he kicks out the hot summer and embraces the cold winter
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
seyon/hala, I promise I will always be by your side
Bohong.
Lee Hara. Sendirian di tempat yang sama sekali tidak dia kenali. Dia tidak bisa kembali ke dorm ketika tempat itu sudah tidak lagi bisa dia sebut rumah. Tidak ada rumah. Tidak ada apa-apa. Tidak ada siapa-siapa. Maka sekarang dia berada di atap sebuah gedung yang tidak dia tau namanya. Hala bisa mendengar hiruk pikuk di bawah sana. Dengan hembusan angin kencang yang berjalan memainkan rambutnya.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, Hala. Aku berjanji tidak akan meninggalkan kalian, ya?"
Bohong.
Gadis bodoh yang terlampau mudah itu hanya bisa terduduk. Menangkupkan wajahnya di lutut. Tidak lagi memiliki tenaga untuk sekedar menangis. Bagaimana bisa dia masih termakan kebohongan juga?
Dua hari yang lalu Bitsaeon masih mengatakan bahwa dia tidak akan meninggalkan Hala sendiri. Dengan senyumnya yang menenangkan.Tapi hari ini Hala menemukan dirinya menonton sekali lagi tayangan yang sama yang dia lihat ketika Jinrei-oppa pergi. Nama yang berbeda, wajah yang sama-sama ia kenali.
Bohong.
1 note
·
View note
Text
Seungyul, wear a couple shirt
"Nggak."
"Loh aku belum ngomong apa-apa??" Sanggah yang lebih tua, dengan nada ngegas yang juga mengandung sedikit senyuman. Seungyoun memang begini. Di mata Hangyul kekasih lebih tuanya itu benar-benar senang mengerjainya.
"Nggak mau, udah cukup pakai baju ada wajah kamunya gede-gede. Gamau lagi." Lanjutnya, merengut. Menatap curiga kantung belanja yang ada di tangan Seungyoun. Dia tau raut wajah itu. Dan Hangyul akan menolak. Pokoknya nggak!
"Ih yang itu mah bukan salah aku dong, masa aku yang kena... lagian itu kan kamu sendirian, aku maunya kita pake sesuatu berdua gitu." Lanjut Seungyoun, "Nggak perlu dipakai di publik deh!"
(Ya iya ga dipakai di publik, soalnya yang Seungyoun beli adalah dua piyama terusan. Dua anjing yang berbeda warna. Ketika ditanya NGAPAIN SIH BELI GINIAN. Seungyounnya ketawa; katanya Hangyul kayak anak anjing. Lucu.)
(Walaupun teriak-teriak, Hangyul tetap pakai juga kok.)
1 note
·
View note
Text
twitter challenge
angstober & bucintober
owonhyuk, couple under an umbrella
"...tuh kan, hujan deh." Keluh Minhyuk, menatap ke arah langit dari balik jendela kafe. Hari ini adalah jadwal-kencan-tanpa-mobil mereka. Minhyuk, yang dari awal adalah profesional worrier, sudah mengatakan pada kekasihnya untuk membawa payung. Setidaknya masing-masing mereka membawa satu seandainya dibutuhkan.
Mengingat ramalan cuaca di handphone Minhyuk sudah mengatakan kalau daerah tempat tinggal--sekaligus tempat tujuan mereka--kemungkinan akan dilanda hujan yang cukup lebat. Tentu saja hujan tersebut tidak benar-benar muncul. Sampai mereka memutuskan akan pulang.
"Kamu tapi bawa payung kan yang?" Justru pacarnya bertanya.
-------------------------------------------
"Iya iya, aku denger omelan dalam hati kamu, gausah diomongin ya, biar kita cepet sampenya." Lee Howon berucap. Meringis. Tangannya memegang payung, sementara tangannya yang satu lagi merangkul bahu Minhyuk.
Btw, ini tidak romantis ya. Tolong. Badan mereka besar, dan payung yang Minhyuk bawa sebenarnya tidak cukup besar untuk mengakomodasi dua laki-laki dewasa dengan bahu yang lebar.
(Walaupun rasa hangat juga terpancar dari cara Howon merangkul kekasihnya. Dari bagaimana Minhyuk merasakan kalau Howon membiarkan sisi badannya basah agar Minhyuk sama sekali tidak terkena hujan. Atau bagaimana Howon dengan hati-hati menyamakan pace berjalannya dengan Minhyuk.)
"Makanya." Akhirnya cuma itu yang bisa dia nyatakan.
Pokoknya mereka harus segera sampai. He need to cuddle his boyfriend, you know.
1 note
·
View note
Text
untitled
Tidak banyak yang Juyeon inginkan dalam hidupnya.
Selera humor yang sedikit lebih terang tidak terdengar buruk. Begitupun dengan laptop baru. Mungkin isi kepala yang lebih jarang memberikan pendapat yang tidak dia inginkan. Sesungguhnya semua itu bisa dirangkum dalam satu keinginan; bahagia. Juyeon ingin bahagia. Tidak dia perlukan hal-hal aneh yang berbentuk materi. Sejak dulu, sejak pertama ibunya menyatakan bahwa dia membenci anaknya sendiri hanya rasa bahagia yang dia inginkan.
Bahkan kebahagiaan kosong akan dia kejar apabila tidak lagi merasakan kekosongan yang sungguh menganga lebar di dalam dirinya. Menonton wanita-wanita yang dapat dengan enteng menertawakan keinginan mereka untuk mati. Melihat tayangan orang-orang yang selalu bilang kalau kosong berkepanjangan ini akan berakhir. Bahwa kesedihan bukanlah sebuah akhir, tapi Juyeon bahkan tidak lagi yakin akan apa yang dia rasakan. Sedikit rasa benci terhadap diri sendiri, mungkin. Atau mungkin tidak hanya sedikit. Sulit tidak setuju pada sesuatu yang diberikan padamu sejak kecil hingga dewasa.
Dua belas tahun dinyatakan sebagai sumber kebencian. Dua belas tahun terpenjara, dan setelahnya, Juyeon heran dengan banyaknya orang yang bisa dengan mudah menyatakan kalau dia harus bisa memaafkan, karena bagaimanapun itu adalah ibunya. Tidak ada yang meminta ibunya meminta maaf padanya. Seakan wajar untuk seorang ibu menyatakan kebencian pada anaknya. Toh tidak ada satu kalipun ibunya mengangkat tangan ke arahnya.
