Tumgik
guntingrumput · 10 years
Text
Adam Ghifari Nuskara, S. Kom
Ciyeeeee Sarjana ciyeeee. Selamat menempuh kehidupan baru ya sayang. Semoga berkah.
0 notes
guntingrumput · 10 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
"Biru langit di balik jendela kayak langit di luar negeri!" katamu.
Entahlah, aku belum pernah ke luar negeri sekali pun. :))
0 notes
guntingrumput · 10 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
"PIKNIK" Rencananya mau mbaca buku di sini. Taunya hasrat nggentong lebih kuat. Roti tawar dan susu soklat pun berpindah dengan riang ke dalam perut kita. Pesan moral: Ingat! Presiden RI sekarang bukan Jokowi! :))
0 notes
guntingrumput · 10 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
"Makan tanah" Selain rujak Eskrim dan Tiramisu pot ini, apalagi makanan aneh yang bakal kamu rekomendasiin ke aku? :|
0 notes
guntingrumput · 11 years
Quote
Please don’t go away. Please. No one’s ever stuck with me for so long before
Finding Nemo
0 notes
guntingrumput · 11 years
Quote
Aku pernah mencintaimu lebih dari tuhanku, namun kamu menuntunku kembali pada jalan-Nya.
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Ruang Rindu
Tiada riuh jangkrik dan desir aliran sungai malam ini. Aku sadar atmosfer sudah berbeda.
Aku kembali pada ruang sempit yang lapang. Selapang ruang rindu kita. Seluas hati tempat cinta kita berada. Sebebas diri saling mencinta, walau dalam waktu yang terkadang sempit.
Ya, ruang sempit namun lapang. Aku dan kamu patut bersyukur.
:)
0 notes
guntingrumput · 11 years
Photo
Tumblr media
"Seperti halnya hujan dan matahari, kita punya cara masing-masing untuk saling mencintai."
Terimakasih untuk telingamu yang telah mendengarkan segala keluh kesahku. Untuk bibir dan lidahmu yang tak henti melontarkan doa dan harapan untukku ke udara. Untuk dadamu yang selalu kau relakan kusandari kala resahku menyergap. Untuk kedua lenganmu yang senantiasa mendekapku saat aku mulai tak seimbang. Untuk jemarimu yang menggenggam erat jemariku dan berbagi kekuatan. Untuk kedua matamu yang selalu menjagaku dengan pandangannya. 
Terimakasih telah mencintaiku dengan caramu sendiri. Aku mencintaimu tanpa lilin. Seperti matahari yang terbit di pagi hari dan tenggelam kala senja. Seperti daun kuning yang harus gugur. Seperti anak kecil yang tengah belajar berjalan. Aku mencintaimu. :)
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Kalkuno
Hey, Sayang. Aku senang dikasih boneka yang akhirnya kamu beri nama Kalkuno. Boneka ayam yang dipakein busana jawa itu sebenarnya aneh menurutku. Apa coba maksudnya? :D Tapi jadi keren, karena kamu mendapatkannya dengan keberhasilan, kemudian kamu berbagi keberhasilan denganku.
Aku tau perasaanmu kecewa nggak dapet medali emas. Padahal kamu udah berjuang keras, mengorbankan waktu dan banyak hal, termasuk mendongkrak dan menurunkan berat badanmu yg labil. Aku nggak nglakoni, tapi kan aku ngerti apa aja yg kamu lakukan demi kejuaraan kali ini.
Berterimakasihlah, Sayang. Terimakasih kepada Yang Maha Memberi. Kamu masih diberi kesempatan naik podium meski bukan di posisi paling tinggi. Tiga medali perak semoga bisa mengobati kekecewaanmu, sekaligus menambah ramai gantungan medali di kamarmu, yang aku sendiri belum pernah lihat.
Maaf, aku sok-sokan menasehati kamu dengan kutipan teori kepantasan dari MT. Tapi apa lagi yang aku tau soal Kempo dan aturan mainnya? Aku coba menyederhanakan aja dengan mencomot kata-kata MT itu. Aku nggak peduli teori itu benar atau salah. Anggap saja benar, lalu kita instropeksi diri sebelum kecewa dalam-dalam. Lagipula, jangan takut untuk kalah.
Kalah itu butuh keberanian; berani untuk menerima pahit. Dengan demikian, kalau kamu berani mengakui kekalahanmu, kamu juga menang.
Jangan takut untuk kalah. Beranilah untuk menang.
