Text
Part 1 -E N T W I N E D- [b y a l l m e]
[i]
pertamakali Taehyung melihat obsidan Irene, ada keluguan dalam bola matanya.
“oh shit”, Irene mengumpat kecil ketika melihat noda kopi di kemeja Taehyung. Manik matanya melebar sembari menggembol bola basket disebelah tangannya. Terengah, penuh peluh, dan surai kelamnya basah. Tampak begitu sporty dan penuh akan aura anak muda. “maaf ahjussi, aku tidak melihatmu lewat.”
Nada bicaranya tak terdengar. Sayup-sayup Taehyung dapat mendengar suara panggilan dari anak-anak lapangan yang menyuarakan nama Irene kemudian cepat kembali. Barusan ia hanya tengah bersantai saja di bangku taman kota. Merokok di senja hari pulang dari kantor, untuk kemudian terhancurkan oleh bola basket yang dengan sialnya mendarat tepat kearahnya yang tengah memegang kopi kaleng.
“ini oke” Taehyung tersenyum separuh. Antara jengkel, tetapi juga lelah.
“tunggu sebentar. Pegang ini.” Irene menyerahkan bolanya paksa pada Taehyung. Belum sempat akalnya memproses, gadis itu sudah berlari ke tribun. Berkutat dengan tas olehraganya kemudian kembali dengan selembar varsity bercorak merah birunya.
Taehyung terpanah ketika Irene sudah merebut bola nya kembali lalu menyerahkan varsitynya.
“kau tetangga baruku, benar? Aku Irene- Bae Irene. Kembalikan kalau sudah di laundry.” Irene tersenyum lebar sembari berlari kecil ditempat. “anyway mobilmu menarik perhatian. Aku langsung hafal wajah ahjussi sekali lihat. Flashy as fuck man.”
Kemudian Irene berlari begitu saja kembali ke lapangan berbicara dengan teman-temannya untuk beberapa saat sebelum kembali melanjutkan permainannya.
Taehyung hanya bisa terperangah.
[ii]
Kedua kali bertemu dengan Irene, Taehyung melihat rasa penasaran.
“ahjussi!”
Memutar bola mata, Taehyung menoleh. “bae—“
“boleh beri aku tumpangan ke stadion? Pertandingan dimulai 15 menit lagi.”
“aku sudah terlambat ker-“
“wah ahjussi baik sekali! Terimakasih atas tumpangannya!”
Bola mata Taehyung melebar melihat tingkah laku bar-bar Irene yang begitu kurang ajar mauk begitu saja ke dalam mobilnya. Gadis itu menggunakan jersey bertuliskan falcon di punggungnya dengan angka 01. Sepatu putih adidas yang tampak mahal. Menyangklong tas olahraganya dan masuk begitu saja kebangku samping nya sehingga Taehyung membelalak.
Mereka sempat berdebat untuk beberapa saat, tetapi Irene luar biasa keras kepala dan tingkahnya seperti orang tak punya dosa, sehingga Taehyung kalah, sekali lagi.
“jadi usiamu 28 tahun? Wah, kita selisih 7 tahun. Itu membuatmu oppa, bukan ahjussi.”
Irene berkata sambil sibuk mengobrak abrik dokumennya yang terpasang diatas dasbor. Melihat sisa CV-nya entah sejak kapan dan menemukan tahun kelahirannya. Taehyung tidak menjawab. Menerka-nerka betapa bocah kampus idola, seorang Bae Irene itu. Seratus persen collage’s sweetheart. Cantik, kapten basket tim perempuan, bintang lapangan, Ace. Tipe yang mudah bergaul dengan semua orang beken. Selain itu-21 tahun. Muda sekali.
“oppa, beri aku rahasia menggaet pasangan?”
Taehyung hampir tidak mendengarnya. “ Tampang semacam kau masih butuh tips seperti itu?”
Irene tertawa. “aku tidak ada apa-apanya dibandingkan denganmu” berlagak pembicaraan yang kasual, Irene terus memusatkan perhatiannya pada layar smartphone. Sibuk mengetik entah apa. Atau hanya berpura-pura. “ membawa cewek pulang setiap weekend? Irene tak akan bisa melakukan sehebat itu.”