Sekarang hanya tersisa kebencian dari dirinya untuk dirinya dan hanya ada keinginan untuk mengangkat tangannya sendiri ke arahnya. Kenapa dia tidak dibunuh saja. Kenapa. Kenapa. Kenapa semua pernyataan kebencian itu harus selalu dia dengarkan. Juyeon tidak mengerti. Kenapa ibunya bisa dengan mudah bahagia, tidak lagi harus berdekatan dengan Juyeon, memiliki keluarganya sendiri dengan anak-anak yang membuatnya tertawa dan bukannya sumber segala rasa bencinya. Kenapa dia terjebak dalam siklus kebencian yang tidak bisa dia lihat jalan keluarnya. Kenapa justru ada rasa kosong yang tidak pernah bisa dia isi. Tidak tau harus diisi dengan apa, dan apakah harus ada yang mengisi.
Ayahnya. Juyeon sudah lama tidak melihat ayahnya. Bahkan intensitas mereka bertemu sudah berkurang begitu jauh. Aktivitas akhir minggu yang dulu ayahnya bersikeras untuk mereka lakukan tidak lagi terjadi. Berganti dengannya yang tetap terbangun hari Minggu pagi, sistem tubuhnya menyadari ada hal penting yang harusnya terjadi, tapi Juyeon hanya terbangun dan memandang langit-langit. Begitu lama. Tidak pernah ingat memikirkan apa, atau mungkin tidak memikirkan apapun. Mungkin otaknya juga sudah diisi kekosongan.
Juyeon tidak punya teman, apparently memiliki seseorang bermulut tanpa saringan sepertinya tidak akan menyenangkan dalam grup pertemanan manapun. Tiap kali dia berpikir dia punya satu atau dua orang yang bisa dijadikan tempatnya bersandar, mereka pergi. Mungkin menyadari kalau gadis Lim tidak cukup berharga untuk dijadikan teman. Atau mungkin saja mereka tidak benar-benar melihat Juyeon ada.
Ingin sekali rasanya Juyeon bertanya, apa yang salah? Darimana dia harus memulai kembali? Bagaimana caranya untuk membuat kepalanya berhenti mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang membuatnya merasa jauh lebih buruk dari apapun ketika dia tidak pernah memiliki keberanian untuk bercerita dengan siapapun? Juyeon tidak pernah berdoa. Tidak pernah diajarkan untuk berdoa. Doa yang dia ketahui hanyalah doa ketika ibunya meminta agar Juyeon dijauhkan dari dirinya, sementara ayahnya, tidak sekalipun dia melihat ayahnya berdoa.
0 notes
Text
a paragraph for a character project #11-#15!
Atsushi, Grace, Isaak, Sara, Dalin
11. treat Bocah. Itu mungkin kata yang paling tepat untuk menggambarkan mereka berdua. Bukan hanya karena mereka berdua berlaku seperti anak kecil, tapi memang dalam hitungan umur, mereka masih bisa disebut sebagai anak-anak. Hanya berbeda beberapa bulan, Atsushi dan Akira mungkin bisa dibilang memiliki hubungan paling erat dibandingkan saudara mereka yang lain. Bulan ini mereka harus masuk ke Ryokubita, dan Atsushi sudah bisa membayangkan kalau mereka akan terpisah dan bisa jadi tidak akan sedekat sebelumnya.
Tapi, dengan mereka berdua yang sama-sama tertawa memakan eskrim yang sengaja dia belikan sebagai traktiran untuk Akira, sedikit banyak rasa khawatirnya bisa menghilang barang sebentar.
12. circus Tahun ini, sirkus yang datang kemudian lenyap tanpa sisa itu datang lagi. Tahun ini, seperti beberapa tahun yang lalu, Grace juga datang. Semua tetap sama seperti yang dia ingat. Taman es, labirin yang misterius, carousel, dan tentu saja, pohon dengan lilin lilin yang berisi harapan. Tahun ini dia tidak datang dengan Teddy, walaupun dia ingin. Pemuda itu sedang mengisi shift kerja Gnome, dan tidak bisa datang sampai shift dia selesai. Sayangnya, sekali kau masuk dan terpisah, susah sekali bertemu, jadi Grace memutuskan untuk datang sendiri.
Kali ini, mengukir harapan pada lilin yang akan dia pasang tidak terasa setenang ketika bersama pemuda itu.
13. spoiled Mungkin Isaak terlalu bersemangat, atau mungkin pemuda Ludivico ini sungguh terlalu serius dengan perannya yang baru. Well, dia belum benar-benar menjadi peran tersebut sih, masih calon. Calon ayah, lebih tepatnya. Pemuda itu berusaha supaya gadisnya sama sekali tidak merasakan kesulitan dalam kehamilannya, bahkan sampai berlebihan (Alexis sendiri beberapa kali terlihat tidak terlalu nyaman dengan segala yang dilakukan Isaak, walaupun Isaak akan memberikan sejuta alasan--ditambah ciuman--yang kemudian akan diterima istrinya walau kadang dengan setengah hati). Maka apa yang bisa dia lakukan selain bersyukur kalau suaminya begitu mencintai mereka berdua?
14. home Pertama kali Sara dibawa untuk tinggal dirumah yang sudah disiapkan kedua orang-tua mereka, Sara sama sekali tidak menaruh harapan apapun. Bertahun-tahun dia mencintai Ernest sendirian, tidak pernah juga dia mengharap pemuda itu memberikan balasan. Baginya, cinta tidak perlu memiliki, walaupun dia sendiri tau tidak akan tahan melihat Ernest bersama orang lain. Hari ini, 3 tahun sudah pernikahan itu berjalan, dan Sara tidak pernah menyangka akan menemukan rumah di dalam pelukan yang diberikan seorang Ernest.
15. Dress Adalina Ludovico pada dasarnya adalah orang yang senang memberikan kejutan. Kalau kata rekan kerja Gnome-nya, dia bukan senang memberikan kejutan, tapi senang mengerjai seseorang. Hari ini, misalnya, dia sengaja memakai wig panjang dan dress merah yang memiliki belahan sepanjang betisnya. Tidak ada yang menyadari kalau dia adalah Dalin, bahkan sampai salah satu juniornya menatap mukanya lama, sebelum kemudian berpaling dengan wajah merah.
Tapi wig itu gatal, lain kali dia akan coba memakai dress tetap dengan rambut pendeknya sajalah.
#SnkRPF#ryokubita#aquamarine RPF#diclaimer: yang punya saya ya punya saya#sisanya punya pemiliknya masing-masing#project ini susah banget karena banyak lupa karakter sendiri sapa aja#wkwk
1 note
·
View note
Text
a paragraph for a character project #6-#10!
Gikyo, Iva, Jungyeon, Larisa, Atsushi
6. sick (Gikyo-Fuyu) Candaan 'kalau sakit siapa yang akan urus' itu sesungguhnya tentu bukan sebuah harapan. Tapi sosok seorang Fuyuki Hoshino yang sedang tidur dengan muka merah karena suhu tubuhnya yang tinggi, kompres es di bawah kepala, dan kompres kain yang ditaruh diatas dahinya tentu bukan pemandangan yang bisa dilihat setiap hari. Bahkan oleh Gikyo sebagai tunangannya. Mungkin ini kesempatannya untuk merawat gadis itu dan menahannya dirumah; karena toh dokternya memang tidak bisa kemana-mana. Doctor's order, heh.
