duniasari
duniasari
dunia sari
909 posts
langit biru dan jingga istananya, lukisan hujan tirainya, dan pekat hitam teman hidupnya
Don't wanna be here? Send us removal request.
duniasari · 7 years ago
Text
Hi and Hello!
Hi,
Akhirnya kembali lagi setelah sekian lama “dianggurin”. Kangen juga sebetulnya, banyak yang mau diceritakan, tapi ya gitu deh. You know what I mean.
Sebetulnya ini saya sedang bimbang, kepengin pindah ke wordpress dan udahan dengan Tumblr. Tapi kok, semacam nggak rela dan masih galau mau udahan *apa sih*. Jadi, sebaiknya bagaimana? Tampilan Wordpress semakin cihuy sih sebetulnya. Ah, ya sudahlah, mungkin sebaiknya saya bertapa dulu di gua Batman seperti teh Dewi Lestari *hahaha*
Oh iya, Merry Christmas, and also a Happy New Year semua! Jadi, bagaimana liburannya? Seru?
To be honest tho, Christmas and New Year are those two festive day that I always waiting for. The joy and the peaceful of the celebration, food everywhere, and family. Too sad, it’s now over, I’ll see you soon Christmas! 
Anyway, berhubung masih dalam “aura” tahun baru, dan saya juga masih belum tau mau bercerita apa di sini. Ada cerita apa? Atau, ada resolusi apa di tahun 2018 ini?
Saya inget banget dulu waktu SMP-sampai awal kuliah sepertinya-, saya rajin banget bikin resolusi setiap menjelang tahun baru. And my first top list resolution is always one and only “Pengin kurus”. Dan lucunya sampai sekarang hal tersebut tidak pernah terwujud, haha. Semakin kesini saya jarang menulis resolusi, hampir tidak pernah malah. Saya lebih memilih untuk menjalani tahun yang baru dengan apa adanya. Bukan berarti saya tidak punya sesuatu yang ingin saya capai atau yang saya impikan terwujud. But you know, I prefer not to wrote them down. And believe me or not, most of them are come true. Saya terkadang suka nggak ngeh, kalau saya pernah berharap saya bisa memiliki atau ada disitu. But they are come true, and I feel more than just enough actually.
Tahun ini juga begitu, I still got so many dreams that I want to achieve. One thing for sure, saya mau terus rajin menulis di blog ini (walaupun masih galau mau pindah kw Wordpress atau tetap di Tumblr :p). Membagikan apa yang bisa saya bagikan kepada kalian. Dan satu yang pasti, saya mau belajar di tahun yang baru ini untuk bisa melepaskan semuanya. Hidup saya hanya satu kali, saya tidak mau menyia-nyiakan tiga ratus enam puluh lima hari yang diberikan dengan cara hidup yang mengalir begitu saja dan terlalu memikirkan apa yang orang lain pikirkan tentang saya. Tiga ratus enam puluh lima hari akan terasa sia-sia kalau saya terlalu sering membandingkan kehidupan saya dengan kehidupan orang lain. All I know that each one of us are created with a purposes, and that’s why I wanna find what is my purpose.
Tumblr media
Have a blast New Year everyone, always remember that each day count, so make it worth.
xoxo @sandhyosari 
0 notes
duniasari · 8 years ago
Text
Sosial Media dan (ke)drama(annya?)
Well trust me, saya pasti bukan satu-satunya orang yang sering mendapatkan pertanyaan; “Ini status-status sosial medianya dia harus ya kayak begini?”
Dan pasti bukan saya satu-satunya orang yang akan kasih saran seperti ini; “Ya udah, tinggal di-unshare atau di-unfollow aja, gampang kan?” Dan sudah pasti jawabannya akan seperti ini; “Maunya sih gitu, tapi...”
Percayalah wahai teman-temanku sayang, situasi seperti itu bukan hanya menjadi permasalahan kalian saja. Sudah menjadi permasalahan banyak orang ya sepertinya, dan selalu akan terhenti di kata “Tapi...” ketika sarannya hanya tinggal unshare atau unfollow.
