Tumgik
doe-eyedeer · 4 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Inspired by x
7K notes · View notes
doe-eyedeer · 5 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1K notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
female awesome meme ♥ 1/5 non-warrior ladies: lena kaligaris (the sisterhood of the traveling pants) “I wish love were something you could flip on and off. You could turn it on when you felt good about yourself and worthy of it and generous enough to return it. You could flip it off when you needed to hide or self-destruct and had nothing to give at all. But then again, it was probably good that you couldn’t flip the love switch, because sometimes it was what you needed, even if you didn’t want it.”
771 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Sesiap hatimu mencintai dan menerima dia yang datang, maka seharusnya sudah lebih siap jika harus berpisah dengannya. Ikhlas itu tidak akan terpisah dari menerima kehadiran dan menerima kehilangan, bukan salah satunya. Bahagia itu terletak pada syukur, entah kedatangan atau kehilangan, karena kamu pun dahulu berawal dari kehadiran, dan akan berakhir dengan kepergian, sebuah kepastian. Mari meluaskan hati untuk setiap kebahagiaan dan kesedihan yang datang silih berganti. Aku, yang berharap surgaMu, namun syukurku yang masih sering terkubur. Wahai hati, melembutlah.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Note
i never watched Skam Itália S2 because I wanted to see their version of Nora e Wiilhelm, but I wanted to know if anything happened in S2?
You mean, what happened between their Noora and William character, Eleonora and Edoardo? Well, the season was focused on Martino because Eleonora’s actress was busy with Uni. So we only saw Eleonora in the first episode and she had a small interaction with Edoardo when he asked her what she’s doing in England and if they wanted to go to the beach before she goes to the airport, but she said her brother is driving her. So then Eleonora went to England for six months, I think. She surprised the girls with a visit in the last episode and they posted a picture on instagram together. The final scene of the season was Eleonora getting a message from Edoardo with a screenshot of the instagram post and he wrote: “Busted! When are we meeting up?”. 
13 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
5 Pelajaran Hidup dari Kekhilafan Cuitan Bos Bukalapak*
Tumblr media
Walau bos Bukalapak, Achmad Zaky, sedang banyak dikritisi karena cuitannya di Twitter– tapi ia punya peran penting di hidup saya. Dibilang nge-fans nggak juga, sih. Tapi ia termasuk sosok yang memantapkan saya jadi pengusaha. Tepatnya, pengusaha media.
Masih ingat ketika saya nyegat beliau di depan Kantin Masjid Salman ITB, minta quote inspiratif untuk dimasukkan di media saya waktu itu. Quote ini yang ia ungkapkan, “Bagi saya, dalam kata risk itu mengandukng rezeki. Jadi dalam risiko yang besar, terhadap rezeki yang besar pula.”
Konsep ‘kegagalan yang terukur’ juga acapkali didengungkan Achmad Zaky. Dalam beberapa talkshow kewirausahaan, Zaky ajari saya buat nggak takut ambil risiko. Jangan takut gagal. “Karena dengan banyak gagal, jadi banyak belajar. Asal kegagalannya terukur untuk dipelajari.” Gitu, katanya.
Jadi, pada Kamis (14/2) malam saat isu cuitan tendensius Achmad Zaky jadi heboh, saya jadi merenung. Saya nggak mau belain Achmad Zaky, dan juga sebaliknya– ngehujat. Tapi, saya coba berpikir, “Apa yang bisa gue pelajari dari isu #UninstallBukalapak ini?”
Dan hasilnya, pertama, saya belajar untuk hati-hati komunikasi di media sosial.
Saya nggak mau spekulasi apa bos Bukalapak ini sengaja mengarahkan 'presiden baru’ pada calon presiden tertentu atau nggak. Hanya, ketika ingin nge-post sesuatu di media sosial, bener-bener cek lagi– apa ini faktanya benar; apa diksi yang saya mau gunakan udah tepat; efek apa yang bakal terjadi jika saya nge-post ini?
Atau, kedua, just go for it, ketika saya udah tahu betul risikonya.
Ingat, taking risk, bisa ada rezeki di dalamnya. Tapi mungkin yang dilakukan Achmad Zaky nggak sengaja. Beda dengan yang dilakukan Nike dengan sengaja menampilkan atlet football Colin Kaepernick sebagai bintang iklan mereka.
Kaepernick kontroversial karena nggak mau berdiri ketika dikumandangkan lagi kebangsaan Amerika Serikat di pertandingan football. Setelah muncul iklan Nike tersebut, ada gerakan #BoycottNike karena pada nggak setuju Kaepernick dijadiin bintang iklan. Eh, tapi malah saham Nike melejit. Rezeki emang, ya.