7. luck (Iva) Ivanovska tidak percaya keberuntungan. Baginya beruntung adalah kata rancu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi dia juga tidak percaya dengan yang namanya kebetulan, walaupun dia juga tidak mau menerima yang namanya takdir. Hidupnya terlalu menyedihkan untuk percaya bahwa semua kepedihan tanpa akhir ini sudah dipersiapkan oleh siapapun diatas sana untuk jalan hidupnya.
8. bar (Jungyeon) Kang Jungyeon tidak suka hiruk pikuk dari klub malam. Dia jauh lebih merasa cocok dengan atmosfer bar yang condong ke suram dan diam. Bukannya tidak ada yang mengobrol di dalam bar, tapi lebih banyak orang hanya akan memesan cocktail, kemudian memilih untuk sibuk dengan urusannya masing-masing. Sepertinya, yang sudah lelah dengan keramaian. Jungyeon bahkan punya jadwal dan kursi yang sudah dia pesan untuk dia duduki setiap dia datang.
Seperti menyimpan amunisi untuk menghadapi hidupnya sebelum kembali untuk mengisinya lagi.
9. rainbow (Larisa-Teddy) Mereka selalu punya satu hari dalam sebulan dimana mereka akan menghabiskan waktu bersama. Dulu hanya berdua, tapi enam bulan belakangan, ada gadis kecil yang datang mewarnai hidup mereka. Bulan itu, hari Sabtu, Larisa dan suaminya duduk di sofa panjang mereka sambil bermain dengan Aurora, sepanjang hari itu hujan dan toh mereka tidak berniat pergi kemana-mana. Tiba-tiba, dalam gendongan, tangan Aurora menggapai sesuatu di luar jendela, dengan suara khas yang dia keluarkan ketika sedang sangat bahagia.
Ada pelangi di sana. Seperti melengkapi buncahan rasa bahagianya.
10. grave (Atsushi - Rinku) Atsu tidak bisa merubah dirinya sendiri. Rutinitas tetap dia lakukan. Kehidupannya terus berjalan. Dia tetap seorang pelatih basket, dia tetap memiliki saudara-saudaranya, dia tetap memiliki teman-teamannya. Yang berbeda adalah, dia kini memiliki tanggal yang selalu dia lingkari dengan tinta merah setiap bulan. Untuk mengunjungi makam gadis yang dulu pernah ada dan membuatnya jatuh cinta.
#ryokubita#wbent#EV#Beauxbatons Academy#disclaimer: yang punya saya ya punya saya#sisanya punya pemilik masing-masing
1 note
·
View note
Text
a paragraph for a character project #1-#5!
Hyeonsoo, Jinki, Sara, Isaak (with Cassie) & Isaak (with Alexis)
1. insect (Hyunsoo-Asuka) Diantara mereka berdua, Hyunsoo bisa menyatakan kalau dia mungkin lebih pemberani dibanding kekasihnya. Oh, memang kalau urusan tenaga atau pekerjaan yang membutuhkan otot, Hyunsoo lebih banyak menyerahkannya pada Asuka, tapi selain itu? Banyak hal yang bisa membuat Asuka berteriak, hantu, misalnya. Atau serangga terbang besar yang menuju ke arah mereka berdua.
Kali ini Hyunsoo juga ikut berteriak sih.
2. flower (Jinki-Jinsil) Jinki selalu berusaha supaya Jinsil tidak pernah tau. Terdengar mustahil, karena rasanya setiap gadis itu tidak berada di dekatnya, kelopak bunga selalu berada di dekatnya. Dia sendiri tidak pernah merasa fisiknya sakit, tapi yang jelas hatinya tersiksa. Mungkin inilah maksudnya kenapa banyak yang menyatakan cinta yang tidak bersambut itu menyakitkan. Beberapa orang yang cukup dekat dengannya bahkan sudah menyuruhnya untuk menghubungi tempat yang bisa menangani penyakitnya ini.
Tapi Jinki tidak ingin lupa. Lebih baik memuntahkan semua bunga-bunga ini daripada kehilangan perasaan cintanya.
3. pink (Sara-Ernest) Sara menimbang-nimbang, yang mana yang tampaknya lebih cocok untuk dia bawa pulang. Dengan bentuk dan warna yang berbeda-beda, belum lagi ukuran yang dia tidak tau harus pilih yang mana. Dari sudut matanya, dia bisa melihat suaminya sibuk mengambil banyak hal untuk kemudian dimasukkan ke dalam troli yang isinya sudah nyaris terlalu penuh. Gadis itu meringis, satu karena melihat tingkah Ernest, dan satu karena tendangan kecil yang berasal dari dalam perutnya. Mengusap bagian yang tertendang, sang calon ibu tersenyum, sebelum kemudian mengambil salah satu sepatu mungil berwarna merah muda yang berada di dekatnya.
Calon anak perempuannya.
4. comfort (Isaak & Kesi) Cassiopeia bukanlah seseorang yang tenang, sebaliknya malah. Tapi Isaak selalu merasakan suatu perasaan nyaman setiap dia bersama gadis yang sudah dia anggap adiknya tersebut. Setiap tawa dan keceriaan yang diberikan kepadanya dari Cassie selalu membuatnya merasa teramat beruntung. Sayang dunia selalu terlalu kejam. Rasa nyaman itu begitu saja menghilang melihat tubuh sahabatnya tidak lagi bernyawa.
Meninggalkan rasa dingin yang merasuk hingga ke tulang rusuk.
5. wed (Isaak-Alexis) Isaak membuka album lama itu. Album foto lama yang mendokumentasikan kehidupan mereka. Sebagai seorang fotografer yang jatuh cinta dengan inspirasinya sendiri, mereka memang memiliki terlalu banyak album foto. Sentimen memiliki versi cetak dari memori yang dimiliki, walaupun tentu saja dia memiliki semua backupannya. Album yang berada di tangannya tapi bukan berasal dari kameranya sendiri, melainkan kameramen profesional yang dibayar untuk mengabadikan kebahagiaan.
Sementara Isaak akan ikut berjalan dalam memorinya, mengenang gadis tercantiknya dengan gaun putih dan senyuman terindah di hari paling bahagia.
#ryokubita#SnkRPF#wbent#disclaimer: ya yang punya saya ya punya saya#sisanya punya pemiliknya masing-masing
0 notes
Text
Present.
Kata beberapa temannya, Leandre punya kapten quidditch baru sekarang.
