Text
Utun mulai aktif
Usia kandunganku berjalan 20 weeks. Si baby udah mulai gerak-gerak dari usia 18 weeks. Tapi masih halus dan jarang. Masuk 20 weeks ini dia semakin aktif dan semakin berasa gerakkannya. Kadang, makan atau minum sesuatu yang asam-asam dia respon, perut di elus-elus pun dia respon. Berasa takjub sendiri liat perkembangannya.
Semenjak hamil, aku kadang jarang mandi malam karena suhu tubuh yang naik turun. Pernah minggu lalu mandi malam, tiba-tiba si baby respon. “Ko kayak berasa kencang nih perut, kayak berasa ada yang muter-muter. Masya Allah, tabarakallah nak :’)” Lagi mandi jadi senyum-senyum sendiri.
Dan semenjak hamil, suami suka iseng dengerin perutku, katanya kayak ada suara detak jantung gitu. Aku suka penasaran, kadang pengen tau apa bener. Tapi ya gimana, ga bisa.
Aku dan suami emang ketemunya 2 minggu sekali, karena dia mesti tugas di tempat yang beda dengan tempat tinggal. Selama ini kalo si baby gerak aku pasti ngasih tau. Semalam dia baru pulang dari tugas. Iseng lah dia dengerin perutku sambil elus. Tiba-tiba si baby respon. Dia ketawa, “berasa ya? jadi pengen-pengen cepet ketemu. Gemes”. Aku cuma senyum terharu aja. Masya Allah.
-sehat-sehat yang nak sampai nanti waktunya lahir-
3 notes
·
View notes
Text
“Garis Dua”
18 Mei 2019 besok tepat 9 bulan usia pernikahanku. Ga berasa, hampir satu tahun. Setelah pertanyaan “kapan nikah” terjawab, kini giliran pertanyaan “udah isi belum” yang jadi pertanyaan yang kadang bikin otakku pusing -_- Sebenernya ga ada program yang benar-benar program. Tapi program “semaunya” bukan program ke dokter yang benar-benar niat, cuma hasil baca-baca referensi sama ngikutin tips n triknya dr. online idamannya emak-emak, dr. Yassin.
Folavit dan ever E, madu khusus promil, udah kita coba. Tapi ya namanya juga niat setengah-setengah, jadi konsumsinya juga ga rutin. Kita juga ketemunya 2 minggu sekali karena suami mesti tugas di pulau yang beda, dan pas ketemu kadang waktunya ga tepat, jadi ya kita juga macam orang yang berharap tapi ga berharap banyak karena kondisi LDR.
Terakhir, aku pernah ajak suami buat promil bener-bener promil ke dokter. Cek A B C D E, takut-takut ada sesuatu yang ga diinginkan. Tapi suami kadang udah parno duluan, takut ga siap sama hasilnya. Dia juga bilang, takut dimarahin dokternya karena kita LDR, ya gimana mau punya anak cepet wkwk
Aku selalu mengafirmasi diri sendiri biar ga stress gara-gara terus ditekan pertanyaan dari orang-orang,”Allah maha tahu kok, kapan aku dan suami siap untuk dikasih keturunan, yang penting tetap usaha dan kuatin doa”
28 April 2019, jadwal menstruasiku sudah mundur 1 hari, hitungannya udah 31 hari dari hari pertama haid terakhir. Ga biasanya. Siklusku biasanya di antara 27-30 hari. Tapi waktu itu belum berani testpack, karena pernah siklusku sampai ke 33 hari.
Cuy, makin penasaran akutu. Tiap pipis selalu parno, takut takut darah haid keluar.
30 April 2019, karena rasa penasaranku semakin tinggi, akhirnya pulang kerja aku iseng beli testpack. Bangun subuh, aku test. Rada-rada ngeri sedap. Berharap tapi ga mau berharap banyak. Dan taraaaa, hasilnya masih keliatan 1 garis. Dalam hati, “oh ya udah, emang belum waktunya”. Agak kecewa sih walaupun ga berharap banyak. Karena emang belum ada tanda apapun yang mengarah ke positif.