Taehyung tak langsung menyaut.
Entah Irene benar-benar bertanya, atau menyindir, atau bahkan mencoba menggali sesuatu dari dirinya. Clever little thing. Taehyung bukan tipa yang terlalu paranois dengan privasi, maka ia hanya tertawa kecil. Berlagak kasual terus menyetir mobil meskipun pikirnya mengelana.
“apa itu artinya kau memperhatikan ku?”
Kekehan Irene terdengar menghina, namun juga lembut, santai. “ kubilang kau itu mencolok, Kim Taehyung-ssi” Irene tersenyum miring. “no offense, menurutku itu keren. Orang kantoran, mobil mewah, dompet tebal, wajah oke sepertimu. Pasti bagimu cewek hanya mainan.”
Taehyung tak menjawab, namun senyum separuhnya tak memudar.
“oppa, ingin melihatku main?” Irene mengejutkan tiba-tiba.
“aku seribu kali lebih cantik dan keren saat memasukkan bola basket ke ring, aku bersumpah. Mengelabuhi musuh, merebut bola, membuat gol, and shits.”
Maka Taehyung mengidikkan bahu. “mungkin lain kali.”
Bagi Taehyung semuanya hanya permainan.
[iii]
Ketiga kali Taehyung melihat Irene, ia menyaksikan kekecewaan.
Seperti kebanyakan sore seusai bekerja, Taehyung berdiam diri di bangku panjang taman kota dengan kaleng kopinya. Matanya terus terpatri sosok Irene yang tengah melakukan sprint nonstop mengitari lapangan dengan napasnya yang amburadul. Emosinya kacau, pijakan kakinya penuh amarah, Taehyung hanya mengamatinya.
Malam masih menyinggahsana dah Irene masih berlari.
“kapten tidak mau berhenti latihan. Kemarin kami kalah jadi dia menghukum dirinya sendiri.” Gadis bertubuh atletis itu berbicara disampingnya.
Ambisius.
Perfeksionis.
Namun juga kekanak-kanakan
Pukul sembilan malam Taehyung melihat Irene berjalan kearahnya dengan keringatnya yang membanjiri sekujur tubuh. Beserta napas yang terengal yang terbuang pendek-pendek.
“capek?” Taehyung tersenyum. Ingin mengusap puncak kepala Irene namun urung.
“mau apa kemari?” sentakan Irene terdengar defensif. “menertawai kekalahan ku?”
Taehyung mengangkat sebelah alis. “seiously kid itu bukan urusanku.” Taehyung beranjak dari bangkunya. Meregangkan otot pinggangnya dan Irene mengoloknya dasar om om tua sambil terkekeh kurang ajar sehingga Taehyung memutar bola matanya. Irene mengikutinya yang jalan kearah dimana mobilnya terparkir. Memperhatikan bagaimana Taehyung masuk kedalam mobil kemudian mengulur tangannya ke bangku sebelah untuk membukakan pintu dari dalam. Penuh isyarat. Membiarkan terbuka sehingga Irene sedikit ragu masuk kedalam lalu menutup pintu.
“kamu masih menyimpan varsity ku?” itu hal pertama yang lepas dari bibir Irene begitu Taehyung menyalakan mesinnya. Mendengar tak ada jawaban dari Taehyung, Irene mendesak. Tidak pernah terlalu tahan dengan keheningan “Taehyung-ah ?”
Taehyung mengangguk
“bagus,” Irene menghela napas panjang. Membuang tatapannya keluar jendela kemudian menyatakan. Berusaha terdengar acuh tak acuh. “jadi tidak perlu meminjam bajumu jika sekarang aku menginap.”
Implikasi
Anehnya Taehyung tersenyum. “ kau tahu sendiri,” lirikannya usil ketika Irene menyipit kearahnya skeptis. “yang kubawa pulang, kutiduri.”
Taehyung melihat bola mata Irene melebar, sebelum terpulas semburat tipis yang kentara dari temaramnya bayang-bayang langit lembayung. Melihat rasa mali yang cepat berubah menjadi keangkuhan.
