Text
Kamu tau pasti.
Perasaan yang dulu ada, sudah aku paksa mati. Jadi tidak perlu kembali, dan berbasa-basi bertanya kabarku lagi.
Aku tidak perlu orang baru. Aku hanya perlu membunuh perasaan ini lagi dan lagi setiap ia akan tumbuh kembali. Sakit? setiap kalinya.
Jadi tau mengapa aku membencimu?
/fkrhdn
0 notes
Text
Tentangmu.
Sebelum seikhlas ini, aku pernah mati-matian memintamu untuk bertahan. Memaksa untuk terus tumbuh bersama. Harga diri sebagai laki-laki tak ku hiraukan.
Aku sangat membutuhkanmu, kamu tau dan tetap memilih jalan yang berbeda. Seolah sejauh ini tidak pernah ada kenangan yang bisa menentang.
Duniaku berhenti. Saat itu. Di titik terendah. Tidak ada lagi yang aku punya. Aku merasa hidup pun untuk apa? Tapi Tuhan belum memanggilku kembali, meski aku minta berkali-kali.
Terpaksa kulanjutkan, hidup yang tanpa harap ini. Coba menunggu keajaiban dari-Nya.
Aku memang belum sembuh, entah butuh waktu berapa lama aku tak peduli juga terburu-buru. Tapi tentangmu aku menyerah. Aku selesai.
/fkrhrdn
1 note
·
View note
Text
Sendiri.
Memang tidak menyenangkan. Kesepian. Tapi tidak semenyeramkan itu.
/fkrhrdn
1 note
·
View note
Text
Orang Tua.
Anakku tidak gagal, tapi belum berhasil. Hanya salah jalan, dan dia pasti tau jalan pulang.
/fkrhrdn
1 note
·
View note
Text
Tenang saja.
Aku tak diburu waktu. Tidak terburu-buru.
Lagipula bagaimana bisa rasa yang membersamai bertahun-tahun, dipaksa hilang seketika.
Memang bisa? atau rasa itu memang tidak pernah ada?
/fkrhrdn
0 notes
Text
Siapa?
Tak akan ada yang menungguku pulang. Bagaimana mungkin bila Rumah-nya pun tak ada.
/fkrhrdn
0 notes
Text
Tenang saja, meski kini jelas sudah aku tak punya hak untuk mendampingimu, namun aku akan tetap selalu mendoakanmu. Hati-hati ya di sana.
109 notes
·
View notes
Text
Social Media
Seandainya Hati ini seperti Social Media.
Bisa dihapus, kala bosan. Yang bisa dirubah, kalau salah.
Sayangnya ini hati. Ada perasaan didalamnya.
Atau memang semudah itu ya?
/fkrhrdn
1 note
·
View note
Text
Pulang.
Aku sedang memaksa ikhlas. Untuk semua yang beruntun hilang. Tentangmu itu yang terberat.
Salah yang terlampau banyak. Menurutmu bersama pun tak layak.
Tak apa. Berbahagialah. Semua orang berhak, kamu berhak. Berbahagialah meskipun bukan tentang kita lagi.
Ya. Setidaknya salah satu dari kita.
Tak perlu meminta maaf. Sudah kusertai doa, agar kelak bahagia selalu beserta.
Lalu tentang sisa rasa. Sudah kuminta matikan pada yang Maha Kuasa.
Aku hanya bingung. Setengah umurku habis denganmu. Sekarang pulang kemana?
/fkrhrdn
0 notes
Text
040119 - Hai, nak!
hai, nak. apakabarmu disana? aku rindu. sungguh.
ya. ini foto lama, tak lama setelah kau menghirup udara dan menangis kencang di dunia ini.
nak. aku menulis ini agar kau tahu, betapa aku ingin sekali berbincang denganmu. ya, sejak pertama aku tau ada kamu di rahim ibu.
aku ingin bercerita tentang aku, ibumu, kerabatmu, keluarga besar kita, dan perjalanan hidup kami yang kelak akan menjadi bekal kamu nantinya.
aku minta maaf, untuk kesekian kali melewatkan waktu denganmu. semoga kau tidak lupa siapa ayahmu ya? hahaha.
sedikit baik dan banyak buruknya yang bisa kamu jadikan pelajaran untuk menjadi manusia yang seutuhnya. mengerti hubunganmu dengan Sang Pencipta dan juga makhluk ciptaan-Nya yang lain.
aku tulis karena aku tak pernah tahu kalau kesempatan bercerita itu ada. tidak ada yang tahu, karena itu rahasia-Nya. namun jika nanti memang kesempatan itu tidak ada, dan tak sengaja menemukan tulisan ini, kelak kau akan tau kalau aku selalu memikirkanmu dan sedang mempersiapkan yang terbaik untukmu.
sampai bertemu, nak!
/fkrhrdn

0 notes
Text
Berhenti pura-pura kuat.
Tuhan menciptakan air mata penuh dengan arti.
dunia dan isinya ga akan selalu baik.
menepi sejenak, berkeluhlah kemudian bangkit.
/fkrhrdn
0 notes
Text
Aku Menyesal, Telah Menyayangimu
Beritahu aku, bagaimana aku harus memulainya. Mereka mengatakan ini tak akan semudah jemariku, yang hampir setiap hari bercerita tentangmu.
Hanya mereka yang berjiwa besar, yang cukup kuat untuk menerima sebuah penyesalan yang telah mengakar. Kurang lebih begitu aku memaknai perasaanku.
Sebab sungguh, aku menyesal mengenalmu. Aku mengenal betul kelemahanku, yang tak mungkin secepat itu melupakan sesuatu. Mengenalmu, mengajariku banyak hal tentang menghargai waktu. Tentang hal-hal sepele yang ternyata menjadi sebuah penentu. Satu menit di dekatmu, menjadi penentu bagaimana menit-menit selanjutnya berlalu. Akhirnya aku tak pernah mau jauh darimu. Semenit itu, memberiku banyak alasan untuk tak pergi darimu. Salah satu alasannya ialah senyummu.
Aku menyesal, telah menyayangimu. Sebab aku tahu betul siapa aku, yang sulit membuka diri, namun ketika itu terbuka, siapa pun yang masuk tak akan semudah itu melarikan diri. Menyayangimu, memberiku banyak rasa yang sulit kusebutkan satu per satu.
“Buatlah dirimu nyaman di dalam sini”, ketika kau tak tahu jalan pulang, ingatlah dada sebelah mana yang jariku ketuk, ketika mengatakan itu. Di sanalah tempatnya hati. Di sanalah tempat yang sudah lama kau tinggali.
Aku sungguh menyesal atas apa yang telah terjadi padaku. Aku sungguh menyesal karena telah sering mengganggumu. Maafkan aku, jika telah lancang menyematkan namamu di dalam do'a, tanpa meminta ijin padamu sebelumnya. Tuhan tersenyum kala itu, dan Ia membalasku dengan sebuah bahagia ketika kutemukan namamu di telepon genggamku, memberi panggilan atas kerinduanmu.
Seandainya waktu bisa lebih bersahabat denganku, dan memberi waktu lebih lama lagi dari harapanku. Atau setidaknya, ijinkan aku mengulang semua itu. Sebab sebelum waktu merenggut bahagiaku, aku ingin sekali lagi menyesal, telah menyayangimu.
153 notes
·
View notes