Blog(re)blog dari blog Blogger. Seorang yang cinta dengan dunia seni audio + visual. Tidak jauh dengan urusan merekam momentum (dan kemudian merindukannya di kemudian hari). Salam kenal!
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
The Invincible Iron Man - The Marvel Super-Heroes (1966)
7K notes
·
View notes
Text










Apa yang terjadi jika orang-orang yang suka berbagi dikumpulkan dalam satu ruang? Selamat datang di Smiljan. Sebuah ruang di Bintaro yang siap menyambut kolaborasi-kolaborasi bermakna untuk mengisi pemikiran-pemikiran baru dari mereka yang mengisi ruang rasa. Kolaborasi matters.
9 notes
·
View notes
Text










Selalu senang kalau ngobrol dengan Mbok Gek Ami dan Bli Monez karena tidak sungkan ngajarin profesionalisme dalam kerja, dan juga idealisme dalam keseharian. Most of all: manner matters. Suksma untuk Senin pagi yang penuh insight Bli Monez, Mbok Gek Ami, dan Slamet!
8 notes
·
View notes
Text










Hidup di industri kreatif Bali bagai orang dari masa depan yang terjebak di masa lalu. Iya, kalau anda kuper dan mageran. Tapi kalau sudah nemu selahnya, dunia bisa ditaklukan.
Sebagai orang yang sedikit paham tentang kopi, bisa jadi hal ini yang banyak membantu saya dalam berkarir di pulau kecil ini. Adalah Hendra, rekanan di komunitas keren Semeton Workout Bali (SWB®) memperkenalkan saya ke sebuah kedai kopi yang menjual kopi yang tidak umum: kopi rasa buah jambu air (atau buah sotong) yang membuat saya penasaran tentang tempat ini. Penuh kejutan yang ceria di lidah adalah kesan pertama yang membuat saya tetap ke sini sampai sekarang.
Hari ini saya diundang Pak Adi, founder dari SECOND FLOOR Coffee untuk berbagi pengalaman 5 tahun perjalanannya dalam mengembangkan kopi untuk bisa dinikmati semua orang.
Disuguhi kopi kiwi terbaru mereka, dan piccolo gayo yang lagi-lagi bermain di lidah saya sambil banyak diskusi tentang “Meet Your Personality™” dari Pak Adi yang disempurnakan kawan saya Kibo yang siap dinikmati publik ke depannya. Jika mampir, selain menikmati kopi, ada pula Galeri ZEN1 di tempat ini.
Logo SECOND FLOOR Coffee sendiri dirancang oleh Bli Monez. Sebuah logo yang tidak biasa dan beda, sesuai dengan cita dari SECOND FLOOR Coffee. Di BSD sendiri, desain arsitektur dirancang kawan saya Kibo dari SPOA. Saya sendiri sangat bangga dengan kolaborasi hebat ini.
Satu lagi pengalaman yang membuktikan kalau kerja yang cerdas lebih membuahkan hasil ketimbang — ya, you know lah. It’s just another great Sunday in Bali.
Cheers for the future! ❤️
2 notes
·
View notes
Text










Almarhum Pak Rai Bangsawan adalah orang pertama yang mengajarkan saya nikmatnya kopi dalam sloki. Iya, yang dulu “kopi itu pahit” kini saya menikmati kopi bagai menikmati wine. Earthy, mineral, fruity, flowery, dark chocolate, spicy, citrus dan berbagai rasa lainnya yang terkecap di lidah.
Belakangan saya baru tahu kalau badan saya intoleran terhadap berbagai jenis pemanis dan susu sejak diskusi dengan Rara dan Ben di Taman Bermain Nosstress. Beruntung, sejak diajarkan Pak Rai, menikmati sesuatu tanpa gula bukan hal sulit bagi saya.
Adalah Anka, sebuah kedai kopi kecil yang terletak tidak jauh dari rumah kami di Alangkajeng. Masih ingat lebih dari setahun lalu, pasca upacara senangnya bisa menemukan tempat ngopi yang baik dan nyaman di Denpasar. Audy, Andrew, Sam, dan kawan-kawan siap melayani kami di pagi hari dengan ramahnya. Sering juga saya diskusi desain dengan mereka.
Pun tempat ini asik untuk saya yang suka bahas hal-hal mengenai human development. Di sini saya bertemu banyak teman-teman baru untuk sekadar bahas hal penting yang tidak akan mengubah dunia untuk sekarang ini.
Kadang di akhir pekan, saya, Indri, dan Ogik menyempatkan waktu berjumpa dan bercerita sambil menikmati suguhan kopi dari Anka.
Kopi favorit saya adalah manual brew dari Fugol yang dikenalkan Andrew. Kopi tapi rasa nanas. Kopi tak kok rasa berry? Yah itulah ajaibnya. Hal penting dalam bisnis adalah: konsisten dan adaptive ~
Bahas apa, endingnya apa dah. Anyway, please do have a visit when you’re in Denpasar.
0 notes
Text