Kamu keren, mau berbagi kemenangan denganku. Kalkuno aku nilai sebagai lambang persembahan atas perjuanganmu. Padahal aku nggak layak diberi persembahan! Aku cuma bisa bersorak-sorai. Melantunkan teriakan. Menerbangkan permohonan. Meniup-niup udara penjawab keluh kesahmu. Menjawab rewelmu ketika kamu lelah dan bonyok.
Semua itu aku lakukan di belakangmu ketika kamu berjuang. Aku nggak di sampingmu mengajari berbagai jurus, kuncian atau gerakan. Aku juga nggak bersama kamu di court atau bermain embu.
Tapi biarin ah. Apakah ketika mencintaimu, aku harus menjadi pasangan embumu? Apa aku harus jadi teman berlatihmu? Apa aku harus pesan makanan yang sama denganmu ketika di burjonan? Apa aku harus pasang foto profil yang sama denganmu? Apa kita harus pakai baju piyama yang sama?
Maaf, aku bukan saudara kembarmu. Nggak kembar aja udah nyebelin gini. Apalagi kalau kembar. Kita bisa bonyok berkelahi tiap hari menuntut segalanya harus sama. Wkwkwkwk.
Tapi terimakasih, Sayang. Kalkuno sangat berharga, dan aku sangat menghargai kebaikanmu berbagi kemenangan ini. Kalau aku boleh optimis, sepertinya kita harus bersiap-siap bikin lemari. Khusus untuk menampung medali dan boneka dari pertandingan-pertandinganmu selanjutnya. Tapi jangan lemari kertas! :D
Aamiin. :)
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Pesan Moral Pejalan Kaki
“Tulis aja apa yg kamu rasakan waktu itu yang”
Yang aku rasakan malam itu: pegel, capek, keringat, haus, lapar, bau asap kendaraan, capek, senang, gembira, suka sama kamu.
Kamu sudah menulis cerita perjalanan kita Jumat malam sepanjang empat halaman. Maka aku hanya ingin melengkapi saja, tidak banyak. Mungkin, cukup disebut pesan moral sebuah perjalanan.
Pesan moral:
Kalau sumuk, ngadem dulu sebentar di ATM. Kalau capek, istirahatlah sebentar. Cukup dua menit, katamu yg baik. Lalu segera mulai aktifitasmu lagi. Kalau kamu sedang jengkel sama aku, ngambeknya dua menit aja, jangan lama-lama ya :D
Sepanjang perjalanan, banyak yg bisa kita lihat. Banyak yg dapat kita lakukan, seperti mencari kemiripan orang, mengamati sesuatu, dan banyak lagi. Jangan pernah merasa sepi, apalagi di tempat yg ramai. Ketika kita lewat tempat yg sepi pun, kita bisa melakukan apa saja. Jadi, jangan merasa kesepian di tempat yg sepi sekalipun.
Dalam perjalanan, mimpi terindah adalah es jeruk dan magelangan telor dadar. Tapi setelah minum segelas air putih, dahaga lekas hilang. Nggak jadi pengen es jeruk. Jadi, nggak semua keinginan harus terpenuhi. Kadang kita hanya diminta bersabar.
Ini aja deh. Semoga bermanfaat bagi kita berdua. Sampai jumpa di saat-saat mengasyikkan berikutnya. Aku cinta kamu. :)
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Aku Ingin Kamu Mengingatku
Senja menukik tajam. Lampu-lampu kota kita baru saja terbangun. Aku dan kamu duduk bersebelahan sembari memeluk tas masing-masing. Di luar jendela, berbagai bentuk bangunan berkelebat. Kita masih saja sibuk melakukan permainan “Kamu ingat pertama kali kita...”
Di atas sana, langit mulai nanar. Cahaya bulan samar. Jingga mulai berguguran. Sekarang tanggal 27 September 2013 dan kita naik TJ lagi. Aku dan kamu menunaikan janji pada kita. Janji yang kita buat beratus hari lalu.
Kita turun di halte pertama Malioboro. Bergegas mencari masjid untuk shalat maghrib. Bergantian. Lengan waktu sudah menunjukkan pukul 18.30 ketika kita berjalan menjauhi masjid.
Malam itu, pandanganku dipenuhi cahaya lampu. Lampu apa saja. Telingaku dipenuhi bising kendaraan dan percakapan orang lalu lalang. Hatiku dipenuhi kebahagiaan. Sesak. Aku menyukai diriku sendiri yang berjalan di sisi kirimu. Aku menyukai kita yang berjalan berdampingan. Aku menyukaimu.
