dreiyolanda
dreiyolanda
dreiyolanda
484 posts
hadapi, hayati, nikmati, syukuri, this is life :" menyiapkan diri menghadapi realita, akhirat :)
Don't wanna be here? Send us removal request.
dreiyolanda · 8 years ago
Text
Gausah diinget-inget dulu aja
Menghilangkan rasa itu sulitnya minta ampun. Apalagi kalau rasanya itu rasa yang indah untuk kemudian berubah jadi rasa yang ga indah, dari sayang jadi benci *duhelah* ya kan jadi galau, mana yang harus diilangin? Kalau ngilangin sayang, artinya jadi benci, padahal gaboleh benci-benci sama orang. Kalo ngilangin benci, artinya sayangnya masih nyisa, sedangkan orangnya udah sayang sama orang lain *pukpuk, kasihan* wkwk. Ya gitulah, jadi galau. Apa yang harus dihilangkan? Sepertinya jawaban nya adalah kenangan =) karena yang bikin sayang itu karena ada kenangan indah, yang bikin benci itu karena ada kenangan buruk. Jadi yaudah, gausah diinget-inget, sampe kuat. Sampe kuat buat merasakan sayang dan benci yang santai-santai saja, yang tidak membuat ada gejolak-gejolak lagi di dalam hati =) #12februari #sambilmenantigelombangcinta
2 notes · View notes
dreiyolanda · 8 years ago
Quote
Ada kalanya aku kering. Kerontang. Karena kemalasan. Ha ha. Yes. Seringkali malas. Mohon doanya supaya jauh dari malas, ya. Siapapun yang baca. Terimakasih.
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Text
Tentang Solat Berjamaah
Sesungguhnya, aku juga belum banyak baca dan belum banyak tau dalil tentang hal ini, tapi aku cuma mau cerita aja. Kalau nanti setelah punya suami terus suamiku subuh di masjid, pasti aku sedih. Karena katanya abis nikah diimamin yang halal itu nikmat, bisa solat berjamaah itu asik. Tapi.... masalahnya aku harusnya gaboleh sedih, harusnya seneng. Suaminya solat di masjid ya seharusnya gitu, ya Allah mintanya gitu kan? Jadi gaboleh sedih.. Nah terus, kapan jamaah solat sama suaminya kalo solat wajib buat suami bagusnya di masjid? Ya berarti solat malamnya =) harapan aku untuk solat bareng suami nanti =) kalau ada pemikiran yang salah, siapapun, mohon bantu koreksinya. Andaikan ternyata cukup benar, semoga para istri, termasuk kelak saya, bisa senyum dan senang saat suaminya solat jamaah di masjid yaa =) *abis denger kajian kamis PT Bio Farma*
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Text
karena bahagia itu asalnya dari Allah =)
Selamat pagi..
Setelah sempat sedih (ini sedihnya ga lebay, cuma sedih manusiawi biasa ko), semalam aku akhirnya bisa tersenyum dengan lega. Tersenyum setelah mengetahui ada cerita lain yang belum aku tahu. Lucunya, yang tau tentang cerita ini duluan adalah mamaku, dari tantenya –tanpa beliau tau siapa mamaku-- =)
Akhirnya saya dapat alasan kenapa dia dipertemukan dengan dia, selain karena memang sudah jodoh ya =) ternyata karena dia memang membutuhkan dia =)
Ya, Allah hanya akan memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya, dan itu memang harusnya sudah sangat cukup menjadi pegangan. Dia memebutuhkan dia, yang aku tahu betul seperti apa, sehingga aku yakin dia pasti akan berbahagia dengan dia.
Dan ya, ada sedikit juga cerita yang ingin aku bagi, masih ada hubungannya dengan soal ini, jadi aku pernah berucap kalo aku akan bahagia selama orang yang aku sayang bahagia meskipun akunya harus sedih dulu, dan ituuuu kejadiaan =) aku akhirnya bahagia setelah sedih dulu. Aku bahagia karena betul-betul sudah yakin bahwa semua sudah pas =) dia memang lebih membutuhkan dia dibandingkan aku, karena ada satu dua hal yang bukan porsi aku di dia. Kalopun semisal aku saat ini masih sendiri pun, aku akan tetap bahagia.
