Tumgik
gustitiara · 5 years
Text
Servis Diri dan Motor
Surakarta, 30-06-2019
 Siang yang dingin
Setelah makan pagi aku memutuskan untuk pergi servis motor. Tadinya mau kutunggu, tapi setelah dipikir-pikir jadi aku hanya bertahan setengah jam di sana, antre motornya sangat banyak dan lagi lotek yang kubeli tadi telah berhasil membuat perutku tak keruan. Padahal aku sudah bawa persiapan yang banyak untuk menunggu. Aku bawa air minum dan buku untuk berpikir dan berjiwa besar. Aku sekarang tau kelemahanku. Aku hanya bisa membaca di luar kamar. Aku hanya bisa membaca di tempat umum. Jika di rumah, otakku menyuruhku untuk bersantai dan menonton yutub. Tidak membaca sama sekali. Bagiku membaca bukanlah hal yang santai. Aku selalu tertidur setelah satu setengah halaman. Bosan. Sangat membosankan.
 Tapi jika di luar, setidaknya aku menyadari bahwa aku punya harga diri untuk bisa lebih kuat dalam membaca. Dalam urusan baca membaca ini, aku sendiri menyadari bahwa aku ingin sekali menjadi seorang kutu buku yang punya banyak ilmu. Jadi aku membeli banyak buku. Tapi hampir semuanya hanya menjadi koleksi. Hanya beberapa saja yang bisa kutamatkan. Selebihnya memenuhi kamar, teronggok, dan meminta-minta untuk dibuka. BUKA BUKUMUUU!!! HUU HUUU HUUWW!! Mungkin begitu kalau mereka diberi nyawa. Menghantuiku sepanjang waktu. Aku mulai curiga, mungkin aku memiliki gangguan obsesif untuk memiliki, tapi tidak untuk memahami dan membacanya. Duh diriku. Diriku yang lain sering menyindir diriku ini sebagai keledai yang membawa banyak buku di punggungnya. Bungkuk dan lelet. Aku jadi ingat dulu waktu OSN, di Tanjung Pinang, aku adalah satu-satunya peserta yang membawa 2 koper, satu koper berisi baju dan satu koper yang lain berisi buku. Sampai-sampai aku ketiban salah satunya waktu berjalan menuruni tangga. Padahal semuanya tidak dibaca. Dan akupun satu-satunya perwakilan dari sekolahku yang tidak mendapat medali. Karena hal itu, aku merasa malu. Tapi memang biologi itu susah kan. Perwakilan propinsi saja yang dapet medali cuma berapa. Bisa dibilang, waktu itu kami terlena karena yang masuk jadi peserta cukup banyak. Apesnya yang dapet medali ya cuma orang-orang itu-itu aja yang sehari-harinya bergelut di perolimpiadean. Gapapa itu bukan rejekiku. Siapa juga sih yang masih ingat kejadian bodoh macam itu. Bahkan hanya beberapa orang saja yang masih ingat aku. Oh itu Gusti ya, yang dulu imut dan kalem itu. Haha. Di dalam hati aku tertawa jahat.
 Tadi di sampingku ada mbak-mbak dengan ibunya. Dia sepertinya sudah lama menunggu. Kulihat dia sedang membaca novel. Kukira cuma aku yang menunggu sambil membaca. Aku merasa senang sekaligus tersaingi. Sungguh seperti anak kecil sekali. Aku mulai membuka bukuku. Buku ini pun sudah lama tidak kubaca lagi sampai-sampai aku harus memilih-milih kira-kira bagian mana ya yang enak untuk dibaca. Aku memilih bagian yang paling akhir. Gengsi dong kalau buka buku terus mbalik halaman yang lebih awal. Keliatan banget nanti kalo mbacanya cuma buat pamer. Tapi serius kali ini sebenernya aku ngga ingin jadi kutu buku gadungan lagi, yang baca cuma buat pamer. Aku cuma mau baca buku. Mulai saat ini walaupun itu membosankan, aku mau membaca. Aku udah merasa akhir-akhir ini hidupku penuh dengan kekosongan karena aku jarang membaca. Bacaanku sehari-hari cuma chat whatsapp, line, line tudey, dan pinterest. Sungguh dangkal sekali ilmu yang didapat. Bahkan mungkin sama sekali ngga ada ilmunya. Makanya aku merasa kosong. Jadi aku ingin mengisinya. Aku bosan menjadi kosong. Aku merasa terhina menjadi kosong. Lebih baik bosan dalam membaca dibandingkan bosan melihat diri ini dalam bayang-bayang kekosongan dan kebodohan.