Wait, tapi lama lama hasilnya ko kayak garis 2, tapi masih samar banget. Dan aku lupa, itu keluar di menit ke berapa, karena baca testpack ga boleh lebih dari 5 menit.
Semakin penasaran donggggg... ini beneran apa ngga?
Suami masih di pulau, baru balik sore. Tapi aku udah ga sabar ngasih tau. haha
Akhirnya, aku kirim fotonya.
Suami : “itu apa? Garis 1 ya?” karena emang samar banget, hampir ga keliatan garis 2
Me : “Itu garis 2, tapi masih samar. Cuma belum yakin, soalnya lupa tadi munculnya di menit ke berapa.”
Suami : “hehe.. aamiin-in dulu aja. Siapa tau beneran.”
Me : “Iya. besok test lagi”
1 Mei 2019. Test lagi. Sampe pakai 2 merk yang beda. Hasilnya agak keliatan walaupun masih samar. Langsung ku bangunin suami, kasih tau kalau hasilnya emang garis dua. Suami cengar cengir doang, sambil nanya “beneran ga sih” haha agak terharu dia
2 Mei 2019. Test lagi. wkwk. Saking penasaran dan rasa ga percaya. Hasilnya masih sama.
Kalau dikumpulin, testpacknya kurang lebih ada 6.
Oke, hari sabtu kita ke dokter. Buat pastiin.
4 Mei 2019, usg pertama kali. Deg-degan, sempat watir, karena kantung janinnya agak lama di detectnya, mungkin karena masih kecil juga kali ya, dan HCGku masih rendah. Alhamdulillah, masya Allah, kantung janin udah keliatan bentuknya, meskipun masih mini. Rasanya masih belum percaya. Keluar ruangan dokter, kita masih cengar cengir ga jelas.
Waktu konsul, usia kandunganku masih 5 Weeks. HCG masih rendah, jd belum ngerasain apa-apa.
Sehabis dari dokter, selang beberapa hari, masuk 6 weeks, mulai berasa mual, tapi masih bisa masuk makanan apapun. Tapi jiwa malasnya mulai muncul. Mau ngapa-ngapain bawaannya males. Jalan dikit udah cape. Sekarang masuk 7 weeks, mualnya makin berasa, ga bisa nyium masakan, ga bisa liat masakan yang bumbunya “lekoh”, ga bisa makan nasi dingin apalagi nasi yang dibekel. Makannya mesti yang berkuah, dan hangat. Agak repot sih ya, soalnya aku kerja. Jadi bingung, kalau buat makan siang. Akhirnya, beberapa hari ini aku ga masak. Soalnya kalau masak, jadi ga ke makan, ke buang. Mubazir kan :( ke dapur cuma lewat mau ke kamar mandi pun bisa mual.
Tapi ya, dinikmatin prosesnya. Insya Allah nanti diganti sama anak yang soleh/ solehah. Aamiin. Soalnya dulu pernah doa, kalaupun mual, maunya mual karena hamil bukan karena asam lambung (karena ku punya asam lambung) dan sekarang ngerasain, hehe.
Minggu depan konsul lagi, cek apa si janin sudah keliatan atau belum, detak jantungnya udah kedengeran atau belum. Mudah-mudahan sudah. Biar agak tenang emak bapaknya hehe. Mohon doa.
“Salah satu hal yang membuatku bahagia sebagai seorang wanita adalah ketika tahu kalau di dalam rahimku sedang tumbuh janin, si mungil yang kelak insya Allah jadi tanggung jawab besarku dalam mendidiknya.”
0 notes
Photo

KANDUNG
R,
Untuk mencintaimu, aku tak perlu menanggung apapun. Tetapi kamu, untuk mencintaiku, harus mengandung bayi di rahimmu, membawanya kemanapun, menyayanginya di manapun, merasakan segalanya dari dalam dirimu sendiri—bersama detaknya, degupnya, gerak dan geliatnya.
