Berangkat dari realita dikembangkan dengan kata-kata || Semua orang bebas beropini
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
“AZHARI: BUKAN TENTANG GELAR LC TAPI JUGA KONTRIBUSI”
Azhari, sebuah gelar tinggi yang diberikan kepada thalibul ilmi disalah satu Universitas tertua yaitu Al-Azhar University. Sungguh menjadi azhari adalah suatu kebanggaan yang tidak bisa dipungkiri, apalagi Universitas ini telah banyak mencetak ulama-ulama mumpuni dari masa lalu hingga masa kini, seperti: Imam Suyuthi, ibnu Hajar Al-asqolani, Imam Bajuri, Syekh Ahmad Thayyib, Syekh Ali Jum’ah dan ulama lainnya yang tidak perlu diragukan lagi.
Tetapi apakah kamu tahu siapa itu azhari sejati?
Al-‘alamah Syekh Ali Jum’ah pernah ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan ini, kemudian beliau menjawab:
”Azhari itu berakidah Asya’ari, bermazhab fiqih imam yang empat, berpandangan sufi, berkeinginan untuk hidup diatas sunnah Nabi Muhammad Saw dengan manhaj kenabian, membawa ilmu dan menyebarkannya, tidak mengharap balasan atau ucapan terima kasih, ia melakukan itu semua karena Allah Swt, juga karena cinta kepada Nabi Muhammad Saw, untuk menyampaikan kepada generasi setelahnya, agar menjadi hidayah bagi semua orang, jauh daripada kebodohan, kekerasan, dan merusak jati diri. Ini semua itulah Azhari”
Kabar buruknya ternyata menjadi azhari sejati itu sulit sekali, para azhari terdahulu rela menghabiskan waktu bertahun-tahun hanya untuk mendalami satu fan ilmu, sedangkan sekarang sudah terbatas dengan waktu itupun belum dipotong dengan kegiatan, kemalasan, kepanitian, kegabutan dan sebagainya.
Maka dewasa ini bisa dikatakan : "Mudah untuk mendapatkan gelar “LC” tapi tidak dengan gelar “Azhari”.
Allah menjamin Islam akan selalu ada di dunia tapi tidak di Indonesia. Sudah menjadi mayoritas bukan berarti tak was-was. Tidak ingatkah kita? Disaat tentara Mongol datang membabi buta, menghancurkan kekhalifahan pada zaman keemasan Islam? Ratusan ribu mayat tanpa kepala berserakan, tumpang tindih memenuhi jalan, laut Merah disebabkan darah, Sungai-sungai berubah menjadi hitam disebabkan tinta, ribuan manuskrip yang dilempar ke dalamnya. Cukuplah pengalaman menjadi guru terbaik.
Maka sejatinya kehadiran azhari di Indonesia sangat dibutuhkan karena merekalah yang akan berkontribusi menyebarkan islam dan menjaganya, menjadi ujung tombak dan benteng utama. Inilah kontribusi besar yang diharapkan, maka sebelum kontribusi itu diberikan mereka harus menjalani prosesnya terlebih dahulu dengan matang.
Jika kita sudah mengetahui bahwasanya menjadi azhari hakiki itu sulit, setidaknya dengan waktu yang terbatas ini kita fokus menapaki apa yang dibutuhkan masyarakat nanti, tidak berarti mutlak hanya dengan belajar tapi juga diimbangi dengan meng-upgrade diri pada soft skill agar ketika terjun di masyarakat nanti sudah menjadi life skill, dengan skill seperti ini juga membantu meningkatkan kemajuan pada masyarakat kelak.
Maka menjadi LC bukan hanya tentang gelar, tapi tentang tanggung jawab, amanat, dan kontribusi. Jika sudah menceburkan diri di kolam azhari maka sudah harus tahu kontribusi apa yang akan diberi, masyarakat itu tidak ingin tahu menahu tentang proses yang dijalani mereka hanya ingin tahu hasil apa yang diberi, maka sedari dini untuk teman-teman yang akan mendapatkan gelar LC mari kita pikirkan dan berjuang kontribusi apa yang akan diberi, dengan memiliki kesadaran seperti ini maka tidak akan ada lagi seseorang yang mendapatkan LC bingung memikirkan kemasyarakat apa yang bisa diberi.
2 notes
·
View notes
Text
“MABA; BUDAK PANITIA ?”
Siapa yang tak asing dengan istilah “maba”? Gelar terbaik yang diberikan senior kepada mahasiswa polos lugu yang masih belum kenal apa-apa. Belum kenal gedung kuliah, apa itu khozinah, sampai ke daurah miyah pun masih kesasar sepertinya. Mahasiswa yang masih menggebu-gebu dengan berbagai cita-cita, setiap hari pergi ke kuliah, tidak pernah absen di madyafah, seakan waktu 24 jam sehari kurang baginya.