“Kamu pernah masuk Malioboro Mall?”
“Belum.”
“Kalau begitu, ayo kita masuk.”
“Tapi aku nggak suka”
Kamu menarik tanganku. Aku menurut meski setengah hati. Aku tidak pernah suka Mall. Aku juga tidak suka baunya. Kulihat kamu hanya senyum-senyum ketika aku menggerutu tentang Mall, mempertanyakan  alasan orang-orang yang hobby nge-mall.
“Kalau kamu di suruh belanja sayur kamu akan belanja di Mall atau pasar?”
“Pasar.”
“Kalau harga dan kualitas sama, Mall atau pasar? ”
“...”
“Mall atau pasar?”
“Mall”
“Kenapa?”
“Sebab Mall nggak becek”
“Itulah alasan mengapa orang-orang lebih memilih Mall”
Kamu tersenyum simpul. Aku merengut dalam hati. Yang kupikirkan saat itu adalah, Apakah aku akan tetap menjadi cewek keren, jika pagi-pagi aku membawakanmu kue yang kubeli dari Mall, bukan dari pasar? Apakah kamu tetap akan mengalami ‘pening’? Lagi pula, akan susah mencari penjual kue di Mall sebelum pukul enam pagi. Aku takut tidak menjadi ‘ceker’-mu lagi.
Kita keluar melalui pintu selatan Mall. Kembali menelusuri jalanan sempit. Terkadang harus berkelit menghindari sepeda motor yang di parkir, pedagang kaki lima, atau orang-orang yang berjalan terlalu lambat. Berhenti sejenak membeli makanan yang sama-sama kita gemari. Klepon. Kemudian berjalan lagi. Melewati toko-toko pakaian.
“Sayang, apa kamu pernah menginginkan aku pakai baju perempuan yang feminin?”
“Pernah”
“Baju yang seperti apa?”
“Daster, pakaian untuk perempuan pada umumnya dan juga... Lingerie untuk di rumah”
“Lingerie itu apa?”
“Pakaian yang seksi dan tipis. Kamu pasti terlihat seksi kalau pake Lingerie”
“Hah?!”
(Lupakan percakapan tentang Lingerie. Aku baru saja searching di google dan aku sudah tahu bagaimana bentuk Lingerie. Sial! Itu sama saja kamu menyuruhku pake kemben. Aku akan sangat malu jika memakainya. Besok aku akan pakai kaos oblong punyamu saja, yang kedodoran juga nggak masalah, asal jangan pakai lingerie. Itu mengerikan.)
Jalan Malioboro belum juga habis. Hampir mendekati 0 Km Kota Yogyakarta, aku mengajakmu berbelok ke kiri. Bunga-bunga kamboja menyambut kedatangan kita. Aku memilih tempat duduk yang menghadap ke timur. Di hadapan kita, Benteng Vredeburg terlihat muram. Aku membuka bungkusan klepon, menyodorkan kepadamu, dan aku ingat jari-jari kita bersentuhan ketika mengambil sebutir klepon.
“Lebih suka mana, klepon atau onde-onde?”
“Klepon”
“Kenapa?”
“Sebab klepon kecil-kecil, lebih lama menikmatinya.”
Sebelum beranjak, aku memungut setangkai kamboja yang tergeletak pasrah tak jauh dari kakiku. Membauinya sejenak. Lantas kudekatkan pada hidungmu agar kamu juga bisa menikmati baunya.
“Harum.”
Aku mengangguk setuju. Kembali mendekatkan bunga kamboja ke hidungku. Berulang-ulang.
“Jangan kebanyakan mencium bunga itu”
“Kenapa?”
“Nanti aku cemburu.”
Aku tersenyum mendengar kalimatmu. Saat itu, rasa-rasanya aku ingin memelukmu erat. Kamu selalu tak terduga. Kamu selalu berhasil membuatku tersenyum oleh hal-hal remeh. Itulah sebabnya aku merasa selalu ingin pulang ke pelukanmu.
Perjalanan berlanjut. Sempat tersesat di Monumen Serangan 1 Maret. Sampai di 0 Km, aku memaksamu berjalan lebih cepat. Menghindari Kuntilanak dkk yang sedang beraksi di hadapan umum. Aku benci sekali pertunjukan itu. Kamu tertawa-tawa melihat aku yang ketakutan. Setelah agak jauh, aku menceritakan beberapa cerita horror. Kamu meragukan kebenaran ceritaku. Lupakan saja. Aku juga mendengar dari kawanku. Dia mendengar dari kawannya. Kawannya kawanku mendengar dari kawannya. Begitu seterusnya. Entah sudah melewati berapa telinga dan mulut hingga sampai ke telingaku. Aku sendiri juga meragukan cerita itu.