Sosial media menyenangkan memang, semua yang kita mau seperti tersedia di situ. Tinggal klik tautan yang ada, dan voila, there you have it. Lagi ngegebet seseorang? Tinggal cari tau aja nama lengkapnya dia siapa, lalu googling, ketemu deh akun sosial medianya dia. Jadi tau kan kesukannya dia apa aja, sukanya nongkrong di mana, hari ini ngapain aja.
Belum bisa move on dari mantan? Tinggal stalking sosial medianya dia, jadi bisa tau deh mantan udah punya pengganti kamu atau belum. Dia udah move on juga atau belum. Hmh...ok, ini kenapa jadi curhat begini ya? Hahahaha...
Tumblr media
Well, actually, sosial media pada awalnya kan diciptakan-please kindly correct me if I’m wrong ya-untuk mempertemukan kita dengan orang-orang yang sudah lama tidak kita temui atau hilang kontak. Semisal, teman-teman sekolah atau kuliah kita, dan juga mantan mungkin? Oh, ok, mari fokus :p Dan itu kenapa sewaktu Friendster ditemukan dia sangat laris. Yes, aha, you got it right, I was one on that Friendster era. Dan sedihnya mereka nggak bertahan lama, karena tergeser oleh Facebook.
Friendster, Facebook, twitter, Path, or any social media that you are into for now, pada dasarnya semacam wadah bagi penggunanya untuk menuangkan apa yang ada di pikiran mereka. Mau itu opini soal politik, selebritis, olahraga, (dan persoalan pribadi?) dan lain-lain. Masalahnya, kalau sekarang diperhatikan, pendapat yang ditumpahkan sepertinya terlalu frontal. Well, correct me if I’m wrong, tapi bukankan itu yang sekarang kita lihat hampir di semua sosial media? Persoalan yang sebetulnya tidak perlu diumbar di sosial media, seakan dengan gampangnya aja gitu terpampang jelas. Entah itu mengenai politik, selebritis, bahkan persoalan yang paling pribadi. Trust me, I’d rather watch that puppies video instead of reading your personal problem or your cynical opinion about politics or religions. Hey, bukan berarti saya nggak pernah pelan-pelan curhat di sosial media mengenai masalah pribadi atau lempar opini soal politik. I did that too, yet, thank goodness I know how to control my thumbs and mind. Lagian, not good for my heart, body and soul kalau terlalu sering cerita masalah pribadi di sosial media. Kasian buku harian ((buku harian)) saya, kalau saya terlalu sering curhat di sosial media, nanti dia ngambek. Aaa..,now I know, kenapa buku harian semacam nggak laku lagi.
“Tapi kenapa? Kan tinggal unshare atau unfollow aja kalo males baca status-statusnya dia...”
“Kalo nanti dia tau gue unshare atau ufollow dia, pasti ngambek deh, drama anaknya”
Jadi, wahai, teman-temanku sayang, mengutip salah satu lagu sekolah minggu yang masih sering dinyanyikan sampai sekarang, yang kalau diganti liriknya akan menjadi seperti ini; “Hati-hati gunakan jempolmu, *prok prok*, hati-hati gunakan jempolmu...”
Karena yang menikmati posting-an di sosial mediamu itu bukan hanya dirimu seorang, tapi yang menjadi teman virtual mu di sosial mediamu. Walaupun ‘Ini akun, akun gue, apa masalahnya sama lo?’ semacam menjadi peraturan tidak tertulis dan menjadi “KItab” para pengguna sosial media. Trust me, you might wanna think more than twice before you posted something to your timeline. Mending posting video-video lucu atau resep-resep masakan yang enak tapi gampang, gimana? Lebih seru kan?
Hey, don’t take this too personal yes? I’m just trying to share what I feel aja kok, salam damai semua! *sungkem*
xoxo @sandhyosari 
2 notes · View notes
duniasari · 8 years ago
Text
That one fine Friday
Ever wonder how one moment might change the way you see the value of something?
