Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Tulisan : Hidup Laki-laki
Laki-laki betapa sibuk memikirkan perempuan. Sedari bujang sibuk mencari pendamping, perempuan yang baik. Ketika berkeluarga sibuk mencari nafkah, demi membahagiakan perempuan dan anak-anaknya. Dari lelah-lelahnya bekerja sepanjang siang, kepada perempuan pula ia pulang. Dalam pangkuan dan senyum hangat yang menjadi penawar lelah kerja seharian. Melihat buah mata anak-anaknya yang bersinar menyambut dari pintu. Berteriak-teriak dari balik jendela. Laki-laki betapa sibuk hidupnya demi perempuan. Memastikan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi. Bertanggungjawab atas surga dan nerakanya. Seolah-olah hidup adalah memastikan bahwa perempuan baik-baik saja. Tidak lecet sedikitpun kulitnya. Tidak terlukai sedikitpun hatinya. Lalu ketika perempuan ingin membebaskan diri. Laki-laki bingung mencari karena tidak ada lagi yang dia bisa lindungi. Laki-laki membutuhkan kehadiran perempuan agar keberadaannya berarti. Laki-laki akan tampak kuat jika ada perempuan didekatnya. Pelindung pun tidak selalu berarti lebih kuat daripada yang dilindungi. Laki-laki diberikan tanggungjawab kepada 4 perempuan (ibu, istri, saudara perempuan, anak perempuan) di akhirat. Memastikan bahwa ia telah menjaga keselamatan ke-4 perempuan tersebut. Lalu di dunia ini memastikan pula ke-4 perempuan tersebut selamat untuk hidup selanjutnya. Sayangnya, tidak semua laki-laki tahu jika mereka sedang bertugas menjaga 4 kehidupan sekaligus. Seandainya tahu, niscaya sangat sedikit waktu untuk bermain-main.
Bandung, 5 September 2013
485 notes
·
View notes
Audio
Pesan seorang bapak yang tak pernah dituturkan kepada sang putri yang mulai mengenal apa itu asmara
BAPAK
Bapak adalah laki-laki paling khawatir saat anak perempuannya jatuh cinta. Ketika usia anaknya bertambah menjadi kepala dua. Bukan kepalang beliau siang malam memikirkan segala kemungkinan. Laki-laki seperti apa yang akan anak perempuannya nanti ceritakan. Cerita yang mau tidak mau seperti petir di lautan siang-siang.
Kekhawatiran itu tidak berlebihan. Sebab sepanjang pengetahuannya, tidak ada laki-laki yang baik di dunia ini kecuali dirinya sendiri. Untuk kali ini, Bapak boleh menyombongkan diri. Karena kenyataannya memang begitu. Tidak ada laki-laki yang cintanya paling aman selain bapak. Ibu sendiri mengakui.
Bapak adalah laki-laki yang paling takut anak perempuannya jatuh cinta. Laki-laki mau sebaik apapun tetaplah brengsek baginya, berani-beraninya membuat anaknya jatuh, cinta pula. Sudah dibuat jatuh, dibuat cinta pula. Benar-benar tidak masuk akal.
Malam itu, ketika dikira anak perempuannya terlelap. Bapak berbicara kepada ibu di ruang tamu. Tentang segala kemungkinan yang terjadi bila anak perempuan satu-satunya diambil orang. Tentang sepinya rumah ini. Tentang masa tua. Tentang hidup berumah tangga. Kukira bapak berlebihan. Tapi warna suaranya menunjukkan kepedulian.
Aku yang sedari tadi pura pura tidur, mendengarkan. Semoga aku bertemu dengan laki-laki yang lebih bijaksana dari bapak. Karena aku membutuhkan kebijaksanaannya untuk memintanya tidak meninggalkan bapak dan ibu sendirian.
Ku harap ada yang menga-aamiin-kan. ©kurniawangunadi
Tulisan ini termuat di buku saya, Hujan Matahari (2014) hlm. 91-92
2K notes
·
View notes
Text
Pilihan
Nantinya akan ada beberapa hati yang tersakiti, namun hanya akan ada satu hati yang bisa kita selamatkan.
"Tinggalkan atau pertahankan, tegaslah perihal rasa."
1 note
·
View note
Text
12:03 AM
Dering telpon yang aku kira tidak akan pernah terdengar lagi membuatku terbangun di tengah malam. Meskipun akalku berteriak untuk tidak mengangkat panggilan itu, jempolku sudah terlanjut bergeser untuk menerima panggilan itu.
“Hai.” Suara familiar menghias telingaku.
Aku tidak membalas ucapannya.
“..Apa kabar?” lanjutnya. Aku merasakan keraguan dalam nada bicaranya.
Aku masih tidak menjawab.
“Kamu baik-baik saja, ‘kan?” tanyanya lagi.
Aku tetap diam.
“Aku disini baik-baik saja. Semoga kamu juga begitu….”
