#pejuangduagaris - Happy Wifey | Ny.Rusdiansyah💍 | 04-15;2016 ▫ 03-10;2019 ▫ 06-16;2019 | ig @putrimaynr
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Akhir-akhir ini hati Mayanggeni selalu bergejolak oleh sesuatu yg mungkin hanya sepele.
Sedikit-sedikit marah. Sedikit-sedikit menangis. Sedikit-sedikit linglung terdiam termenung lalu tiba-tiba kaget. Banyak iri dan dengki dalam hati.
Mayanggeni malang.
Sejauh ini ia cukup kuat.
Apapun ia pikul sendiri.
Semua perasaan itu. Tanpa penyemangat.
Tapi sesekali kekasihnya muncul sebagai penghibur.
Ya. Ia punya kekasih. Tapi tak cukup kuat untuk membantu Mayanggeni menangani semua kegundahan emosinya.
3 notes
·
View notes
Text
Mattina
Pagi ini aku terpukau. Keterpukauanku yang sulit kuungkap dengan bahasa manusia. Tapi jika aku disuruh untuk membayangkan kembali bagaimana sesuatu itu tercipta dihadapanku, nilaiku pasti sempurna, seratus. Tapi ada satu yang sulit kupercaya. Apakah sesuatu itu nyata adanya? Seperti mimpi yang tercipta sempurna walaupun terkadang sangat acak dan terbentuk apa adanya. Aku terus menerus berpikir bagaimana caranya bisa kuciptakan sesuatu itu dalam bentuk memori fakta agar tidak hanya aku saja yang terpukau. Kubuka notebook dan cepat-cepat menyerbunya dengan sedikit coretan digital agar aku tidak lupa. tik tik tik. Terus kuulang-ulang ingatanku pagi ini. Dengan seduhan teh hangat dan roti isi pisang dengan selai strawberry, dan alunan instrumental piano semakin membuat gejolak pikiranku berputar-putar menguatkan apa yang sudah kulihat pagi ini. Beberapa detik termenung. Beberapa menit kemudian merekap. Begitu seterusnya. Sampai di satu waktu tubuhku dingin. Tanganku tercekat. Mataku nanar. Aku diam mematung, tapi seolah akan meledakkan sesuatu yang besar. Ternyata apa yang kulihat tadi pagi membuatku seperti terkena virus alien. Datangnya dari langit. Berwarna-warni dengan lengkung tubuh seksi dan ‘ia’ seperti sudah bersolek sebelum memperlihatkannya padaku. Cantik tapi bukan perempuan. Ia adalah sesuatu. Aku harus menceritakan ini juga kepada kekasihku. Pencapaian terbesarku sejauh ini. Bagaimana? Apa aku harus bercerita padanya dengan bahasa alien karena benar-benar sulit kutafsirkan. Babibu a e a e bagitukah?
“Sayang ...”
Terdengar suara kekasihku samar-samar.
“Waktunya sarapan dan minum obat.”
Aku melihatnya sudah duduk disampingku lalu menyuapiku nasi yang super lembek dengan sedikit topping suiran ayam.
“Aku melihatnya lagi. Bisa kuceritakan padamu?”
Kekasihku mengangguk, “Setelah sarapan dan minum obat ya?”
Lalu aku membuka mulut dan memakannya.
Kami sarapan bersama di tempat duduk kayu yang sedikit-sedikit mulai keropos dimakan waktu. Di bawah langit biru dan pohon rindang. Setelan baju kekasihku selalu rapi tiap paginya. Tetapi aku. Selalu memakai setelah biru muda dengan tulisan dikiri baju ‘RSJ Cahaya Kita’
Kekasihku tersenyum dan aku mengecup pipinya.
1 note
·
View note
Text
Mayanggeni nanya...
Semalam tiba-tiba ada satu notifikasi di telepon genggamku yang membuat aku mengernyitkan dahi.
"Mayanggeni"
Ada apa batinku. Karena sekali dia menghubungiku, pasti ada sesuatu yang aneh.
"Kinasih, aku penasaran."
Penasaran akan hal apa batinku.
Lalu kubalas, "Ada apalagi Nggeni? Hidupmu melulu penasaran akan ini itu. Tidak bisakah kau hanya tenang sambil menikmati kopi latte hangat dihamparan sinar senja yang ada diatas balkonmu?."
Tanpa babibu dia membalas.
"Dimana aku bisa menemukan catatan Tuhan?