Aku tak tahu sudah berapa lama kita berjalan, ketika tiba-tiba aku melihat petshop. Aku mengajakmu mampir ke sana, membeli sebungkus makanan untuk Maghrib dkk. Makanan mereka sudah habis sejak dua hari lalu. Mereka pasti senang jika kubawakan oleh-oleh.
Kamu menawarkan beberapa rute. Tentu saja aku memilih rute yang melewati Jalan Bausasran. Rasanya seperti dilempar ke bulan Desember tahun lalu. Sudah hampir setahun, namun kita masih bisa mengingatnya dengan jelas. Percakapan kita, perasaan berdebar-debar, juga tepukan lembutmu di betisku. Saat itu, persis seperti di malam 21 Desember tahun lalu, aku merasa ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutku. Perasaan yang sangat ganjil. Perasaan yang selalu membuat aku tersenyum tiap kali mengingatnya. Malam ini pun aku tersenyum, namun ada segelintir air menggenang di pelupuk mataku. Aku menatapmu yang melangkah tenang di sisiku. Pandanganmu lurus ke depan. Merasa kuperhatikan, kamu menoleh kearahku.
Tuhan, tatapan mata itu...
“Apakah kamu mencintaiku?”
“Ya, aku mencintaimu.”
“Kenapa kamu mencintaiku?”
“Ngngng... Nggak tau. Eh, sekarang aku tau jawabannya! Karena aku menyukaimu lebih dari empat bulan.”
Aku tersenyum. Kamu tergelak.
“Boleh aku minta satu hal darimu?”
“Tentu. Apa itu?”
“Tolong jangan lupakan aku.”
“Apa maksudmu?”
“Ya. Jangan pernah lupakan aku. Sampai kapan pun, ingatlah aku.”
“Baiklah. Kamu juga jangan lupakan aku, ya?”
“Tentu.”
Kita tidak pernah tahu bagaimana kita di masa depan. Aku ingin hidup bersamamu. Aku sangat ingin hidup bersamamu. Tapi aku tidak pernah tahu apa yang direncanakan Tuhan terhadap kita. Aku meminta kepada Tuhan agar kita bisa hidup bersama. Kita berhak meminta, Tuhan berhak memberi. Aku hanya ingin kita saling mengingat. Aku ingin kamu mengingat bahwa pernah ada seseorang di sampingmu ketika kamu menyusuri jalan Malioboro hingga Condongcatur. Aku ingin kamu mengingat bahwa kamu pernah kehujanan dan kedinginan dari Dunkin Donuts Gramedia hingga Kosmu, sebab kamu memaksaku yang lupa membawa jas hujan untuk memakai jas hujanmu agar aku tidak kehujanan. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang selalu kamu kentutin ketika bertemu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang selalu mencubit dan menggigit hidungmu, mengacak rambut brindilmu, menyiku pahamu, dan menggelitiki pinggangmu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang membiarkan matanya perih sebab mengiris bawang merah demi membawakan masakannya untukmu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang seringkali merusuh kosmu sebelum jam 6 pagi. Mengganggu tidurmu, dan mengajakmu lari pagi di embung dekat kosmu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang selalu merasa hangat jika menggenggam tanganmu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang selalu merindukanmu. Aku ingin kamu mengingat bahwa ada seseorang yang begitu mencintaimu. Aku ingin kamu mengingatku.
Beberapa pengendara sepeda melintas. Ah, iya, bukankah ini ini Jum’at terakhir di bulan September? Tentu saja mereka sedang ber-JLFR ria. Semakin lama, semakin banyak bikers yang melintas. Apa lagi ketika mendekati lintasan kereta api. Macet. Sekali bunyi klakson terdengar, sorakan mereka riuh terdengar. Kita ikut berteriak-teriak meskipun sudah jelas kita tidak naik sepeda. Sekedar iseng saja. Hahaha.
Tapi, lama kelamaan aku merasa ketakutan. Semakin banyak sepeda-sepeda yang melintas. Memotong jalur melalui trotoar tempat kita berjalan. Di mana-mana aku melihat sepeda. Sepeda. Sepeda. Sepeda. Bunyi klakson. Teriakan. Aku takut. Aku merasa pusing. Aku berusaha mengejarmu yang berjalan agak jauh di depanku. Aku takut.
