Don't wanna be here? Send us removal request.
Photo
Pada bulan pebruari ini, Pendidikan Guru Penggerak dilanjutkan kembali setelah jeda satu bulan. Minggu ini, pembelajaran menginjak pada paket modul 2, yaitu modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi.Pembelajaran pertama adalah mulai dari diri, yaitu menjawab beberapa pertanyaan reflektif dan terkait masalah yang diberikan dalam LMS. Pembelajaran kedua adalah eksplorasi konsep, yaitu membaca konsep-konsep tentang pembelajaran berdiferensiasi, mengamati video, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, serta membuat Diagram Frayer Pembelajaran Berdiferensiasi sebagai gambaran pemahaman pada pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran ketiga adalah ruang kolaborasi, yaitu diskusi dalam kelompok besar dan kelompok kecil, tentang pembelajaran berdiferensiasi, studi kasus, dan penyusunan RPP Berdiferensiasi. Berikut ini Jurnal Refleksi Minggu Ke-9 yang saya susun minggu ini, menggunakan Model Six Thinking Hats diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat satu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Setiap topi mewakili cara berpikir yang berbeda; beberapa di antaranya terkadang mendominasi cara kita berpikir. Karena itu, dengan semakin sering melatih keenam “topi”, kita akan dapat mengambil refleksi yang lebih mendalam. Keenam topi tersebut berikut penggunaannya dalam jurnal refleksi adalah:
1) Topi putih: pembelajaran di sekolah masih menggunakan system lama dimana semua murid disamaratakan dengan metode pengajaran yang sama. Murid tidak bias mengeksplore kemampuan dengan maksimal. Sistem pembelajaran berpusat pada guru.
Ilmu baru dari modul CGP tentang pembelaharan berdiferensiasi.
2) Topi merah: Perasaan sangat senang dan penasaran dengan topic yang akan di bahas tentang seninya dalam metode mengajar murid. Pembelajaran yang masih baru dan awam kita gunakan dalam pembelajaran keseharian.
3) Topi kuning: pembelajaran menjadi lebih berwarna dan menarik, murid menjadi semangat dalam mengekspresikan diri sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka, guru mendapat ilmu dan pengetahuan baru dalam dunia pendidikan.
4) Topi hitam: belum banayak guru yang mengenal tentang pembelajaran berdiferensiasi. Membutuhkan banyak ide-ide baru untuk pembelajaran berdiferensiasi. Membutuhkan durasi waktu dan proses yang lama karena melewati berbagai step/langkah. Prosuk yang di hasilkan tidak sama sehingga guru harus menilai satu persatu setiap prosuk yang di hasilkan
5) Topi hijau: buat pembelajaran di luar kelas. Pembelajaran setiap kelompok anak yang sama mengahsilkan prosuk sesuai karakteristik mereka. Pembelajaran bisa berkolaborasi dengan kelas yang lain.
6) Topi biru: kesimpulan dari peristiwa yang terjadi adalah pembelajaran berdiferensiasi dapat di lakukan di luar kelas denganberbagai macam metode dan ide-ide baru agar anak dapat mengekspresikan diri mereka sesuai bakat dan kekapuannya. Pembelajaran berdiferensiasi harus berpusat pada murid.
0 notes
Photo




3 hal menarik yang telah saya pelajari adalah
kesadaran sosial
dimana rasa empati murid yang semakin berkurang, maka perlunya untuk meningkatkan kesadaran diri. hal ini saya terapkan dengan Sering membentuk kelompok pembelajaran yang mengaktifkan murid untuk bekerja sama. dengan membentuk kelompok akhirnya muncul rasa saling memahami dan menghargai satu sama lain.
kesadaran diri
kesadaran diri ini menarik bagi saya karena beberapa murid belum sadar untuk kedisiplinan kelas dimana dalam menjaga kebersihan. hal ini lah yang melatarbelakangi saya untuk meningkatkan kesadaran diri murid dengan Membentuk keyakinan kelas untuk mendisiplinkan murid. bentuk pelajaran emosional yang di dapat murid dengan cara mengungkapan isi hati untuk tercapainya kesepakatan yang di laksanakan bersama
pengelolaan diri
dengan Memberikan wawasan kepada murid untuk mengungkapakan apa yang dia rasakan hal ini di lakukan karena Mengajari murid menyalurkan perasaanya dalam kegiatan yang positif
0 notes
Text
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, kodrad alam dan kodrad zaman, ini adalah filosofi menurut Ki Hajar Dewantara. Agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagaiaan setinggi-tingginya sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Agar dapat menuntun kodrat anak, maka seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai dan menjalankan perannya sebagai guru penggerak. Setelah memahami Filosofi KHD, kemudian mengetahui nilai -nilai dan peran guru penggerak, maka selanjutnya seorang guru penggerak harus memiliki sebuah visi guru penggerak, dengan cara pemetaan kekuatan pencapaian visi dengan pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan model BAGJA. Inkuiri Apresiatif, dikenal dengan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Pendekatan Inkuiri Apresiatif ini dimulai mengidentifikasi hal baik apa yang ada di sekolah, bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik lagi. Hal-hal ini dilakukan dengan menerapkan BAGJA yang terdiri dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, gali impian, jabarkan rencana, dan atur eksekusi.