(Larisa sebenarnya sudah mendengar kabar angin kalau seorang dengan nama keluarga Longitude akan didapuk menjadi salah satu kapten olahraga bergengsi di sekolahnya itu, tapi tidak tau apakah kabar itu benar atau tidak; gadis itu kadang terlalu malu untuk sekedar bertanya lebih jauh walaupun itu menyangkut orang yang dia sukai)
Kata beberapa teman satu angkatan yang berada di asrama Leandre, kapten quidditch baru mereka sama sekali tidak mengejutkan. Theodore Longitude, dengan namanya yang sudah terlalu menonojol, juga merupakan seorang atlet quidditch asrama yang sudah melanglang buana dari awal term pertama, jadi kalau ada yang terkejut, jelas tidak mengikuti olahraga tersebut.
Larisa tidak terkejut, tapi dalam hatinya dia ingin sekali melakukan sesuatu untuk pemuda itu, semacam hadiah kecil yang tidak terlalu mencolok. Gadis Varga masih belum bisa melepaskan diri dari rasa malu dan muka merahnya setiap membicarakan atau melakukan sesuatu untuk Teddy, tapi dia juga tidak pernah merasa sebahagia itu. Menyukai orang itu menyulitkan ya.
Sepanjang minggu, Larisa sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Memikirkan apa yang bisa dia berikan kepada tuan Theodore Longitude. Dia tidak punya waktu untuk memasak sesuatu atau membuat makanan, dan Teddy sedang mencapai fase sibuk, jadi Larisa pun tidak tau kapan dia bisa berikan kepada pemuda itu. Dia tidak bisa mendapatkan bahan untuk membuat sesuatu seperti pernak-pernik kecil, lagipula Larisa tidak yakin apakah Theodore akan memakainya.
Terus lalu apa yang bisa dia berikan?
Beberapa ide memang sempat muncul di pikirannya, tapi sebagian ide tersebut membuat wajah Larisa memerah bahkan hanya karena memikirkannya melakukan itu kepada Theodore, jadi ide-ide tersebut harus dibumihanguskan dan tidak boleh dia pikirkan lagi.
Larisa sendiri mengaku bahwa dia senang melihat Theodore menjadi kapten di lapangan quidditich, sosok pemuda Longitude itu seperti gabungan antara kapten yang berusaha terlihat tegas sekaligus tidak kehilangan senyum jahil yang selalu membuat Larisa ikut tersenyum.
(Untung saja jarang ada yang menyadari keberadaan gadis Felicite yang selalu mencoba mencari cara untuk bisa menyelinap menonton latihan asrama lain.)
(Menceritakan masalahnya pada Capella malah membuatnya digoda habis-habisan, huh, memangnya mukanya kurang merah apa sampai harus ditambah dengan tatapan penuh arti dari gadis Briere setiap kali mereka bertemu dengan Theodore, coba?)
“Larisa,” ujar seseorang, Larisa hanya sayup mendengar panggilan tersebut, saat ini gadis itu sedang tertidur beralaskan lengannya di salah satu meja di perpustakaan, dia sudah meminjam terlalu banyak buku, tapi dia masih harus membaca beberapa hal. Itu dan pikirannya yang kadang-kadang sering melantur kemana-mana ternyata membuat badannya lelah, dan kursi perpustakaan cukup nyaman untuk menjadi salah satu tempat tidur.
“Larisa,” kali ini dengan sedikit guncangan di bahu, sentuhan hati-hati yang tidak terlalu dirasakan oleh gadis Varga yang masih terlelap. Si pemilik suara tersenyum kecil melihat tingkah Larisa. Sayangnya mereka tidak punya waktu terlalu lama, sebentar lagi jam malam akan diberlakukan dan gadis itu harus segera pergi dari perpustakaan.
“Larisa, kalau kau tidak bangun juga, aku akan menciummu ya.” Bisik suara tersebut di dekat telinga gadis Varga. Sontak gadis itu terkejut dan bangun. Menjatuhkan beberapa buku yang berada dekat dengan tangannya.
“Ah!?” Gadis itu menemukan Theodore, dengan senyuman jahilnya dan tangannya yang terangkat seakan menyatakan kalau dia tidak ada hubungannya dengan keterkejutan gadis itu walaupun bukti menyatakan sebaliknya.
Sementara muka gadis itu dalam hitungan detik memerah luar biasa.
“Mukamu merah, kamu sakit?” Ujar Theodore, senyuman tersebut berganti dengan wajah yang terlihat khawatir, tangannya menjulur untuk merasakan suhu di dahi gadis Varga, sementara yang ditanya menggeleng sambil menjauhkan wajahnya dari tangan tersebut.
Pemuda itu sibuk, tapi kenapa juga dia bisa berada disini?
“Omong sesuatu dong Larisa, masa diam saja,” ujar Theodore yang sedikit banyak membantu membereskan barang-barang gadis itu agar mereka segera bisa keluar dari perputakaan, sementara yang digoda hanya tersenyum kecil. Tidak lama, mereka sudah keluar dan berjalan menuju asrama masing-masing.
“Teddy,” panggil Larisa pelan, dalam pikirannya menghitung jarak mereka dengan asramanya, seberapa cepat dia bisa kabur setelah dia melakukan apa yang mau dia lakukan.
“Ya?” Ujar Theodore, mengerjapkan mata, tangannya berada di dalam kantong setelah Larisa menolak tawaran pemuda itu membawakan sebagian barangnya. Biasanya Teddy selalu membantu Larisa membawa barang-barangnya, tapi karena buku yang dia baca tidak dia bawa ke kamar, barangnya cukup sedikit untuknya menolak tawaran tersebut; lagipula kalau ada barang Larisa yang dibawa oleh pemuda itu, waktunya untuk kabur bisa berkurang.
Larisa menarik napas dan menghembuskannya.
Kemudian berhenti, dan mencium pipi kanan Theodore Longitude. Sebelum menatap lantai dan bicara dengan suara berbisik.
“Selamat sudah menjadi kapten quidditch Leandre, Teddy.” Ujarnya, kemudian berlari tanpa melihat apa yang terjadi dengan pemuda itu.
(Theodore terpaku, memegang pipinya, kemudian tersenyum lebar.)
Bonus:
THEODORE LONGITUDE IS THE NEW CAPTAIN OF QUIBERON QUAFFLEPUNCHERS
Adalah headline dari majalah olahraga yang berada di atas meja tamu ruang keluarga Longitude.
Sementara yang punya nama sedang duduk di atas sofa di dekat meja tersebut, tangannya sibuk memainkan ponsel, menanti seseorang pulang dari latihan orkestranya, Aurora dan Timothy sedang menginap dirumah nenek mereka. Ibu Larisa menyatakan bahwa dia kangen cucunya dan menyuruh Larisa dan Theodore menggunakan waktu tersebut untuk mereka berdua.