 Bagian yang kubaca adalah tentang menentukan tujuan hidup. Batinku menjerit. Aku sedang tidak punya tujuan hidup memang. Aku hanya berputar-putar di dalam kehidupan, terus berlari, tapi tak tahu mau ke mana. Dulu aku punya tujuan hidup, tapi kini aku mulai tidak yakin akan tujuan tersebut. Tujuan hidup beda dengan mimpi. Karena tujuan itu adalah mimpi yang direncanakan untuk direalisasikan. Misal ya aku punya mimpi menjadi penulis yang besar. Itu akan hanya menjadi sekadar mimpi kalau diriku tidak membaca, tidak berlatih menulis. Sebosan-bosannya aku dalam membaca, atau sejelek-jeleknya aku dalam menulis aku harus tetap melakukannya. Maka itulah yang dinamakan tujuan. Diriku yang lain sangat meragukan diriku ini nantinya akan menjadi seorang penulis yang besar. Baginya aku hanya bisa menjadi peniru. Aku tak kreatif, dan tulisanku amatlah bertele-tele, tidak enak sama sekali untuk dibaca. Dan lagi aku orangnya sangatlah formal dan ngga bisa diajak bercanda. Ngga seru. Membosankan. Kudet. Monoton. Kampungan. Receh. Mana ada yang mau baca tulisanku. Tapi aku, diriku yang sedang menulis tulisan ini. Diriku yang ingin menyayangi diriku meskipun itu berat, hanya tersenyum. Aku akan tetap menulis meskipun hanya diriku yang membaca tulisanku sendiri.
 Setidaknya menulis membantuku untuk jujur pada diriku sendiri. Aku tak peduli apakah ada orang lain yang berniat untuk membaca atau tidak. Tujuanku yang paling awal adalah aku menjadi penulis yang besar sehingga aku menyayangi diriku sendiri. Tapi toh kalaupun aku tidak menjadi penulis yang besar, aku akan tetap menulis, karena menulis membantuku untuk berkomunikasi dengan diriku sendiri. Diriku akan selalu mau membaca tulisanku sendiri. Aku suka berkomunikasi lewat tulisan, karena aku bisa mengeditnya dan memikirkan apa yang akan aku tuliskan lebih lama. Kelemahanku adalah komunikasi secara langsung. Aku merasa bahwa aku selalu kelihatan bego di depan orang-orang, karena aku tidak percaya diri, dan kosong. Dalam memperbaiki kelemahan itu, aku tidak bisa memaksa terlalu banyak. Jika iya, aku akan menjadi semakin tertekan dan terus menyalahkan diri. Tak apa jika aku tak bisa berkomunikasi secara lisan dan semenarik orang lain. Aku bisa melakukannya dengan cara lain. Komunikasi dengan tulisan, gambar, atau komunikasi dengan tidak menggunakan apa-apa, hanya menggunakan bahasa universal. Tapi bahasaku adalah melalui tulisan atau gambar. Bahasa universal berasal dari sikap dan ekspresi yang asalnya dari emosi dan pikiran. Jujur inilah yang sedang kukerjakan. Aku ingin lebih bisa mengatur emosi dan pikiran. Kata Transcendence Coach, caranya ya dengan memahami diri sendiri terlebih dulu.
 Aku harap kamu, diriku mengerti mengapa aku melakukan ini semua. Aku sedang mecoba menuliskan emosi dan pikiran yang ada untuk nantinya kita kelola bersama. Karena kamu adalah investasi terbesar di dalam hidupku, pemberian Tuhan yang tidak bisa kutinggalkan dan akan selalu melekat ke manapun kupergi.
 Aku percaya, menulis ini bukanlah suatu kesia-siaan.
Aku yakin nanti suatu saat ini bisa jadi hiburan bagi diriku sendiri.
Ketika ia sendiri
Tapi memang kita selalu sendiri
Memang sendiri itu buruk? Tidak juga
Aku bisa melakukan apapun semauku
Dan yang melihat hanyalah diri sendiri
Yang menegur dan bersorak sorai hanya diri sendiri
 Dan ternyata setelah dituliskan, pikiranku banyak juga ya
Padahal awalnya kupikir kosongan
Bahkan berpikir bahwa pikiran kosong itu sebenarnya juga berpikir kan?
 Aku tau ini rumit
Karena ini adalah tulisan tentang pikiran tanpa editan
0 notes
gustitiara · 5 years
Text
Menyapa Diri
Surakarta, 30-6-2019
 Hallo assalamualaikum, gimana kabar?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh berarti semoga salam tercurah padamu.
Kedamaian, kasih sayang, dan karunia kenikmatan.