“begitu cara mu menggoda cewek? Berbuat baik sedikit, lalu membawa mereka ke ranjang mu?” cara bicara Irene cerdik, berhati-hati dan licin. Irene bukan bocah kuliahan biasa, dia biasa berurusan dengan dunia malam. Akan tetapi, Taehyung pembawaannya yang tenang dan secara tanpa usaha atraktif, membuat Irene hampir kehilangan kalemnya. “doesn’t work on me, sir. Coba jurus yang lain.”
Taehyung terbahak. Berlagak all tough guy, tetapi telinganya merah.
Gadis ini menarik.
“aku tidak punya apa-apa dilemari pendingin,” Taehyung memutuskan untuk merubah konversasi. “ingin mampir di sevel?”
“kay!”
Taehyung hanya menunggu di konter sembari emnerima panggilan dari kliennya semenjak tadi. Mengamati bagaimana Irene mengitari seven eleven untuk memilih-milih cemilan faviritnya dari satu lorong ke lorong lainnya. Tak lama, Irene kembali dengan keranjangnya. Satu bungkus Doritos ukuran besar, sebotol minuman dan dua kaleng kopi. Taehyung menaikan sebelah alis melihatnya. Memutuskan untuk beranjak dari tempat berdiri dan mengedikkan telunjuknya mengindikasikan Irene agar mengikutinya. Dengan keranjangnya, Irene berjalan dibelakang Taehyung kikuk dan hanya bisa diam karena pria itu sibuk sekali dengan ponselnya. Bicara soal sesuatu kedengarannya rumit selagi dengan mudahnya memasukkan banyak sekali makanan dan paket bento ke keranjang tanpa berpikir. Irene melongo saat Taehyung tak berhenti memenuhi keranjangnya dengan belanjaan.
“Tae,” Irene meraih pergelangan tangan Taehyung yang hampir mengambil prinless dari tengah. “kita tidak perlu sebanyak ini.”
Namun, Taehyung hanya meliriknya. Masih sibuk berbicara dengan entah siapa. “bukan itu maksud saya, Tuan Jae. Jika nomor polis tidak mendapat warisan secara yuridis, maka klain tidak bisa diajukan. Kasus bisa ditawarkan kembali utnuk pemeriksaan lebih lanjut, tapi kami butuh surat izin fisik dari atasan. Apalagi jika ini menyangkut seluruh akumulasi biaya di luar kewajiban substansial.” Lalu jeda sejenak. Pihak seberang seperti menurunkan sedikit volume bicaranya. “saya akan melihat apa yang bisa saya lakukan. Tentu saja. Saya hubungi kembali besok pagi. Ya tentu. Selamat malam.”
Kening Irene mengerut tidak suka. Kenapa rasanya seperti dirinya sedang diasuh oleh Taehyung? Mana sudi.
“maaf barusan kau bilang apa?”
“tidak ada”. Irene mendengus kesal “lupakan”
Menangkap indikasi kesal dari Irene, Taehyung mengajukan.
“ingin beli Manga?” tawarannya seraya mengidikan dagunya ke rak yang terpampang membelakangi display “ambil 2/3 terserah.”
Bola mata Irene mengilat sumringah. Mudah sekali “sungguh!?”
Setelah Irene mengambil dengan antusias dua volume terbaru komik shonen jump nya, keduanta berjalan menuju konter. Keranjang benar-benar penuh. Taehyung mengeluarkan dompetnya. Napas Irene tertahan melihat beberapa kartu debit dan kredit Tehyung yang menyelip didalamnya. Taehyung mengambil salah satu dan membiarkan sang kasir menggeseknya untuk memberikan padanya nota pembayaran setelahnya.
“kau seperti sugar daddy.”
Taehyung menjitak kepala Irene
Urene tertawa lebar. Matanya menyipit. Hidungnya mengkerut. Lesung pipinya dan senyumnya terlihat begitu manis. Taehyung pikir, itu menggemaskan.
[iv.]
“rumahku terlihat jelas disini.”
“yang mana rumahmu?”
“itu pagar biru.”
Irene berdiri didekat jendela ruang tengah apartemennya. Segala interior dan perabotannya tampak mahal. Seperti pekerjaan desainer atau mungkin memang Taehyung naluri seartistik ini dalam menata lingkungannya sendiri. Tangannya menyentuh permukaan kaca yang bening. Menilik atap rumahnya yang tersiram guyuran hujan baru sepuluh menit lalu. Taehyung menghampirinya dengan selembar kaus miliknya dan celana pendek. Irene menerimanya sedikit kaget.
