Tumgik
erwinsanjayayusuf · 7 years
Text
~*
Terkadang, ada atau tidaknya foto seseorang di sosial medianya bisa jadi SALAH SATU indikator akhlak seseorang 👉 akhlak apakah ia pemalu atau ….. (Isi sendiri)._ kata seorang teman dalam sebuah obrolan santai ketika acara ibf.
Kalau ingat hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, malu adalah salah satu cabang iman. Dan derasnya arus per-selfi-an di sosial media, membuat saya jadi sependapat dengannya.
Kemudian seorang teman saya menimpali dengan hal yang serupa perihal per-selfi-an, ia berkata kurang lebih seperti ini; “Semua foto yang menampakkan diriku sudah tak hapus dari peredaran medsos, nis. Tapi di hp masih banyak foto cantikku, foto candid. Tanganku gatal bawaannya pengen upload terus.”
Dan memang benar bahwasanya selfie dan upload foto itu bikin candu. Yang kalem saja bisa jadi (maaf) “lebay” kalau sudah dihadapkan dengan kamera.
Realitanya seperti ini, di dunia nyata di depan laki-laki seorang wanita bisa terlihat sangat jaim, anggun, kalem, cool dan malu-malu kalau tidak sengaja berpas-pasan sebisa mungkin menepi agar tidak menjadi titik fokus.
Ketika ada yang sengaja atau pun tidak menatapmu berlama-lama dan dalam engkau pun risih dan malu. Lalu engkau memalingkan wajah dan tersipu (salah tingkah). Apalagi jika yang melihatmu adalah laki-laki berjenggot dan celananya cingkrang, membuat tidak karuan.
Tidak mudah bagi seorang pria untuk menatap mu berlama-lama di dunia nyata. Karna pasalnya engkau pun akan berkata untuk menundukkan pandangan. Tapi di dunia maya, engkau begitu narsis bahkan berlebihan gayanya (padahal engkau bukan seorang ABG dan bukan anak-anak alay) apalagi engkau sudah ngaji dan kenal sunnah.
Kini, tidak perlu pria keluar rumah, tidak perlu ke kajian-kajian, tapi sambil duduk manis sambil ngeteh atau makan bakso atau juga sambil goleran dan gulung-gulung di dalam rumah mereka bisa dengan mudah mengakses pose-pose wanita dari auratnya terlihat sampai yang tertutup rapat. Dari yang bibirnya merah merona sampai yang hijab terjulur sempurna.
Dari yang sengaja mereka mengakses foto, sampai yang tidak sengaja akhirnya tergoda melihat fotomu. Lalu apa hujjamu kelak jika mereka terfitnah??
Terlebih ilmu sudah sampai kepadamu, tapi engkau katakan mereka yang menasehatimu baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan adalah mereka yang tidak menghargai prosesmu, mereka yang menulis dan mengingatkanmu adalah mereka yang hobinya suka menghakimi, menyinyir dan tidak memberikan udzur atas semua proses yang kamu lakukan.
Tulisan ini secara garis besar ingin menumpahkan segala keributan di kepala perihal pertanyaan mengenai fenomena wanita yang bercadar namun masih upload foto. Terlebih ketika tidak sengaja membaca sebuah tulisan pak @quraners dengan jenis yang sama. Pendapat dari segi pandangan seorang laki-laki ataupun wanita yang cukup punya keresahan yang sama.
Ah iya, perihal tulisan dan nasihat. Sudah berapa banyak tulisan yang berkaitan dengan hal ini engkau baca (lebih tepatnya dibaca, mungkin cuma dilihat judul tidak sejalan langsung scroll ke bawah atau bisa jadi langsung di block). Sudah seberapa sering nasihat Ustadz dan fatwa ulama engkau dengar..
Atau barangkali nasihat, catatan tentang fitnah wanita, aurat wanita atau menundukkan pandangan sudah usang dan tidak berlaku?
Maka jika atas dasar dakwah kau membenarkan tindakanmu maka disini saya katakan, cukuplah tulisan-tulisanmu saja yang mondar-mandir di beranda sosial media, tidak perlu engkau tunjukkan pose-pose bagian tubuhmu. Mulai dari lentik matamu, sampai gaya imutmu.