Beruntungnya, dan bersyukurnya, saat ini juga ada senyum manis yang juga sudah bisa membuat aku senyum lebih lebar dan bahagia. Part ini jadi aku mau bilang, bahagia aku untuk dia bukan karena aku sudah punya senyum lain, tapi karena hati yang Allah balikan menajadi lapang untuk menerima takdir dengan lebih luas lagi =)
Daaaan...... sayangku sama senyumku kali ini juga bukan karena hal lain atau orang lain, tapi murni karena niatanku yang dibulatkan Allah untuk segera menggenapkan imanku, serta karena tulus dan kerja kerasnya yang luar biasa yang akhirnya bisa meluluhkan hati aku. Uhuuy =)
Jadi semua ini sudah takdir Allah, ga ada yang harus dikorek-korek lagi atau disangkutpautkan lagi soal masa lalu, karena kita semua sudah saling mengikat hati dengan Allah dan takdirnya, sehingga semua sudah lebih lapang dengan fondasi yang lebih kuat.
Terakhir, semoga bahagia, semoga bisa selalu saling membahagiakan dan saling menjaga, sakinnah mawaddah warrahmah kalian =)
Doakan aku dan senyumku juga ya, sedikit lagi ikut start kayak kalian nih..
Nanti, sama-sama sharing ya untuk bisa membangun generasi sholeh-sholehah dan jadi garda kuat untuk dakwah fisabilillah =)
1 note · View note
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Jatuh cinta itu penuh juang, bukan sekedar perjuangan pdkt, tapi berjuang untuk selalu kuat dalam semangat, Lillah dalam setiap lelah, untuk berjihad. Ya, mencari nafkah yang halal adalah salah satu jihadnya para imam =) dan jurus pejuang cinta yang ampuh.
Ah, jatuh cinta itu memang harus tepat waktu.
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Aku menjauh darimu, agar aku bisa mendekat dengan Tuhan. Dan aku mendekat dengan Tuhan, dan berdoa, agar aku didekatkan padamu dengan cara yang lebih halal.
(via choqi-isyraqi)
Ah, mungkin tepatnya, agar aku dan kamu saling mendekat pada yang membuat aku dan kamu semakin dekat pada Tuhan. Karena bisa jadi kebersamaan bukan yang Ia inginkan.
812 notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Kenyataannya, hidup yang nyata lebih sulit dan rumit dari sinetron 1000 episode. Tapii... dalam kisahku, pemeran utamanya selalu membatu menyederhanakannya =)
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Aku ingin menari. Di bawah derasnya rintikan hujan. Dan akhirnya berhenti di saat hujan berhenti, digantikan sinar matahari dan bau tanah yang menyeruak. Serta tumbuhan yang kembali segar. Indahnya =)
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Text
Parah. Asik. Keren.
Saya dibesarkan dengan tujuan. Ada target, ada finish line, ada goal. Tidak sekedar menjadi ‘anak shalihah yang berguna bagi keluarga, agama, dan bangsa’, seperti doa-doa umum yang sering kita katakan ketika mendengar berita kelahiran seorang bayi. Dari saya kecil, ibu saya tampaknya sudah mengikuti ‘developmental milestone’ yang menjelaskan bahwa anak usia segini, seharusnya sudah bisa begini. Kami dapat tugas khusus masing-masing, seperti kakak jadi tukang cuci baju, saya ahli cuci kamar mandi, dan adik sapu dan pel. Tugas tersebut berotasi sesuai usia, kebutuhan, dan (karena kami hidup nomaden) tempat tinggal. Tentunya rumah di Amerika, yang tertutup karpet dari ujung ke ujung, tidak membutuhkan sapu dan pel. Tugas juga di bagi sesuai dengan kebutuhan, jadi ketika ramadhan tiba, dan pembantu pulang, kakak bertugas menyiapkan sahur, saya dan adik merapihkan setelah sahur. Siangan dikit kakak memasak, adik mencuci, saya tukang setrika. Sampai kesepakatan rotasi berikutnya lagi.