It was one fine first Friday in 2017. Masih dalam minggu pertama kembali ke dunia nyata (baca: ibu kota), “bertemu” dengan rutinitas sehari-hari setelah libur yang cukup panjang di kampung halaman. Oh, bicara soal pulang kampung, ternyata terlalu lama pulang kampung bisa menimbulkan efek jet-lag juga. Saya pikir jet-lag hanya akan terjadi kalau kita melakukan perjalanan beda benua dengan perbedaan waktu yang cukup jauh berbeda :p
Semua berjalan seperti hari Jumat pada umumnya. Walaupun hari itu bisa dibilang jalanan cukup lengang, karena masih ada beberapa anak-anak sekolah yang masih menikmati liburannya. Iri ya, seru sekali nampaknya mereka berlibur.
It was so fine, until that moment happened. Ketika Jumat akan berakhir, ketika saya menghabiskan sisa hari Jumat dengan tawa dan obrolan ringan dengan teman-teman saya, then my Father called.
“Pulang sekarang ya, nak, ada sedikit musibah di rumah. Sudah teratasi, tapi usahakan pulang sekarang ya.”
Saya segera pulang ketika mendengar sebagian cerita dari Bapak. Pernah, ngerasain deg-degan waktu mau kencan pertama? Nah, deg-degannya melebihi itu. Berdoa, memohon, dan tetap percaya semua baik-baik saja menjadi satu-satunya cara yang bisa saya lakukan setelah mendengar cerita singkat dari Bapak.
There was kinda small accident happened, gudang yang kebetulan lokasinya menempel di kamar kedua orang tua saya terbakar. Dan kejadian itu terjadi ketika rumah sedang kosong, tidak berpenghuni. Api sudah bisa dipadamkan ketika saya sampai di rumah. Yang terbakar memang hanya gudang, tapi bayangkan kalau saja saat itu tidak ada tetangga sebelah rumah yang melihat nyala api di gudang. Bisa jadi api akan semakin besar, dan bukan hanya gudang di rumah kami saja yang terbakar. Tapi, jujur sampai sekarang saya masih tidak bisa membayangkan kalau sampai hal mengerikan itu terjadi. I might not be sitting on my couch, in front of my laptop, writing this.
Saya cukup sering melihat berita mengenai kebakaran di televisi, kemarin malam saya baru mengalaminya. Bau asap dan sisa-sisa bakaran dimana-mana. Mengumpulkan barang-barang yang sekiranya masih layak pakai. Berkali-kali mengucapkan dalam hati “seandainya saja...”, walaupun pada akhirnya, apa yang saya keluhkan tidak akan mengubah keadaan yang ada.
Di malam setelah kejadian, ketika semua situasi mulai aman terkendali, dan tetangga serta kerabat berangsur-angsur kembali ke tempat tinggal masing-masing. Saya dan kedua adik saya duduk sebentar di ruang TV, menikmati sedikit makanan yang ada, sedikit merenung yang jelas. Kami kaget, sudah pasti, orang tua sedang tidak ada di Jakarta sewaktu kejadian kemarin terjadi. Dan iya, kami sempat seperti menjadi anak yang kehilangan arah dan panik, juga bingung harus bagaimana. Tapi, kami besyukur, semua yang terjadi kemarin, mengajarkan kami banyak hal. Belajar untuk lebih tenang, lebih sabar, dan yang pasti berserah mempercayakan semua kepada Pencipta, dan membiarkan Dia yang mengambil alih.
Ketika menjelang tidur, ketika badan saya terbaring di tempat tidur, ini yang ada di pikiran saya. Rumah tempat saya dan keluarga saya tinggali, baru saja tertimpa musibah, dan bukan musibah yang kecil. Tapi saya dan kedua adik saya masih diijinkan berbaring di tempat tidur, and I don’t have anything to asked more. It is more than just enough, it was an amazing day indeed.
In the end tho, one moment, small or huge, matters or not, it does change on how you value something.
xoxo @sandhyosari 
2 notes · View notes
duniasari · 9 years ago
Text
“Kalau pernah di-bully bakalan bales bully lagi nggak?”