Katanya, semua manusia di bumi ini sudah tercatat rapih di buku Tuhan?
Dan kau tau, catatan itu dibuat jauh sebelum kita ada."
Ya Tuhan apalagi ini?
Apakah aku bilang saja, 'cari saja buku catatan itu di puncak gunung eperest?' kira-kira apakah Mayanggeni akan benar-benar kesana untuk mengambilnya?
"Memangnya kalau kau tahu dimana catatan itu, akan kau curi catatan itu? Untuk apa?"
"Aku ingin melihat masa depanku."
"Kenapa kau penasaran? Bukankan masa depan ya untuk masa depan? Masa sekarang yang harusnya kau jalani."
Aku tahu, Mayanggeni memang sedikit edan. Tapi untuk ini sepertinya kebablasan.
"Kau tau Kinasih, aku cukup lelah. Jika aku bisa membaca masa depanku, mungkin aku bisa mempersiapkan dari sekarang."
"Hey wong edan, jika kau saat ini lelah, kenapa susah-susah menyiapkan hari masa depanmu. Astaga. Kau sedang m*bok ya?"
Mayanggeni tak membalas.
Sudah jelas, dia sedang tidaj berada pada keadaan sadar.
Sadarpun ia tak pernah waras.
Bagaimana bisa dia berpikir untuk mencuri catatan Tuhan.
Memangnya jika dia menemukan catatan itu, dia tahu catatan yang mana dan halaman berapa?
Manusia di bumi ini tidak sepuluh orang tapi tak terhitung jumlahnya.
Wong gemblong.
Tapi aku jadi ikut bertanya-tanya, memang dimana buku itu?
HAHAHA
Mayanggeni memang suka menghasut.
•
•
•
Sby ; 14-09.2022
0 notes
Text
Mayanggeni berproses
Aku sama sekali tak pernah tahu maksud Tuhan padaku apa?
Apakah Tuhan tahu bahwa beberapa kali aku berpikiran untuk pergi saja? Yah walaupun hidup m*ti semua sudah ada pada catatan Tuhan.
Aku pernah merasakan ingin sekali m*ti disaat-saat justru aku sedang tenang dan melakukan aktifitas layaknya orang normal.
Contohnya?
Buang air besar dengan bernyanyi sambil mengejan.
Berolahraga dengan melihat y*ut*be.
Makan mie udon favorit dengan kekasihku.
Memilih-milih tas dibutik besar.
Minum teh disenja sore dengan teman.
Menonton film horor di bioskop sambil makan popcorn caramel.
Melihat pesan masuk yang isinya "sayang aku kirimin 15.***** Untuk kebutuhanmu bulan ini ya".
Bagaimana bisa? Harusnya aku terdoktrin akan hal-hal menyenangkan itu, tapi tiba-tiba ada roh lain yang merasuki sanubariku agar aku m*ti saja.
Katanya, 'coba saja m*ti sekali pasti ketagihan, karena rasanya berkali-kali lipat dari yang biasa kaulakukan'.
Tapi bukankah m*ti itu menyakitkan?
Aku penasaran sampai-sampai saat ini aku berdiri diatas kursi untuk kujatuhkan agar badanku bisa tergantung dengan tali yang sudah melingkar dileher jenjangku.
Lalu aku memejamkan mata dan kuhitung sampai tiga.
1
2
3
Tenggorokanku tercekat.
Udara tak bisa masuk ke tubuhku.
Badanku menggigil.
Ingin kurengkuh kembali kursi itu tapi kakiku tak bisa menggapainya.
Badanku semakin dingin.
Tubuhku lemas.
Mataku semakin buram.
Apa ini?
Sungguh menyakitkan.
Kenapa roh itu bilang kalau mencobanya sekali akan ketagihan?
Apakah aku dibohongi?
Ah sudahlah jangan mikir itu dulu.
Aku sedang dirumah sendirian.
Lalu siapa yang akan mengambilkan kursi itu untukku?
Apakah kalian mau?
Kalian sudah membacanya.
Kenapa diam saja?
Cepat ambilkan kursi itu.
•
•
•
Lamat-lamat mataku terbuka, tapi nafasku masih butuh penyesuaian.
Dadaku masih tersengal untuk mengambil sedikit demi sedikit udara bumi.
Apa ini?
Apakah aku dibumi?
Atau?
•
•
•
Sby; 13-09.2022
0 notes
Text
Mayanggeni bercerita
Suatu ketika ia datang ke sebuah tempat yang cukup asing menurutnya.