Kini ibu saya merumuskan prakteknya menjadi teori, bahwa pengasuhan juga harus memiliki tujuan. Ada goals-goals yang harus di raih, di pecah secara kertil dengan tata laksana yang jelas. Tujuan pengasuhan pertama anak laki-laki dan perempuan adalah menjadi hamba allah yang shaleh/shalehah. Dari poin itu, dipecah lagi, apa saja yang harus diajarkan agar tujuan itu tercapai? Ilmu tauhid? Hadist? Tafsir? Bahasa arab? Hafalan quran? Apa lagi? Siapa yang akan mengajarkannya? Apakah ibu dan bapak bisa? Kalau bisa, bagi tugas. Kalau tidak bisa, agar bisa, belajar dimana orgtuanya? Kalau anaknya sudah kadung cukup usia, maka cari guru dari mana agar bisa di bawa ke rumah agar bisa pintar bersama-sama, ga cuma anaknya saja? Poin ini harus kuat, kokoh dan stabil, karena ia akan menjadi fondasi dari poin-poin selanjutnya
Tujuan pengasuhan kedua apa? Agar anak menjadi suami/istri yang baik. Bukan pekerja dan karyawan saja yang selama ini biasanya dipersiapkan oleh para orang tua. Hasilnya, gaji anaknya bagus, tapi keadaan rumah tangga carut marut karena tidak pernah di latih jadi suami dan istri. Apa saja yang harus di latih untuk menjadi suami dan istri yang baik? Itu di buat listnya lagi. komunikasi? Ketrampilan rumah tangga (seperti mencuci, memasak, dll)? Ilmu pengaturan keuangan? Pertukangan? Ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor? Memijit? Potong rambut? Menjahit? Buat daftar anda sendiri dan di tentukan lagi belajar pada siapa dan berapa lama masing-masing item harus di pelajari.
Setelah menjadi suami dan istri, logikanya akan menjadi ayah dan ibu. Menjadi ayah dan ibu saja mah gampang. Menjadi ayah ibu yang baik, benar dan menyenangkan itu yang setengah mati. Selama ini, saking gak taunya, kita berpikir memberi makan dan memberi tempat tinggal untuk anak-anak saja sudah cukup. Padahal kalau sesederhana itu, monyet pun bisa. Tugas ayah bukan hanya mencari nafkah. Quran (2:233) jelas-jelas menyebutkan makanan dan pakaian, jadi bukan hanya uang, karena uang tidak bisa di makan. Dan ibu pekerjaannya bukan hanya mengurusi rumah tangga saja. Anak tidak bisa hanya di kasih makan, sekolahin, trus udah. Ga bisa. Jadi di bikin, poin apa saja yang harus dilatih agar menjadi ayah ibu yang baik? Ketrampilan menjaga dan mengurus anak? Ketrampilan bercerita? Apalagi? Bikin lagi daftarnya, pecah lagi per item.
Poin ke 4 baru menjadi professional yang baik. Yang bisa bersaing di dunia kerja, mendapatkan penghasilan yang memadai, dst. Biasanya, orangtua kita zaman dulu cuma memastikan bahwa ini terkembang dengan baik, jadinya pada cuma jago jadi karyawan saja, giliran jadi ayah, di alihkan ke gadget. Pegang anak sebentar, sabarnya ilang. Ketrampilan untuk telatennya, tidak pernah terlatihkan. Padahal ini juga biasanya di delegasikan ke sekolah, jadi biasanya orangtua gak ngapa2in, secara poin nomer satu di lempar ke TPA, dan poin ini di lempar ke sekolah. Sisanya apa? Cuma kasih makan saja? Enak bener.