Aku baru bisa bernafas lega setelah kita agak jauh dari para JLFR-ers. Berhenti sebentar di depan Kampus UKDW, kemudian berjalan lagi. Melewati Jalan Solo, banyak toko-toko yang menjual berbagai kebaya dan gaun-gaun pengantin. Aku bergidik ngeri ketika kamu memintaku mengenakan gaun yang berat dan panjang di hari pernikahan kelak. Aku tahu kamu pasti sudah menyiapkan ide jahil. Dan kamu dengan entengnya berkata, “Nanti aku injek bagian belakang gaunmu. Hahahaha.” Tuh, kan. Apa kubilang? :3
“Kamu mau tahu dimana titik aku motret foto ‘Jogja’?”
“Dimana memangnya?”
“Jalanlah sedikit lagi. Terus, terus. Stop!”
“Dimana?”
“Di sini. Sekarang, menolehlah ke belakang. Kamu bisa juling? Coba deh. Coba terus sampai kamu hanya melihat bola cahaya warna-warni.”
“Aku bisa! Aku bisa melihatnya!”
Kamu tersenyum. Aku terpekik. Aku menyukai foto ‘Jogja’-mu. Kita berjalan lagi. Kamu tertawa miris melihat tulisan “MAX 2,1  m” di atas sebuah gang kecil. “Kapan-kapan aku mau memotret itu,” ujarmu. Kamu juga seringkali menirukan gaya tukang parkir dengan mulutmu sebagai peluitnya. Bersiul. Aku tidak bisa. Kamu memang bakat jadi tukang parkir. Eh, mas tukang parkir, bolehkah aku memarkirkan hatiku di hatimu? Hahaha.
Kita sudah memasuki Jalan Gejayan. Aku sudah mulai letih. Tapi aku senang berjalan di sampingmu. Aku selalu menemukan semangatku kembali ketika aku menatap wajahmu. Aku meloncat-loncat kegirangan sepanjang jalan. Kamu tahu, aku bahagia. Terlebih ketika tiba-tiba kamu merangkul pundakku dan mengecup kepalaku.
“Are you ok?”
“Tentu saja aku ok!”
Kita sempat ‘ngadem’ di dalam bilik ATM BPD, lumayan untuk mengusir keringat. Kita juga mampir ke Indomaret untuk membeli air minum. Bengbeng juga. Ah, kamu juga beli handuk backpacker. Tapi kamu kesulitan memasukkan sabun pencuci muka milikmu ke tempat handuk. Aku coba memasukkan. Berhasil. Kamu bilang aku mirip Mr. Bean. Tapi ternyata tempat handuknya jadi peyot. Aku terbahak. Kuperbaiki lagi. Berhasil. Lagi-lagi kamu bilang aku mirip Mr. Bean. Aku manyun.
“Gejayan sebentaaar lagiii”
Gejayan terlewati, memasuki Ringroad utara. Kita lewat di bawah pohon tempat Ubul dan Burhan tinggal. Seram juga ya kalau malam. Hiiii...
Sudah sampai kampus, kita berhore ria. Pipis dulu di toilet Basement 4. Langsung capcus ke Pengkolium Bikarbonat. Membayangkan Mie Dokdok dan jeruk hangat membuat perut kita berkeriuk. Di Pengkolium, kita menghabiskan mie dokdok hingga kuahnya tandas. Lapar sih. Kemudian aku memintamu menuliskan perasaanmu sepanjang malam ini di buku harianku.
“Bagian mana yang paling kamu suka dari perjalanan kali ini?”
“Aku paling suka saat kita berjalan di Jalan Bausasran.”
“Kalau kamu?”
“Aku paling suka ketika aku melihat kamu tersenyum. Aku tahu kamu capek, tapi kamu tetap tersenyum. Eh, tapi bukannya aku suka kamu yang sok tegar ya.”
Aku tersenyum. “Yuk pulang. Aku capek dan ngantuk.”
Kamu mengantarkanku hingga depan kos. Menunggu aku yang turun membawa barang-barangmu. Hari ini menyenangkan sekali. Aku bahagia. Dalam pelukanmu, aku mengangguk ketika kamu berkata, “Kita keren. Aku sayang kamu.”
Lantas dengan lembut kamu menyentuhkan bibirmu di bibirku. Menciumku. Kehangatan menjalar ke seluruh tubuhku. “Aku juga sayang kamu.”