‘Tidak perlu menelepon menanyakan kabar mereka, kalau kalian terlalu sibuk!’ Adalah ucapan wanita tersebut, tentunya dengan nada menggoda.
“I’m home,” ujar suara lembut seorang gadis pirang yang masih membawa case biolanya.
“Sofa, babe,” teriak Teddy, menyimpan permainannya dan menaruh ponselnya di atas meja, dekat dengan majalah tadi. Tangannya menggapai pinggang sang gadis yang seperti magnet langsung mendekat ke arahnya.
“How was your day?” Ujar Larisa, kepalanya berada di dada Theodore sementara suaminya memeluk pinggang gadis itu.
“Uneventful, menanti kapan istriku yang cantik pulang kerumah.”
“Really? A new captain and you already bored?” Kekeh Larisa.
“Tidak, tidak, aku menanti hadiah dari gadis yang beberapa tahun lalu mengecup pipiku kemudian kabur ketika aku diangkat menjadi kapten di sekolahku yang dulu,” Balas Theodore, mengecup pelan dahi gadis itu, kemudian tertawa kecil, “kira-kira apa ya hadiahnya?”
Larisa menatap suaminya. Larisa, yang sudah menyandang nama Longitude di belakang nama pemberiannya selalu merasa begitu beruntung atas apa yang ada di hidupnya. Dan pemuda ini berada di peringkat paling pertama.
Gadis itu kemudian menjulurkan kepalanya dan mencium bibir Theodore, dalam, pelan.
That isn’t her present, though.
Larisa kemudian berdiri, tersenyum manis, sambil kemudian berjalan ke arah kamar mereka.
“I’ve bought a new lingerie yesterday,” ujarnya ringan, “see you on the bed, darling.”
(Tidak perlu ditanya seberapa cepat Theodore bergerak mengikuti istrinya masuk ke dalam kamar.)
Lucky indeed.
Beauxbatons Academy & Rumor Has It RPF; Theodore Longitude & Larisa Varga belong to their original creator(s).
0 notes
Text
a concern
a.k.a my brain can’t think /bricked
“Mummy?” Suara kecil itu terdengar tidak jauh dari Larisa yang sedang memasak makan malam untuk suaminya yang hari ini akan pulang. Badannya terasa berat dengan usia kandungan anak keduanya yang sudah mencapai tigapuluhdua minggu, tapi dia tidak bisa tidak melakukan sesuatu, apalagi membiarkan Theodore kelaparan.
“Yes darling?” Jawabnya, tersenyum ke arah Aurora yang diam kemudian berdiri di sebelah ibunya sambil menggelayuti kakinya—yang sudah membengkak, tapi penyandang nama Longitude itu tidak sampai hati untuk menyatakannya—dan terlihat seperti akan menangis; itu membuat Larisa mengrenyitkan dahinya, sambil mematikan kompor.
“What is it? Do you want to say it to mummy?” Tanyanya, dengan sedikit susah payah, Larisa berjongkok untuk membawa tubuhnya berada pada tinggi yang sama dengan anak perempuannya.
“Hari ini temanku bilang mummy tidak akan sayang lagi padaku kalau adik sudah lahir,” bisik Aurora lirih, matanya berkaca-kaca dan kalimat yang diucapkan berantakan sampai Larisa butuh beberapa waktu untuk memahaminya. Dan ketika paham, Larisa menciumi pipi gadis kecil kesayangannya dan membelai rambut Rory lembut, sesungguhnya bingung harus menyatakan apa agar gadis kesayangannya tidak menangis.
“Oh darling,” tangannya mulai mengusap air mata yang mulai turun dari pipi bulat anaknya, “mummy berjanji akan tetap menyayangimu, sangat menyayangimu, bahkan setelah adikmu datang nanti,” ujar Larisa, “lagipula, mummy rasa temanmu iri kalau kamu sebentar lagi akan mendapatkan teman bermain yang jauh lebih lucu darinya.”
Pelan-pelan, gadis itu membawa tangan kecil Aurora ke perutnya, tempat tendangan kecil baru saja dia rasakan, kemudian Larisa kembali tersenyum.
“Can you feel him? He can’t wait to meet you,” Ujar Larisa, mencium kening putrinya, “you’ll be an awesome sister, won’t you Rory?” Lanjutnya, tersenyum. Matanya memperhatikan ketika mata gadis kecilnya membulat saat Aurora merasakan tendangan yang diberikan oleh calon adiknya, kemudian wajah yang tadinya dipenuhi awan mendung itu berubah menjadi sangat cerah.
“Yes mummy! Promise!” UjarAurora, menciumi perut Larisa, “come faster, I can’t wait to see you.” Bisik Aurora sambil memeluk pinggang Larisa ketika dia sudah kembali berdiri.
—9 weeks later
“Rory darling, meet your brother.”
“Hello brother, I'm your awesomest sister!” seru gadis kecil mereka sambil mencium pipi adik laki-lakinya.
Beauxbatons Academy & Rumor Has It RPF; Aurora Longitude & Larisa Varga belong to their original creator(s).
2 notes
·
View notes
Text
Oh pretty baby
Tubuhnya sudah terbiasa bangun pagi, tidak peduli selelah apapun hari sebelumnya dijalani, Larisa nyaris selalu terbangun sebelum matahari terbit. Pekerjaannya dan Theodore tidak mewajibkan mereka harus terbangun pada jam tertentu, tapi sebagai seorang istri, gadis itu sudah terbiasa bangun untuk menyiapkan sarapan dan keperluan suaminya. Dan anak perempuannya yang terkadang bisa terbangun lebih pagi darinya.
Aurora Kalliope Longitude adalah seorang anak perempuan yang tahun ini sebentar lagi berumur empat tahun, aktif, ceria dan sangat ingin tau walau terkadang masih terlihat sifat pemalu yang diturunkan oleh Larisa. Theodore dan Larisa sangat mencintai gadis kecil mereka itu.
Pagi itu Larisa terbangun, namun alih-alih melihat suaminya di sebelahnya, ada Aurora yang tidur sambil memeluk lengan ibunya. Sebelum teringat bahwa suaminya sedang musim pertandingan dan akan jarang dirumah, gemas, gadis itu kemudian memotret gadis kecil mereka dan mengirimkan fotonya ke suaminya.
‘Good luck, darling, love you ♡’
Hari itu adalah hari yang Larisa ketahui sangat disukai Aurora, Sabtu. Hari ketika apabila ada kedua orangtuanya dirumah, maka mereka bertiga pasti akan jalan-jalan kemanapun gadis itu mau. Kemudian kalau gadis kecil itu beruntung, ayahnya akan membolehkannya untuk makan eskrim dan menonton kartun, biasanya di pangkuan ibunya yang akan membelai rambutnya hingga ia tertidur.