Iya, ada beberapa momen dalam hidup yang saya harus tempuh, walau berisiko tinggi. Bersetia ngejalanin bisnis yang nggak perempuan-perempuan banget (bukan fashion, hijab, tapi media dan ekosistemnya) itu cukup anti-mainstream.
Ketiga, legowo minta maaf. Terbiasa meminta maaf ketika salah.
Achmad Zaky buru-buru minta maaf ketika isu #UninstallBukalapak ini sudah mencuat. Walau orang bisa aja berpikir, “Yah ini sih buat nyelamatin bisnisnya”. Tapi bagi saya, mau punya bisnis supergede atau bisnisnya jualan bakso keliling– yang namanya orang salah– nggak perlu ragu buat minta maaf.
Rasanya lebih lega ketika saya rendah hati, mengakui kalau saya manusia, rentan bikin salah. Di situ koneksi biasanya muncul, karena diri ini tulus minta maaf.
Keempat, belajar berpikir adil ketika denger seseorang diisukan buruk.
Apapun kecenderungan kita– baik dari pilihan presiden, preferensi minat dan hobi, bahkan pilihan agama– berpikir adil adalah koentji.
Ketika lihat orang yang saya respek (dalam kasus ini Achmad Zaky) diisukan buruk, saya harus bisa adil– apa sih yang kurang tepat dari perilakunya (dalam hal ini pemilihan data dan diksi), dan sebenarnya apa sih kemungkinan maksud baiknya (ingin dunia research and development di Indonesia berkembang).
Begitu pun dengan orang yang berbeda dengan saya. Termasuk agama. Saya ingat kisah rumah seorang Yahudi yang digusur Amir Mesir Amr bin 'Ash karena akan dibikin masjid. Amirul Mukminin Umar bin Khattab pun marah pada Amr bin 'Ash dan memerintahkan agar mengembalikan hak Yahudi tersebut.
Kelima, dari kegagalan, ada banyak pembelajaran. Sama seperti apa yang sering diucap Achmad Zaky.
Jadi ingat pepatah salah satu musisi Kanada, Leonard Cohen, “There’s a crack in everything, that’s how the light gets in.” Dalam tiap kegagalan, ada cahaya hikmah yang terselip di dalamnya.
Kata Zaky, banyak gagal, banyak belajar. Ketika mengalami momen-momen memalukan, justru saya bersyukur, karena (1) Diajari rendah hati; (2) Siap-siap evaluasi untuk diri yang lebih baik. Asal, kegagalannya nggak dijadikan pembenaran terus. Tapi direkap dan dipelajari untuk perbaikan diri.
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan-kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5).
*Tulisan saya ini juga ada di kumparan.com. Foto dari Bukalapak.com
329 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Tentang Bahagia.
Ada orang yang memang tidak baik untukmu karena memang dia bukan untukmu. Mungkin kamu bisa tahan, apapun itu yang dia kerjakan, kalimat apapun yang dia ucapkan, dengan siapapun dia bicara dan pergi, bahwa kamu tidak dilibatkan dalam itu semua, dan bahwa tidak semua hal kamu tahu. Kamu bilang kamu kuat karena keinginan mungkin bisa membuatmu mengesampingkan egomu, rasa ingin dihargaimu, sakit hatimu, perasaanmu, dan hati yang mungkin sudah teriris beribu kali sejak kalian kenal dulu.
Kamu bilang tidak apa, dia akan berubah, tapi kamu pun tidak yakin karena akankah ia berubah? Orang bilang orang tidak pernah benar-benar berubah, tapi mereka hanya menjadi diri mereka yang sepenuhnya. Kalau kamu tidak bisa terima dia yang sekarang, akankah kamu bisa menerimanya nanti ketika ia makin menjadi?
Sesungguhnya ini tentang siapa yang berhak mengisi ruang dengan porsi diri yang lebih banyak. Jika dirinya sebegitu besarnya sampai kamu harus menciut, mengecil, dan bahkan memotong kaki dan tangan dan telinga dan hidungmu agar ia bisa masuk dan memenuhi seluruh ruangan dengan dirinya dan hanya dirinya dan sedikit dirimu, akankah kamu bisa bahagia?
Kamu bilang dengannya kamu bahagia, tapi apakah definisi bahagiamu? Sudah benarkah itu? Apakah bahagiamu adalah egomu, hatimu, perasaan ingin dicintaimu, perasaan tidak ingin sendirimu? 