Masa-masa kuliah adalah masa dimana ingin memancarkan pesona, salah satu tempat yang cukup menarik perhatian Maba adalah menjadi panitia. Alasannya beragam mulai dari berkedok menambah relasi, pembelajaran softskill yang tidak didapatkan dikelas, sampai-sampai memang karena gabut saja.
Tentu menjadi panitia adalah hal yang sangat mulia, disaat orang lain sibuk memikirkan fardu ‘ain untuk dirinya (belajar), mereka yang menjadi panitia harus bisa membagi waktunya untuk dua hal, hal yang bersifat fardu ‘ain yaitu belajar dan fardu kifayah yaitu kepanitian. Kepanitian memang sarana paling mudah dijangkau mahasiswa untuk mengembangkan relasi, belajar team work, mengasa kemampuan public speaking dan sebagainya.
Alih-alih mendapatkan manfaat demikian malah menjadi budak dilapangan. Jika kita melihat disetiap kepanitian, ada saja maba yang berkecimpung di dalamnya, ada yang memang karena niat ada juga yang karena diajak senior untuk terlibat. Saya tidak berkata ini adalah tindakan yang salah, tetapi yang harus digaris bawahi adalah kebanyakan mahasiswa yang aktif di kepanitiaan lupa bahwa “tugas utama” kita adalah belajar sungguh-sungguh, sehingga tak jarang maba yang seharusnya fokus dahulu kepada kuliah, malah kuliah di nomor duakan, majlis masyayikh ditinggalkan bahkan tidur dinomor sekiankan.
Meninggalkan kuliah untuk alasan rapat dan rapatnya pun seperti minum obat. Pagi rapat, esok rapat, lusa rapat, lalu di kuliah? Apa yang didapat? Seakan pantas di lebeli “budak rapat” mengapa dikatakan budak? Karena mereka tidak sedikitpun dibayar, bahkan tak jarang mereka harus membayar untuk menutupi kekurangan biaya acara. Sudah mengeluarkan uang, tenaga, usaha, tidak dibayar pula, maka kalau dipikir-pikir memang sangat mirip dengan budak.
Belajar akan bisa menghasilkan pemikiran dengan baik sedangkan aktif pada organisasi atau kepanitiaan bisa memberdayakan orang dengan baik. Dua hal ini memang sangat dibutuhkan terlebih ketika mahasiswa, yang mana destinasi selanjutnya adalah masyarakat. Tetapi harap disadari kuantitas belajar harus tetap pada prioritas pertama sedangkan yang lain masuk prioritas selanjutnya. Padahal ulama kita selalu mengingatkan “"تعلمْ ثم تكلمْ" (belajarlah kemudian berbicara!)
Yang patut diingat kembali adalah sejatinya waktu kita dalam belajar itu mahdud, bahkan bisa dikatakan sangat kepepet. Kita analogikan saja, seseorang yang sedang tidak kepepet ia berkata “saya tidak bisa memanjat pohon” tetapi ketika ia sedang kepepet seperti di kejar anjing maka ia akan mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk mendapatkan tujuan yaitu menghindari anjing tersebut bahkan untuk menaiki pohon saat itu ia bisa. Sama halnya juga dengan kita, jika kita sudah tahu bahwa waktu kita di sini benar-benar kepepet maka seharusnya juga kita fokus terhadap tujuan yaitu belajarbelajar. Bahkan untuk enanggapi semua ekspetasi masyarakat tidak cukup hanya belajar di azhar selama empat tahun saja.
Sadarilah teman-teman bersama “No time for ecek-ecek” jangan pernah menghabiskan waktu kita hanya untuk sesuatu yang tidak berguna. Menjadi azhari sekali maka jadilah azhari yang berarti. Dengan terus belajar, mengasa diri, berinovasi, sehingga benar-benar menjadi azhari sejati yang ditunggu nanti
3 notes
·
View notes
Text
KULIAH DI LUAR NEGERI; KEBANGGAN ATAU KEBOBROKAN ?
Siapa yang tak ingin berkuliah di Luar Negeri? Kuliah di luar negeri mungkin menjadi cita-cita sebagian anak muda. Selain bisa mengeyam pendidikan dari negara yang dituju, mereka yang kuliah di luar negeri juga bisa merasakan view budaya, kehidupan sosial, dan mempelajari perspektif lingkungan baru. Selain itu mereka juga dapat mempraktekan bahasa yang mereka pelajari secara aktif, pergi ke tempat – tempat bersejarah, serta mendapatkan banyak pengalaman yang berbeda dari kebanyakan orang.