“Iya, keren banget dia sekarang, fashionnya up to date.” “Dia dulu sering di-bully ya katanya?” “Iya, biasalah orang-orang, kalau ada orang yang ukuran badannya beda sedikit aja dari orang kebanyakan, pasti di-bully abis-abisan.” “Tapi, kira-kira dia bakalan bully balik nggak ya?”
Kemudian saya cuma bisa diam, lalu mikir, lalu diam lagi, dan ini pertanyaan yang muncul dalam plikiran saya; Iya juga ya, kira-kira orang yang dulunya sering di-bully bakalan nge-bully balik nggak ya kalau sekarang dia berhasil bangkit dan lebih percaya diri?
I was a victim of bullying. Dengan bentuk tubuh yang jauh berbeda dari perempuan Indonesia kebanyakan saat itu (dan sampai saat ini), sudah pasti saya akan menjadi sasaran bully yang empuk. Panggilan seperti gajah, gorila, king kong. Diliatin orang-orang dari atas sampai bawah tanpa pernah mikir gimana perasaan orang yang diliatin kayak begitu. Hal-hal seperti itu sudah menjadi makanan saya sehari-hari. Tapi mungkin karena saya orangnya terlalu cuek kali ya, jadi saya nggak pernah ambil pusing panggilan seperti itu.
Tapi nggak bohong, ada saat dimana saya merasa sedih dan maunya ilang aja gitu masuk ke dalam perut bumi (OK, berlebihan). Sedih melihat bagaimana sikap orang-orang menerima keberadaan saya, kenapa saya sampai harus sebegitunya menjadi “objek” pemandangan mereka. Dan kenapa sampai sebegitunya mereka ngeliatin saya. Jujur, perasaan seperti itu masih saya rasakan sampai sekarang.
Ok, kembali ke soal bully, sampai sekarang masih di bully nggak sih? Masih, saya masih sering diliatin orang-orang dari atas sampai ke bawah ketika lagi jalan-jalan di pusat keramaian. Saya masih sering menerima omongan “Kurusin dikit dong mba, badannya, pasti lebh cantik deh kalau kurusan” dari orang-orang yang sesungguhnya baru saya kenal dan temui hari itu! Who the hack are you anyway? Saya masih sering menerima panggilan “gendut!” dari anak kecil yang kebetulan melintas di dekat saya. Wahai para orang tua, please, kindly teach your children manners. Apa lagi ya? Masih banyak sih sebetulnya kalau dirunut satu-satu.
Lalu bagaimana meng-handle bullying seperti itu? I don’t know with others, but this is how I encounter those bullying thingy. I live my life as it is. Maksudnya gimana? Maksudnya, saya belajar untuk menerima dan mencintai diri saya apa adanya. Percaya nggak, hal yang paling sulit untuk dilakukan  seseorang itu menerima dan mencintai dirinya apa adanya. Karena manusia tidak akan pernah puas, dia pasti akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. So there, I still learnt to love my self, body and soul, and you know what? It feels so good and peaceful :)
Hey, guess what, no matter what your size is, you can always be fashionable. Bongkar lemari pakaianmu, grab some cloth that makes you comfortable, put a little bit of make up and wear them with pride. Jangan sedih, sekarang sudah banyak kok toko-toko baju baik offline maupun online yang menjual baju ukuran besar. Nggak harus mahal, yang penting nyaman dan enank dilihat. Whenever you feel you got nothing to wear, there will always Pinterest to the rescue (sebagai referensi maksudnya :D)
Mau tau senjata lain paling ampuh kalo lagi di bully? I prefer to keep my mouth shut and walk away. Bukannya nerima begitu aja pas di-bully, tapi saya ngerasa males aja kalo harus ngeladenin orang-orang yang seperti itu. Capek kak..nanti kerutan semakin bertambah *halah*. Kecuali, kalau saya merasa sudah betul-betul jengah dan dia sudah keterlaluan, then an action needed. They need lesson to learnt.