Aku menghambur kembali ke dalam pelukanmu.  Ih, kita bau ya? :D
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Sudah September
Bagaimana kabarmu yangyang? Cuma basa basi doang. Aku tau kamu capek banget. Kangenmu luar biasa kuat. Aku sampe bingung harus gimana kalo kamu nangis malem2 gara2 kangen. Sementara ini, aku baru bisa menyerah. Hehe. Pernah tidak, kamu mengingat seseorang dengan sangat selama semalam suntuk? Pernah. Semalam, tapi nggak suntuk. Hehe. Aku juga kangen kamu yang! Hanya saja aku gak punya ekspresi. Kamu sering bilang "kok bisa sih kamu nggak kangen aku?" Itulah kehebatanku (atau ketidakmampuanku?) untuk tidak menampakkan perasaan secara langsung, ditambah kedataran ekspresi. Senang :| Sedih :| Bete :| Kangen :| hahaha Ekspresi bukan hanya raut wajah, tapi sikap juga. Kamu bisa sampe nangis, sedangkan aku masih bisa tertawa. Kamu sering bilang "curang". Pernah tidak, mengingat seseorang membuat pikiranmu tak bisa dikendalikan, sekuat apa pun kamu mencoba? Mencuatkan kegelisahan. Menerbitkan ngilu yang menjalar ke seluruh tubuh. Bahkan, mengalahkan sakit fisik yang tengah mendera. Pernahkah kamu? Ah, mungkin tidak. Kamu kan hebat. Yg demikian itu juga keberhasilanku mengendalikan pikiran dan berpikir positif. Nggak tau, bisa2 aja tuh. Muungkin di sini bedanya cowok dan cewek. Perasaan. Orang sering nyebut kepekaan hati. Lagi2 perasaan dikaitkan dgn hati. Menurutku, tetap saja semua itu munculnya di pikiran. Di otak. Rinduku hanya lelah, ingin istirahat sejenak. Agar bisa merindukanmu dengan lebih kuat lagi, lebih tenang lagi. Tak bisakah kamu mengistirahatkannya sejenak? Dengan cara yang normal tentunya. Dengan cara yg normal itu gimana maksudnya ya? Nggak tau nih. Yg jelas, aku udah nyuruh kamu mengistirahatkan rindumu sementara, biar kamu juga bisa mengistirahatkan badanmu. Tidur. Tapi kamu nggak mau. Akhirnya aku memaksa kamu tidur dengan mengusir kamu dari telepon. Malah dikira aku nantangin dingambekin kamu. Alhasil, kamu pun ngambek. Hehehe. Yaudah sih ya, gak apa2 dingambekin, yg penting kamu segera tidur. Segera membayar lelah seharian yg harus lunas beberapa jam lagi demi kesiapanmu berlelah lagi. Sementara urusan rindu ditunda dulu, karena nggak akan ada habisnya. Nggak akan rugi kita menunda satu malam saja, demi sesuatu yg amat penting. Penting untuk menopang dan menikmati rindu-rindu berikutnya.
Rindu nggak akan habis. Rindu itu menuju September dan bulan2 berikutnya.
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Pernah tidak, kamu mengingat seseorang dengan sangat selama semalam suntuk?
Membuatmu tak dapat tidur barang sejenak pun, padahal kamu sudah berusaha menenangkan dan menghibur hatimu. Membuat kedua matamu menjadi seperti anak kangguru yang tengah bersembunyi dibalik kantung. Sebab terlalu lama menangis, padahal kamu sudah berusaha keras untuk menahannya, hingga dadamu terasa sesak. Membuat bibirmu kering, karena menangis membuat kita lebih cepat haus. 
Pernah tidak, mengingat seseorang membuat pikiranmu tak bisa dikendalikan, sekuat apa pun kamu mencoba?
Mencuatkan kegelisahan. Menerbitkan ngilu yang menjalar ke seluruh tubuh. Bahkan, mengalahkan sakit fisik yang tengah mendera. 
Pernahkah kamu? Ah, mungkin tidak. Kamu kan hebat.
Aku pernah. Sepanjang malam ini. Mengingatmu.
Rinduku hanya lelah, ingin istirahat sejenak. Agar bisa merindukanmu dengan lebih kuat lagi, lebih tenang lagi. Tak bisakah kamu mengistirahatkannya sejenak? Dengan cara yang normal tentunya.
Jika kamu tak bisa, maka biarkan aku yang akan memaksanya untuk beristirahat sejenak.
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Malam ini aku kalah. Aku mengaku kalah. Dengan sisa-sisa kekuatanku, aku hanya berusaha agar tangisku tak bersuara. 
Semoga, perasaanku tersampaikan padamu.