Berharap ada secercah cahaya yang bisa masuk kedalam sanubari hatinya yang telah diselimuti kesuraman duniawi.
Ternyata justru bukan cahaya yang ia dapatkan, melainkan luka yang sengaja dicabik-cabik walaupun itu tak berdarah tapi cukup menimbulkan bekas.
Kau ingin tau apa yang membuat mayanggeni merasa seperti itu?
Secara garis besar, bahwa wanita harus dan wajib menyenangkan lelakinya.
Jika ia tidak bisa memaksimalkan perannya sebagai wanita, lelakinya bisa sewaktu-waktu menghilang dalam hadapannya. Alias kabur.
Banyak wanita yang akan menyenangi itu.
Sudah?
Belum.
Lelakinya akan dengan senang pula memilih wanita lain yang justru lebih bisa memerankan dirinya sebagai perempuan seutuhnya?
"Baj*ngan", umpat Mayanggeni.
ia merasa bahwa memang ia sama sekali tidak sempurna sebagai wanita.
Tapi ia meyakini bahwa lelakinya adalah orang yang ia yakini selama ini. Bukan yang diyakini orang yang berkata tanpa mengenalnya.
Lelakinya sangat mewanitakan Mayanggeni.
Walaupun ada rasa takut yang cukup menggerogoti pikiran Mayanggeni. Bibirnya bergetar sesekali saat ia menceritakan hal ini.
Sembari menahan air mata yang mencoba celingak-celinguk diujung tepi matanya.
Bagaimana bisa ada orang dengan teganya mengatakan hal-hal tidak berguna semacam itu.
Aku tahu, Mayanggeni adalah sosok yang selalu kuat dan tegar apapun yang terjadi dalam hidupnya.
Tapi tidak untuk kemarin.
Lidahnya getir.
Bibirnya pucat pasi.
Matanya berkaca-kaca.
Kakinya terlihat bergerak naik turun.
Dahi dan tangannya mengeluarkan keringat dingin.
Seolah menggambarkan bahwa ia sangat ketakutan.
Lebih parahnya, ia bercerita padaku bahwa sesekali pikiran untuk merelakan lelakinya pergi, muncul.
Mayanggeni tak ingin egois.
Tapi ia selalu memercayai bahwa lelakinya akan selalu disampingnya bagaimanapun keadaannya.
Mayanggeni dengan banyak sekali macam masalah kehidupan.
Selalu kembali bercerita kepadaku dihadapan cermin.
***************
Sby. Sept-10 ; 2022
0 notes
Text
Hukum Alam
Ketika apa yang sebenarnya ada didepan mata untuk dijaga, dipeluk, diselami setiap waktu tanpa jeda tetapi justru pandangan berpaling dengan sesuatu yang tak kasat oleh pikiran. Aneh betul memang manusia. Kau ingini itu tapi belum atau bahkan tak bisa kau rengkuh, dengan kuatnya rasa itu menggebu. Tidakkah kau tertampar saat yang sebenar-benarnya sudah ada walaupun sedang berada disampingmu tapi seketika itu hilang juga? Lantas apa yang bisa kau petik dari peristiwa menjengkelkan seperti ini?
•
•
•
2041
Saat itu aku dan suami benar-benar merasakan rasanya menjadi pasangan suami istri secara utuh. Banyak sekali kenangan kita ukir berdua. Yah. Hanya berdua tanpa harus ribut dengan orangtua, tanpa harus ada drama dengan mertua karena kami telah nikmat dengan yang namanya menyelam hanya berdua di hamparan samudra pernikahan. Halah gembel. Saat yang sudah senyatanya ada, tetapi aku malah mencari yang tak ada. Bukan! Aku tak selingkuh. Aku mencari satu sisi yang tak kutemukan dalam sosok diriku. Yaitu keibuan. Aku mencari anak. Dimana saat itu anakku. Kenapa yang Maha berkuasa tak melengkapi pernikahan kami dengan anak saat itu? Kenapa kami hanya berdua? Bukankah seyogyanya setelah menikah akan lebih menyenangkan jika ada tangisan dan tawaan dari anak bayi? Kenapa saat itu aku mencari hal yang tak bisa kugenggam dengan mudah, sementara itu ada figur istimewa yang setiap mataku terbangun menghiasi pagiku? Ternyata semua itu mengubah pandanganku akan sesuatu mengenai hukum alam. Bahwa yang ada saat ini laiknya kita jaga dengan baik dan penuh cinta kasih. Sedang yang tak ada tak usah dicari-cari dan didoakan keberadaannya yang memang belum berada didunia fana ini.
