Tumgik
devologi · 7 years
Text
:)
Tulisan : Perempuan Setelah Menikah
Barangkali dulu, ketika masih gadis. Di usianya yang telah memasuki kepala dua dan usia pernikahan, salah satu kekhawatirannya adalah tentang pasangan hidup. Entah bentuk khawatir seperti; apakah ada laki-laki yang mau menikahinya? atau apakah ia cukup siap untuk menjadi seorang istri? dan lain sebagainya. Dan kekhawatiran itu pun tumbuh subur seiring usianya yang merangkak naik, seiring banyaknya laki-laki yang datang silih berganti tapi tak satupun menarik hatinya.
Di bayangnya, kehidupan pasca menikah, apalagi menikah dengan laki-laki yang dicintainya adalah kehidupan yang segalanya indah. Padahal tidak demikian. Kata siapa bahwa selepas menikah, kekhawatiran perempuan akan sirna begitu saja? Justru sebaliknya, kekhawatiranya bertambah, semakin banyak. Dan ini menjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah terbayangkan sebelumnya.
Khawatir ketika sudah menikah tapi belum juga hamil. Apalagi ketika melihat teman-temannya yang lain memperbarui halaman sosial medianya dengan berita kehamilan atau kelahiran. Lebih khawatir ketika ditanya oleh keluarga. Dan ini menjadi pembelajaran berharga bagi siapapun, bahwa barangkali ungkapan kebahagiaan kita di sosial media bisa menjadi sebab ketidakbersyukuran seseorang yang melihatnya. Juga ini akan menjadi pelajaran berharga bagi semua perempuan yang menikah nantinya dan belum segera dikaruniai anak, ia akan menjadi lebih memahami dan lebih empati kepada perempuan yang lainnya.
Kekhawatiran ketika suami atau anaknya sakit. Apalagi ketika melihat mereka tidak bisa tidur tenang, tidak bisa makan masakan yang dibuatnya dengan susah payah.
Kekhawatiran ketika belum bisa memasak. Meski kita tahu bahwa memasak bukanlah sebuah hal paling penting dari kesiapan menikah seorang perempuan. Tapi bagi perempuan itu sendiri, memasak untuk keluarga, apalagi melihat keluarganya memakan apa yang ia buat dengan susah payah adalah kebahagiaan yang entah bagaimana menjelaskannya. Khawatir ketika suami tidak mau memakan masakannya, khawatir kalau masakannya tidak enak. Meski, sang suami berusaha untuk menganggapnya bukan sesuatu yang penting. Tapi tetap saja itu penting bagi istrinya.
Kekhawatiran tentang bagaimana ia bisa berbaur dan bergaul dengan keluarga suami. Entah tentang bagaimana ia bisa membuka pembicaraan dan mertua. Bagaimana ia bisa menjadi menyenangkan untuk saudara-saudara suami. Dan memang selama ini tidak ada panduan tentang bagaimana membangun hubungan antara istri dan mertuanya. Dan itu selalu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi perempuan yang akan dan baru menikah.
Ada begitu banyak kekhawatiran yang semakin hari semakin bertambah. Dan perempuan yang perasa, membuat kekhawatiran itu kadang tumbuh tak terkendali. Dan tugas laki-laki yang menjadi seorang suaminya nanti sebenarnya sederhana yaitu; jangan menambah kekhawatirannya. Jadilah laki-laki yang baik.
©kurniawangunadi | 10 Februari 2017
4K notes · View notes
devologi · 8 years
Quote
Schatje.
Hij.
0 notes
devologi · 8 years
Text
Durjana
Dursila tanpa rupa. Jemawa tanpa aksara. Rasuk tanpa sasmita. Bala. Rahib tanpa daya. Kemik tanpa wicara. Bura tanpa sisa. Gulana.
0 notes
devologi · 8 years
Text
04.18
Langit terasa getir kali ini. Di antara jerebu yang terbang ke angkasa. Di antara rindu rindu yang berjelaga. Lalu sedigdaya apa hingga nestapa Memunculkan rupa di antara luka Untuk barisan ingatan yang kalah dalam perlawanan? Selapis tipis basah menggaris Pada tepian pelupuk yang nyaris Menyerah pada waktu, Yang tak tepat mencumbu. Langit masih getir kali ini. Hingga masa berganti lupa. Entah bagaimana.
1 note · View note
devologi · 8 years
Text
Jika.
Jika saja takdir tak lagi rahasia, akankah berjuang terasa sia-sia?
