Sugar Engineer | Amateur Footbal Writer | Man United Supporter
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Athletic Club dan Filosofi Unik Pemain Basque: Tradisi yang Menjadi Kekuatan
📍 Bilbao, Spanyol — Kesuksesan Athletic Club menembus semifinal Liga Europa dan meraih trofi Copa del Rey bukan hanya soal sepak bola. Klub asal Bilbao ini konsisten mempertahankan filosofi yang unik di dunia sepak bola modern: hanya menggunakan pemain asal wilayah Basque.
Kebijakan ini menjadikan Athletic sebagai salah satu klub paling ikonik di Eropa, bahkan ketika bersaing dengan raksasa seperti Manchester United, Real Madrid, dan Barcelona.

Keterangan: Stadion San Mames yang menjadi markas ikonik Athletic Club.
Apa Itu Filosofi Pemain Basque?
Kebijakan ini tertulis di situs resmi klub: Athletic Club hanya boleh merekrut pemain yang berasal dari akademi di wilayah Basque atau yang lahir di wilayah Basque, yaitu Biscay, Gipuzkoa, Álava, Navarre (Spanyol), serta Labourd, Soule, dan Lower Navarre (Prancis).
Wilayah Basque (https://g.co/kgs/spp67pG) sendiri adalah kawasan unik yang memiliki bahasa sendiri (Euskara) dan identitas budaya yang kuat. Total populasinya hanya sekitar 3,1 juta jiwa—setara dengan Wales atau negara bagian Arkansas di AS.
Awal Mula Filosofi Ini
Meski tidak ada tanggal pasti, banyak yang menyebut filosofi ini mulai diterapkan sejak 1911, ketika Athletic didiskualifikasi dari Copa del Rey karena memainkan pemain asing. Sejak saat itu, klub memilih hanya menggunakan pemain lokal, sebagai bentuk perlawanan dan identitas. Pemain non-Basque terakhir yang memperkuat Athletic adalah Andrew Veitch dari Inggris, pada 1911.

Keterangan: Tim Athletic Club pada masa awal penerapan filosofi Basque.
Siapa yang Dianggap "Basque"?
Interpretasi kebijakan ini berkembang seiring waktu. Saat ini, pemain dianggap memenuhi syarat jika:
Lahir di wilayah Basque.
Dibesarkan atau dibina di akademi Basque.
Memiliki garis keturunan dari wilayah Basque.
Contoh: Aymeric Laporte, lahir di Prancis, tapi dibina di akademi Athletic sejak usia 15. Jonas Ramalho dan kakak-adik Williams pun memiliki garis keturunan Afrika, namun lahir dan besar di wilayah Basque.
Presiden klub tahun 2019, Aitor Elizegi, menegaskan bahwa filosofi ini bukan untuk "menutup pintu", melainkan untuk memperkuat nilai dan identitas klub.
Apakah Klub Lain Melakukan Hal yang Sama?
Hampir tidak ada. Real Sociedad sempat menerapkan kebijakan serupa hingga 1989. Di luar Spanyol, hanya Chivas Guadalajara (Meksiko) dan El Nacional (Ekuador) yang membatasi skuad mereka berdasarkan kebangsaan.
Apakah Kebijakan Ini Menghambat Prestasi?
Faktanya, tidak. Athletic Club adalah satu dari hanya tiga klub yang tidak pernah terdegradasi dari La Liga, bersama Barcelona dan Real Madrid.
Dengan filosofi ini, mereka telah mengoleksi:
36 trofi resmi (termasuk Copa del Rey 2024)
Finalis Liga Europa 2025
Posisi ke-4 klasemen La Liga musim ini (2024/25)
Tiket otomatis ke Liga Champions 2025/26
Mantan kiper Athletic dan Barcelona, Andoni Zubizarreta, menyebut filosofi ini justru memberikan nilai lebih: "Ketika kamu berbeda, maka nilai seragammu, siaranmu, hingga merchandise-mu ikut naik karena kamu unik."

youtube
2 notes
·
View notes
Text
Luis Rubiales Gagal dalam Banding atas Sanksi Tiga Tahun dari FIFA