•
•
•
2046
Saat itu aku memang masih berdua dengan suamiku. Delapan tahun pernikahan yang semakin dalam menyelami arti dari tanggung jawab sebagai istri seorang pekerja keras. Tahun ini tahun yang berat bagiku dan suami. Tahun yang menyita pikiranku tanpa harus mengadakan yang tidak ada. Tiga tahun berpacaran dan delapan tahun menikah membuat aku semakin lama semakin mengidolakan sosok suamiku sendiri. Kata orang sekarang aku sebagai budak. Budak akan cinta. Konyol, tapi aku mengakuinya. Tahun demi tahun tak membuat perasaan ini pudar tapi jauh semakin mencolok. Banyak orang berkelakar bahwa mencintai sekedarnya, membencipun sewajarnya. Tapi aku tak bisa seperti itu. Kenapa harus sekedarnya? Suamiku patut mendapat cinta kasih yang lebih dari sekedarnya. Dan saat inipun aku menyadari ada yang hilang beberapa tahun selama kita bersama. Yah. Aku mulai kehilangan waktu bersama dengan suamiku. Bukan hal yang menghebohkan sih. Suamiku tidak punya simpanan (sejauh kumemandang), tak juga punya rasa jenuh terhadapku. Kami baik dalam mencintai satu sama lain hingga saat ini. Tapi mungkin saat ini waktunya untuk menguji kebersamaan kami. Bagaimana tidak. Setiap waktu dirumah hanya kami berdua. Dikamar berdua, makan berdua, main berdua, bercanda berdua, mengaktifkan sensasi liar juga berdua, walaupun untuk mandi kami tidak pernah berdua karena cukup menggangguku tapi tak masalah karena kami masih berdua dalam satu atap. Apapun kami lakukan berdua hingga suatu ketika keberduaan kami terusik karena kami harus berpisah beberapa waktu karena pekerjaannya. Tiap malam kunanti kepulangannya tapi tak pernah terlihat ujung senyumnya yang merekah dibalik keheningan malam. Tiap pagi saat mata memaksaku untuk membuka hari baru, tak juga kulihat ada sosok rupawan yang akan menghiasi hariku.
--- tersambung ke episode berikutnya entah kapan ---
0 notes
Text
Sebenarnya Cemburu? Ataukah Menggebu 'Saja' ?
Berulang kali kucoba untuk melepas semua egoku. Mencoba untuk menangguhkan keinginanku. Sudah kucoba. Tapi gagal. Kemudian kucoba lagi. Gagal lagi. Kemudian aku pecah.
Apakah ini cemburu?
Tidak. Tidak mungkin.
Sangat egois jika aku cemburu.
Tapi dadaku selalu sesak jika mencoba untuk tak memikirkan itu.
Sangat berat untukku menjadi seorang menantu yang menikahi anak tunggalnya.
Tapi aku hanya wanita biasa. Aku tak ingin menjadi luar biasa dihadapan suami bahkan mertuaku.
Ujian apalagi ini Tuhan?
Aku tak ingin melihat ia tersenyum selain padaku.
Aku tak ingin perhatiannya tertuju selain padaku.
Aku tak ingin cintanya terpecah menjadi dua.
Aku tak ingin semuanya menjadi dua. Tapi satu. Hanya untukku.
Klise memang. Aku selalu menangis jika itu terjadi.
Tapi aku malu. Aku hanya sosok wanita yang ia kenal saat ia beranjak dewasa.
Mungkin aku tak berarti baginya. Tapi ia sangat berarti bagiku.
Sesekali aku hanya ingin egois saja.
Aku tak peduli. Aku ingin ia menjadi milikku seutuhnya.
Aku tak ingin ada yang lain. Bahkan mertuaku sendiri.
Aku berdosa telah berharap seperti itu.
Kemarin...
Apakah aku cemburu?
Aku selalu tak tahan dengan semuanya.
Aku pecah. Aku menangis.
Aku ingin berdua saja.
Apakah ini arti cemburu sesungguhnya?
Ataukah aku hanya menggebu untuk memenangkan egoku saja?
Perih rasanya.
Tapi darah tak nampak sedikitpun dari hati ini.
Apakah kelak aku akan cemburu juga dengan anakku?
Atau justru rasa cintaku akan beralih pada anakku.
Lalu aku akan menggandeng anakku terus sampai ia menikah?