Jadi, kalau ditanya, kira-kira mau balas dendam nggak sih atas perlakuan orang-orang akan keberadaan saya? Hmmh...one quick question, value dari balas dendamnya itu nanti apa ya? Will it bring peace to my heart and mind? Will it bring joy? I don’t think so. Jadi kenapa harus balas mem-bully kalau sebetulnya semuanya aksi bully itu bisa “dibayar” dengan diam and keep doing good? Karena semua itu berputar kok, in the end those hard work will be paid off. There is nothing fun in bullying anyway.
Have a blessed life dearest, remember to always love yourself, for you fearfully and wonderfully made!
xoxo @sandhyosari
ps: Thank you my dearest Mutya Hanifah for today’s short meet up and chit chat and I come up to this, love you! 
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
so here comes my midnight, and there goes your twilight, when I used to say; "how's your day?" and you used to say; "sweet dreams..."
0 notes
duniasari · 9 years ago
Text
Sepatu baru (dan) melaju?
Ceritanya minggu lalu saya baru beli sepatu, memang sudah saatnya beli sepatu sih. Jadi, pergilah saya ke sebuah toko sepatu yang menjual sepatu ukuran kaki saya. Curhat sedikit ya, saya tuh termasuk susah kalau cari sepatu. Karena ukuran kaki saya itu termasuk "unik" dan langka. Normalnya, ukuran sepatu perempuan itu mentok di ukuran 40, sukur-sukur kalau ada yang sampai 41. Tapi itu pun juga nggak banyak kan? Sementara, ukuran kaki saya tuh, 41 sampai 42. Toko sepatu yang menjual sepatu sampai ukuran 42 itu bisa dihitung dengan jari. Jadi, ketika ada salah satu toko sepatu yang menyediakan ukuran sepatu perempuan sampai nomor 43, bahagianya...! 💕 Okey, balik ke belanja sepatu. Jadi, akhirnya saya menemukan dua pasang sepatu yang sesuai. Percaya nggak, kalau akhirnya kita menemukan sepatu yang sesuai dengan apa yang kita inginkan itu bahagianya seperti menemukan tulang rusuk yang hilang *halah*. Permasalahan sepatu baru itu satu: bikin kaki lecet, terutama di bagian tumit belakang. Walaupun ukuran kakinya pas dan sesuai, tapi pasti tetap akan bikin kaki lecet. Itu kenapa, si sepatu harus dipakai tiap hari biar lemes. Dan si kaki, sayangnya harus menerima keaadaan lecet yang akan terus bertambah dan mungkin semakin jadi. Itu kenapa, saya akhir-akhir ini jadi sering "sangu" hansaplast. Iya, supaya lecet tidak semakin bertambah dan bisa sedikit melindungi si kaki. Dan entah kenapa, gara-gara ini saya jadi berpikir begini. Mungkin melaju dari kisah yang lalu (atau istilah sekarangnya move on) itu seperti sakit menahan lecetnya kaki di sepatu baru. Mau se-pas apapun ukuran sepatunya, pasti tetap akan menyisakan lecet dan sakit. Dan si kaki harus membiasakan diri dengan rasa sakit dan lecet. Kalau si kaki bisa teriak mungkin dia akan ngomong: "Udahan pakai sepatu yang ini boleh nggak? Sakit niih..." Tapi mengenakan sang sepatu setiap hari, itu yang harus dilakukan. Supaya sang kaki terbiasa, supaya bahan sang sepatu akhirnya melunak sampai akhirnya terasa cukup nyaman di kaki. Walaupun lecet dan sakit pasti akan semakin jadi. Mungkin melaju dari kisah yang lalu itu memang akan sesakit dan sepedih itu. Mencoba membiasakan diri dengan keadaan yang berbeda. Yang tadinya terasa amat nyaman, mendadak harus merasakan sakit (dan mungkin lebih sakit). Maunya sih udahan, meminta waktu cepat berlalu dan kalau ada penghapus untuk ingatan pasti akan menjadi yang pertama mengantri. Tapi bukankah melaju memang akan sesakit dan sepedih itu? Karena (mungkin) melaju dari kisah yang lalu memang (akan) seseru itu. Toh, pasti akan ada "hansaplast" yang bisa menyembuhkan lecet dan luka di hati *lalala~~~* xoxo @sandhyosari