1 note · View note
devologi · 9 years
Audio
"...Jika nanti semua ini berlalu, Jika ku tak lagi jauh darimu. Aku kan temani engkau selalu. Pagi, siang, sore, malam. Kapan pun engkau mau.
Oh...tidur, tenang..
Oh...tidur, sayang tidur..."
1 note · View note
devologi · 10 years
Audio
Beranjak
Kamu tak akan kemana-mana jika tak beranjak. Akan lebih luas mata menjelajah jika berdiri lalu kemudian berjalan melangkah. Akan lebih kokoh kaki menjejak jika mulai menapak meski aral mengoyak. Akan lebih tangguh hati bertabuh jika lapang bertandang dan berdamai dengan tubuh.  
Beranjak memaksamu lebih berani melewati subuh tanpa keluh, memintamu jauh bernyali menghadap pagi. Beranjak berarti berdiri, tak hanya dengan kaki. Beranjak berarti melangkah, tanpa sisa keluh kesah. Beranjak berarti percaya, hidup tak habis di satu sisi cerita.  
Ragu akan ada membelenggu, takut akan tetap menggelayut, jika tak beranjak. Maka beranjaklah, meski perlahan. Luka yang ada akan kering dibelai angin. Perihnya segera mereda ditelan masa. Bekasnya lalu memudar seiring pendar. 
Percayalah. Akan datang cahaya.
proyek #fiksinarasi,
music by Dennis Quo
2 notes · View notes
devologi · 10 years
Photo
Tumblr media
Let's grow old together. Smiling at the wedding of our son and daughter. See our grandchildren running to us asking for hot ginger. Or maybe just share our bed under the blankets to keep us warmer. Tell about our young love story that will end up happily ever after.
2 notes · View notes
devologi · 10 years
Link
perempuan yang jatuh cinta (meskipun kemudian ia patah hati), tak menunggu lelaki yang lebih baik dari yang mereka cintai saat ini. kami tak pernah tahu mana yang lebih baik, karena jatuh cinta selalu soal waktu yang sedang dijalani. bukan kemarin, bukan besok.
tak ada laki-laki yang lebih baik dari yang sekarang kami cintai. kami jatuh cinta begitu saja dan mengambil risiko bahwa lelaki itu mungkin tak cukup baik di mata orang lain.
jadi benar cinta itu buta? tidak. cinta membuat seseorang merasa cukup. menerima.
213 notes · View notes
devologi · 10 years
Quote
Tuhan aku ingin ke planetarium, melihat dunia yang tak sebatas garis senyum dikulum. Tuhan aku ingin ke museum, mengamati sisa dunia yang sudah terlalu ranum. Tuhan aku ingin yudisium, agar duniaku tak hanya tergantung seperti pendulum.
Sajak Tingkat Akhir
0 notes
devologi · 10 years
Text
Sewindu
Tumblr media
Hari itu, kamu datang dengan keretamu pada siang buta. Dan aku terlambat. Ah, maaf sekali. Padahal ada beberapa skenario yang ingin aku lakonkan untuk menyambutmu. Semalaman suntuk aku menyusunnya dan menyiapkannya dalam draft-draft di otakku yang berkapasitas terbatas ini. Bukan, bukan hendak berpura-pura atau mau berlagak di depanmu, aku hanya tak tahu apa yang harus nanti kulakukan jika bertemu denganmu. Tak terbayangkan rasanya kamu muncul di depan mata sejak hampir sewindu lamanya tanpa sua. 
"Kamu dimana?"
"Kamu dimana?"  
Aku balik bertanya. Lalu bergegas turun tanpa sempat melihat bagaimana mukaku yang terbedaki debu kota.
"Aku di dekat pintu keluar," katamu.
"Sebentar, aku kesa..."
Kataku tercekat. Kamu ternyata sudah dekat, di seberang mata sedang melihatku lekat-lekat. Nampaknya kamu sudah disitu cukup lama, dengan raut canggungmu yang masih sama. Kamu tak segera beranjak, bahkan lupa jika telefonmu masih terhubung dengan suaraku yang menyerak.
Perlahan kamu datang menujuku, dengan tangan masih menempel di telinga. Aku berusaha keras mengingat daftar apa yang harus aku lakukan selanjutnya, tapi nihil. Otakku menolak berpikir. Jantungku yang malah bekerja lebih giat memaksa keringat ‘tuk bergulir. Bagaimana bisa takdir menyilakan kita untuk kembali jumpa setelah sekian lama?