Tanpa sekali pun aku menjawab pertanyaannya ataupun merespon, dia tetap saja berbicara. Seakan tahu, kalau aku tidak akan tega untuk menutup telpon darinya.
Perbincangan satu arah itu berlangsung cukup lama, mungkin sudah satu jam lamanya, tetapi dia tidak berhenti untuk bercerita. Tentang kehidupannya sekarang. Proyek yang ia kerjakan. Dan juga kondisi keluarganya.
Sampai suatu ketika, aku lupa kalau seharusnya aku tidak meresponsnya. Saat itu, dia sedang menceritakan salah satu lelucon terbaiknya sehingga membuatku tidak sengaja tertawa lepas.
Sambil memaki-maki kebodohanku, aku langsung membungkam mulutku lagi. Kemudian, aku sadar bahwa di ujung sana, aku sudah tidak lagi mendengar suaranya. Tapi aku tahu kalau telpon kami berdua masih tersambung.
Dia hanya diam. Seakan dia juga terkejut mendengar suaraku.
Dia tidak mengatakan apa-apa lagi untuk beberapa saat.
“…Sudah lama sekali ya, sejak aku mendengar suara tawamu..” ucapnya sambil sedikit serak.
“Aku kangen sama kamu..” akunya tiba-tiba.
Napasku tersekat begitu mendengar pengakuannya.
“Aku tahu seharusnya aku tidak menelponmu lagi,” ucapnya dengan penuh sesal. “Tapi aku tidak bisa melupakanmu.”
Tes.
Tes.
Tes.
Air mataku, tanpa aku sadari, menetes membasahi pipiku. Dadaku sesak sekali. Benteng yang sudah aku buat tinggi-tinggi hancur seketika begitu mendengar pengakuannya.
Aku lupa dengan semua peringatan dari teman-temanku agar tidak lemah di depannya.
Aku lupa dengan rasa sakit yang menghujam hatiku saat mendengar bahwa dia sudah melamar wanita lain.
Aku lupa bahwa seharusnya aku sudah tidak mencintainya, lagi.
“…Aku juga.” Balasku pelan.
A.W. Jakarta, 18 Agustus 2018.
1K notes
·
View notes
Text
Krisis
Kalau kita melihat media sosial, begitu banyak orang yang membahas soal Quarter Life Crisis beserta isunya. Mulai dari karir, sandwich generation, dsb. Banyak, dan pasti memang banyak di antara kita yang tidak pernah terbayang sama sekali; tidak bisa memahaminya, bingung ketika menyadari kalau dirinya adalah sandwich generation, resah karena karirnya disetir oleh orang tua, dan semua kegelisahannya.
Di antara kita ada yang sedang berjuang dengan pendapatan 300ribu sebulan. Di media sosial, kita melihat orang lain yang seusia kita pendapatannya sudah di angka 30 juta per bulan.
Kita bahkan tidak tahu dimana yang keliru. Apakah ikhtiar ini kurang? Dan juga sebenarnya kita tahu dimana letak masalah-masalahnya. Dari mulai bidang pekerjaan, orang tua yang tidak mengizinkan kita merantau, lingkaran pertemanan yang serupa, dan mungkin ada yang juga mengaitkan ke almamaternya, “ah dia kan lulusan ITB, lha ku…”.
Beberapa di antara kita juga ada yang sedang berjibaku, bekerja keras untuk ikut serta membantu ekonomi keluarganya. Menopang adik yang masih sekolah, ikut jungkir balik membayar cicilan hutang orang tua, dsb. Kita tidak tahu caranya menabung, sebab semua pendapatan selalu habis tak bersisa. Bahkan kadang kurang.
Memang, kita semua tidak pernah memiliki hidup yang ideal. Selalu ada letak ujiannya. Bahkan pada orang-orang yang kita kira selesai semua urusannya, mereka tetap memiliki ujiannya. Hanya saja, kita tidak tahu.
Tidak apa-apa, tidak apa-apa dengan kondisi kita saat ini. Yang sedang galau karena gaji dibawah rata-rata, galau karena karir kita tertahan izin orang tua, galau karena bingung bagaimana menyiapkan masa depannya sebab kita ikut menanggung hutang dan biaya hidup keluarga.
Ujian kita tidak sama, maka jawabannya tentu tidak sama.
Hanya satu hal yang ingin ku bisikan lirih kepadamu. “Jangan kalah oleh keadaan, menangkan!”
©kurniawangunadi
2K notes
·
View notes
Text
Berujung pada penyesalan
Dalam banyak sekali kasus, jika jatuh cinta yang belum pada saatnya kamu perturutkan, ia hanya akan merenggut produktivitas dan masa-masa keemasan dalam hidupmu.
— Taufik Aulia
1K notes
·
View notes
Text
Allah tidak bisa dikalahkan, bahkan jika seluruh dunia menentang-Nya. Apalagi kalau hanya seorang kamu yang menjadi durhaka. Percuma. Jadi buat apa kamu mengabaikan perintah dan larangan-Nya kalau ternyata tak berpengaruh apapun bagi-Nya dan malah membuat hidupmu semakin sulit?