Sejak bekerja sebagai Junior Graphic Designer yang banyak menangani project desain di Jogja, Jakarta, dan Bangkok saya sering kesal tidak banyak mendapatkan pengalaman pelayanan yang serius ketika pulang ke Denpasar. Time goes by, tujuh tahun kemudian, pandemi ini bagai jawaban Tuhan yang banyak mengubah Bali yang dulu exclusive menelanjangi Bali Selatan.
Tidak usah jauh bahas pembebasan lahan di Tabanan, cukup di sebelah sekolah saya saja dulu. Pertokoan Sudirman yang nyaris mati kini menjadi salah satu tempat favorit saya di Denpasar. Untuk orang yang memilih membayar jasa pelayanan yang baik, Toko Seniman adalah salah satu tempat favorit saya untuk sekadar menghabiskan waktu untuk menikmati kopi hitam (karena badan saya tidak memiliki toleransi ke aspartame dan susu)
Tidak banyak tempat di Denpasar yang memiliki jasa yang bagus: tampilan tempat yang punya karakter sendiri, makanan dan minuman yang layak untuk diapresiasi, kenyamanan dalam pembayaran dan yang krusial SDM yang asik: mereka tahu apa yang mereka kerjakan dan itu PENTING! Catat!
Tidak jarang bagi saya yang suka jalan-jalan sendiri dapat banyak teman di café-café yang saya kunjungi karena selalu sering membuka diskusi dengan barista/waitressnya. Jangan salah, artwork hara x Nosstress sendiri tercipta di sini dan diasistensi oleh teman-teman staff di Seniman.
Pun Toko Seniman menjadi pilihan karena mampu menjadi ruang yang baik untuk warga Denpasar seperti saya yang sering bingung mencari tempat untuk diskusi atau mencari inspirasi.
Thank you, Rodney and team!
0 notes
Text
Di luar keputusan pemda yang banyak merugikan rakyat bawah dan memaksa kita semua untuk berhadapan dengan keputusan yang tidak kita inginkan, pagi ini dibuat untuk optimis bisa lihat sawah dan sungai di titik-titik umum Bali tanpa dipinggirkan investor untuk beberapa tahun ke depan. Sudah cukup membangun Bali untuk turis, rakyat sendiri tidak menikmatinya (we need no banjir) Dimulai dari digalakkan kelas manajemen keuangan sejak muda yang harusnya imbang dengan pengetahuan budaya mistis (I’ve seen a kid who grows with banten knowledge and everything and ended up didepak dari pergaulan lmao fuckin poor boy)
Let’s develop Bali starting from ourselves.







0 notes
Text

Petra Sihombing, Reza Chandika, dan Isyana Sarasvati di sela waktu pasca meracik bumbu di Tur Kenduri 2022: Dapur Bumi, kolaborasi hara dan Nosstress.
1 note
·
View note
Text

On a rainy day in the middle of nowhere, selling dreams and hope for a peaceful future. Can I stay for a moment?
I would like to ask them. How’s everything so peaceful without any thoughts, any fear?
0 notes
Text










Lahir, besar, dan tinggal di kota (Denpasar) adalah alasan mengapa berlibur ke desa adalah kemewahan bagi saya. Jauh dari kebisingan kota dan mulai melatih panca indra dengan mendengar udara, berinteraksi dengan hewan ternak, menghirup aroma masakan dari bara api, mengecap rasa-rasa yang tidak biasa di lidah, dan berinteraksi dengan orang baru menjadi hal yang selalu menarik bagi saya.
Adalah Desa Les yang terletak di Tejakula, Bali Utara: sebuah kubu terbangun di desa ini yang siap menyambut tamu dengan hidup ala desa Les. Adalah Chef dan Jero Yudi the man behind the gun dari Dapur Bali Mula. Dengan keramahannya, kami disajikan makanan laut yang diolah beliau dan team. Adapun dapur produksi arak organik dan gula aren organik yang menarik bagi saya. Mbok Sri menceritakan proses produksi hingga distribusi.
Pasca makan siang, kami keliling rumah dan banyak bicara dengan Jero yang mengingatkan saya dengan arsitektur bangunan rumah di Gianyar.
Jika ke Bali, sempatkan untuk melepas penat sejenak di Desa Les.
1 note
·
View note
Text
youtube
My everlasting love
0 notes
Text

"Suatu hari, kalau aku menikah. Aku mau kamu yang ambil elopement-ku, Sha."
It happened, yesterday. Congrats, my man!
0 notes
Text

Riuhnya internet dengan ritual healing yang kini menjadi receh di Bali. Di luar dunia konten, di luar dunia easy money, di luar dunia orang yang (mungkin) jarang berproses, di mata orang yang bertemu banyak orang: hal ini adalah hal yang lumrah bagi saya.
Tidak terekam kamera, atau pengemasan iklan dan pengakuan-pengakuan lainnya; alam Bali (mataharinya, deburan ombak, tiupan angin, nyiur melambai, orang yang pemalu) memang bisa untuk membuat orang yang merasakannya untuk rehat, untuk menikmati hal yang tidak didapat di tempat lain: dinilai (being judged).
Jadi, anda diterima di pulau ini. Dengan syarat: jangan terlalu bising.
0 notes
Text

Suatu sore di Barat Daya Pulau Bali. Daerah yang sepi oleh para domestik. Pantai ini menjadi alternatif daerah Canggu yang sangat riuh. Jika sore tiba, pantai ini diisi oleh warga lokal yang sedang memancing ikan dan para expatriat yang tinggal di daerah sana. Sore kemarin (27 Juni 2022), saya mengantar Mas Rifky untuk mencari daerah yang tidak ramai di daerah yang riuh. In frame: buruh bangunan yang menikmati waktu istirahatnya.
0 notes