Sewindu bukan waktu yang singkat untuk menyimpan rasa. Dan kamu berhasil melakukannya. Seketika bayang akanmu dulu berkelebatan di pikiran. Sepotong-potong berantakan tak beraturan.
Kamu dulu tak pernah menyapaku baik-baik, tak pernah kuingat rasanya kita pernah berbicara layaknya teman baik. Kamu dengan mata malu-malumu memberanikan diri menggoda, menjahiliku melalui nama ayahku. Berulang-ulang, namun nampaknya akupun tak bosan meladeni kekanakanmu. Kekanakan kita. Ya, kita masih berseragam putih biru kala itu. Ketika kekanakan masih layak kita sandang tanpa perlu ragu. 
Namun Tuhan menyekiankan kita cukup sampai disitu. Mungkin Ia pikir kita tak cukup usia untuk menjadi dewasa sebelum waktunya. Maka kita dipisahkan jarak dan masa tanpa saling sapa, hampir sewindu lamanya.
Dan kini kamu ada dihadapan. Menyapaku baik-baik layaknya seorang teman. Dan matamu masih sama, mata malu-malu yang dulu. Kamu benar-benar datang, ketika aku dengan (masih) kekanakan menggodamu untuk datang ketika aku menemukan namamu di jejaring sosial.
“Kamu apa kabar?”
Aku gelagapan. Otakku masih macet, keringatku yang malah mengalir lancar bebas hambatan. Kamu datang, menepati janji. Setelah Tuhan berbaik hati memberi kesempatan sekali lagi. 
0 notes
devologi · 10 years
Text
Masih Sama
Terbakar masih saja panas. Beku masih tetap dingin. Dan kamu masih saja mencari tahu rasanya.
0 notes
devologi · 10 years
Text
500 Words about Destiny
500 Kata kepada Takdir Kepada takdir. Aku sedang menapaki salah satu jalanmu sekarang. Meski timpang, aku tetap setia menjajalmu dengan lapang. Tidak, aku tidak pernah menyalahkanmu. Sedetikpun tidak pernah terlintas bahkan di mimpi sekalipun. Aku tahu, kamu hanya ditugaskan Tuhan untuk memberi pilihan. Bahwa aku dan segenap partikel dalam tubuh dan jiwaku-lah yang ambil alih bagian terdepan. Tenang saja, ini sudah jadi bagian dari rahasia yang telah Ia sendiri beberkan adanya. Maka jangan berkecil hati, wahai kamu. Aku baik-baik saja. Tak lupa sampaikan salamku pada Penciptamu yang Maha Daya, yang telah berkenan mencipta kamu untuk aku, aku untuk kamu --dengan segala lebih kurangku-- segera setelah menjadikan aku berwujud dan ada. Pertemuan nyata kita tak cukup lama kala itu, sebelum aku dititipkan sementara pada semesta dan menjadikanmu rahasia. Ya, disitulah babak pertama kita. Babak yang mengawali kisah kita selanjutnya yang masih rapi tersimpan, rahasia. Walaupun begitu, aku tahu kamu disiapkan khusus untuk kumakna dan aku yakin Ia tak menyiapkan yang lain untuk serupa. Maka adalah kita, menyatu sampai waktu yang akan dianggap kadaluwarsa. Sejak saat itu, kita tak terpisahkan. Hanya saja pada awalnya kita masih belum punya kuasa untuk mengambil pilihan. Aku dan kamu masih dipasifkan karena belum layak jalan. Kita dijalankan takdir lain yang telah dicatatkan untuk menitih kita sampai masanya kaki kuat menopang badan. Kita diarahkan takdir lain untuk belajar meraih apa yang harus diraih, menggapai apa yang bisa dicapai. Kita digantungkan pada takdir lain yang ditugaskan untuk mengaktifkan aku dan kamu agar layak jalan. Maka berterimakasihlah kamu pada pendahulu sebelum kamu dan aku pada pendahuluku sebelum aku, atas setiap persiapan yang telah dipersiapkan untuk mempersiapkan. Mungkin Ia menganggap kita siap, lalu pada dasawarsa lewat satu, maka kuasalah aku untuk mengambil alih kamu secara utuh. Segala apa-apa yang selama ini ditanggungkan, menjadi apa-apa yang aku tanggung di pundakku sendiri. Segala apa-apa yang sebelumnya digantungkan, menjadi apa-apa yang aku gantung di leherku sendiri. Lepas sedikit beban yang takdir lain angkat, setidaknya sampai nanti ada yang sedia menanggung kita pada babak ketiga yang terikat. Kita kini ada pada babak kedua. Setelah lewat lagi satu dasawarsa sejak hari dimana