Perlahan mata gadis kecilnya membuka, kemudian mengerjap-ngerjap sambil mendekatkan badannya ke pelukan ibunya. Larisa tersenyum, memeluk anaknya sambil membelai rambut pirang gadis itu.
“Mummy,” ujar Aurora dengan suara yang terdengar masih mengantuk.
“Yes darling?” jawab Larisa lembut.
“Can we go somewhere today?” Lanjut gadis kecil itu, matanya menatap sang ibu sambil mengerjap lucu, Larisa selalu bersyukur dianugerahi anak semanis Aurora.
“Tentu, memang kamu mau pergi kemana, sayang?” Ujar Larisa, badannya diposisikan menghadap anak perempuannya, menciumi pipi anaknya tersebut, Aurora tertawa geli, tangan kecilnya memeluk sang ibu sambil balas mencium pipi ibunya.
“Morning kiss~” kekeh Aurora, “hmm, can we go visit daddy please?” Ujar Aurora, dengan mata bulat yang memohon pada sang ibu untuk mengabulkan permintaannya.
“Oh baby, I’m so sorry, kita belum bisa mengunjungi Daddy hari ini,” they tried, once, and the whole team doted on their child too much sampai pelatih mereka harus mengusir Larisa dan Aurora secara halus, jadi lebih baik jangan ganggu dulu sampai mereka menyelesaikan pertandingan terakhir, “tapi Daddy besok sudah pulang, jadi ayo kita belanja dan masak sesuatu yang enak buat Daddy, how about it, Rory?” Ajak ibunya, memberikan alternatif sebelum gadis kecilnya menangis.
Aurora tampak mempertimbangkan ajakan sang ibu sebelum senyuman cerah mengembang dan anaknya menganggukan kepala dengan semangat.
Setelah memandikan gadis kecilnya, sarapan dengan pain au chocolat kesukaan Aurora, dan memastikan bahwa rumah mereka aman—gadis itu dengan kaki kecilnya mengecek boneka-bonekanya dan mengangguk dalam, menyatakan bahwa mereka semua bisa ditinggal terlebih dahulu—baru mereka memasuki mobil.
“What are we making for daddy, mummy?” Tanya gadis kecil itu, dari tempatnya duduk di belakang, matanya berbinar.
“Hmmm I don’t know,” Jawab Larisa, mengetukkan telunjuknya ke dagu, “Rory mau buat apa untuk Daddy?”
“Cupcake!” Seru Aurora, bersemangat, badannya dimajukan, matanya berbinar. Cupcake memang makanan kesukaan gadis kecil itu, dan sebagai penikmat makanan manis, Theodore kadang juga ikut menikmati kue kesukaan gadis kecilnya, “boleh ya mummy? Pleease?” Gadis kecil itu memohon, Aurora menatap dari kaca spion tengah, kemudian tersenyum.
“Boleh, Rory selain cupcake mau makan apa?” Larisa tersenyum, memarkir mobil dan melepaskan sabuk pengaman sebelum membantu melepaskan sabuk yang mengikat anaknya.
“Em......” Aurora terlihat berpikir, telunjuk dan jempolnya ditekankan ke dagu, gestur yang kadang Larisa lakukan apabila sedang berkutat dengan partiturnya, “ratatuweee mummy!” Ujar Aurora akhirnya, dengan mata yang sama berbinar.
Larisa tertawa, kemudian mengangguk. Menggendong anak perempuannya kemudian mendudukannya di dudukan troli, posisi favorit gadis kecilnya ketika berbelanja. Dari tempat duduknya dia akan menunjuk banyak hal, atau bertanya mengenai apa yang dia lihat. Kadang dia tidak bisa diam, kemudian tertawa sendiri.
Setelah mendapatkan semua yang mereka butuhkan, Larisa mendorong trolinya menuju kasir, sebelum merasakan lengan bajunya ditarik oleh Aurora.
“Yes darling? Kamu mau beli apa lagi?” Ujar Larisa, matanya mencari kira-kira apa yang bisa menarik perhatian gadis kecil itu.
“Kiss, mummy~” Seru Aurora, Larisa tertawa, sebelum mencium pipi Aurora dengan gemas, “nanti mummy akan suruh daddy menciummu yang banyak ya,” ujar Larisa, Aurora menganggukan kepalanya sambil tertawa.
After all, Larisa punya kabar mengenai sesuatu di dalam perutnya untuk Theodore.
Beauxbatons Academy RPF; Larisa Varga, Theodore Longitude, and Aurora Longitude belong to their original creator(s).
#Beauxbatons Academy#Larisa Varga#Theodore Longitude#Aurora Longitude#sorry the ending was so rushed#dipecah jadi dua aja biar ga kepanjangan#kalo niat bikin dan ga mati lampu ya ='))
1 note
·
View note
Text
Autumn - most important time of the year
“Sebenernya kita mau kemana?”
Gadis dengan rambut coklat dan mata biru itu bertanya ke pemuda gondrong yang sedang memegang kemudi di sebelahnya. Yang ditanya hanya menyalakan lampu tanda berbelok kanan sambil tersenyum, tampaknya sama sekali tidak punya niat untuk menjawab. Sang gadis mendecakkan lidahnya kesal.
Sudah kesekian kali pertanyaan tersebut dia tanyakan kepada pemuda itu, gadis itu—Alexis Rue—hanya diajak pergi malam-malam tanpa diberitahu kemana oleh pacarnya—Isaak Ludivico, pemuda yang sama yang sedang menyetir. Semua pertanyaan tersebut hanya diberikan jawaban singkat, seperti ‘nanti juga tau’, atau, ‘tunggu saja’, belakangan malah semua jawaban tersebut digantikan dengan gerakan mengedikkan bahu atau senyuman.
Sementara nona Alexis Rue, yang memang tidak terkenal dengan kesabarannya, memandang si pemuda dengan pandangan curiga.
“Are we going to a love hotel or something?” Tanya Alexis, masih memicingkan matanya curiga. Isaak malah tertawa, sambil menghentikan mobil tiba-tiba di pinggir jalan, sebelum kemudian mencium bibir gadis di sebelahnya lama dan dalam.
“If I wanna do something like that, ngapain repot-repot menyetir ke tempat yang jauh segala?” Jawab pemuda itu, menyalakan mesin mobil sambil kembali melanjutkan perjalanan, “wasn’t the backseat comfortable enough, sweetheart?” Lanjutnya, nyengir, satu tangannya mengelus rambut halus Alexis sambil tertawa.
(Gadis itu malah mengunyah chips dengan muka memerah, well, they are sexually active, tapi harus ya saat itu yang diungkit?)
“Shut up, stupid.” Ujar gadis itu, meninju pelan pundak si pemuda.