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
tidak ada kata, tidak perlu kata, duduk diam kita berdua, membiarkan sang Pencipta dan pendulum waktuNya, yang entah akan membawa kita kemana
0 notes
duniasari · 9 years ago
Text
Tumblr media
Saya tipe orang yang rela bergadang, tenggelam dalam berlembar-lembar halaman sebuah buku. Satu, karena penasaran dan terkesan nanggung kalau berheti. Dua, karena belum terlalu ngantuk dan masih sedikit awal untuk langsung pergi tidur (padahal jam di dinding sudha menunjukkan pukul 23.00). Tapi, itu dulu, sewaktu saya masih SMP dimana Mira W. adalah novel (dewasa) pertama yang saya baca dan saya hampir punya semua judulnya (yay?). Kemudian beralih ke komik lalu kembali ke novel lagi, ke komik lagi, dan kemudian ke novel lagi. Tapi itu dulu, dimana gawai seperti telepon genggam, merupakan benda canggih yang masih hanya sedikit orang yang punya dan bisa dibilang mahal.
Saya sadar betapa gawai saat ini semacam mengambil alih kebiasaan saya itu. Terakhir kali tenggelam dalam berlembar-lembar halaman sebuah buku? Well, been a while tho. Sudah lama sekali saya nggak baca buku sebelum tidur, that used to be my mandatory thing before I go to sleep. And ya, I kinda miss it. Karena kebiasaan saya sekarang sebelum tidur itu; pegang telepon genggam buka sosial media ini dan itu, lalu tidur. Sedih ya, ya I know.
Jadi, ceritanya tadi malam atau tepatnya beberapa hari terakhir ini, I tried to bring my old habits back. I grab one book that actually I bought years years ago. And trust me, I still got bunch of books that I haven’t read. Harusnya bisa selesai dari lama, tapi ya itu tadi, mata ini terlalu terfokus denga sosial media yang terpasang di gawai, jadi ya, ok. And guess what? I feel in peace, put my mobile phone on silent. Just me, book and some tunes, and my imagination of the story that I being read. Well ya, gotta do this more often tho.
So, ya,just wanted to share this, hope you will feel in peace too :)
xoxo
1 note · View note
duniasari · 9 years ago
Text
Gara-gara sambal matah
Tumblr media
Saya suka sekali sama sambal, sukaaaa sekaliii. Ayah dan Ibu bahkan sudah terlau lelah mengingatkan saya untuk tidak terlalu sering makan sambal yang terlau pedas. “Kasian nanti ususnya” begitu mereka selalu mengingatkan. Tapi saya nggak bisa, saya bisa sakau kalau makan nggak pakai sambal.
Sejauh ini sambal yang selalu menjadi top list saya: 1. Sambal tomat buatan Ibu atau asisten rumah tangga Ibu yang sekarang, mba Ani 2. Sambal ijo mba Ani 3. Sambal bu Rudi 4. Samabal dabu-dabu, 5. dan, sambal Matah! Dari semuanya itu, saya paling suka samabal matah. My goodness! I adore that sambal so much! It fits on every kind of food! Beneran deh, coba makan mi rebus pakai sambal matah, enak bangeett....!!!! *noms!*
Bicara sambal matah, jadi ceriatanya beberapa hari yang lalu saya bikin sambal matah untuk bekal ke kantor. Karena udah ngidam banget dari lama kepingin bawa bekal dengan sambal matah on top of the dish. Sebetulnya kalo nggak mau ribet di pagi hari, bisa aja semua bahan saya siapkan malam sebelumnya. Tapi dengan risiko semua risiko semua irisan bawang, cabe dan sereh akan terlihat layu. Ya udah, berarti saya harus bangun lebih awal untuk iris-iris si bawang dan teman-temannya.