Tujuan pengasuhan yang lain masih banyak,..tapi saya Cuma cowel segitu dulu. Sgitu aja seabrek yang harus dilakukan. Jadi kalau dalam prakteknya misalnya, untuk poin pertama, bagi tugas: ayah bertanggung jawab untuk membahas hadist dan tafsir. Kalau ayah tidak mumpuni, panggil guru ke rumah, jadi ayah belajar juga. Ibu misalnya kena bagian quran, hafalannya, dan ilmu tauhid. Tidak mampu? Mau mengirimkan anak ke guru yang lebih mafhum? Tak apa. tapi jangan lupa ibu juga ikut belajar, tidak Cuma melempar anak keluar dan berharap pulang terima jadi. Enak bener.
Untuk poin kedua, setelah terampil mengurus diri sendiri yang seharusnya sudah di kuasai di usia pra sekolah (mandi, makan, merapihkan, berpakaian dan ke kamar kecil sndiri, dll), anak SD sudah bisa dan boleh diberikan tanggung jawab yang melibatkan seluruh keluarga. Misalnya anak sulung saya bertugas mencuci pakaian sekeluarga dengan mesin cuci sebelum pergi sekolah. Tugas bisa berbentuk apa saja, mencuci piring, menyiram tanaman, menyapu rumah, ngepel lantai, apa saja yang di luar diri dan barangnya. Sepakati bersama. Apakah merapihkan mainan dan tempat tidurnya termasuk poin ini? Tidak. Karena itu ketrampilan diri, tidak berhubungan dengan orang lain. Tempat tidurnya ya tempat tidurnya. Kalau dia merapihkan semuaaaa tempat tidur dirumah, baru masuk ke poin ini. Saya memasukkan memasak ke dalam poin ini juga. Karena anak saya laki-laki dan menyediakan makanan adalah tugasnya kelak, maka mereka harus bisa masak juga. Lagipula bukankah koki-koki terkenal dunia umumnya laki-laki semua? Poin memasak di bagi 3 (kalau saya), dirotasi per tahun boleh, per 6 bulan boleh. Jadi misalnya kls 1: masak nasi, tempe dan pudding. Nanti kelas 2 beda lagi. Usahakan full meal, jadi 1 menu karbohidrat, 1 menu protein/lauk dan 1 menu pencuci mulut. Jadi misalnya nasi goreng, tomyam dan pisang goreng. Atau fetucini, telur dadar dan jus papaya. Mulai dari apa yang anak suka dulu saja. Kenapa di rotasi per 6 bulan? Karena harus bisa dengan lancar, tidak perlu ikut kejuaraan masterchef, tujuannya bisa bukan mahir. Tapi kalau Cuma latihan sekali.. mana mungkin?
Terus bagaimana melatih anak kecil menjadi ayah yang baik? Dia harus bisa mengajak main adiknya, memandikannya, memakaikan pakaian, menyuapi, dll, anak sulung saya Alhamdulillah di karuniai 2 adik dengan usia yang berbeda, jadi dia bisa dilatih untuk mengasuh 2 anak yang berbeda karena ketrampilan mengeramasi anak usia 4 tahun dan menyuapi anak usia 6 bulan membutuhkan trik yang khusus pula.
Hidup, harus punya tujuan, apalagi mengasuh, karena mengasuh itu ‘membentuk masa depan orang melalui tangan kita’, gak bisa ‘asal lewat’ saja. Ga bisa asal makan, asal sekolah, asal…gede. Ga bisa.
Bikin rumah saja, harus punya blue print. Jelas dimana pintu, jendela, jelas berapa luasnya, bentuknya gimana, dimana letak taman dan kamar kecil, sebelum rumah itu jadi, orang sudah bisa membayangkan dimana ruang tamu dan ada berapa kamar, serta garasi muat berapa mobil. Main bola juga jelas, jelas gawangnya, goalie nya siapa, bek tengah nya siapa, bek sayap, penyerang, gelandang, semua tau tugasnya masing-masing, bekerja sama untuk satu tujuan. Ketika terluka dan tidak bisa melakukan tugasnya, di gantikan dengan pemain lain. Bayangkan kalau main bola, tidak ada gol? Muteeeeeerrrr aja itu bola, dari satu pemain ke pemain lain. Ga masuk akal kan? Itu MAIN bola.