Ada darahku mengalir dalam darah janin itu. Ada mataku dalam matanya. Ada lenganku ketika lengannya menyikut dinding rahimmu. Ada kakiku yang menendang dan membuatmu meringis kesakitan. Ada diriku dalam keseluruhan dirinya. Kau mengandungku, R. Mengandung cintaku.
Untuk menyayangimu, aku tak perlu mengandung apapun. Tetapi kamu, untuk menyayangiku, harus melewati semua sakit dan cemas, segala lelah dan gundah, hal-hal yang mungkin hanya bisa kudengar lewat cerita-ceritamu tetapi gagal aku pahami karena tak pernah sekaligus tak mungkin merasakannya. Maafkan aku, R. Aku tak bisa menggantikan peran dan posisimu, seperti tak ada satupun orang di dunia ini yang akan bisa menggantikan peran dan posisimu dalam hidupku.
R, terima kasih atas segalanya. Terima kasih atas cintamu yang tak mungkin sanggup kutiru, caramu mencintaiku yang mustahil kubayar dengan apapun saja. Terima kasih karena kau telah mengandungku berkali-kali… Dan berkali-kali pula melahirkan cinta yang jauh lebih dalam, jauh lebih dalam, jauh lebih dalam dari sebelumnya.
Maka pejamkanlah matamu, R. Masukilah dirimu sendiri. Tengok bayi yang tertidur di rahimmu itu: Ada aku yang tenang di sana. Ada aku yang terhangatkan kasih sayangmu di sana. Ada aku yang terlindungi dari cemas dan takut. Ada aku yang tak henti diliputi doa-doa dan harapmu. Ada aku dalam diri bayi yang bahagia itu. Aku yang tak akan berhenti mencintaimu, sampai segalanya menjadi murni dan bebas, sampai waktu tak berkenan.
Demi setiap anak kita yang kau kandung dan kau lahirkan, aku mencintaimu dengan keseluruhan diriku, R. Meski selalu terasa kurang, selalu terasa belum tuntas, selalu terasa gagal. Maka dengan mencintai anak-anak kita itu sepenuhnya, bahkan berlebih-lebih, meluap-luap, sebenarnya aku sedang berusaha membayar utang cintaku padamu. Sampai habis usiaku.
Aku mencintaimu, R. Meski kadang gagap. Kadang menyebalkan.
F
263 notes
·
View notes
Text
Halo LDM!
Long Distance Marriage termasuk dalam paket penawaran Mas Her ketika ngajak nikah di pertemuan pertama kami. Eh, dah ngajak nikah lom yhaa wkwk ya, pokoknya pas itu belio bilang, “Saya lagi cari istri. Tapi kerjaan saya begini, jadi kemungkinan istri saya akan tinggal di Gresik aja, karena perusahaan menuntut saya untuk pindah dari satu daerah ke daerah yang lain.” Begitu kira-kira katanya.
Ofkors, aku menggeleng keras dalam hati (eh, gimana tu? Wkwk)
Walaupun pada saat itu aku nggak yang ngebayang-bayangin banget keluargaku akan seperti apa atau harus yang seperti apa kelak, tapi ketika ditawari begitu, SIAPA COBAK YANG MAOOOOO?! Yha, buwat apa gituchhh nikah kalo bakal jauh-jauhan. Pliz deh. Masa sebelum nikah kemana-mana sendirian, abis nikah tetep sendirian?!
Gitulah kira-kira suara di kepalaku. Berulang. Gitu emang kalau kebanyakan nonton film/drama korea yang endingnya adalah pernikahan yg bahagia, dan nggak diceritain kehidupan setelah pesta pora pernikahannya.
Itu (sekarang sudah ‘ini’) adalah salah satu alasan aku ndak mau sama Mas Her dulu.
Skip cerita kenapa jadinya mau (wkwk), akhirnya aku sempat ikut beliau ke Minahasa. Hitung-hitung bulan madu. Bulan madunya 8 bulan hahaha. Seatap setelah akhirnya sempat berjauhan selama sebulan setelah akad. Jadi aku sudah dikenalkan dengan jarak dari awal pernikahan.