Apakah hal itu akan menimpaku juga? Apakah akan menjadi karma bagiku.
Suatu ketika aku melihat suamiku menitikkan air mata karena orang tuanya.
Tidak. Aku tak menenangkan.
Maaf aku terlalu egois.
Aku juga hancur berkeping karena engkau menangisi mereka.
Tak pernah sedetikpun ia menitikkan air matanya untukku. Apakah aku tak berarti baginya?
Apakah aku cemburu Tuhan?
Apakah harusnya aku tak masuk ke dalam lingkaran mereka?
Maaf jika memang ini karena aku cemburu.
-------
Bekasi | 2021; 03-30
0 notes
Text
Berkelahi dengan Takdir.
Saat ini usiaku akan segera memasuki kepala 3, tidak lama lagi. Pencapaianku tidak buruk sejauh ini.
Hanya saja, aku selalu bertemu dengan takdir yang tidak kuinginkan (walau ucapanku akan sangat menyakiti sang pembuat takdir).
Aku adalah wanita yang mudah menangis, mudah marah, mudah kecewa, mudah sakit, mudah ingin berkelahi dengan apapun.
Saat aku masih duduk di bangku sekolah, kuinginkan menikah muda. Cukup muda. Aku ingin bahagia dari usia muda sampe tua dan sampai menutup mata dengan hanya 1 pria.
Setelah menikah, kuingin langsung memiliki anak yang banyak. Bersikap layaknya ibu muda yang ceria, masa kini, cantik, dan tangguh.
Kuingin anak-anakku memanggilku kakak. Cukup menggelitik bukan? :')
Tapi takdir berkata lain.
Yah. Tidak semua berkata lain, hanya beberapa.
Aku menikah dengan pria yang memang sangat aku cintai. Mungkin berbeda dengan pasangan lain yang berjalan mulus hingga kepernikahan.
Aku dan pria ini tidak.
Butuh perjuangan yang luar biasa untuk bersatu.
Setelah drama panjang itu, akhirnya takdir lain menghampiriku.
Takdir yang ternyata bukan hanya aku saja yg tidak menginginkannya. Tapi suamiku juga.
Berjalan hampir 3taun pernikahan, kami masih berdua.
Kupikir dengan dada sesak, "Mungkin aku akan gagal menjadi ibu yang dipanggil kakak". Senyumku meneteskan air mata.
Aku selalu tidak sejalan dengan takdirku.
Tapi terlalu berbahaya untuk mengingkarinya.
Terlebih lagi untuk berkelahi dengannya, walau sebenernya kuingin sekali.
Banyak sekali orang disekitarku silih berganti mengabarkan berita baik itu.
Tapi tidak saat aku mendengarnya.
Aku tersenyum bahagia, tapi hatiku tersiksa.
Sekali lagi, takdir berkata lain dengan harapanku.
Suatu ketika seorang teman memberiku saran. Yaah... Saran yang sebenarnya tak kuminta. Aku dengan besar hati harus menerimanya.
Saran itu dikirimkan lewat pesan singkat media sosialku.
Saat kubaca, betapa sesak dada ini.
Walau itu hanya saran. Tapi sekali lagi, aku adalah wanita yang penuh dengan kesedihan dan amarah.
Puncaknya saat ia mengirimiku gambar di aplikasi pesan singkat. Saat kubuka, aku tak bisa lagi membendung air mataku. Entah air mata kebahagiaan atau air mata kemurkaan. Pesan itu, sangat menyakiti batin dan perasaanku.
Ingin sekali ku blokir orang ini dari hidupku.
Yah, aku sadar, aku adalah wanita yang sangat jahat.
Aku tidak bisa membedakan kabar bahagia dan kabar menyakitkan. Maafkan aku Tuhan.
Aku yang selama ini hanya ingin berdamai dengan takdir, mencoba untuk memperbaikinya lagi, tapi lagi-lagi harus menjauhinya, walau ku tak bisa.
Bukan aku yang menginginkannya.
Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.
Maaf jika aku tidak mendoakan kabar baik yang siapapun sampaikan padaku.
Saat ini, aku akan mencoba sendiri.
Setidaknya, biarkan aku sendiri, jangan memberikan kabar apapun padaku.
Aku terlalu lemah membedakannya.
Aku akan tetap menjadi wanita yang jahat dan pemarah.
Sampai setelah tulisan ini kubuat, semoga kelak aku bisa berdamai dengan takdir sebelum ku menutup mata.