Penulis: Dante Mirza Mantan Presiden Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF), Luis Rubiales, harus menerima kenyataan pahit setelah Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) menolak bandingnya atas larangan tiga tahun dari FIFA. Keputusan ini memastikan bahwa Rubiales tetap dilarang terlibat dalam aktivitas sepak bola hingga masa hukuman berakhir.
FIFA menjatuhkan sanksi tersebut pada Oktober 2023 menyusul insiden kontroversial di final Piala Dunia Wanita. Saat itu, Rubiales mencium Jenni Hermoso tanpa persetujuan serta melakukan selebrasi yang dianggap tidak pantas. Sebelumnya, FIFA sempat memberikan skorsing sementara selama 90 hari untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.
Setelah bandingnya ditolak oleh Komite Banding FIFA pada Januari 2024, Rubiales membawa perkaranya ke CAS, yang merupakan badan arbitrase tertinggi dalam olahraga. Namun, dalam keputusan yang diumumkan pada Jumat, CAS menegaskan bahwa hukuman FIFA dianggap "masuk akal dan proporsional."
"Panel CAS menyimpulkan bahwa tindakan Luis Rubiales pada final Piala Dunia Wanita 2023 merupakan pelanggaran serius terhadap Kode Disiplin FIFA (Pasal 13). Tidak ada alasan untuk menganggap sanksi ini berlebihan. Oleh karena itu, banding yang diajukan ditolak, dan keputusan FIFA tetap berlaku," demikian pernyataan resmi CAS.
Selain sanksi dari FIFA, Rubiales juga harus menghadapi konsekuensi hukum di Spanyol. Sehari sebelum putusan CAS keluar, Pengadilan Tinggi Spanyol menjatuhkan denda lebih dari €10.000 (sekitar $11.400) kepada Rubiales setelah dinyatakan bersalah atas tindakan pelecehan seksual terkait insiden tersebut. Pengadilan juga memutuskan bahwa Rubiales tidak boleh mendekati Hermoso dalam radius 200 meter atau berkomunikasi dengannya selama satu tahun. Ia juga diperintahkan membayar tambahan €3.000 sebagai kompensasi moral dan menanggung setengah dari biaya hukum Hermoso.
Sejak insiden ini terjadi pada 20 Agustus 2023 di Sydney, Rubiales terus bersikeras bahwa ciuman tersebut dilakukan dengan persetujuan. Namun, Hermoso membantah klaim itu dan menegaskan dalam persidangan bahwa dirinya tidak memberikan izin.
Selain Rubiales, tiga mantan pejabat RFEF lainnya—mantan pelatih timnas wanita Spanyol Jorge Vilda, mantan direktur olahraga RFEF Albert Luque, dan mantan direktur pemasaran Ruben Rivera—dibebaskan dari tuduhan pemaksaan dalam kasus ini.
Karier Rubiales di RFEF sebenarnya sudah terguncang sejak FIFA menjatuhkan skorsing sementara. Setelah dia dinonaktifkan, posisinya diambil alih oleh Pedro Rocha, orang kepercayaannya. Namun, Rocha sendiri kemudian mendapat hukuman larangan dua tahun pada Juli 2024 akibat dugaan pelanggaran serius terhadap kewenangannya. Akhirnya, pada Desember 2024, Rafael Louzan terpilih sebagai presiden baru RFEF.
Keputusan CAS ini menutup harapan Rubiales untuk kembali ke dunia sepak bola dalam waktu dekat, dan menandai akhir dari salah satu skandal terbesar dalam sejarah sepak bola Spanyol.
0 notes
Text

Laporan Keuangan Terbaru Manchester United tentang Kondisi Finansial Klub
Ini adalah masa penuh gejolak di Old Trafford. Proses investasi Sir Jim Ratcliffe hampir rampung, tetapi laporan keuangan terbaru mengungkapkan realitas finansial yang dihadapi klub. Manchester United merilis laporan keuangan terbaru mereka untuk periode hingga 31 Desember 2023. Laporan ini menunjukkan berbagai tantangan keuangan yang sedang dihadapi klub.
Utang Tetap Besar Meski Ada Investasi dari Ratcliffe
Manchester United masih memiliki utang sebesar £725 juta, angka yang sama seperti sebelumnya. Struktur utang klub terdiri dari berbagai pinjaman, termasuk obligasi dan fasilitas kredit yang digunakan untuk operasional sehari-hari. Meski Ratcliffe akan berinvestasi dalam klub, angka ini menunjukkan bahwa Manchester United masih harus mengelola utang yang cukup besar. Sementara itu, beban bunga atas utang ini juga meningkat, yang berarti klub harus lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka.
Beban Bunga Meningkat Menjadi £38,6 Juta Musim Ini
Beban bunga klub meningkat menjadi £38,6 juta musim ini. Hal ini sebagian disebabkan oleh kenaikan suku bunga global, yang berdampak pada pembayaran bunga yang harus dilakukan oleh klub. Situasi ini semakin memperumit kondisi keuangan Manchester United, terutama dalam hal kepatuhan terhadap aturan Profitability and Sustainability Regulations (PSR) yang diterapkan oleh Liga Premier.
Saldo Kas Menurun Menjadi £35,5 Juta
Salah satu aspek lain yang menonjol dalam laporan keuangan ini adalah penurunan saldo kas klub. Saat ini, saldo kas Manchester United hanya £35,5 juta, yang menandakan bahwa mereka memiliki ruang yang lebih sempit dalam hal pengeluaran jangka pendek.
Dampak terhadap Aturan Keuangan Liga (PSR)