Sementara itu mobil tersebut tiba-tiba berhenti, di sebuah tempat luas yang seperti lapangan dengan bangunan kecil hanya berisi meja di tengahnya, berbagai macam makanan tersebar dan pemuda itu membukakan pintu untuk nona Alexis.
“Dijamin hari ini tidak hujan,” ujarnya terkekeh, “seluruh masakan aku yang buat, dibantu Cassie karena kau tau skillku di dapur tidak sebaik milikmu.” Lanjut si pemuda, pandangannya melembut, “tapi aku berusaha membuat semua yang kamu suka, walaupun aku yakin kau suka semua makanan.”
“Ini... dalam rangka apa? Did I forget something?” Ujar si gadis, ragu, tangannya meraih tangan si pemuda, berjalan dengan langkah lambat karena tidak tau harus bereaksi seperti apa.
“Nah silly,” ujar Isaak, mengacak rambut gadis itu, “tomorrow is your birthday, lupa tanggal ulang tahun sendiri?” Lanjut pemuda itu sambil memasangkan syal di leher si gadis, udara cukup dingin, dan Isaak sebenarnya sedikit merasa bersalah mengajak gadis itu malah berada di tempat dingin seperti ini, tapi dia ingat Alexis menyukai bintang, dan tidakkah tempat ini sempurna untuk tempat melihat bintang?
“Eh?” Ujar gadis itu, melongo. Isaak tertawa.
“I’ll give your present when it’s your birthday, dan ucapannya juga, sekarang lebih baik makan dulu sebelum kau makin lapar.” Ujarnya terkekeh.
Ketika menyuruh gadisnya duduk, keduanya makan dalam keriuhan. Mereka berdua jarang bertemu, Isaak yang berkutat dengan tugasnya, dan Alexis yang lebih sering aktif dalam berbagai kegiatan. Kalaupun bertemu tidak banyak yang dilakukan, well, they did this and that, tapi rasanya ada jarak diantara mereka, maka Isaak sengaja mengatur hal ini untuk menghabiskan waktu bersama gadisnya itu. Dan melihat ekspresi Alexis, rasanya semuanya sepadan.
(Sometimes just her smile makes everything worth doing)
“Lalu?” Tanya gadis itu ketika mereka akhirnya selesai makan, “mana hadiahnya?” Ujar gadis itu lagi dengan senyum melebar. Pipinya merona, Isaak tersenyum.
“Selamat ulang tahun, Alexis ku tersayang,” ujar Isaak, kemudian memberikan sebuah kotak yang langsung dibuka oleh kekasihnya, di dalamnya ada gelang dengan lambang infinity, “simbol klise, tapi kuharap kau menyukainya, kau sudah memakai kalung ibumu, dan cincin rasanya... terlalu mengikat? Walaupun aku akan dengan senang hati memasangkan cincin ke jari manismu.” Ujar Isaak cepat. Wajahnya ikut merona—dia menyalahkan udara, tapi dia tau gadis itu, dan dirinya juga, tau lebih baik daripada itu.
“I love it, thank you so much,” bibirnya dikecup singkat oleh si gadis, sambil kemudian duduk di pangkuannya, “thanks for everything, the food, the present,” Lanjutnya lagi. Isaak memalingkan mukanya, setengah canggung.
“Look, a shooting star,” ujarnya, membisiki telinga gadis itu sambil memeluknya dari belakang, ”make a wish, sweetheart.”
—as a reminder that with love, there are no limits
‘I love you’ ‘I love you too’
Shingeki no Kyojin RPF; Isaak Ludivico & Alexis Rue belong to their original creator(s). the bracelet and the card that comes with it
1 note
·
View note
Text
sweetheart, what have you done to us
Muka gadis itu memerah.
Larisa Varga sangat jarang marah, karena baginya untuk apa dia marah? Semenjak orangtuanya bercerai dia seperti mendapatkan jati diri yang baru, dan lagipula dia memiliki Capella dan Theodore sekarang, untuk apa dia peduli dengan hal lain?
Dan ternyata baru dia ketahui kalau pemikiran begitu membuatnya seharian sakit kepala dan tidak bisa konsentrasi selama berlatih. Bahkan pelatih biolanya memberikan tatapan panjang, kemudian menghela napas; menepuk pundak gadis itu dan menghentikan latihan lebih awal. Semua karena satu headline di koran.
BEATER THEODORE LONGITUDE BERSAMA WANITA LAIN? Kemudian disertai foto-foto Teddy bersama gadis lain yang bukan dirinya.
Satu hari itu notifikasi telepon genggamnya tidak berhenti berbunyi. Baik dari Capella yang menyatakan akan membunuh Theodore, atau dari ibunya yang khawatir kepadanya, atau ayah tirinya. Banyak tabloid yang tidak jelas mengetahui nomernya dari mana juga menanyakan pendapatnya. Tapi bukan dari Theodore sendiri. Dan satu hari itu rasanya Larisa seperti disiksa.
Theodore dan Larisa nyaris tidak pernah bertengkar. Larisa terlalu jatuh hati kepada pemuda itu. Dan dia selalu percaya ketika Theodore menyatakan hal yang sama.
Malam itu, Larisa memutuskan untuk kembali ke apartemennya sendiri, tidak yakin bisa menahan dirinya untuk tidak menangis apabila dia memutuskan kembali ke apartemen mereka berdua—dia memang masih mempertahankan apartemennya sendiri, lebih tepatnya sayang untuk dijual, hadiah ulang tahun dari ayahnya yang terlalu banyak uang—sebelum menemukan bahwa pemuda yang membuat harinya kacau balau sedang berdiri di depan pintu.
Larisa menggigit bibir, sebelum dengan cepat membuka pintu tanpa menyapa sedikitpun pemuda itu, namun tentu saja pintu tersebut ditahan oleh Theodore, Larisa terlalu mungil apabila dibandingkan dengan kekuatan pemuda itu. Maka dia pasrah saja membiarkan Theodore masuk walaupun sama sekali tidak berbicara apapun.
Menaruh violin casenya, mengganti bajunya, dia membiarkan Theodore dan menganggapnya tidak ada.
“Larisa,” panggil pemuda itu, dengan nada yang sama apabila dia menginginkan sesuatu, Larisa diam. Duduk sejauh mungkin dari pemuda tersebut dan sama sekali bergeming.
“Larisa please,” kali ini dengan nada memohon, dan Larisa mulai menggigiti bagian dalam pipinya dalam usahanya untuk tetap tenang. Bukan hal yang mudah, mengingat hal yang ingin dia lakukan adalah menangis dan pergi sejauh mungkin dari pemuda ini.
“Risa—“
Gadis itu berdiri. Berjalan menuju kamar sebelum tangannya ditarik paksa oleh pemuda itu.