Pengasuhan bukan main-main, dan tidak bisa diserahkan semua ke ibu saja. Apakah dengan begini, di jamin anak kelak akan menjadi hamba yang shalih, suami/istri yang baik, orgtua yang hebat, pekerja yang kaya? Tidak ada jaminan apa-apa di dunia ini. Seperti main bola, setelah usaha maksimal, kita tidak pernah tahu apakah akan menang atau kalah. Urusan hasil, urusan entar. Kita hanya bisa berusaha, maksimal. Bekerjasama saja belum tentu menang.. apalagi kalau di kerjakan sendirian. Punya gol saja belum tentu masuk, apalagi kalau tidak punya tujuan.
Sarra Risman (Anak Bunda Elly Risman)
302 notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Jodoh adalah yang “kukira itu dia” karena sudah dekat, padahal “oh ternyata dia” yang jauh dan tak terbayangkan.
Percaya saja lah, Tuhan punya cerita terbaik versi setiap insannya. (via choqi-isyraqi)
514 notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Photo
Need this!!
Tumblr media
4K notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Mencari ayat favorit. Ah, buat apa? Toh setiap katanya petunjuk. Tapii.. tapi.... Al-ikhlas membuatku berkata bahwa segalanya Ia =)
1 note · View note
dreiyolanda · 9 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
Al-Anfal [8:70]
Al-Insyirah [94:5-6]
“Tak apa jika kau ingin menangis. Menangislah yang keras sekali, lalu bangkit dan berjanjilah untuk tidak menangisi hal yang sama dua kali.” - Br 2016
1K notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Text
Luruskan Niat Menikahmu
Bagi yang paham, apabila sedang berada dalam proses menuju pernikahan, saat ditanya perihal niatan menikah, maka mayoritas jawabannya adalah sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Subhanallah.. betapa mulianya niat tersebut. Nah.. pertanyaannya, betulkah niatnya lurus untuk Allah dan hanya karena Allah? Hehehe.. biasanya, saat ditanya demikian, kita akan mengangguk yakin bahwa niatannya betul-betul lurus untuk ibadah kepada Allah.  Tapi sekali lagi, betulkah demikian?
Melalui postingan kali ini, yuk kita sama-sama analisis kelurusan niatan menikah kita. As usual based on my own experiences
Subhanallah.. Allah sungguh luar biasa. Pada saat saya sedang berproses ta’aruf kemarin, kami dipertemukan dengan seorang ustadz yang luar biasa pula, dan memang berkapasitas untuk menasihati orang-orang mengenai ilmu-ilmu pernikahan dalam Islam, terutama yang sedang dalam proses ta’aruf seperti kami.
Masih tampak jelas dalam ingatan saya, sore itu kami duduk di ruang buku ustadz tersebut, bersiap untuk mendengarkan berbagai wejangan demi kemudahan proses kami menuju pernikahan. Saya pribadi pada saat itu membayangkan akan menerima nasihat-nasihat indah yang menggiring harapan baik menuju pernikahan idaman. Hati saya dipenuhi pengharapan akan mendapatkan penjelasan mengenai langkah demi langkah yang jelas, untuk mencapai pernikahan yang barakah.
Pertemuan pertama saya dengan ustadz memperlihatkan saya pada sosok bapak yang tampak sangat bijaksana. Beliau ini merupakan mantan preman, yang setelah hijrah, malah semakin melesat dan kini sudah mendirikan banyak sekali rumah tahfidz untuk para santri penghafal Al Qur’an, subhanallah. Tak hanya itu, dunia kini justru berduyun-duyun mengejarnya.
Ustadz membuka percakapan melalui perkenalan dengan kami terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan bertanya mengenai kesibukan kami sehari-hari. Obrolan kami berlangsung sangat santai seperti sedang silaturahim biasa, bukan berguru atau memohon nasihat. Kami pun akhirnya menyampaikan niat kedatangan kami. Ustadz tersebut tersenyum memandangi kami yang saat itu sedang dalam proses ta’aruf. Bukannya memberikan nasihat, beliau malah meluncurkan pertanyaan, yang hingga sekarang menjadi pedoman kuat saya dalam pelurusan niat menikah. Simak baik-baik ya..