Dengan utang yang masih tinggi dan beban bunga yang meningkat, Manchester United harus lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka agar tetap sesuai dengan aturan PSR Liga Premier. Aturan ini mengatur batas pengeluaran klub agar mereka tidak menghabiskan lebih dari yang mereka hasilkan. Manchester United harus mencari cara untuk meningkatkan pendapatan mereka, baik melalui sponsor, penjualan tiket, atau pemasukan komersial lainnya agar tetap kompetitif di pasar transfer.
Pendapatan Komersial Tetap Kuat Meski Ada Tantangan
Meskipun menghadapi berbagai tantangan finansial, Manchester United masih memiliki pendapatan komersial yang besar. Mereka menghasilkan sekitar £52 juta dari berbagai kesepakatan sponsor dan penjualan merchandise. Pendapatan ini sangat penting bagi klub, terutama untuk mengimbangi biaya operasional yang besar dan memenuhi aturan finansial yang berlaku di Liga Premier.
Kesimpulan
Laporan keuangan terbaru Manchester United mengungkapkan tantangan finansial yang signifikan. Meskipun investasi dari Sir Jim Ratcliffe akan membawa angin segar, klub masih menghadapi beban utang yang tinggi, meningkatnya biaya bunga, serta tekanan untuk mematuhi aturan keuangan Liga Premier. Ke depan, Manchester United harus fokus pada strategi keuangan yang lebih berkelanjutan agar tetap kompetitif baik di dalam maupun luar lapangan.
0 notes
Text

Musim panas 2024, suasana di Manchester United terasa berbeda. Bukan soal taktik atau transfer pemain, tapi ada sesuatu yang lebih mengkhawatirkan: keuangan klub. Tanpa disadari banyak orang, United hampir kehabisan uang. Kas klub berada dalam kondisi berbahaya, dan hanya satu hal yang menyelamatkan mereka—suntikan dana £240 juta dari INEOS. Desember lalu, INEOS menyuntikkan £80 juta terakhir dari total investasi mereka, menaikkan kepemilikan Sir Jim Ratcliffe menjadi 27,7%. Tanpa itu, United mungkin harus menghadapi kenyataan pahit: kesulitan membayar gaji pemain dan staf. Namun, ini bukan solusi jangka panjang. United tetap harus berhemat di bursa transfer. Lupakan belanja besar, kini mereka harus lebih cermat memilih pemain—mungkin mencari opsi bebas transfer atau cicilan jangka panjang. Di balik itu, ada kabar baik. INEOS berencana meningkatkan infrastruktur klub, termasuk fasilitas latihan dan stadion. Ini bisa menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang. Tapi ada pertanyaan besar: apakah United mulai terlalu bergantung pada INEOS? Jika klub terus membutuhkan suntikan dana, maka kendali Ratcliffe atas operasional klub akan semakin besar. Lebih buruknya lagi, jika keuangan tidak membaik, United mungkin terpaksa menjual beberapa pemain besar. Nama-nama seperti Marcus Rashford, Bruno Fernandes, atau bahkan Alejandro Garnacho bisa jadi korban kebijakan penghematan. Manchester United ada di persimpangan jalan. Apakah INEOS akan membawa perubahan positif atau justru menjerumuskan klub ke dalam ketergantungan finansial? Satu hal yang pasti: musim panas mendatang akan menjadi ujian besar bagi masa depan United.
0 notes
Text