Cukuplah nasihat-nasihat indahmu saja yang mengajak mereka kepada kebaikan, bukan dengan foto-fotomu.
Cukup. Cukuplah tulisan-tulisanmu dan penjelasan-penjelasan tentang hijab yang benar saja untuk berhijab syar'i tidak perlu engkau beri contoh dengan mengupload foto-fotomu. Jika pun niatnya untuk dakwah, tanpa foto selfie/grupie pun bisa, bisa sekali.
Jika ada yang kemudian mau mendengar dan menerima nasihatmu itu bukan karena fotomu atau karena tutorial cadarmu, tapi semata karena Allah yang menggerakkan hatinya.
Jadi alasan klasik kalau upload foto buat dakwah.
Cukup. Cukup mereka yang ada di dunia nyata yang mengenali dirimu sebenarnya. Bagaimana manisnya senyum kamu, bagaimana cantiknya dirimu, bagaimana anggunnya dirimu. Hati-hati, terlalu banyak upload lama-lama aura keshalihan dan cantikmu hilang di makan sosial media. Tunjukkan pesonamu dengan kebaikan akhlakmu, dengan rasa malumu, dan tetap tersembunyi di balik hijab/tabir bukan dengan pose-pose indahmu.
Jangan sampai ya kelak ditanya Allah perihal hisab quota internet, engkau hanya menjawab, untuk curhat, narsis, dan upload foto selfie/grupie.. Apalagi yang sudah bersuami, mohonlah sekiranya miliki rasa cemburu ketika istri kalian menampakkan diri mereka di sosial media. Nasehati dengan cara lemah lembut, jangan malah ikut narsis pula.
Jika sudah mengerti perihal upload foto bagi wanita. Maka sebisa mungkin untuk tidak share ataupun upload foto teman/saudari kita yang belum berhijab ataupun yang sudah berhijab. Jika kita tidak mau menampakkan diri bahkan muka di blur pun maka baiknya janganlah tampakkan mereka. Jagalah kehormatan saudari-saudari kita.
Dan untuk mencegah maraknya fenomena ini. Maka mulailah untuk berhenti sekadar memberikan like ataupun nimbrung komen “subhanallah” ketika mereka upload foto selfie/grupie.
Sebab ketika kita menahan diri dari like dan momen di foto selfie/grupie mereka maka kita turut menjaga mereka dari boomingnya fenomena yang terjadi saat ini.
Saya menuliskan ini tak lantas mengklaim diri saya sudah pandai menjaga sepenuhnya. Bukan. Kadang, bahkan mungkin sering, ingin seperti mereka yang mengupload foto diri dari yang menampakkan wajah ataupun sekadar menampakkan jari-jemari ini. Namun setelah dipikir, apa untungnya semua itu? Sebab tidak ada sisi mashlahatnya dalam hal ini.
Tulisan ini murni sebagai pengingat pribadi jika suatu hari nanti saya butuh untuk membacanya kembali sebagai pengingat. Maka maaf jika ada yang tersinggung dengan tulisan ini, karena entah kenapa makin kesini para muslimah semakin berani unjuk diri. Apalagi ketika ia sudah bercadar.
Sendu || 05.20
234 notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Quote
Aku memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu.
Doa Rosululloh sholallohu a'laihi wassalam (via menyapamentari)
170 notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Quote
Aku suka semua tentang kamu, kecuali satu hal. Kamu mencintai orang lain.
(via kujagabulanbersinaruntukmu)
410 notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Quote
Hati kita hanyalah sebuah kotak pandora kecil yang kadang terlalu naif menampung segala makna yang berjejalan berkelebat dari satu peristiwa keperiatiwa lain
-mari mudahkan
0 notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Text
48 hal yang harus kuucapkan terima kasih padamu...
Terima kasih karena bersedia mengenalku, tanpa momen itu cerita kita tidak akan pernah ada.
Terima kasih karena membuatku mampu melupakan masa laluku beserta luka-lukanya.
Terima kasih karena pernah, sedang, atau masih mencintaiku.
Terima kasih karena pernah mau belajar menaklukkan kerumitanku.
Terima kasih karena pernah meluangkan waktumu untuk menemaniku.
Terima kasih karena pernah mengakui bahwa kamu merindukanku.