You can say this is sounds so silly, but this is what crossed my mind the time I chopped those onions, chillis dan teman-temannya. “Men, hidup tuh sebenernya kurang lebih aja kayak bikin sambal matah.” Kok bisa? K, let me narrow it down.
Musuh terbesar saya dalam memasak adalah bawang merah dan daun bawang. Karena dua bahan itu yang selalu bikin saya nangis nggak berhenti. Lebih sedih daripada diputusin, atau ketika tau kenyataan kalau dia yang selama ini kamu suka sudah jadian sama yang lain #kemudiancurhat. Kalau hanya ngiris dua atau tiga siung bawang merah atau sebatang daun bawang, it’s not a biggy at all. Sekarang, yang namanya sambal matah, kuncinya itu ada di daun bawang-dan sereh tentunya-dan nggak hanya perlu dua atau tiga bawang merah. It needs more than ten! Jadi, kebayang kan sedih dan air mata yang bercucuran seperti apa? *hiks*
Nggak berhenti di bawang merah, namanya sambal pasti harus pedas dong. Nah, rasa pedas itu cuma bisa didapatkan dari cabai merah yang gemuk dan pedasnya ampun-ampunan. Sekarang, bayangkan saya harus nyincang kurang lebih sepuluh cabe rawit lalu lupa nyuci tangan kemudian ngucek mata. Sudah? Well, itu baru ngucek mata, belum kalau cipratan irisan air cabenya nyiprat-nyiprat ke lengan dan tangan kamu panas seharian gara-gara cabe. Seru kan? *lalala*
Dari semua bahan sambal matah, bahan yang paling menyenangkan cuma sereh dan jeruk sambal. Dua bahan ini menyenangkan, wanginya, rasanya, hampa rasanya kalau nggak ada dua bahan ini di masakan.
Lalu sebetulnya, apa hubungannya hidup dan sambal matah? Ada. Nyiapin sambal matah itu sebetulnya sama aja seperti proses kehidupan kita *tsah!* :p Sekarang kalau dirunut, bahan-bahannya sambal matah itu sedikit dan bisa dibilang gampang kan bikinnya? Proses nyiapinnya itu yang bikin sedih. Harus nangis-nangis dulu pas ngirisin bawang merah. Jari sampai lengan harus kepedesan dulu gara-gara keciprat air irisan cabe. Belum lagi kalau kita lupa cuci tangan dan nggak sengaja ngucek mata, pedihnya itu...duh... Di situ terkadang emosi sedikit teruji, maunya udahan aja dan menyerahkan semuanya ke mba asisten rumah tangga. Tapi, kan nanggung kalau nggak diterusin, toh tinggal ngerajang sereh dan meras jeruk sambal. Tambah sedikit garam dan terasi lalu sedikit gula, selesai. Jadi kenapa harus berhenti?
Pun dengan hidup. Rumus dan bahan-bahan kehidupan kita itu sebetulnya sudah dirancang dan disiapkan se-simple mungkin. Dengan tujuan dan arahnya masing-masing. Hanya tinggal gimana kita nyiapinnya aja. Mau nangis-nangis dulu atau nggak kayak ngiris sepuluh butir bawang merah. Rela nggak jari dan tangannya kepedesan gara-gara keciprat air dari irisan cabe? Kalau udah begitu, lebih memilih untuk meneruskan atau menyerah gitu aja? Hidup yang kita jalani sekarang itu sebetulnya seru, penuh dengan banyak pilihan. Tinggal bagaimana kita memilihnya aja sih, mau yang bergelombang tapi nanti hasilnya bikin damai hati dan pikiran. Atau jalan singkat tapi nanti hasilnya nggak bikin damai hati dan pikiran? You decide :)
xoxo sandhyo sari
ps: yang kepingin nyobain serunya bikin sambal matah sila ke tautan ini ya https://www.youtube.com/watch?v=aoLn5S0S3SE have fun! pps: gambar dari berbagai sumber in this case, google :)
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
bagimu dia ada, baginya kau tidak ada, selama ini kau hanya mengada-ada, atau penasaran belaka?
