayasa jarak yang Tuhan takdirkan, agaknya dia hanya inginkan dekat tanpa jarak yang berjauhan, yang menuntut untuk membungkam kabar hidup yang terpenjarakan misteri pertanyaan yang membuatnya tertampar, perihal kabar, kegiatan ataupun agenda kesehariannya apapun yang bisa ia tanyakan menjadi terpenjarakan jarak.
Luna mengambil sebuah keputusan untuk menempuh hidup barunya di sebuah kota yang syarat akan budaya, apapun keindahan dan legenda hidup masih terpampang nyata dan diketemukan di sudut lampu jalan kota Jogja. Ada rasa yang berat untuk ia tinggalkan, lagi lagi jarak yang menuntut untuk berpisah sejenak dari kehidupan dekatnya, dari indahnya suasana desa yang membuatnya teduh, lalu lalang jalanan yang tidak sepadat kota yang ia singgahi sekarang atau sekedar permainan tradisi yang mulai terkikis oleh elektronik tingkat tinggi, oh begitu dengan mudahnya ketika kota terkontaminasi manusia modern meluluhkan budaya damai dan hidup tentram.
Luna mengharuskan pindah demi mencapai sebuah tujuan, mengabadikan kerja kerasnya untuk membangun kehidupan, bahkan membentuk keluarga khayalannya untuk dapat merasakan buah dari kerja kerasnya, kesuksesan.
Ketika seseorang berpindah akan ada situasi yang berbeda, yang mengharuskan dapat penyesuaian baru dari peninggalannya, mungkin gaya hidup atau lebih dahsyat lagi cinta. Itu setidaknya yang di rasakan Rifan, teman dekatnya sewaktu berkelahi pada sebuah petualangan yang ia bentuk dahulu.
Rifan menaruh asa pada isi hati Luna, ia mengeksplorasi dirinya untuk dapat menyesuaikan dengan kelakuan Luna, tapi Luna begitu dingin, tidak ada respon balik yang menunjukkan bahwa dirinya ada yang mengamati, jauh lebih dalam mengutarakan aba-aba yang sama sekali tak ia hiraukan.
Pada suatu ketika alam membicarakan kemuliannya, ia mengantarkan sebuah rasa pada isi hati Luna, ia membisikkan syahdu angin kepada detak jantung Luna agar dapat merasakan sebuah rasa yang tak biasa, rasa yang menuntutnya untuk berpikir lebih keras dan syarat akan pilihan, alam menuntun Luna merasakan cinta pada detak jantungnya yang semakin membara, seakan dikejar musuh perang dalam petualangannya, "Karena apa detak ini begitu cepat membara? Sungguh apakah ini yang orang katakan cinta?" pekiknya dalam isi hati ketika mata dan raganya bertatapan langsung dengan Rifan yang sudah lama tidak ia ketemukan.
Tapi isi hati dan pikiran Luna terpenjarakan 'tapi', ada banyak 'tapi' yang keluar dalam pikirnya, hingga ia sulit menentukan pilihan, agaknya seseorang yang ia inginkan harus terhindar dari kata 'tapi', begitu seriusnya Luna mencari sebuah titik rasa yang menuntutnya harus berlaku sempurna terhadap orang yang akan ia labuhi.
Cinta tidak menuntut untuk berlaku sesuai dengan keinginan kita, setidaknya rasa akan muncul ketika kita mampu menerima segala keluh, mungkin perbedaan akan memberikan sebuah keindahan tanpa harus menyempurnakan apa yang kita inginkan. Bukankah cinta itu hidup pada sebuah kewajaran? Kewajaran ketika kita mampu menerima segala bentuk 'tapi' dalam isi hati kita untuk dapat terbuka dan menatap 'tapi' itu tidak lagi berguna untuk mengikiskan rasa egois kita terhadap sebuah pilihan.
Kita masih belajar untuk meraba sebuah pilihan, sutradara pun selalu meraba mana pemeran yang cocok untuk sebuah karya.
Ini adalah sebuah refleksi tulisan dari sepenggal cerita yang penulis dapat dari pesan singkat seorang sahabat, karena keadaannya sama dengan apa yang dirasakan penulis, akhirnya penulis menuangkan gambaran kasar sebuah refleksi tulisan dalam bentuk Luna dan Rifan, dan tulisan ini belum selesai....
Yogyakarta, 18-Juli-2014
0 notes
coretantama · 11 years ago
Text
Keluarga adalah ikat
yang enggan bermusuhan dan selalu bersahabat
yang selalu membaur tanpa ada sekat
yang hidup bersama dan memberi manfaat
Dan selalu menjaga dalam taat..
Keluarga adalah ikat
Selalu merekat pada ikatan yang kuat
Memberi amal di penghujung hayat
Hingga bertemu di surganya akhirat
Keluarga adalah ikat
yang menjadi lentera di malam yang pekat
Menyinari bumi tanpa ada rehat
Dan memberi arti yang tidak hanya sesaat
Karena keluarga adalah ikat
yang mencintai tanpa syarat
Menutur akhlak dan menghindari madarat
Tak pernah goyah tetap KUAT dan SEMANGAT!
Dibuat oleh: Segenap alumni Insan Muttaqin Jogjakarta
Yogyakarta, 05 Juli 2014
0 notes