Terima kasih karena pernah ada di suatu masa untuk tujuan yang baik.
Terima kasih karena pernah mau belajar memaklumi ketidaksempurnaanku.
Terima kasih karena pernah menjanjikan kita.
Terima kasih karena pernah melibatkanku ke dalam hal-hal hebat yang kau alami.
Terima kasih karena pernah membuatku merasa beruntung, di saat ada banyak orang lain yang ingin dekat denganmu.
Terima kasih karena pernah dengan bangganya memperkenalkanku di hadapan teman-teman dan keluargamu sebagai orang yang kau sayangi.
Terima kasih karena masih mau mengobrol denganku di saat kita kehabisan topik untuk dibahas.
Terima kasih karena masih mau mendengar cerita yang sudah kuulang berkali-kali.
Terima kasih karena mau memaafkanku atas segala kesalahan yang kubuat.
Terima kasih karena mau mendengarkanku.
Terima kasih karena membiarkanku mencintaimu.
Terima kasih karena tidak membiarkanku berjuang sendirian.
Terima kasih karena menciptakan atmosfer tawa, di saat dunia sedang tidak berusaha melucu.
Terima kasih karena berusaha untuk ada.
Terima kasih karena menjatuhiku cinta yang baik.
Terima kasih karena tetap peduli padaku di saat kita sedang bertengkar.
Terima kasih karena membuatku merasa dibutuhkan.
Terima kasih sudah mau bertahan di saat kondisi yang kita hadapi sangat menyulitkan kita.
Terima kasih sudah mau menguatkan kerapuhanku dan tidak sedikitpun berniat meninggalkanku.
Terima kasih telah menjadi inspirasi untuk semua tulisanku.
Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik.
Terima kasih telah menjadi dirimu sendiri untuk kucintai.
Terima kasih telah mengikutsertakanku ke dalam perjalanan bersamamu.
Terima kasih telah memilihku, di saat ada orang yang jauh lebih baik dalam segala hal untuk kaupilih dibandingkan aku.
Terima kasih telah bersedia menjadi bagian dari hidupku dan menjadikanku bagian dari hidupmu di saat ada orang yang jauh lebih pantas memasukinya.
Terima kasih telah menawarkan kebaikan yang tak akan pernah bisa aku balas.
Terima kasih telah membawa anugerah yang tak henti-hentinya membuatku bahagia.
Terima kasih telah mendoakan kebahagiaanku.
Terima kasih telah bersusah payah menerjemahkan dan memahami sisi lain diriku yang sulit dimengerti.
Terima kasih telah mencintaiku sebagai diriku sendiri.
Terima kasih untuk semua mimpi yang pernah kau bagi dan ingin kau wujudkan bersamaku.
Terima kasih untuk segala pengalaman, kenangan, dan momen yang sengaja kauciptakan banyak-banyak untukku.
Terima kasih untuk segala pemberian, hadiah, dan kejutan yang kauberikan khusus untukku.
Terima kasih untuk setiap dukungan, nasihat, dan saran yang selalu membuatku jauh lebih tenang.
Terima kasih untuk setiap ucapan selamat pagi, selamat malam, selamat tidur, selamat istirahat, dan perhatian-perhatian kecil lainnya.
Terima kasih untuk setiap sentuhan, pelukan, dan genggaman yang sebentar dan lama.
Terima kasih untuk cara-cara sederhana yang tidak bisa dilakukan orang lain, namun kau berhasil membuat bahagia.
Terima kasih untuk janji yang benar-benar kau wujudkan.
Terima kasih untuk air mata bahagia, debar di dada kiri, dan senyuman manis yang disebabkan olehmu.
Terima kasih untuk masa lalu, masa sekarang, (mungkin) masa depan, dan segalanya yang telah terjadi. Aku belajar banyak darimu.
Terima kasih untuk hal-hal lainnya yang tidak bisa kusebutkan yang pantas untuk mendapatkan terima kasih. 
Dan terakhir, terima kasih karena telah mengakhiri cerita ini dengan baik.