Apakah hanya itu?
13 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Some Thoughts.
I’m telling you that no relationship should feel like a burden. That being with a person doesn’t mean that she is going to slow you down. That having a person to talk to at any given moment about the smallest of thing and insecurity could sometimes feel like the best feeling in the world. That it won’t alter you life plan drastically as you could always talk it out, and even find better answers and options when you brainstorm.
That sometimes it is not the wisest thing to say that you never said no, but not now, because at times you couldn’t really fathom the twists and turns of your life and whether this could mean something else entirely. That sometimes it’s better to say okay, let’s see where this goes, instead of closing the window thinking you could always come back when you feel like it. 
Because some windows don’t open twice. Ted Mosby could tell you more on it. 
It is complicated because it’s about two people with different personalities, different way of thinking, different thoughts and opinions, different feelings. It is not always easy but let me tell you, nothing is really that hard when you put your heart into it. It is about making adjustments and trying to understand the other person a little bit better.
Because I bet at times you feel lonely and you must have thought about how it feels to have a person to share everything with instead of being on your own. Or thought about how good a hug could feel when you’re feeling down. Or how lovely it must have been to see a smile and sparks in her eyes every time she sees you around. 
How everything would finally fall together and made you thought that this should’ve happened way earlier.
20 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Tentang Keistimewaan, Kebahagiaan, dan Keputusan untuk Memiliki Anak
Beberapa minggu lalu saya terlibat dalam argumen yang agak memanas (saya yang panas karena melibatkan agak sedikit terlalu banyak emosi dan rasa kesal), yang sebenarnya dimulai dengan bahasan ringan tentang maraknya tren nikah muda. Tiba-tiba pembahasan jadi melebar kemana-mana sampai pada pembahasan mengenai keputusan orang-orang untuk memiliki anak. Saya menganggap bahwa memiliki anak merupakan sebuah keputusan yang sangat besar dan memiliki implikasi dan tanggung jawab yang sangat berat, dan karena itulah orang-orang seharusnya berpikir berjuta kali sebelum berprokreasi. 
Menurut saya, keputusan untuk mempunyai anak merupakan salah satu hal paling egois dari sepasang manusia. Coba, kenapa sih orang-orang mau memiliki anak? Karena lucu waktu bayi? Karena ingin menyempurnakan hidup sesuai standar masyarakat? Karena nggak mau kalah sama tetangga dan takut mulut nyinyir netizen? Karena ingin melihat dirimu dan pasanganmu dalam versi mini? Atau ingin membesarkan anak-anak cerdas dan baik hati dan berjiwa ksatria yang akan membuat dunia lebih baik? Atau karena nggak sengaja? Apapun alasannya, saya pikir semua itu bisa diringkas dalam pilihan padanan dua kata yang sederhana: “Pengen aja” atau “Nggak sengaja.”
Di mata kuliah Social Values, saya pernah mendapatkan materi mengenai hypothetical consent - bahwa pihak yang terlibat akan memberikan persetujuannya, apabila kondisi yang dipaparkan bisa ia terima, tapi ia tidak benar-benar memberikan persetujuannya secara eksplisit. Dalam hal ini, hypothetical consent yang ingin saya bicarakan adalah antara sepasang laki-laki dan perempuan (atau perempuan dan perempuan ataupun laki-laki dan laki-laki, bebas), dan seorang calon manusia lainnya yang bahkan belum tahu dunia itu seperti apa.
Setiap calon orang tua seharusnya menanyakan satu pertanyaan penting sebelum mempunyai anak: “Akankah anak saya memberikan saya persetujuan untuk melahirkannya dan membesarkannya, dengan semua kondisi dan sumberdaya yang saya miliki sekarang dan akan saya usahakan dalam masa yang akan datang?”
-
Waktu itu, secara eksplisit saya bilang bahwa seharusnya orang-orang yang berkekurangan (secara pendidikan maupun materi) berpikir berjuta kali dan sebaiknya menunda keputusan untuk punya anak, dan lawan bicara saya bilang bahwa itu adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia yaitu hak untuk reproduksi. Baru belakangan saya tahu bahwa ada nama untuk pemikiran seperti ini: eugenics. Tapi saya ingin tanya, bagaimana dengan kemampuan si orangtua ini untuk memenuhi hak asasi si bayi? 