Alhamdulillah, tahun lalu berdua, tahun ini insyaAllah bertiga. Setelah memaksimalkan waktu berduaan di kota orang dan selagi usia kandungan masih aman berpergian menggunakan pesawat terbang, aku diantar pulang kembali ke pulau Jawa. Menyisakan dua bulanan menuju persalinan, sementara mas Her harus kembali ke Minahasa menyelesaikan pekerjaannya.
Ada beberapa pertimbangan dan alasan kenapa akhirnya kami memutuskan untuk melahirkan di Jogja, bukan di Duri atau di Gresik. Lagi-lagi yang kami jalani saat ini adalah hasil diskusi yang (lumayan) panjang. Bukan dadakan. Jadi aku pun inshaAllah lebih tenang menjalaninya. Setidaknya sudah ada ancang-ancang.
Sempat galau-galauan di awal tahun ini. Membayangkan aku akan memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan yang dulunya aku jadikan alasan penolakan. Memasuki fase LDM. Campur aduk perasaan. Tapi ini semua juga demi si buah hati (uwuwuwuww mailof), insyaAllah ikhlas dijalani.
Sudah kenal dengan jarak, sekarang masuk ke tahap mengakrabkan diri dengan jarak. Toh, berjauhan bukan berarti sendirian. Kami tetap bersama, hanya saja raganya ada di kota berbeda.
Ada Allah. Kami saling menitipkan kepada yang Maha Kuasa. Allah yang jaga.
Bismillah.
339 notes
·
View notes
Quote
Keimanan dan ketaqwaan seseorang bisa membaik, bisa jadi memburuk. Yang sudah membaik, sekiranya tidak perlu menjudge yang belum baik. Ajak dan arahkan. Bukan dijauhi. Karena Allah itu zat yang maha membolak balikkan hati manusia. Boleh jadi, suatu hari keimanannya akan lebih baik dari kita yang sudah menjudge
Feny
0 notes
Text
Tugas kita adalah berjuang sekeras-kerasnya. Sehebat-hebatnya. Berhasil atau tidak, terserah Allah. Tugas kita adalah menanam dan merawat. Berapa banyak yang akan kita panen, terserah Allah.
2K notes
·
View notes
Text
Semalam sama suami bahas tentang “basa basi” pertanyaan tentang “kapan nikah?”, “udah isi belum?”, dan pertanyaan setelah melahirkan “asinya sudah keluar belum?” “keluarnya banyak atau sedikit?” dan basa basi lainnya yang ku rasa berkembang di lingkungan terdekat.
Awalnya liat postingan di IG tentang suami yang membagikan kisahnya bagaimana ia mengalami baby blues setelah istrinya melahirkan. Menceritakan bagaimana perjuangan istrinya melahirkan si baby. Dia bilang kalau suami harus belajar untuk peka dengan kondisi si istri. Istri diam, tidak mengeluh itu ada 2 kemungkinan. Dia lelah dengan sikap suami yang cuek atau dia terlalu sayang dengan suami. Katanya, setelah seorang perempuan melahirkan, tiba-tiba banyak orang yang so care, yang tiba” menasehati panjang lebar, ga boleh ini itu, belum pertanyaan-pertanyaan yang menjurus ke nyinyir, “lahirnya normal atau caesar”, “asinya sudah keluar atau belum”, dan lain-lain.
Kalau ga bisa bantu, kalau cuma bisa nyinyir, kalau cuma bikin orang tambah stress, mending diam. Ganti basa basi lain.
Dan pertanyaaan-pertanyaan lainnya ga cuma sampai situ, semisal istri memilih melanjutkan bekerja. Pernah suatu hari, liat temen (ibu full time di rumah) comment di postingan temen (ibu rangkap kerja kantor) “masih kerja? ko tega sih ninggalin anaknya?” rasanya pengen ta potong itu jari”nya. Ko jahat sekali pertanyaannya. Bacanya aja miris, apalagi yang ditanyanya. Berasa dijudge ga sih :( Ku rasa bukan karena tega, tapi pasti punya alasan kuat kenapa dia memilih buat lanjut kerja ketimbang jadi ibu full time di rumah.