“kupikir kau akan membuatku mengenakan varsity saja keliling apartemen megah ini.”
Ada lirikan sassy dalam oniks Irene dan seulas seringaian main-main. Taehyung hanya meresponnya dengan putaran bola mata. “aku tidak sebejat itu.”
Irene mendengung. “katakan itu pada pelacurmu yang entah ada berapa.”
Tehyung terkekeh malas. “kenapa? Kau ingin jadi salah satunya?”
Yang diterimanya berikutnya adalah pukulan di perutnya yang dibalas dengan cengiran main-main. Irene mendengus sebal sembari melangkah masuk kekamar Taehyung. Tertegun dengan ranjang besarnya dan terpesona dengan kerpihan setiap detilnya. Irene melompat keatas linen dengan tanpa beban. Aroma misik bercampur kamper, pewangi ruangan serta secuil aroma Taehyung meluruh menjadi satu.
“hei,” Taehyung menampar halus betis Irene. “ganti pakaianmu. Baru berbaring disini. Tidak ingat kau barusan berlari berapa lap?”
Irene merambat terduduk. “aku boleh disini?”
“setelah kau bercerita kenapa kau tak ingin pulang kerumah,” Taehyung menegaskan
“Taehyung-ah kenapa kautiba-tiba bertindak seperti orang dewasa baik-baik begitu?” gerutu Irene sembari perlahan bangkit dari ranjang. Taehyung melipat tangannya menunggu jawaban. Maka, Irene mendecak. “itu privasi, alright?”
“kalau begitu pulang!”
“Iren—“
“pacar baru ibuku, kau puas?” Irene menyembur dengan suaranya yang terdengar gemetar. Ada luka di bola matanya. “ibuku sering membawa pulang pacar barunya sejak cerai dengan ayah tiga tahun lalu. Itu alasan kami pindah ke Seoul. Pacarnya yang sekarang membuatku muak. Setelah kalah dari permainan dan kalau-kalau melihatnya berulah, aku takut akan membunuhnya lalu membuat diriku sendiri masuk penjara. Itu alasanku. Selesai ingin dengar apa lagi?”
Rauh Taehyung melunak, dan Irene benci melihatnya. Ketika orang lain mengasihaninya. Dirinya tidak merasa hidupnya menyedihkan. Tidak pernah butuh dengan rasa iba.
Setelah itu, Irene menatap empat mata Taehyung atau bahkan menyahut perkataannya. Merasa payah pada dirinya sendiri. Menunjukkan sisi pecundangnya pada tetangga yang baru dikenalnya bahkan belum genap satu bulan.
Malam itu, Irene terlelap diatas ranjang Taehyung.
Terbangun tengah malam menemukan Taehyung tertidur di sofa ruang tengah dengan televisi yang menenyangkan acara tengah malam. Membuatnya tidak tega dan mengambil selimut yang semula Taehyung berikan padanya untuk menyelimuti tubuh nya. Irene mematikan televisi di hadapan Taehyung kemudian beranjak. Mengenakan sepatunya memutuskan untuk pulang.
Saat terbangun, Taehyung menemukan sticky note diatas nakas nya.
“my next game: 13/10 2pm @hyunshik park. Ps: trims manganya”
[v.]
Irene tidak berbohong ketika berkata bahwa dirinya tampak berkali lipat lebih keren saat memasukkan bola basket ke ring. Sebab meskipun Taehyung datang 15 menit terakhir, dirinya dapat melihat jelas gairahnya nyata Irene dalam permainannya, sangat kompetitif.
Setelahnya Irene kembali berkutat dengan euforia kemenangannya bersama teman-temannya. Taehyung memutuskan untuk pulang.
“Taehyung-ah”
Lagkahnya terhenti. Taehyung menoleh untuk menemukan Irene berada diambang lokasi parkir dengan napas nya yang terengah. Masih dalam seragam bermainnya. Lagi-lagi ekspresinya melunak menatap Irene.