Saat ini kampus-kampus yang sering menjadi incaran calon mahasiswa Indonesia sangatlah beragam, mulai dari kampus yang memiliki takhosus ilmu pengetahuan umum, sampai kampus yang memiliki takhosus keagamaan, tidak luput dari incaran para calon mahasiswa Indonesia. Adapun kampus-kampus yang sering menjadi incaran calon mahasiswa Indonesia adalah : Massachusetts Institute of Technology, United States, University of Oxford, United Kingdom, Nanyang Technological University, Singapura, University of Melbourne, Australia, University of Tokyo, Jepang, Free University of Berlin, Jerman , Istanbul University , Turki , dan Universitas Al-Azhar, Mesir
Mereka yang berkuliah di luar negri sejatinya adalah para Duta Indonesia, yang dipercaya dapat membuat perubahan serta kemajuan bagi Indonesia nantinya. Alih-Alih menjadi Duta bagi Negaranya justru malah berbalik adanya, yang dianggap sebagai kebanggaan justru malah sebuah kebobrokan. Bagaimana tidak, waktu yang digunakan untuk belajar malah disia-siakan. Salah satu senior pernah bercerita, ada alumni dari universitas luar negri yang seharusnya kapabilitas dalam berbahasa sudah fasih dan mahir, selama sepuluh tahun mengeyam pendidikan, ternyata tidak lebih baik bahasanya dari mereka yang belajar di Indonesia. Di cerita lain ada seorang mahasiswa yang mana ia tidak tahu tempat-tempat majlis ilmu itu di adakan, apakah pantas dikatakan penuntut ilmu ? yang mana tempat menuntut ilmu nya saja ia tidak tahu ? lalu apa yang ia tuntut ?
Menukil dari perkataan Syekh Fauzi Konate, salah satu Kibar Ulama di Al-Azhar pernah berkata :
“Ketika seorang berjualan buah lalu ia bingung dengan apa yang ia jual, maka tidaklah masuk akal. Lalu apakah bisa di katakan masuk akal, ketika penuntut ilmu bingung atas apa yang mau ia tuntut ?"
Ada lagi fenomena yang membuat geleng-geleng kepala, yang seharusnya dalam pengendalian malah ia yang dikendalikan, fenomena apakah itu ? bermain game online. Pada dasarnya bermain game online boleh boleh saja, asal kegiatan tersebut berada pada pengendaliannya dan bukan malah sebaliknya, malam hari sampai pagi menghabiskan waktunya untuk bermain game online , pagi tidur dan malas kuliah, terulang terus seperti itu sampai ia lulus, ketika pulang ke Indonesia, ditanya apa yang bisa ia beri ? malah pelongo bingung sana sini.
Belum lagi fenomena mahasiswa, yang menghabiskan masa studinya hanya untuk jalan-jalan saja, mahasiswa seperti itu pantas dikatakan dzalim. Apa itu dzalim ? menempatkan sesuatu yang bukan pada haknya. Hak dari visa pelajar adalah untuk belajar , bukan untuk digunakan pergi melancong ke sana ke sini, upload sana upload sini, untuk menarik simpati dan berbangga diri. Atau mahasiswa yang menjadikan masa studinya malah seperti bulan madu, kali ini adalah benar-benar peristiwa yang tidak tahu malu. Menghabiskan masa studi yang terbatas untuk melakukan hal yang tidak pantas. Pergi tamasya berdua, makan berdua, menghabiskan waktu setiap saat berdua , tanpa sadar sedari dini bahwa ke luar negri apa yang di cari ?
Maka sadarlah, bahwa kesempatan emas belajar di luar negri, benar benar kesempatan yang tak kan terulang dua kali. Dan hendaknya haruslah dipahami, pada jenjang pendidikan perguruan tinggi, regulasi terbesar kesuksesan ada pada diri sendiri. Tidak seperti ketika SD, SMP ataupun SMA yang masih ada ikut campur tangan dari Ayah,Ibu, Kakak dan lain semacamnya. Ketika sudah menginjak masa perguruan tinggi terlebih berkuliah di luar negri, dalam kehidupan mandiri andalah satu satunya penolong diri “ you are your energy please energy your self “ kamu adalah energi kamu sendiri, maka energikanlah dirimu semaksimal mungkin.
Pasang betul betul goals setting yang akan dituju, semisal ketika tahun pertama ia belajar menguasai ilmu ini, ketika tahun kedua ia belajar menguasai skill ini, dan seterusnya. Dengan latihan dan proses tersebut ia akan tahu potensi yang ia miliki ada dimana, hasilnya ia akan siap mengabdi kemasyrakat dengan skill yang ia asah semasa kuliah. Memberikan sumbangsih dan kontribusinya kepada Indonesia nanti, sehingga Indonesia benar benar bangga dan tidak merasa dikhianati dengan kepercayaan yang telah diberi.
0 notes