Seorang guru penggerak harus menjadi inspirator dalam mewujudkan budaya positif disekolah yang berpihak pada murid. Budaya positif adalah kebiasaan yang harus dilakukan secara terus menerus agar menjadi karakter. Guru harus menyiapkan murid dimasa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi juga berdampak pada masyarakat. Karakter yang diharapkan adalah yang mengacu pada profil pelajar Pancasila yaitu pelajar Indonesia yang sepanjang hayatnya memiliki kompetensi global dan berprilaku sesuai nilai-nilai Pancasila yang terbangun utuh melalui ke-6 dimensi pembentuknya. Salah satu contoh penerapan budaya positif adalah membuat kesepakatan kelas. Dalam Menyusun kesepakatan kelas ini guru bertanya kepada muri tentang kelas impian dan harapannya tentang kelas impian para murid. Hal ini dilakukan untuk mendorong motivasi intrinsik pada diri murid dalam pembentukan karakter positif. Kemudian aksi nyata yang di lakukan Kebersihan tempat tinggal dan lingkungan sekolah karena proses kegiatan pembelajaran telah selesai sehingga calon guru penggerak melakukan aksi nyata yang sudah dilakukan disepakai oleh murid dan guru beserta seluruh warga sekolah.
2. Tujuan Aksi Nyata
Adapaun tujuan aksi nyata yang dilakukan calon guru penggerak yaitu:
1. Kebersihan lingkungan adalah bagian dari kesepakatan kelas yang wajib dijalankan dan diterapkan oleh murid dan guru
2. Melatih sikap empati murid dan untuk senantiasa saling membantu dan menghargai
3. Murid, guru, dan seluruh warga sekolah mencintai lingkungan yang bersih dan indah sehingga menimbulkan suasana sekolah yang menyenangkan dan sehat
4. Agar menimbulkan semangat belajar murid dan terbiasa pola hidup disiplin positif
3. Tolak Ukur
Guru mengamati situasi dan kondisi keadaan sekolah saat ini yang telah melaksanakan PTM terbatas di masa pandemi setelah dua tahun berjalannya daring. Dari hasil pengamatan tersebut, guru meyakini diperlukannya upaya mendidik sekaligus memberi teladan kepada murid akan pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Dapat dipahami bahwa pandemi telah membatasi murid-murid dalam melakukan interaksi dengan orang lain di sekolah, maka tentu ini tugas guru mengajarkan budaya positif pada murid. Adapun tolak ukur keberhasilan dari aksi nyata yang dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:
1. Persentase sejumlah 90% - 100 % murid melaksanakan kesepakatan kelas dengan baik
Kesepakatan kelas yang di sepakati oleh seluruh warga kelas demi kelangsungan kerjasama dan titik terang yang selaras dan seimbang. Titik terang dimana kesepakatan lebih fleksibel dan tidak merugikan satu sama lain, saling di untungkan dan tidak di rugikan. Kesepakatan kelas ini lebih fleksibel dan terukur karena di buat oleh seluruh anggota kelas dan di sepakati bersama. Ini adalah gambar kesepakatan kelas 2 SDN MALIRAN 03 dimana mereka menuliskan apa yang mereka inginkan dan di sepakati bersama.



2. Terwujudnya murid yang mandiri, disiplin, tanggungjawab dan saling menghargai pada kegiatan pembelajaran. Murid yang mandiri dimana mereka sudah melakukan tindakan tanpa harus di perintah, tanpa harus di ingatkan terus menurus untuk melakukan sesuatu, memang motivasi kedisiplinan muncul dari dalam diri anak. Ini adalah foto dimana anak-anak disiplin dalam menjaga kebersihan setiap hari tanpa harus di ingatkan karena mereka telah mematuhi dan melaksanakan aturan kesepakatan kelas yang telah di sepakati bersama sehingga mudah untuk di terapkan.