Aku sangat berharap engkau diberi semua itu oleh Illahmu, yang Maha Pemberi lagi Kaya.
Dari kejauhan, aku melihat engkau saat ini penuh dengan rasa cemas, takut, menyesal, marah, dan bingung. Tidak apa, semua orang mengalaminya. Anyway, aku adalah dirimu di masa kini. Aku ingin kita berbagi rasa, aku hanya ingin mendengarkan tentang kita sejujur-jujurnya. Tidak apa. Mungkin aku akan sedikit menjudge. Dan ketika itu terjadi, engkau tahu apa yang harus dilakukan. Menyadarinya. Dan membiarkan kita bercerita lagi. Aku memang sering menjudge, tapi aku tak menginginkan komunikasi kita terputus. Aku harus terus berusaha menghubungimu tiap waktu. Karena kamu suka kan dihubungi duluan. Dan hanya dengan itulah kamu mau datang. Tapi sayangnya aku itu dirimu, jadi kita sama saja. Dan juga berat bagiku untuk mengejar-ngejar kamu karena aku lebih suka untuk dikejar-kejar. Tapi tidak apa-apa, aku hanya ingin kamu menerimaku, diriku. Jadi apapun harus kulakukan. Walaupun kita tidak sama-sama saling menyayangi. Tapi untuk apa pula aku harus melakukan tindakan menjengkelkan ini? Tidak apa, kurasa ini akan sangat membantu kelak.
 Hari ini dingin sekali ya, tapi aku kagum karena kamu pagi-pagi sekali sebelum subuh sudah mandi. Pakai air dingin dan lagi juga keramas. Kata orang-orang ini musimnya sedang berembus angin muson dingin. Ya, memang benar-benar dingin. Sehingga banyak orang yang tidak enak badannya. Kulihat kamu juga lagi sakit tenggorokan ya sekarang? Batuk dan jadi malas keluar-keluar. Keluar kalau perut sudah lapar. Kalau sudah lapar sekali lebih tepatnya. Mirip ular. Gapapa, kamu dulu pengen banget kan masuk asrama Slytherine. Ya cocoklah.
 Beberapa hari yang lalu, harusnya ada janji dengan Transcendence Coach. Tapi tidak jadi, karena dia  ada acara dan sehari setelahnya meriang. Lalu sehari setelahnya lagi mengabarkan bahwa dia sudah baikan, dan mengajak bertemu, tapi giliran kamu yang tidak baikan hari itu. Selain itu aku juga malu dan merasa hina kalau bertemu dengannya lagi. Aku tahu, aku sedang kehilangan jati diri. Dan satu-satunya orang yang tahu akan hal itu adalah dia. Rasanya antara ingin sembuh tapi harus menanggung rasa malu. Dan bingung akan apa yang terjadi di saat ini. Aku berasa sangat berantakan. Kalaupun toh jika dibandingkan, antara sembuh dan malu. Orang waras akan memilih sembuh. Tapi ya itu, aku sedang tidak waras. Rasa malu lebih besar secara tidak sadar menekanku untuk tidak berbicara dan berpikir menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jadilah suatu kebingungan bahwa aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang diriku sendiri.
 Katanya memang usia 20 tahun itu usia life crisis point. Pencarian diri sebenarnya. Tapi yang lain juga bilang bahwa diri itu bukan kaya uang 100 rb yang jatuh di jalan terus ditemukan begitu aja. Diri itu diciptakan. Tapi dalam menciptakan itu juga perlu bahan-bahan kan? Dan bahan-bahannya apa ya itulah yang harus dicari sebenarnya. Nah dari situ diri mulai diciptakan. Jadi menurutku keduanya benar, mereka adalah suatu urutan langkah-langkah dalam menjadi diri sendiri. Aku selalu iri sama orang-orang yang 20 tahun sudah sukses membangun start up kebaikan. Tapi gapapa setiap orang punya masanya masing-masing. Dan masaku kini adalah menemukan dan menciptakan diri sendiri yang kumenyayanginya.
 Kini aku mulai merasa jenuh dan ingin merebah seperti biasanya. Tidur sehabis subuh sampai pukul setengah 8. Makan. Terus tidur lagi sampai pukul 12. Shalat. Tidur lagi sampai pukul 3. Shalat dan makan. Nonton film. Shalat. Nonton Youtube. Shalat. Tidur. Begitulah keseharian kita dalam menunggu waktu yang tidak pasti sebelum KKN dan penelitian. Aku sungguh berharap pada Tuhan untuk menyegerakan penelitianku agar aku bisa memutus rantai kemalasan ini. Karena siklus hidup yang seperti ini membuatku semakin merasa bersalah dan tidak berguna. Menyianyiakan uang bapak ibu buat kuliah, dan menyianyiakan waktu yang harusnya kubuat untuk mereview belajar ujian masuk koas. Kalau perlu juga mempelajari materi semester depan.