:)
2K notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Quote
Pada dua bulan sebelumnya, kau pasang status dan foto doa sembari menghitung hari hingga Ramadhan tiba. Pada 10 hari pertama, kau disibukkan oleh segala aktivitas duniamu. Seolah tak membedakan bahwa ini adalah Ramadhan, kecuali lemas dan lapar dahagamu. Pada 10 hari kedua, kau disibukkan oleh segala macam kegiatan buka bersama. Dari satu perkumpulan hingga perkumpulan lainnya. Maghrib awal waktu terlewat, tarawih pun mungkin tak ingat. Seolah Ramadhan hanya menjadi momen berkumpul kembali, bernostalgia masa silammu sendiri. Pada 10 hari ketiga, kau disibukkan oleh segala persiapan ke kampung halaman atau lebaran. Ditunjang THR di dompet dan tangan, kau habiskan waktu di pelbagai pusat perbelanjaan. Sesekali saja kau ingat, “Ah iya itikaf.” Tapi dalam itikafmu dengan teman-temanmu pun terdominasi canda tawa, seperti reuni yang berpindah tempat saja. Seolah kau lupa, bahwa Ramadhan yang hampir usai ini memiliki berkah dan kebaikan 1000 bulan. Seperti kau yakin saja, bahwa masih ada Ramadhan tahun depan. Ramadhan pun usai, kau pasang status dan doa gambarkan kesedihan tak memaksimalkan keberkahan sebulan. Berharap diperpanjang usia, hingga Ramadhan kembali tiba. Kemudian takbir lebaran bergema, beberapa hari kemudian nuansa Ramadhan pun sudah kau lupa. Hingga dua bulan sebelum Ramadhan tiba. Kemudian semua berulang. Berulang. Berulang. Hingga suatu saat terputus kala ajalmu tiba.
Itukah Ramadhan kita? Semoga bukan, dan sama sekali jangan sampai demikian. (via fazri91)
191 notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Text
Semoga sibukmu menyenangkan.
0 notes
erwinsanjayayusuf · 8 years
Quote
Orang yang memilih tidak peduli, dulunya  adalah orang yang paling sering mencari. Orang yang memilih menyerah, dulunya  adalah orang yang mencintai paling tabah. Orang yang memilih pergi, dulunya adalah orang yang pernah bertahan sekuat hati.
(via aksarakata)
2K notes · View notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
Tahukah kamu apa yg membuatku hangat pagi ini? Peluk mu dimimpiku semalam.
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
Sosok kerudung garis-garis itu masih setia duduk di atas kursi di depanku, sambil sesekali menatap keluar. Memainkan jemarinya, menari diatas layar hp yang sedari tadi digenggamnya.
Sepertinya masih sama. setiap kali menatapnya dari sudut kecil ini, perasaan itu selalu saja muncul entah dari mana. sesaat terdengar bisikan ditelinga kananku 
“Kau hanya diam-diam mencintainya. Tak pantas kau meminta dunia untuk juga ikut bersedih. Suarakan dulu isi hatimu, baru meminta simpati”
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
Cukup kamu yg membacanya, biar aku yg memulisnya, cukup kamu dan biarlah aku yg tahu. Biar.biar aku saja dan cukup kamu saja.
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
Jika suatu saat kau mendengar kabar bahwa aku telah jatuh cinta kepada seorang wanita setelah dirimu. Percayalah, untuk melalui semua itu, aku harus melalui puluhan bahkan ratusan malam berharap kau akan kembali. dan puluhan bahkan ratusan kali kecewa karena kau tak kunjung datang.
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
Yah. Saya rindu pada sebuah senja yang randu, Ada kekasih sedang mengurai kenangan dari cinta yang tertanam pada langit-langit yang merah jingga berdarah. Ia membiarkan bias bulan yang pucat melukiskan sketsa gelisah di wajahnya. Kesunyian berbisik disela-sela nada rintik yang ringkih
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Text
aku tak pandai menangis sendiri. apalagi menikmati sepi dalam secangkir kopi mungkin itu sebabnya Tuhan yang baik mengirim kau tibatiba suatu hari jadi teman menangis, jadi teman kopi.
0 notes
erwinsanjayayusuf · 9 years
Quote
sangkar tidak punya hak marah, ketika burung pipitnya selingkuh dengan sangkar lain ... (di bawa bayang-bayang tiga tahun)
1 note · View note