3. Terwujudnya pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada murid. Pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada murid , yaitu dimana pembelajaran yang tidak memaksakan anak sesuai ritme yang ada dan menyamaratakan, sesungguhnya pembelajaran yang berpihak pada anak lebih menekankan pada kegiatan eksplorasi diri. Berikut ini adalah foto dimana anak-anak dapat mengeksplor kreatifitasnya dan bertumbuh sesuai versi mereka masing-masing.






4. Linimasa Tindakan yang akan dilakukan
Adapun linimasa Tindakan yang akan saya lakukan untuk mewujudkan aksi nyata ini adalah sebagai berikut :
1. Berkoordinasi dengan Kepala sekolah dan bapak ibu guru yang lain terkait aksinyata yang di lakukan di sekolah
2. Menyusun instrument pelakasanaan aksi nyata
3. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Melakukan kesepakatan kelas bersama murid
5. Menyusun kesepakatan kelas berdasarkan ide dan masukan para murid
6. Menyampaikan kembali kesepakatan kelas apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan mereka
7. Kesepakatan kelas yang sudah disetujui dibuat dalam bentuk poster dan di tempelkan pada tembok kelas untuk di sepakati bersama
5. Dukungan yang dibutuhkan
Untuk melancarkan pelaksanaan rancangan tindakan aksi nyata yang telah disusun, tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Adapun dukungan yang diperlukan yaitu dukungan dari :
1. Sekolah, sebagai tempat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki murid dengan program yang terstruktur dan sistematis
2. Kepala sekolah dan bapak ibu guru dimana rekan kerja inilah yang nantinya akan membantu berlangsungnya keberhasilan dalam pencapaian budaya positif.
3. Murid, keterlibatan murid sangat penting dalam keikutsertaannya membuat kesepakatan kelas untuk mewujudkan budaya positif
4. Keluarga, sebagi tempat pendidikan pertama bagi murid sebagai cikal awal pembentukan karakter untuk mewujudkan budaya positif di sekolah.
6. Tolok ukur keberhasilan
1. Murid melaksanakan keyakinan kelas yang telah disepakati bersama dengan penuh tanggung jawab
2. Murid bersikap sopan dan menghargai siapapun sesuai etika kesopanan dan nilai kebajikan universal yang berlaku dimana pun mereka berada serta selalu menghargai waktu.
7. Hasil nyata
1. Murid melaksanakan keyakinan kelas dengan konsisten.
2. Murid bersikap sopan dan meminta ijin pada guru bila akan masuk atau keluar kelas pada saat pembelajaran sebagai wujud menghargai diri sendiri dan orang lain
8. Tantangan
Dikarenakan masih dalam situasi pandemi dan PTM terbatas, maka komunikasi dengan orang tua/wali murid belum dapat terlaksana dengan maksimal. Meskipun demikian, kerjasama dengan orang tua/wali murid sangat penting dan harus terjalin untuk kesinambungan budaya positif baik di sekolah maupun di rumah.
9. Solusi
Komunikasi dengan orang tua/wali murid untuk berkolaborasi dengan pihak sekolah tentang sang anak dapat dilaksanakan secara jarak jauh baik dengan telepon maupun dengan membuat group di media sosial.
10. Tindak lanjut
Ke depannya guru, murid dan seluruh warga sekolah akan lebih konsisten dan berkesinambungan melakukan kolaborasi untuk melaksanakan keyakinan kelas sehingga terciptalah budaya positif di sekolah. Guru mempunyai peran utama di sekolah dalam menanamkan konsep-konsep tentang: disiplin positif dan motivasi, keyakinan kelas, pemenuhan kebutuhan dasar, lima posisi kontrol dan segitiga restitusi. Tugas guru sebagai among harus dilaksanakan dengan senantiasa menjadikan dirinya sebagai teladan untuk dapat menuntun dan membimbing murid melaksanakan budaya positif. Ini sesuai dengan Pemikiran KHD bahwa tugas guru sebagai among adalah menuntun kodrat anak untuk dapat mencapai kabahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya. Dalam hal menumbuhkan dan membiasakan disiplin positif pada murid inilah diperlukan nilai dan peran guru penggerak. Upaya menjalankan nilai dan peran tersebut termaktub dalam penyusunan visi guru dengan tahapan BAGJA yang hanya bisa diraih melalui usaha-usaha positif dan kolaboratif.
1 note
·
View note