“Nak.. kalau kalian yang sudah berproses hingga sejauh ini ternyata  pada akhirnya kalian tidak berjodoh, tidak bisa sampai ke pernikahan..” beliau menghela nafas sebentar, kemudian menatap kami, “Bagaimana perasaan kalian?”
Seketika kami terdiam. Bagi saya pribadi, itu merupakan hal yang tidak pernah saya bayangkan sama sekali sebelumnya. Saking saya menikmati proses ta’arufyang indah sesuai syariat Allah, tidak sekalipun terlintas dalam benak saya apabila kelak ternyata kami sebetulnya tidak berjodoh. Saya terdiam cukup lama, merenungkan seandainya hal tersebut benar-benar terjadi. Tidak terbayang sama sekali.
Ustadz memecah keheningan kami dengan mengulang kembali pertanyaan yang sama, “Bagaimana seandainya ternyata setelah berproses sejauh ini, ternyata kalian tidak bisa sampai ke pernikahan sebab kalian memang tidak ditakdirkan Allah untuk berjodoh?” Kami terdiam kembali dan benar-benar membayangkan apabila kelak hal tersebut benar terjadi. Dan akhirnya ustadz bertanya kembali, “Bagaimana perasaannya? Ternyata berat ya membayangkan bila setelah berproses sejauh ini ternyata tidak bisa sampai ke pernikahan?” Saya mengangguk dalam hati. Sungguh berat sekali membayangkan apabila benar suatu hari ternyata proses kami harus terhenti atas alasan apapun, sebab proses kami indah sekali, khususnya bagi saya.
“Nak.. rasa berat hati saat membayangkan seandainya diri tidak berjodoh dengan pasangan yang sedang berproses sekarang merupakan tanda bahwa niat menikahmu belum lurus untuk Allah SWT.”
Subhanallah.. JLEB!!
“Ucapanmu mengenai niatan menikah karena Allah, demi ibadah yang lebih lengkap, pengutuhan keimanan, dll.. mudah sekali diuji kebenarannya dengan cara demikian tadi. Bayangkan bila seandainya tidak berjodoh. Ucapanmu diuji melalui rasa hatimu yang jelas tidak bisa berdusta.”
Seketika itu diri ini diliputi muhasabbah yang sangat dalam. Pernyataan ustadz tersebut berputar-putar di kepala. Saya menunduk. Benar, sangat benar. Rasa hati yang berat itu merupakan bukti nyata bahwa niatan menikah saya belumlah lurus karena Allah. Ustadz tersenyum. Tampak dari wajahnya, beliau sangat memahami jawaban dalam hati kami.
Beliau kemudian melanjutkan,
“Sebetulnya, bila niatan menikahnya benar-benar lurus, rasa berat hati apabila ternyata tidak bisa bersatu dalam pernikahan itu tidak akan ada. Hati yang lapang menerima dengan ikhlas atas apapun ketentuan-Nya bisa dengan mudah dimiliki apabila diri sudah sangat yakin bahwa apapun yang terjadi di muka bumi ini, sebenarnya merupakan ketentuan baik dari Allah. Lagipula, bila benar ternyata tidak berjodoh, berarti Allah sedang siapkan yang benar-benar terbaik menurut-Nya. Apa yang harus disedihkan?”
Saya menenggelamkan diri dalam muhasabbah yang lebih dalam lagi. Saya mengangguk lebih kencang dalam hati. Iya benar, itu benar, sangat benar. Ustadz melanjutkan kembali, “Jadi untuk menggapai pernikahan yang barakah, pertama-tama.. luruskan dulu niat menikahmu, sebab itu yang sebetulnya cukup sulit. Bila niatan sudah lurus, selebihnya insyaAllah akan dimudahkan.”
Ustadz menyampaikan kalimat demi kalimat dengan penuh ketenangan dan diwarnai senyuman yang sangat bijaksana. Sungguh, hari itu merupakan pembelajaran luar biasa. Yang awalnya mengharapkan nasihat langkah demi langkah menuju pernikahan barakah, justru dihadiahi nasihat yang sangat mendasar dan menjadi pondasi kokoh diri sebelum melangsungkan proses pernikahan.