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Menuju September
Seharusnya hari ini tak terasa begitu berat untuk dijalani andai wajahku tak sepasi  pualam.  Pemusatan Latihan Porda yang semakin padat jadwalnya, beberapa tanggungjawab organisasi yang kian menggila, aktivitas pribadi, malasnya memperhatikan menu makan, serta  seringkali menyepelekan minum, sudah cukup membuat fisikku drop. Ditambah lagi penyakit bulanan perempuan yang – mau tak mau – harus diakui oleh perempuan bahwa tak mungkin bisa setara dengan laki-laki.
Kamu juga sedang tidak fit, bukan? Virus flu sedang nakal-nakalnya menyerang antibodimu. Beberapa kali kamu mengeluhkan hidungmu yang tersumbat lendir. Alih-alih mencari freshcare, kamu malah memintaku agar menggigit hidungmu. Alasanmu:  Siapa tau bisa sembuh. Daripada pake cara kimia, mending pake cara alami. Konyol. Idemu selalu konyol. Aku terbahak.
Jalan sedang ramai malam ini. Maklum, malam minggu. Masih dianggap istimewa bagi sebagian orang. Untungnya kita tidak termasuk dalam sebagian tersebut. Kita lebih suka menghindari keramaian. Membiarkan hati kita yang berbicara dalam ketenangan. Sepi itu indah, percayalah.
Dalam perjalanan pulang, aku menyipitkan mataku yang diterpa silau lampu sorot mobil-mobil dan motor-motor. Aku menemukan bentuk bola lampu warna-warni. Mirip dengan foto karyamu yang menjadi latar belakang halaman situs ini. Ketika aku membuka mata lebar-lebar, bola cahaya warna-warni itu hilang. Digantikan riuh kendaraan  dengan gegas masing-masing. Omong-omong, aku suka foto bola cahaya ini lho. Sederhana, tapi menyenangkan.
Hari terakhir Agustus pada tahun ini. September  tak kan lama lagi. Aku memilih untuk merayakannya dengan  menghirup bau malam dari serambi kamarku. Aroma Agustus telah bercampur dengan aroma September. Kemudian kenangan-kenangan tentangmu di bulan yang sama pada tahun lalu menyeruak. Bersembunyi di balik tirai, menggodaku untuk mengingatnya lebih jelas. Aku memejamkan mata. Suara gemerisik menandakan mereka telah menjauhi tirai. Sekonyong-konyong kurasakan mereka berputar-putar mengelilingi kepalaku. Ah, aku bisa mengingat dengan lebih jelas sekarang!
Entah kenapa, mengingatmu akan terasa lebih menyenangkan jika aku memejamkan mata.
    Sudah September, semoga kita berdua lekas sehat. 
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Hari ke Sebelas
Agustus semakin lanjut usia, sayang.
Aku semakin mencintaimu.
  Malam ini aku duduk kembali di kursi yang sama dengan kursi yang kududuki sepuluh hari lalu. Cahaya lilinnya masih sama. Tapi bulan telah berhari-hari lalu tenggelam. Langit di atasku lengang. Kadang hanya satu dua iring-iringan awan tipis yang melintas. Selebihnya, hitam. Pekat. Sampai-sampai mataku terasa sakit jika aku bersirobok terlalu lama dengannya.
Aku sedang tidak ingin minum capuccinno malam ini. Suhu kota kita jauh lebih hangat dari pada bulan lalu. Aku memesan Vanilla Lime Exotic. Campuran sirup lime, vanilla, sedikit soda, biji selasih, dan jelly lucu berwarna-warni (ada bentuk apel, strawberry, leci, pisang juga :D ). Aku menyukai tempat ini. Menyukai perasaanku saat aku mengingatmu perlahan-lahan. Sendu. Ditambah denting Frau pada Water dan Whispers-nya. Perasaan yang menggelitik. Menyiksa. Namun seperti candu.
Banyak hal-hal yang coba disembunyikan oleh malam. Bulan yang kehilangan cahayanya. Hujan yang terlalu bergegas. Hingga aroma debu yang beringsut. Ada yang pergi, tak pernah kembali. Ada yang datang, mengisi ruang. Ia yang datang, tak pernah pergi.
Mengingatmu lamat-lamat. Menikmati siksaan yang datang selagi merindu. Sudah kubilang, ini seperti candu. Nikmat yang tersaru dengan lara.  Sungguh, bertahan dari serangan rindu yang membabi buta tak selalu terasa mudah.