Karena setiap orang punya pertimbangan masing-masing untuk memutuskan sesuatu.
Dan suami cerita tentang sepasang suami istri yang pernah menunggu selama 14 tahun untuk punya seorang anak. Ngga diceritain si istri atau suami ada hal yang mengganggu kesehatannya atau ngga. Dia bilang, katanya mereka sudah berobat kesana kesini, konsultasi kesana kesini, promil, dan hampir hopeless. Dan kemudian, suatu hari mereka berencana untuk adopsi anak karena ya itu, hampir hopeless, sudah pasrah. Saking lamanya nunggu. Tapi, ketika ia di posisi “pasrah”, tidak promil apapun, tiba-tiba istrinya hamil. Masya Allah. 14 tahun loh. Bukan waktu yang sedikit.
Allah selalu tau kapan waktu terbaik, kapan waktu kita siap untuk menerima segala yang menjadi ketetapan-Nya.
Suami bilang, kalo sampai saat ini dia masih menikmati perjalanan pernikahan kami. Ya usaha tetep, doa jalan, tapi ya dinikmatin. Ga dibuat pikiran. Kalo ada yang nanya, ya jawab sesopan mungkin sambil bilang, “doain saja”. Biar yang nanya juga tidak tersinggung dengan jawaban kita. And i said, “tergantung orangnya dong, dia nanya nya sopan apa ngga. Kadang ada yang nanyanya pake kapan. Kapan hamil? Lah kita mana tau. Kalau nanya kapan nikah itu masih ada jawaban, mungkin sudah ada rencana kapan. Lah kalo ditanya kapan hamil, mana ada yang tau.” Dan suami cuma nyengir aja.
Intinya, sama sama jaga perasaan, yang nanya atau yang ditanya pake bahasa yang ga menyinggung. (kalo mau nanya gue, pake bahasa yang enak tolong biar gue juga enak jawabnya. Biar ada senyum-senyumnya gitu)
Kita ga pernah tau apa yang sudah atau sedang mereka perjuangkan, kita ga pernah tau sampai mana mereka bersusah payah untuk mendapat apa yang mereka harapkan, kita ga pernah tau seberapa besar dampak dari pertanyaan yang menurut kita itu wajar.
1 note
·
View note
Text
Hati yang kotor adala hati yang recyclebin-nya penuh. Ga bagus. Solusinya, kosongin aja. Kalo cape, bilang. Kalo sebel, cerita. Kalo cemburu, jan diem aja. Kalo marah, ungkapin. Jan di taro sendiri. Tong sampah penuh tuh lama lama bau
139 notes
·
View notes
Text
Tentang waktu..
Tentang menunggu..
Tentang kesabaran..
Berkali kali mengingatkan diri, tidak perlu sedih, tidak perlu iri, tidak perlu membandingkan, tidak perlu kesal. Sebab, itu tidak akan merubah apapun yang sudah menjadi ketetapan-Nya. Maksimalkan usaha, kuatkan doa. Insya Allah, Allah akan menjawabnya dengan jawaban terbaik 😇😊
0 notes
Text
Agustus 2018. Bismillah tekadkan niat untuk dinikahi seorang laki-laki yang sudah mendapat restu dari bapak dan mamah. Alhamdulillah, semua berjalan cukup baik. Keluarga, teman-teman, tetangga, datang turut memberikan doa.
Sebelumnya, ga pernah membayangkan kehidupan setelahnya. Sedikit banyak hal berubah. Mulai dari kebiasaan, pemikiran, sikap, dll semua berubah seiring berjalannya waktu.
Dulu, sebelum menikah, setelah dapat gaji, setelah bayar bayar yang menjadi prioritas, biasanya nyisihin buat beli skincare, pakaian (maklum ya cewe). Sekarang ga begitu. Pikirannya udah pengen beli perabot dapur terus. Skincare sama pakaian tetep ada tapi disimpan diurutan terakhir. Kalo ada lebih beli, kalo ga ada ya udah. Nanti lagi.