 Tapi aku lelah sekali dan malas sekali. Aku membiarkan diriku untuk bersantai. Tapi diriku yang lain marah-marah karena muak dengan diriku yang satu lagi yang suka kasihan pada diriku yang lain lagi yang selalu bekerja keras. Diriku yang satu lagi merasa bahwa pekerjaan kita sama sekali tidaklah produktif. Ga bagus-bagus amat. Ga guna-guna amat. Kurasa dialah yang paling objektif karena dia punya lebih banyak bukti. Dia membawa segudang bukti. Bahkan dia membawa diriku yang lain yang suka iri ketika melihat orang di luar diriku lebih berhasil. Diriku yang lain merasa akhirnya aku memang tidaklah berguna dan secemerlang mereka, orang di luar diriku. Sehingga jadilah aku semakin malas. Bahwa semua usahaku akan berakhir sia-sia. Tapi akhir-akhir ini kondisi ini membangunkan diriku yang lain lagi yang tidak terima dirinya diremehkan oleh dirinya sendiri dan mulai bekerja keras memulai dari awal. Yang terakhir inilah aku. Yang saat ini menulis di depan laptop, mencoba untuk menghubungimu. Kemana saja sih? Kok kita tidak pernah bertegur sapa layaknya orang yang tidak saling mengenal.
 Aku tahu berat untuk berubah, tapi aku sangat tahu persis bahwa kita ini adalah spesialis dalam menangani hal-hal berat. Kita kecil, item, ga cantik-cantik amat, sering diremehkan, keliatan bego, tapi kalau ada masalah, kita juga yang dicari-cari buat ngasih solusi. Kadang. Jarang sih, tapi pernah. Aku merasa tidak berguna karenanya, tapi gapapa, berarti mereka memang sudah mumpuni, dan aku tidak perlu lelah-lelah karenanya. Energiku bisa kugunakan untuk hal yang lain, bermalas-malasan misalnya. Haha. Tapi aku ingin sekali memutus rantai ini, tau! Kuncinya ada di diri kita yang kemudian merasa bahwa apapun yang kita lakukan itu ga ada gunanya. Aku ingin buktikan kalau satu hal yang sedang kukerjakan ini, satu hal kecil yakni mulai menyayangi diri. Itu akan ada gunanya. Walaupun kecil, bukan berarti ngga ada kan? Elektron itu kecil, sangat kecil, sangat-sangat-sangat-sangaaattt kecil, apa kamu bisa melihatnya? Engga kan? Tapi ada ngga? Berguna ga? Aku mau membuktikan bahwa tindakanku ini ada walaupun itu sekecil elektron, dan dia tetap berharga dan berguna.
 Menulis kalimat ini telah berhasil membuatku tetap tegak duduk selama 10 menit, setidaknya aku telah memakai 10 menit yang biasa kugunakan untuk merebah tidur sampai kebablasan itu untuk menulis. Aku kalau tidur sudah kaya orang mati. Sekalinya bangun tiba-tiba 2 jam telah berlalu. Ngga bisa tuh aku tidur cuma 15-30 menit. Pesti lebih. Alarm manapun tidaklah mempan. Bahkan teriakan ibuku tidak bisa membangkitkanku dari kematian sementara ini. Itupun setelah bangun, masih berasa pengen bobok lagi. Dan setelah itu kembali merasa bersalah karena menyianyiakan umur. Aku masih muda tapi kok gampang capek dan lelah. Mau baca buku pun susah karena aku sering lupa dengan apa yang tadi kubaca, tidak ada gunanya buat baca. Cuma aku jadi sadar, aku selama ini juga menyia-nyiakan waktuku untuk membaca tapi tidak pernah masuk itu isi bacaannya. Rasanya sebelum dan setelah membaca otakku sama saja, kosong. Orang-orang melihat diriku itu rajin karena suka membaca, padahal aku sendiri kadang tidak paham apa yang aku baca. Tapi ya sudahlah, aku tetap membaca. Siapa tahu mungkin aku membaca saat ini, pahamnya besok atau di lain waktu. Bukan berarti kegiatan membaca itu tidak bermanfaat sama sekali karena kamu tidak paham bacaan itu pada saat itu juga. Ada waktu yang tepat untuk memahami. Waktu ini bisa dipercepat sebenarnya dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan mencintai.
 Oke aku sudah tidak kuat, ingin merebah lagi. Nanti siang kita lanjutkan lagi.
1 note · View note