Salah satu hak asasi manusia adalah hak untuk hidup, berperilaku, tumbuh dan berkembang. Oke, kalau misalkan hidup sekedar hidup, tumbuh sekedar tumbuh, dan berkembang sekedar berkembang sudah dianggap sebagai pemenuhan hak asasi manusia, kita bisa berhenti disitu. Tapi hidup seperti apa yang berhak dialami olehnya? Apakah dia bisa mendapatkan kecukupan gizi, ruang privat, tempat tinggal yang layak, dan akses akan pendidikan?
Lalu lawan bicara saya bilang, “Tapi gimana kalau mereka bahagia?”
Benar-benar respons yang mencengangkan yang bikin saya makin emosi. Kebahagiaan? Ke-ba-ha-gi-a-an???!!! (Sekali lagi) KEBAHAGIAAN??!!
Coba deh, dipikir lagi. Jika sejak lahir seorang anak sudah dipaparkan pada hal-hal yang jauh di bawah standar hidup yang layak seperti hanya bisa makan satu kali sehari, atau hanya bisa makan makanan instan dan bukannya nasi atau sayuran apalagi daging merah, tidur di ruangan 3x3 meter berdinding tipis dan di atas satu kasur bersama dengan 4 orang saudara dan sepasang ibu dan ayah, atau apalagi bagi anak-anak jalanan yang terbiasa bermain di pinggiran jalan dan tidak mengerti apa itu rumah, apakah kamu masih bisa bilang bahwa tidak apa-apa mereka hidup terus seperti itu asalkan mereka bahagia? Tidakkah kamu pikir bahwa konsep kebahagiaan yang mereka miliki akan terdistorsi amat jauh? 
Untuk seorang anak yang terbiasa tidur di dalam gerobak, sebuah ruangan berukuran 2x2 berlantai semen mungkin akan membuat dirinya bahagia. Untuk seorang anak yang terbiasa mandi dan buang air di sungai, akses ke sebuah kamar mandi umum mungkin akan membuat dirinya bahagia. Untuk seorang anak yang terbiasa dipukuli oleh orang tuanya, tidak dipukuli mungkin akan membuat dirinya bahagia.
Dan masih bisakah kamu menjustifikasi kelayakan hidup seseorang menggunakan kebahagiaan?
-
Oke, saya tahu bahwa mungkin tulisan ini banyak dipengaruhi oleh keistimewaan yang saya miliki. Saya yang lahir dari keluarga yang lengkap, rumah yang setiap penghuninya punya kamar masing-masing, selalu ada makanan sehat di meja, bisa bersekolah sampai lulus sarjana tanpa memusingkan dana karena orang tua mampu untuk membayar, dan bahkan masih bisa mimpi untuk lanjut sekolah keluar negeri dan benar-benar bisa pergi. Itulah yang membuat saya sering sedih dan kesal melihat anak-anak yang berkeliaran di jalan, nggak bersepatu, minta-minta, lihat ibu muda yang mungkin lebih muda 10 tahun daripada saya, dengan bayi di gendongan dan anak-anak kecil berkeliaran di sekitarnya, begitu lihat ibu-ibu di rumah susun yang anaknya sudah lima tapi masih hamil besar.
Apakah anak-anak kecil itu pantas untuk hidup seperti itu? Untuk mendefinisikan kebahagiaan mereka dengan standar yang begitu rendahnya sampai orang lain bisa bilang bahwa itu bukanlah bahagia? Kamu nggak pantas menjustifikasi argumenmu dengan mengambil secara acak seorang anak jalanan dari perempatan dan menanyakan apakah dia bahagia, dan ketika ia bilang bahwa ia bahagia, lalu kamu bisa bilang pada saya, “Tuh, kan? Dia bahagia.” Kamu harus mundur lebih jauh daripada itu. Apakah hak-hak dasarnya terpenuhi? Apakah dia bahkan tahu dan sadar apa saja hak-hak dasar yang mesti ia dapatkan?
Memang kurang pantas untuk menjadikan hidup pribadi sebagai sebuah standar, tapi faktanya, Indonesia sekarang sedang menghadapi risiko lost generation. Bonus demografi yang selalu digembar-gemborkan mungkin malah akan menjadi beban demografi. Semuanya karena apa? Stunting. Sebanyak 37,2 persen (9 juta balita) di Indonesia pada 2013 mengalami stunting (sumber). Satu dari tiga balita di Indonesia menderita stunting.  Anak-anak kekurangan gizi yang gagal tumbuh. Kenapa mereka bisa kekurangan gizi dan bisa gagal tumbuh? Silahkan dinalar sendiri.