— Taufik Aulia
875 notes
·
View notes
Text
Bisakah kau bacakan ini untukku :)
Tetaplah jalani hidup walau tak bersamaku. Kau harus meneruskan semua impianmu tanpa aku. Semua yang kau inginkan ternyata tak pernah menjadi tujuanku. Kau sama sekali tidak akan bahagia bila memaksakan denganku. Kau punya jalan lain. Perjalanan yang tak sejalur dengan apa yang aku cari. Terima kasih sudah pernah bersama, meski kita tak akan pernah seirama. Terima kasih sudah pernah berbagi, meski akhirnya kita harus menenangkan hati. Bahagialah tanpa aku. Tanpa semua hal-hal yang kita sepakati dulu. Nyatanya, hari depan hari kita hadapi dengan keinginan masing-masing. Jalan sendiri-sendiri. Tanpa saling sepakat untuk satu tujuan lagi.
–boycandra
858 notes
·
View notes
Video
Let's sing every body 😚
MOUTH! a song made using only sounds from my mouth. enjoy
103K notes
·
View notes
Text
Proses
Dulu, sekitaran enam tahun lalu. Saya pernah diremehkan oleh seorang teman kampus. Di warung kampus dekat sekteriat organisasi. Hanya karena saya bilang saya penulis, waktu itu saya masih belum punya buku. Saya baru belajar banget, nulis di blog. Tulisannya juga kalau dibaca hari ini, saya jijik juga. Namun intinya bukan di tulisan saya.
Saya sedih saat ada yang merendahkan saya, terkesan mengolok di depan orang ramai. Mungkin karena dia kuliah sastra (tidak semua anak sastra seperti ini) dan punya ilmu lebih banyak dari pada saya waktu itu. Sementara saya tidak kuliah sastra, saya tidak lulus di jurusan itu.
Tapi saya tahu, waktu itu saya masih belajar. Saya memang anak bawang. Saya baru memulai. Saya masih sedikit sekali ilmunya. Hari ini, 12 buku saya sudah terbit, alhamdulillah hampir semuanya bestseller. Akhir bulan ini segera buku ketiga belas: #CintaPalingRumit. Sementara orang yang menertawakan saya di depan orang ramai itu, tidak menerbitkan satu buku pun.
Percayalah, tidak semua orang yang merasa hebat lalu meremehkanmu, benar-benar lebih hebat dari pada kamu. Jangan takut. Hadapi dunia ini. Kita hanya perlu menyadari kekurangan kita, lalu tekun belajar sekeras yang kita bisa.
Apakah semua ini karena saya hebat? Tidak. Saya hanya keras kepala pada apa yang saya mau gapai. Dan saya tidak peduli pada omongan orang yang melemahkan saya. Jangan lekas menyerah, jalan terus.
–boycandra
348 notes
·
View notes
Text
Dulu sebelum ada dia, hidupmu baik-baik saja. Kau bisa kemana-mana, bisa berteman dengan siapa saja. Kau menikmati hari harimu.
Lalu dia hadir dalam hidupmu. Di satu sisi kau merasa dia melengkapi kebahagiaanmu. Dia menjadi pemilik perhatian yang kau butuhkan.
Namun, di sisi lain sadarkah bahwa dirimu bukan lagi dirimu yang sebenarnya. Kau malah dibatasi berteman dengan baik. Kau bahkan kehilangan kesempatan berkembang dan saling tumbuh bersama teman sebaya dan sehobimu.
Hal-hal yang harusnya kaudapatkan di masa muda. Malah dirampas oleh kebersamaan dengannya. Kebersamaan yang akhirnya juga melukaimu. Dia meninggalkanmu.
Dia melepaskanmu. Kau terpuruk. Kau merasa dijatuhkan. Kau merasa hancur.
Tapi, sadarilah kembali. Bukankah melepaskan orang yang seperti itu hanya membuatmu kembali memiliki dirimu? Kenapa harus mengutuk diri seolah tidak akan punya hari yang lebih baik lagi? Hidupmu sebelum ada dia sudah baik-baik saja.
Saat dia datang, kau hanya merasa sedang lebih baik –padahal bisa jadi kau hanya sedang berada di tahap hidup yang buruk yang tak kau sadari.
Maka, renungkanlah lagi. Ulang lagi semangatmu. Kejar lagi ketertinggalanmu. Kemana hobimu yang dulu? Jemput lagi impian-impian besarmu. Bisa jadi selama ini dia tidak pernah benar-benar ingin bersamamu. Lalu buat apa terus memaksa ingin bersamanya?
–boycandra
524 notes
·
View notes
Photo

Ya beginilah teman datang kalau ada maunya #lineart #friendship #koncotambalbutuh
0 notes