kamu aku merdekakan. Kita berjalan beriringan, kamu dengan tugasmu memberi pilihan, aku dengan hakku mengambil keputusan. Sering aku salah jalan, namun kamu tetap berbaik hati memberi pilihan lain untuk pulang. Sayang aku tak cukup baik merasakan, tak cukup pula menghiraukan. Mengabaikan beribu pilihan baik yang kamu tawarkan, melewatkan berjuta jalan lurus yang kamu sediakan. Maka aku sampai disini sekarang, pincang. Tersesat dalam perjalanan menjajal salah satu jalanmu yang bercabang, dengan sejuta persimpangan dengan ujung tak terkatakan. Kamu dengan jalan-jalanmu yang masih terahasiakan, lalu dengan terseok, aku me-nyata-kan kamu menjadi kenangan. Ya, kamu menjadi nyata tergambar setelah jejak perjalanan terekam. Kamu yang tiada lagi terahasia setelah terungkapkan. Kamu yang nanti dibacakan pada babak keempat sebagai masa lalu yang selesai dijalankan. Kepada takdir. Sesungguhnya ambigu masih merayu meminta kejelasan. Dan langkah masih mengiba meminta kepastian. Tapi biarlah kamu tetap menjadi rahasia yang rapi tersimpan. Lagipula, akupun masih ragu mendeskripsikan kamu. Kamu rahasia-perjalanan-masa lalu. Cukup bukan?
0 notes
devologi · 10 years
Quote
I would have done anything for him. But these days, I don’t want to do anything. I don’t want to get drunk or go to a wild party or make out with random boys-not that I’ve ever wanted to. I don’t want to watch chick flicks or eat ice cream or get a haircut or buy out half of the mall. I don’t want cold, cruel revenge. I don’t want to see him suffer when karma catches up with him and kick his ass. I don’t even want to talk to him right now, simply because it would be awkward and pathetic and I wouldn’t know what to say to him. Yes, there is self-control, preventing me from being stupid and acting like a desperate doofus in the manner most heartbroken people do. But there is also a weary numbness threatening to consume every inch of me: Isn’t there a way for me to skip straight to the part where I’m fine again?
Marla Miniano
28 notes · View notes
devologi · 10 years
Text
sementara
Saat kebahagiaanmu bukan jadi kabar gembira bagi orang lain, maka pilihanmu adalah menjadi egois, atau tak menjadi bahagia.
0 notes
devologi · 11 years
Text
Jatuh Cinta (?)
Mengapa disebut jatuh cinta? Atau jatuh hati? Bukankah jatuh itu selalu menyakitkan? Jatuh sakit, jatuh bangkrut, jatuh miskin. Dan berbagai macam “kejatuhan-kejatuhan” yang lain. Lalu kenapa ada kata kerja untuk jatuh cinta dan jatuh hati? Mengapa pula “jatuh” yang satu ini identik dengan sesuatu yang menyenangkan, dengan debaran yang memabukkan atau bahkan tremor yang berujung pada candu yang biasa kita sebut dengan rindu. Mengapa kata cinta dan hati menjadi anomali tersendiri? Lalu apa artinya? Apakah jatuh cinta itu berarti kita perlu jatuh dulu untuk mencinta? Atau mungkinkah itu pertanda yang mengingatkan kita untuk berhati-hati menaruh hati di tempat yang tepat? Jangan sampai jatuh hancur berkeping karena kita menaruhnya tinggi-tinggi di tempat yang salah. Atau bagaimana?
Maka jika saya mengambil kesimpulan sendiri, saya tidak ingin lagi jatuh cinta ataupun jatuh hati. Sebut saja penakut jika tidak ingin menyebut saya dengan kata pengecut.  Jatuh cinta tetap menjadi idiom negatif yang tak ingin saya sebut kembali.
Saya tidak ingin jatuh cinta, tapi saya ingin mencintai. Then I must prefer to say that “I’m in love”, instead of “I’m falling in love”. I don’t want to fall anymore.
So let me agree with Taylor Swift’s saying. “We should love, not fall in love, because everything that falls, gets broken.”
0 notes
devologi · 11 years
Photo
Tumblr media
"Yes, I guess you could say I am a loner, but I feel more lonely in a crowded room with boring people than I feel on my own." ~Henry Rollins #myroom #sweetroom
0 notes