-
“Kalo liat orang yang hidupnya lebih baik, lo mikir lo pengen hidupnya kayak dia, kan? Tapi kalo lo lihat orang-orang yang gak mampu, yang di jalanan, itu bikin lo bersyukur, kan? ”
Lalu saya balas lagi, “Iyalah. Orang yang hidupnya kurang terus lihat orang yang hidupnya lebih, dia bakal mikir ‘Harusnya gua hidup kayak gitu’. Tapi kalau orang yang hidupnya lebih terus lihat orang yang hidupnya kurang dan menderita, dia kan gak bakal mikir ‘Harusnya gua hidup kayak gitu’, kan??”
Heran.
25 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
It’s Always on You
Nobody is obliged to make you feel good about yourself. You can stop asking questions where you expect them to say good things about you - about how good you look, or about how great you were as a leader, about your past accomplishments that you already know. Why do you still seek for approval from others? And when people are not responding to your questions that reek with insecurities, please take that as a cue that nobody’s interested in lifting you up or to say sweet words just to make you feel better about yourself.
It’s all on you.
How are you supposed to live with a need of constant validation from people? Why are you letting yourself be defined with what people have to say about you? You need to know that everything else is noise. You need to build the confidence yourself. You need to wipe your insecurities yourself. You can’t latch on to other people and burden them with your pile of insecurities because you are suppose to grow on your own, you are supposed to be able to handle your own self, you are supposed to be a self-sufficient person.
You need to know that you are not the only human in this world. That the spotlight is not yours - that the stage is not yours. You need to learn to listen, not to talk back, but to really listen. People don’t tell you stories just for you to make them about yourself. The world is too big, and you are too small. We all are. Nobody asked you to be a superhuman, for you to be able to handle everything, to excel in everything, to only get As, to have good looks, to smell good, to be humorous, sweet, to be witty - to be the embodiment of a perfect person. Nobody did. 
Again, it’s all on you.
-
Nobody is obliged to return the feelings you have for them.
You can be the sweetest guy, you could send her flowers and postcards and gifts and chocolates and you could cling as hard as you want but if she doesn’t like you then, she probably doesn’t like you now. You can do all the stuff other people do in their playbook but they are not going to work if the girl doesn’t like you back. Sometimes you just can’t win a person’s heart. 
You can go full on Dobler but if she doesn’t like you, you’re a Dahmer. 
You can call her whenever, and she’s still gonna pick the call but she’s not gonna prolong the call by trying to find other topics. And you can share a good news with her but it’s unlikely that she’s gonna share the same excitement. It is never about the amount of effort you put into a relationship that you’re envisioning, but it’s always about the probability of a reciprocation.
A relationship is not a one way street. Both parties need to consent, both need to have the feelings, both need to be on the same boat because pushing for things that is not gonna happen is like buying a plane ticket to a place that doesn’t even exist. When you have your heart broken, don’t blame the other person - because people grow, feelings change, and you should be grateful that it happens now instead of later in your life.
You can’t blame a person for not returning your feelings. You can’t blame a person by saying that she led you on by being kind to you because isn’t kindness a universal value that each person should be doing to each other? Sometimes the feeling is just not there. It never were, and never will.
It’s all on you.
26 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Kamu harus bisa berdamai dengan dirimu sendiri. Harus bisa memaafkan diri sendiri. Harus bisa berdamai dengan masa lalu. Sebelum membiarkan orang lain masuk ke kehidupanmu.
Bagaimana bisa kamu meminta orang lain untuk menerima segala sesuatu yang ada pada dirimu termasuk masa lalumu, ketika kamu sendiri belum bisa menerima masa lalumu?
10 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
“Do you ever do this, you think back on all the times you’ve had with someone and you just replay it in your head over and over again and you look for those first signs of trouble?”
— 500 Days of Summer
5K notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
“People change. Feelings change. It doesn’t mean that the love once shared wasn’t true or real. It simply means that sometimes when people grow, they grow apart.”
(500) Days of Summer (2009) dir. Marc Webb
6K notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
522 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Text
Tumblr media Tumblr media
2K notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Photo
Tumblr media
as tumblr has killed this theme and it’s making it harder to keep this blog up to day i just want to remind people that this blog has a mega.nz account where you can download all the episodes and if you bookmark it you can keep up to date with full episodes (if downloading is your thing, if not i hope you’re still able to navigate this page ok!)
SKAM
SKAM ITALIA
DRUCK
SKAM NL
WTFock
SKAM FRANCE
SKAM AUSTIN
SKAM ESPAÑA
934 notes · View notes
doe-eyedeer · 6 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Why is it when something happens, it’s always you three?  Believe me, professor, I’ve been asking myself the same question for six years.
26K notes · View notes