Dulu, sebelum menikah, sehabis subuh kadang tidur lagi, sekarang ga begitu. Pagi-pagi harus ke dapur, menyiapkan sarapan dan bekal suami untuk kerja, merapikan perkakas dapur, beres-beres rumah (kalo sempat).
Dulu, sebelum menikah, setelah pulang kerja kalo mau makan ya tinggal beli, sehabis itu mandi, sholat, istirahat. Sekarang ga begitu. Pulang kerja mesti ke pasar beli sayuran dan lauk pauk, baru pulang dan itu pun harus ke dapur dulu. Masak buat makan malam, kadang nyiapin beberapa lauk buat dimasak besok biar agak santai. Baru makan. Mandi, sholat, istirahat.
Kalo ditanya lelah apa ngga, ya lelah. Ditanya pernah ngeluh ga, ya pernah. Tapi ya gue nikmatin, gue suka, seneng aja buat melakukan hal-hal seperti itu. Apalagi kalo liat suami suka sama masakan istrinya. Tiap mau masak selalu nanya, mau dimasakin apa (walaupun aku masih ngandelin resep ibu ibu cookpad). Dan abis dimasakin kalo suami ga bilang “niks” atau “taps” gue selalu nanya, gimana rasanya?
Menikah itu bukan sekedar siap buat persiapan di hari H. Tapi siap untuk segala bentuk konsekuensi setelahnya. Karena, hampir seluruh alur hidup kita bakal berubah. Dan satu lagi, siap ditanya, “udah hamil belum?”
Sekian.
0 notes
Text
“Meski banyak kecewa yang dirasa. Banyak luka yang dialami. Banyak duka yang datang. Banyak kehilangan yang berulang. Nyatanya hidup masih terus berlanjut, dan kita memang masih harus berjuang untuk bertahan.”
Hujan Mimpi
588 notes
·
View notes
Text
Setiap kita berhak mendapatkan kebahagiaan. Maka, berbahagialah.
41 notes
·
View notes
Text
Pengingat : Iri
Salah satu sifat paling buruk dari diri gw adalah iri. Iri melihat kehidupan orang lain yang nampak lebih baik atau mudah. Iri melihat kehidupan orang lain yang punya prestasi yang belum bisa gw dapatkan. Iri melihat update teman-teman yang sudah melampaui step kehidupan yang belum bisa gw tapaki, atau memiliki hal-hal yang belum mampu gw punyai.
Pagi ini, gw belajar sesuatu dari sebuah postingan kecil. Oh ya, dua minggu ini setiap hari Minggu gw berhasil meliburkan diri sendiri setelah lamaaa sekali libur adalah sebuah wacana. Libur versi gw adalah santai dalam mengerjakan amanah, gak terlalu serius, dan menyempatkan diri tiduran atau bersantai. Jalan - jalan pagi, beli sesuatu yang gw inginkan setelah 3 hari hemat pengeluaran, beli jajanan. Minggu lalu gw ke Gasibu, minggu ini gw ke CFD Dago.
Gw suka banget ritual ini : jalan melewati CFD , jajan cireng, cakue atau apapun, plus pempek yang enak dan murah di dekat FO, beli es, lalu terus berjalan sampai ke Masjid Salman dan nongkrong sambil makan jajanan disana. Mau beli Ayam Geprek Be*su, tapi urung karena gw memilih untuk order Ayam Geprek Bang Dava lewat Gofood, punya temen soalnya. Beli deh, enak sambal matahnya!
Karena jarang olahraga, jalan dari RS Ginjal ke ITB, terus balik lagi mau ke RS Ginjal, belum nyampe simpang Dago udah capek, duduk, lalu pesen Gojek. :(
Pagi tadi ketemu Dedy, temen kuliah sekelas, dan anaknya, Thalhah. Kalo kuliah gw selalu semeja sama Dedy dan Akbar, dimana kami sering diskusi banyak dan berfaedah. Sejak beberapa hari lalu, gw udah pingin kontak Mas Dedy karena ingin membicarakan ide bikin platform blogging dan sebuah amanah himpunan. Jadi, pertemuan yang tidak disengaja pagi ini, bagi gw adalah rejeki dari Allah. That is a good sign. Haha.
