Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Konon, kabar adalah hal yang paling krusial dalam hubungan kasih sayang antara dua orang remaja. Bila yang satu tak mengabari yang lain, maka semua akan menjadi kabur. Contohnya? "Kamu kemana aja kok gak ngabarin aku!?" "Selingkuh ya!?" "Jadi XXXXXXX lebih penting dari aku!?" Dan masih banyak omelan lainnya. Masih banyak. Banget. Namun, di umur yang hampir menapak 20, ada lagi cabang baru yang saya pelajari perihal kabar-berkabar ini, yaitu tentang kesibukan, rasa saling menghargai, dan rindu. Menuju kepala dua, membuat hidupmu menjadi lebih kompleks. Hidupmu bukan perihal handphone dan aplikasi chat semata, tapi sampai pada urusan lain yang tak kalah seriusnya. Tumpukan tugas, pekerjaan, organisasi, sampai pada yang paling sepele, seperti membereskan kos dan mencuci baju, semua akan menyita perhatianmu. Dan tentu saja, hal-hal semacam inilah yang sedikit demi sedikit mengurangi frekuensi kabar-berkabar tersebut. Tidak hanya satu pihak. Saya percaya bahwa kedua pihak mengalami dan menyadari hal ini. Dari kompleksitas hidupmu, kabar akan menjadi barang langka dalam hidupmu. Membiarkan pasanganmu menyelam dalam tumpukan tugas, sementara kamu tidak punya tugas apapun. Tersiksa? Oh, jelas. Sangat tersiksa. Tapi, disinilah rasa saling menghargai, bahkan saling menghormati akan tercipta. Perbedaan waktu "sibuk" dan "kosong" akan menjadi sangat variatif. Tidak seperti awal pendekatan, dimana kabar adalah sesuatu yang "wajib" hukumnya, perbedaan waktu ini yang akan menelan kebiasaan itu. Beda jadwal kelas? Tak masalah. Beda divisi di organisasi? Tak masalah. Beda jam bangunnya karena beda negara? Tak masalah. Asal punya rasa menghargai kesibukan satu sama lain, berkurangnya frekuensi kabar bukanlah sebuah masalah yang sangat besar. 24 jam itu pendek. Manfaatkanlah dibanding hanya menunggu pasanganmu selesai mengerjakan tugasnya. Dari jumlah kabar yang menipis, rindu akan menjadi hal yang paling-paling-paling tak terjelaskan sedunia. Kamu akan sangat merindukan kabar darinya, tapi di satu sisi kamu mulai punya kesadaran untuk membebaskan pasanganmu melakukan aktivitasnya. Itu sangat bagus. Pasanganmu punya masa depan, begitu juga kamu. Biarkan mereka melewati kesibukannya sebaik-baiknya, karena kamu tak tahu apa dan bagaimana yang akan terjadi di kemudian hari. Seperti, menjadi pasangan hidupnya, misalnya? Kamu akan sangat bersyukur karena membiarkan tumbuh dalam keseimbangan hidupnya, bukan hanya terpaku pada dirimu dan menyebabkan kesempatan apapun dari dirinya hilang karena hanya membuang waktu demi "menyempatkan diri" untukmu. Dan, disaat momen yang tepat, biarkanlah rindu melakukan sedikit tugasnya. Sisihkanlah 1-2 jam untuk bercengkrama, berbagi cerita tentang bagaimana hidup bekerja. Mohonlah mengerti bila dia belum bisa menyisihkan waktunya. Akan ada momennya sendiri. Biarkanlah sehari, atau seminggu, menjadi hal yang istimewa buat kalian berdua. Jangan biarkan apapun mendistraksi, apalagi ponsel. Jangan! Waktu adalah hal yang sangat berharga, dan lewatilah hubungan yang dewasa dan bahagia. Teman, aku tidak menuliskan hal ini hanya untuk pasangan kekasih. Ini universal. Yang punya orangtua, juga bisa menyisihkan waktu untuk berbagi rindu. Selamat mencoba! —sin/cos; dari saya, yang sedang rindu-rindunya. #yourSinofCos
0 notes
Text
"Sudah kecewa tapi masih cinta, ingin pergi tapi tak pernah bisa." -terjebakrindu-
0 notes