Perjumpaan kami hari itu ditutup dengan sebuah pemaparan indah dari ustadz.
“Nak.. tidak ada masalah sama sekali dengan hasil akhir yang tidak sesuai dengan harapan sekalipun, apabila dalam prosesnya kalian sama-sama menjalaninya penuh ketaatan kepada Allah disertai dengan niat yang lurus. Dan sekali lagi, niat yang lurus bisa diukur dengan bertanya pada diri sendiri perihal ikhlas atau beratkah bila ternyata tidak saling berjodoh. Yakinlah Allah pasti berikan keputusan yang terbaik bagi hamba-Nya. Jadi sebetulnya tak ada alasan bagi kita berberat hati terhadap apapun yang tak sesuai dengan harapan. Saya doakan, semoga niat lurus selalu bersemayam dalam hati kalian. Dan bila belum lurus, maka berlatihlah terus.”
Subhanallah.. sebuah perjumpaan yang sangat bermakna. Sejak saat itu, setiap hari saya melatih diri meluruskan niat saya menikah. Setiap ada sedikit perasaan yang beranjak semakin dalam pada calon pasangan, seketika saya menarik diri dan meluruskan niat saya kembali, hanya untuk Allah, dan karena Allah. Hari demi hari saya berulang kali memaksakan diri meluruskan niat menikah yang sejujurnya tidak mudah, hingga akhirnya saya menemukan diri saya terbiasa dengan niatan menikah yang lurus, insyaAllah.
Alhamdulillah, sebuah pertemuan singkat dengan ustadz tersebut mampu mengkokohkan pondasi utama proses menikah, yaitu dalam hal pelurusan niat menikah.  Hingga akhirnya saya menyadari, tidak ada kekhawatiran sedikitpun aapabila ternyata jodoh saya bukanlah dia yang sedang berproses dengan saya. Cukuplah saya menjalankan prosesnya sesuai dengan yang Allah suka, dan hasilnya biar Allah yang tentukan, suka-suka Allah saja. Tapi bukan berarti saya tidak serius menjalankannya. Saya hanya berpegang teguh bahwa apapun yang jadi ketentuan Allah, pastilah yang terbaik. Menikah kapanpun pada waktu terbaik-Nya, dengan siapapun pilihan terbaik-Nya. Alhamdulillah, ringan sekali rasanya menjalani kehidupan dimana segala sesuatu hal digantungkan harapannya hanya kepada Allah dan hanya untuk Allah. Sebuah anugerah yang tidak semua orang bisa miliki bila ia tidak yakin kepada-Nya. Terimakasih ya Rabb, I love You more WA dari temen thanks bro, sudah mau mengingatkan
1K notes · View notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Bi. Ternyata memang ya, yang harus dipelajari bukan cuma tentang pasangan. Tapi tentang diri sendiri. Yang harus belajar supaya pasangan semakin nyaman. Abi, uma belajar dulu, nanti abi akan rasakan sendiri hasilnya.
0 notes
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Bi, Uma cuma mau bilang. Waktu Uma baru dikhitbah Abi, dan Papa, Mama, Uma dan keluarga sepakat, saat itu Uma berjanji untuk terus belajar melihat kebaikan Abi dan belajar mencintai Abi satu paket dengan keluarga Abi. Tapi saat ijab kabul dari Abi sudah terlaksana, maka Uma berjanji untuk menerima segala baik dan buruk Abi dan Uma berjanji untuk mencintai Abi, sampai ke surga.
Untuk calon Abi anak-anakku =)
1 note · View note
dreiyolanda · 9 years ago
Quote
Saat kau lupa bagaimana caranya menulis puisi, jatuh cinta lah lagi. Atau mintalah seseorang mematahkan hatimu, sekali lagi.
Tia Setiawati (via karenapuisiituindah)
Ah. Ini banget :“)
222 notes · View notes