“tidak menyangka kau akan menonton”
“yeah, aku juga tidak menyangka,” Taehyung menyahut seenaknya. “aku tidak menonton pertandinganmu dari awal, omong-omong agak padat hari ini.”
“aku tahu.” Irene tertawa putus sembarri berjalan mendekatinya. “aku mencarimu di tribun sepanjang waktu. Rasanya senang sekali menemukanmu di saat-saat terakhir”
Bodoh karena Taehyung merasakan dadanya berdegup tidak wajar.
“aku harus kembali kekantor,” Taehyung tidak menatap Irene lagi. Membuka mobilnya buru-buru sebelum jantungnya melompat karena meleleh atas seberapa lucunya senyuman Irene. “permainan bagus, kid. Sampai bertemu besok.”
Namun, yang tak disangkanya adalah Irene, menahan jendela mobilnya. Mengintip dari celahnya.
“um.” Irene menjilat bibir bawahnya. “maksudmu, sampai bertemu nanti?
Taehyung mngerjap kikuk.
“aku boleh ke tempatmu setelah kau pulang kerja?” Irene tidak melihat matanya. Telinganya memerah. Seperti saat itu. “entahlah. Jika kau sibuk atau apa, tidak masalah. Aku hanya, uh, barangkali kau ingin maraton Game of Thone atau apa, aku baru saja pinjam DVD milik seilgi. Tapi kalau kau sibuk, maksudku, shit. Maaf. Aku tidak tahu apa yang kubicarakan.”
Maka, Taehyung tertawa gemas. Menyentil kening Irene dan mengangguk.
“ayo menonton bersama,” ujarnya dengan senyuman yang menampilkan giginya yang cemerlang. Irene ingin marah; tentang betapa atraktif nya senyuman itu. “aku bisa memesan pizza.”
Cengiran Irene lebar.”pizza dan burger?”
“noted.” Taehyung melirik pada belakang Irene. Anggota timnya yang memanggil kapten dan pelatih membutuhkanmu terus bersahutan. “sepertinya kau dicari, Irene-ssi”
“aish,” Irene mendesau sekilas. “bertemu nanti, ahjussi?”
Kerdipan matanya usil.
“sampai nanti, kapten.”
[vi.]
Taehyung tak menyana masih terjaga pukul dua pagi dengan Irene yang selesai menghabiskan pizza terakhirnya dengan gambar Emilia Clarke dalam layar. Tampak mulai bosan. Keduanya bermain Xbox sebelum ini. Benar-benar berasa seperti muda kembali ketika Irene mengajaknya bermain dan begadang untuk menonton DVD. Sudah alam sekali rasanya sejak terakhir kali Taehyung terjaga hingga dini hari. Semenjak bekerja, jadwal tidurnya rutin dan konstan. Kesehatan adalah prioritas terpenting dalam pekerjaannya yang padat.
“ahjussi.”
“mm?”
“ngantuk.”
“tidur, kid”
Maka, ketika tiba-tiba Irene menjatuhkan tubuhnya di pangkuannya tanpa berkata apa-apa, Taehyung terlalu bingung bahkan untuk mengutarakan apapun.
Seperti ada komunikasi tanpa alphabet diantara keduanya.
Karena Irene masih sepenuhnya sadar, begitu pula Taehyung. Mungkin jantungnya berdebar, saat Irene justru menyamankan posisi kepalanya diatas pangkuannya. Membuatnya tidak sempat untuk menyarin logikanya dan jemarinya justru merambat dan menyusuri surai Irene yang sekelam jelaga. Menerka-nerka apakah semua ini baik-baik saja.
Bulu mata Irene mengerdip pelan seperti mengantuk. Tidak protes, malah perlahan memejamkan mata. Kupu-kupu dalam perutnya beterbangan tak karuan atas betapa domestiknya segala situasi kala ini.
Malam itu, Irene tertidur diatas pangkuannya.
tbc-
0 notes
Text
--
sebelumnya aku mau bilang
aku pernah bikin AU di wattpad cast Taehyung dan Irene
but so many people copy my work. omg
so i move to tumblr sns to put my work
but its so
0 notes
Photo
taekook can’t relate
beautiful + bread cheeks 🍞
4K notes
·
View notes