Eh gw mau nulis apa sih?
Jadi, di Salman, gw nongkrong di tangga cewek sambil makan cireng bumbu dan es jeruk. Buka medsos, isinya bikin hati kotor karena keberhasilan - keberhasilan orang lain.
Hingga, home IG gw menampilkan postingan Ust. Yusuf Mansyur yang berisi video seorang anak kecil yang sedang naik pesawat. Yang penting adalah captionnya,
“shalawatin nih video. Jangan ampe ada penyakit ati. Jadiin momen doa, agar dipergilirkan Allah, ke Eropa dan keliling dunia. Bismillah, tulis shalawatnya, tulis doanya.”
Saat itu juga, gw jadi mikir. Selama ini kalo gw iri, gw sebenarnya buang waktu dengan membiarkan emosi negatif. Daripada gitu, mending dipake buat shalawat dan berdoa ga sih supaya kita mendapatkan kenikmatan seperti yang kita lihat pada orang lain?
Jadi, barangkali kalo kita sibuk shalawat dan berdoa ketika melihat kebaikan pada orang lain, kita akan lupa bahwa ada rasa iri yang hinggap. Minimal berkurang lah. Sakit tau, iri teh. Buat yang punya penyakit hati yang sama, yuk kita coba ketika lihat sesuatu yang bikir iri, alih-alih sakit hati, kita istighfar dan berdoa, “semoga kita dapat kebaikan yang sama.”
Pingin ga sih jadi orang yang ga punya rasa iri? Gw pingin. :(
183 notes
·
View notes
Quote
Saat kamu rindu, dan tak bisa mengatakan. Apa yang kamu lakukan?
Menjadikan ia ada dalam sebuah tulisan (via sitimasruroh)
Jadi, setiap tulisan rinduku adalah apa-apa yang kupendam tentangmu.
(via ourmetime)
325 notes
·
View notes
Text
Kehidupan masa nol sampai kurang lebih dua belas tahun adalah kehidupan yang akan kamu rindukan kelak. Masa dimana kamu hidup tanpa kepura-puraan, masa dimana kamu hidup tanpa kemunafikan, masa dimana kamu ingin segera menjadi dewasa yang kamu pikir bahwa menjadi dewasa adalah menyenangkan.
Hei kamu yang masih tergolong usia nol sampai kurang lebih dua belas tahun, janganlah cepat dewasa. Sebab wajah lugu yang menggemaskanmu itu kelak akan terkontaminasi dengan bruntus-bruntus jerawat, atau titik-titik komedo, atau flek-flek hitam yang menurutmu (cewek) itu adalah hal yang cukup mengerikan. Bahkan yang lebih menakutkan jika wajah lugu yang menggemaskanmu itu harus terkontaminasi oleh wajah yang penuh kepura-puraan.
Hei kamu yang masih tergolong usia nol sampai kurang lebih dua belas tahun, janganlah cepat dewasa. Sebab, kamu akan menyaksikan orang-orang disekitarmu pintar bersembunyi dari kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, atau kemarahan. Kamu akan menyaksikan orang-orang di sekitarmu saling menjatuhkan hanya karena ego.
But, being an adult is not as scary as that. Kamu hanya perlu menyiapkan banyak hal untuk menjadi dewasa.
0 notes
Text
Just Stop
Berhenti mengeluhkan hal yang sama pada manusia. Percayalah, mereka akan bosan mendengarnya.
Berhenti merengek pada manusia. Percayalah, mereka akan jengah menanggapinya.
Berhenti menceritakan apa pun yang kamu rasakan pada manusia. Percayalah, kamu akan sulit membedakan manusia mana yang benar-benar peduli, so peduli, atau hanya sekadar ingin tahu (it’s mean “kepo”).
Kamu hanya perlu media untuk meluapkan kesedihan, kesakitan, amarah, bahkan kebahagiaan secara jujur.
0 notes