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
bila menunggumu adalah satu dari sekian banyak pilu, dan mereka bilang hal yang mengganggu, maka beri satu dari sekian banyak alasan untuk ku berhenti menunggumu, dan merelakanmu untuk berlalu, walau sebagian diriku enggan melepasmu
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
untuk Kakiang yang selalu ku rindu
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
Ketika mereka mencaci mu dengan sumpah serapah, Aku sebaliknya, Menyukaimu tanpa alasan yang pasti, Begitu saja tanpa harus menjelaskan, Bukan menggalau seperti yang orang-orang sebutkan, Cukup bersyukur bisa bertemu denganmu lagi, Siapa yang bisa tau kapan semua akan terhenti,
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
forget all the love that you saved, throw away the feeling that you keep, enough waiting, for he will never be yours, from the very start, he is never return the emotion that you hope to be noticed, you were on your own all this time
0 notes
duniasari · 9 years ago
Text
Bicara budaya?
Jadi, ceritanya, sudah dua hari ini “nongkrong” di salah satu festival budaya yang diklaim sebagai festival budaya terbesar di dunia. Mereka mengenalnya dengan nama Ennichisai. Kalau boleh jujur, belum pernah main ke festival ini sebelumnya, jadi ini bisa dibilang pengalaman perdana *halah*. Kalau bukan karena kerja, mungkin nggak bakalan “nongkrong” di festival ini. Seru sih, tapi ya gitu, rame ya ternyata, mau jalan aja susah, tapi banyak jajanan khas Jepang sih. Untuk yang suka kulineran, Ennichisai ini worth to visit banget kok :)
Tumblr media
Nah, gara-gara “nongkrong” di festival ini, mendadak ada pemikiran yang nongol. Negara Jepang ini bentuknya kalau dilihat di peta ya cuma panjang gitu aja dan dia nggak sebesar Indonesia, tapi festival budaya yang mereka adakan di Indonesia cukup mampu menarik perhatian dan minat seluruh penghuni Jakarta. Kayaknya seluruh penghuni Jakarta tumpah ruah aja gitu di festival itu. Datang dengan berbagai macam kostum anime Jepang, beli semua aksesoris khas Jepang, menikmati semua makanan khas Jepang. Hmmm....bisa dibilang, mereka hadir dengan penuh excitement dan rela panas-panasan demi festival ini.
 Lalu sebuah pertanyaan muncul, seharusnya Indonesia juga bisa bikin festival sebesar ini juga dong. Indonesia itu pulaunya banyak, budaya dan seninya kalau dirunut bisa berjuata-juta. Mungkin festival semacam Ennichisai khas Indonesia pernah ada. Hanya saja (mungkin) kurang diperhatikan dan (mungkin) mereka kurang tertarik, yah namanya juga mungkin :)
Tapi, satu hal yang kita harus tiru dari orang-orang Jepang, etos kerja mereka. Bagaimana mereka mau turun dan bekerja tanpa (mungkin) melihat posisi mereka di perusahaan tempat mereka bekerja. Memperhatikan segala sesuatunya sedetail mungkin, mengerjakan semuanya dengan sepenuh hati. Karena itu yang dilakukan client-client saya di lapangan. Agak sedikit “tertampar” sebetulnya, tapi bukankah prinsipnya memang begitu? To go up, you need to go down.
Harapan untuk sebuah seni dan budaya Indonesia yang akan selalu ada itu masih ada. Saya juga masih belajar untuk itu, dan berharap Indonesia akan punya festival sebesar Ennichisai.
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
lalu siapa yang harus disalahkan kalau sampai hari ini selalu kamu? kecil kemungkinan untuk bisa bertemu sapa dari masing-masing gawai seakan bisu terlalu takut untuk memulai lebih dulu? selalu kamu, dan rindu ini masih untukmu
0 notes
duniasari · 9 years ago
Photo
Tumblr media
penatmu itu, bukankah kau tahu kepada siap kau harus berpaling? (at Menara batavia)
0 notes