“Kau tidak mau dengarkan aku?” “Aku mau tidur.” Jawabnya lirih. Susah payah menahan amarah. “Aku bisa jelaskan, sum—“ “Apa tidak terpikir untukmu kalau satu hari ini kamu punya kesempatan menjelaskan tapi sama sekali tidak menghubungi aku, tidak terpikir bagaimana perasaanku? Aku punya perasaan Theodore, dan, oh, ya, aku juga punya telepon genggam! Jadi kenapa harus aku dengarkan penjelasanmu setelah aku melalu satu hari penuh kejadian tidak menyenangkan karena aku sangat terganggu dengan apa yang kamu lakukan?” Ujarnya, bertubi-tubi dan tanpa jeda, tetes airmata mulai turun dari matanya, “aku. Mau. Tidur.” Lanjutnya, melepaskan tangan dari pegangan Theodore.
Sebelum sebuah pelukan erat menghentikan langkahnya.
“Dia sahabat pelatihku, sumpah, aku hanya minta bantuan kepadanya, karena untuk ini aku tidak bisa minta bantuanmu, Kian tidak paham apapun soal ini dan Capella akan langsung memberitahumu kalau aku minta bantuannya.” Ujar pemuda itu tergesa-gesa, Larisa masih menangis dalam pelukan pemuda itu, tidak berdaya untuk melepaskan pelukan.
“Maafkan aku, sumpah aku tidak melakukan apapun selain meminta tolong tentang,” kemudian Theodore terdiam, sebelum berlutut dan mengeluarkan kotak kecil dan memberikannya kepada Larisa.
“Marry me?” dan ketika kotak tersebut dibuka, Larisa melihat cincin indah bertahta berlian di sekelilingnya, tidak bisa berkata-kata. Tangannya justru dia angkat ke atas dan menutupi matanya yang masih menangis, kali ini dengan alasan yang berbeda.
“Hey, hey,” Theodore kembali memeluknya, “aku meminta bantuannya memilihkan ini, most perfect engagement ring for my only love,” lanjutnya, nada jahil kembali terdengar.
“Stupid,” ujar Larisa sambil terisak, tangannya memukul bahu pemuda itu, tensi satu hari yang membuat seluruh harinya berantakan seperti meluruh. Digantikan perasaan bahagia yang menyeruak sekaligus mengutuk diri sendiri; karena bagaimana bisa dia curiga dengan Theodore ketika dia begitu dihujani dengan cinta?
“Say yes?” Ujar pemuda itu, mengusap air mata Larisa dengan tangannya, senyum terukir di wajah yang selalu berhasil memberikan Larisa kebahagiaan, kemudian gadis itu mengangguk.
“Yes, of course, yes,” ujarnya tertawa, kemudian mencium bibir lelaki itu ketika pemuda itu memasangkan cincin cantik itu ke jemarinya, “I’m sorry,” lanjutnya lagi, sembari memeluk leher pemuda itu.
“Why are you sorry, aku yang minta maaf, seharian ini aku berusaha merangkai permintaan maaf, tapi tidak mungkin aku melamarmu lewat chat, jadi kuduga kau akan kesini,” jawab pemuda itu mendekatkan dahinya ke dahi Larisa, “dan aku benar, sudah jadi calon suami yang hebat belum?” Ujarnya tertawa, mencium bibir gadisnya dalam.
Larisa mendesah merasakan lidah pemuda itu mulai bermain di dalam mulutnya. God she loves this man. Kemudian dia memeluk leher pemuda itu, meloncat sampai dia bisa melingkarkan kakinya ke pinggang Theodore, dan menciumi bibir dan leher Theodore, mengeluarkan segala frustrasinya disitu.
“Oh, I should make you my wife kalau seperti ini balasannya,” Ujar Theodore, tertawa kecil sebelum mulai menggigiti leher gadis itu, “let’s just take this to your bedroom.”
As always, I leave what happens behind the door to your imagination. /bricked.
Beauxbatons Academy RPF; Theodore Longitude & Larisa Varga belong to their original creator(s). This is the ring.
1 note
·
View note
Text
Perihal
FP di Shingeki no Kyojin.
Perkenalkan, karakter saya adalah Isaak Ludivico, term 2 atau angkatan 90 kemarin dia mendapatkan rank 4 untuk keseluruhan angkata. Kalau mau jujur, anak ini tidak satukalipun diniatkan untuk mengejar bagian Military Police (yang merupakan pilihan paling elit) atau Scouting Legion (yang merupakan departemen terkuat).
Yang penting, main.
Awalnya anak ini bahkan isinya cuma mojok, ikut tret open seadanya, dan sama sekali ngga niat untuk ngejar top10 yang notabene semacam jaminan untuk bisa masuk departemen pilihan.
Tapi kenapa ya dia bisa masuk 10 besar? Rank empat pula (selesai term pc Isaak adalah 220an). Saya konsisten main. Ikut misi ketika ada misi, kenalan dengan banyak orang lain, mengisi forum ketika banyak karakter lain yang mungkin bosan dengan isi forum sementara banyak forum lain yang buka pendaftaran.
Satu term adalah tiga bulan di dunia nyata, itu waktu yang cukup lama. Jangan jadikan empat hari pembukaan term sebagai patokan permainan, konsistenlah bermain, kembangkan karakter. Semoga bisa bertemu dengan karakter saya di Scouting Legion, atau karakter pacar saya di Military Police. Selamat bermain! -Isaak Ludivico Scouting Legion, Research and Development unit #4 - 90
2 notes
·
View notes
Quote
My love feeds our love beloved, and as long as you live, it will be in your arms without leaving mine.
Pablo Neruda
4 notes
·
View notes
Quote
I love the moon. Everything about her. No, not just the full moon; I love the new moon too, and also every shape and size in between. I love her in all of her different shades too; The shining white, The muddy yellow, The bright orange. The moon is there for you When the sun is not. The moon comes to your rescue When your world is swathed in darkness. She adapts herself, According to time. Have you noticed how the moon Isn’t perfect at all? How she isn’t a perfect circle all the time, Or how she has all those battle scars? And yet, She is the most beautiful piece of the night sky. She is completely unique; Not even a trace of similarity with any thing else. The moon doesn’t want to fit in With the stars. She is just happy, Being herself. Be the moon. Shine like the moon.
-Pragya Rakshita
60 notes
·
View notes
Quote
I want you. Only you. All of your flaws. All of your quirks. All of your habits. I just want all of you.
12:21 am, 25th February 2016
8K notes
·
View notes
Quote
My weird mind wanders and my brave heart breaks. I’ve nailed some milestones, but I’ve made mistakes, Cuz I got more faults than a map of California earthquakes. I am taking a nap beneath your covers. Wake me if you like me. Wake me if you want me Wake me if you need another poem. Your once and future lover has made himself at home.
John Rives, Kite
0 notes