Eh, apakah barusan aku berbicara tentang rindu? 
Mr. Mocktail Cafe 30 Agustus 2013
0 notes
guntingrumput · 11 years
Text
Di Mana pun, Sama Hangatnya
Malam 20 Agustus 2013 Mr. Mocktail Cafe
Sepasang lilin sedang berenang-renang dalam mangkuk yang berbeda. Cahayanya meredup-terang berulang kali. Aku masih menyeruput secangkir Capuccinno hangat yang belum bosan kugemari. Empat puluh lima derajat di hadapanku, buah langit sedang ranum-ranumnya. Sebenarnya aku tidak sendirian, bersama beberapa kawan, kami khusyuk mendengarkan tembang lawas milik Sheila On 7. Sesekali, komentar tercetus. Seperti biasa, perbincangan lebih didominasi oleh 'Bapakku', terkadang Fatho juga menjerit tertahan menatap layar ponselnya. Maklum, sedang kasmaran. :D
Sedangkan aku? Aku masih duduk bersama mereka, tetapi pikiranku memilih meninggalkan perbincangan tembang So7. Cahaya bulat di atas sana lebih menarik perhatianku ketimbang apa pun. Bodohnya, sentimentilku muncul selalu di saat seperti ini. 
Masih ada satu kursi kosong di sebelah kananku. 
"Sayang, coba keluar deh. Bulannya bagus lho"
"Iya, kayak kamu. Bulet. :D"
Sisa malam itu kuhabiskan untuk bercakap-cakap denganmu dalam kepalaku. Hingga aku lelah, lalu jatuh tertidur. Malam itu, rindu bekerja dengan baik sekali. 
Ketidakwarasan padaku
Membuat bayangmu s'lalu ada
Menentramkan malamku
Mendamaikan tidurku
(Kursi itu tetap kosong, setidaknya menurutku.)
Malam 24 Agustus 2013
Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran
      Aku merindu Senyum tawamu Sinar bulan tua Kirim salamku padanya
Sendirikah dia Di malam gulita Semesta jagalah dia Hingga waktuku tiba
Berbeda dengan malam 20, malam ini bulan hanya berjarak satu depa dari kepalaku. Aku dan kawan-kawan sedang bergelut melawan pasukan angin yang berhembus entah dari mana, ketika sinar bulan terhalang komplotan jahat awan hitam. Tak lama, ia kembali cemerlang. Rembulan kian renta pada Agustus. Di penghujung nanti, ia akan mati. Lalu lahir lagi pada September. Ranum lagi di tengah-tengah usianya. Lalu mati lagi. Begitu berulang-ulang. 
Seperti biasa. Narsis kawan-kawan tak bisa dibendung. Beberapa frame foto membekukan momen, selain angin malam nakal yang turut membekukan kami. Aku, (mau tak mau) harus menjadi orang yang berada di belakang kamera. Tripod gorilla milik mas Fuad tak banyak berkutik di medan yang penuh bebatuan. Jepret berulang-ulang. Hasil tak kunjung memuaskan.
"Aih, Ucrut belum semahir mas Adam nih" "Maklum lah mas, dia kan Co-Pilot, wajar kalau nggak semahir Pilot"
Mereka tak pernah menyadari, bahwa saat itu, sungguh pikiranku tak pernah bersama mereka. Aku terlalu sibuk berkhayal, suatu saat aku dan kamu sedang menikmati cahaya rembulan di koordinat terdekat dengan rembulan. Menikmati cahaya yang sama, ditempat yang sama, dengan perasaan yang sama. 
Malam itu, kita tak bisa bertukar pesan. Sinyal seluler tak mampir 1 bar pun di ponselku. Maka aku lebih memilih menonaktifkan ponsel demi menghemat daya. Kupikir, kita bisa saling merindukan sama baiknya dengan atau pun tanpa ponsel. 
Pesanmu yang dititipkan pada bulan telah kuterima. Tak perlu dienkripsi segala. Sebab kita punya gelombang sendiri yang orang lain tak pernah bisa mengerti. Dingin malam itu menjadi tak berarti ketika aku menatap bulan. Aku tahu, dari mana pun aku menatap, cahaya bulan selalu menyampaikan pesan kehangatan yang dikirim olehmu. 
"Dan kau ada di antara milyaran manusia Dan ku bisa dengan radarku menemukanmu"
Mari sudahi. Aku mulai merindukanmu. Bukan! Bukan mulai! Tapi sangat!
Aku sangat merindukanmu. Sial!
Adam Ghifari Nuskara :)
0 notes