------
2020; 11-23 || nomaden punya cerita
0 notes
Text
0 notes
Text
Hai...
Apa kabar ?
Baik ...
Aku pun baik
... dan bahagia
Kenapa?
Karena tak lama lagi aku bertemu.
Oke baik, bertemu untuk apa?
Untuk penantian kami
Bertemu untuk menjunjung kerinduan kami
Bertemu untuk menggapai mimpi indah bersama
Bertemu untuk meningkatkan hasrat cinta satu sama lain
Bertemu untuk menjadi junior
Bertemu untuk menatap satu sama lain
... dan bertemu untuk sekedar memandang haru
Bahwa kami masih menjadi satu.
Lantas?
Ku masih merasakan hal sama
Jantung berdegup kencang
Perut meronta-ronta
Mata tak dapat terpejam
Seakan inginkan lekas.
Syukurlah
Esok aku harus siap
Ya... Kau harus siap segala sesuatunya
Ya... Untuk menjadi kami kembali.
0 notes
Text
Aku sebal
Berkali-kali ku kesal
Berlinang-linang air mata kuteteskan
Tanpa seorangpun membasuhnya
Menahan segala gejolak amarah yang tak sanggup kebendung lagi
Menepuk dada sekeras mungkin
Menahan deru sakit batin yang tak terjamah oleh kata
Mengernyitkan tubuh diatas kasur empuk yang semakin membuat air mata ini terlena
Sungguh.
Ku terpuruk.
Begitulah kemudian.
Lalu minggu kemudian
Aku terlalu kuat hingga menghancurkan sisi lemahku
Kemudian tenggelam sedalam-dalamnya.
Aku terbawa rasa
Mencoba minta ampun pada diri sendiri
Dan memelas asih, agar ku bisa berdamai dengannya dan ia.
Esok harus sudah maafan...
0 notes
Text
Penegar Kehidupan
Kala itu
Saat kuhanya bisa menangis
Kau membelai kepalaku penuh hangat
Kala itu
Saat kuhanya bisa merengek
Kau menimangku berusaha tuk menenangkan
Kala itu
Saat ku tidak bisa apa-apa
Kau menyiapkan semua untukku
Tak jarang kau memelukku penuh kasih
Tak pernah ingkar kau menyayangiku
Kecup manismu pada pipiku memekikku nyaman
Sedikit demi sedikit kau ajarkan aku
Mengasihi
Menyayangi
Mencinta
Menghormati
Patuh
Mengenal baik dan buruk
Berakhlak
Dan banyak hal lain yang tak pernah kutahu sebelum ku hadir di bumi pertiwi ini
Perlahan tapi pasti dengan sekuat jiwa ragamu
Kau persembahkan seluruh hidup untukku
Siang dan malam tak kau lirik
Letih peluh keringat tak kau hiraukan
Selagi menatapku, semua itu sirna seketika
Sumringah lentik bibirmu mencuat dipandanganku
Hanya untukku
Untuk menenangkanku
Untuk meyakinkanku
Bahwa kau selalu ada untukku, batinmu.
Larut-larut semakin berkembangnya diriku
Semakin renta pula usiamu
Tapi justru semakin besar rasa cintamu padaku
Terima kasih atas segala hiruk pikuk kehidupan yang kau persembahkan untukku
Segala pengajaran baik
Segala pengarahan kasih
Segala rasa sayangmu
Segala apapun yang menjadikanku tumbuh hebat sekarang
Kupersembahkan secarik puisi hangat ini
Untuk menemani soremu dihari tua
Ibu...
Selamat berbahagia selalu
Tersenyumlah terus
Seperti dulu saat kau menimangku
Dipelukanmu.
Soerabaja, Agustus 2020
0 notes
Text
Aku dan amarahku seperti jarak pada peta. Sangat dekat. Tapi saat ditilik lebih dalam itu semua hanya angan-angan yang tak bisa kugenggam dengan sesuka hati.
Eh kenapa aku harus menggenggam amarah?
0 notes
Text
Hai kamu. Buku usang.
Yang usang memang selalu memikat hati walau hanya ingat saat dibutuhkan.
Terima kasih.
0 notes
Photo

Hayo siapa disini yang sering bikin suami jadi fotografer dadakan? • Iya sama, aku juga. Thankyou suami wuuuf yu 😚😚😚 (di Stasiun Cawang) https://www.instagram.com/p/B70SJ9BlYVz/?igshid=o4w3grq00uvx
0 notes