Manchester United: Antara Harapan dan Kekacauan
Rasanya seperti badai tak berujung di Old Trafford. Sejak diambil alih sebagian oleh INEOS, harapan akan perubahan mulai tumbuh. Tapi, kenyataan berbicara lain. Klub ini terasa semakin kacau. INEOS terus melakukan pemangkasan staf dengan dalih efisiensi, tapi yang terjadi justru kehilangan banyak orang-orang penting di balik layar. Para pemain pun mulai mempertanyakan taktik pelatih, bahkan isu kebocoran informasi internal semakin sering terdengar. Kondisi tim wanita? Nyaris terlupakan. Di lapangan, suasana tak jauh lebih baik. Sancho berbicara tentang "kebebasan", Rashford dirumorkan bakal hengkang, bahkan ada kabar bahwa klub siap menjual Garnacho dan Mainoo—dua pemain muda berbakat dengan performa yang cukup menjanjikan di musim ini. Jika benar, ini akan menjadi pukulan besar bagi identitas klub yang selama ini bangga dengan pemain jebolan akademi. Situasi finansial pun makin pelik. Hutang terus menumpuk, dan Glazers tetap bertahan di kursi kepemilikan. Dan Ashworth, sosok yang semestinya membantu perbaikan struktur klub, justru didepak hanya karena mempertanyakan keputusan yang diambil manajemen. Di tengah kekacauan ini, ada secercah harapan: rekrutmen musim depan ini akan menjadi kunci. Omar Berrada dan Jason Wilcox diyakini bisa membawa angin segar. Namun, setelah bertahun-tahun penuh kekecewaan, sulit untuk tetap optimis. Satu hal yang pasti—Manchester United butuh arah yang jelas. Jika tidak, kekacauan ini hanya akan semakin dalam, dan klub yang pernah mendominasi Eropa bisa semakin terperosok ke dalam krisis tanpa ujung. -DM-
0 notes
Text
Rasmus Højlund: Striker yang Terlupakan oleh Gayanya Sendiri?
Ada suatu masa ketika Rasmus Højlund adalah nama yang membuat pencari bakat di seluruh Eropa terpesona. Bukan karena sekadar fisiknya yang menjulang atau kecepatannya yang mengagumkan, tapi karena satu hal yang membedakannya dari striker muda lain: pergerakan tanpa bola yang cerdas.
Di Atalanta dan tim nasional Denmark, ia seperti seorang pemburu yang memahami kapan harus menerkam dan kapan harus menghilang dari radar lawan. Channel running, box movement, dan insting mencetak gol dari setengah peluang—itulah senjata yang membuatnya disebut-sebut sebagai salah satu striker muda paling menjanjikan di dunia.
Tetapi kini, di Manchester United, ada sesuatu yang berubah.
Dari Pemburu Menjadi Petarung
Lihatlah pertandingan-pertandingan terbaru. Højlund bukan lagi pemain yang menghilang di antara celah pertahanan dan muncul di momen yang tepat. Ia kini terlalu sering terjebak dalam duel fisik dengan bek tengah lawan, bertarung dalam adu kekuatan yang mungkin bukan medan terbaiknya.
Bukannya berlari mencari ruang, ia justru sibuk bertarung bahu-membahu dengan bek tengah yang lebih berpengalaman. Alih-alih mencari celah di kotak penalti, ia justru menjadi target bola panjang yang membuatnya kehilangan keunggulan utamanya: kecepatan dan kecerdasan membaca permainan.
Seakan-akan, dalam usahanya untuk beradaptasi dengan Premier League, ia lupa pada apa yang membuatnya istimewa sejak awal.
Keputusan yang Harus Berubah
Sepak bola adalah tentang memilih momen yang tepat. Lihat Erling Haaland—ia tahu kapan harus menempel bek dan kapan harus menjauh untuk menerima umpan. Perhatikan Harry Kane—ia tahu kapan turun menjemput bola dan kapan harus menunggu di posisi terbaik.
Højlund? Ia masih harus belajar.
Bukan berarti ia kehilangan talentanya. Ia masih memiliki semua alat yang diperlukan untuk menjadi striker top: kecepatan, fisik, naluri mencetak gol. Tapi yang ia butuhkan sekarang bukan hanya bekerja keras, melainkan bekerja cerdas.
Ia harus mengingat kembali siapa dirinya. Seorang predator di kotak penalti. Bukan sekadar petarung dalam duel fisik.
Jika ia bisa menemukan kembali ritme permainannya—mengetahui kapan harus menyerang ruang, kapan harus menjauh dari bek, kapan harus berada di tempat yang tepat—maka Manchester United mungkin akhirnya akan melihat versi terbaik dari Rasmus Højlund.
Karena sejatinya, striker yang hebat bukan yang paling kuat. Tapi yang paling tahu kapan harus menghilang, dan kapan harus muncul untuk membunuh. -DM-
1 note
·
View note