Tumgik
hallochu · 2 months
Text
"Dia memang tidak bisa menyelamatkan aku dari pikiran-pikiranku sendiri, tidak bisa juga meyakinkan aku dalam keragu-raguanku sendiri. Tapi aku berterimakasih. berkat ini, aku bisa mengkongklusi semuanya, bahwa sebenarnya tidak pernah ada aku dalam tujuannya. Jadi, aku tidak perlu lagi menunggu, aku tidak perlu lagi berusaha dan aku tidak perlu lagi bertahan."
5 notes · View notes
hallochu · 2 months
Text
Menyadari satu sisi kesepian yang tumbuh dalam diri seorang aku. Sudah sangat berlumut dan dingin sekali saat ku sentuh. Terbayang banyak memori saat ku letakkan tangan kecilku di tempat itu. Terenyuh aku dan sesak di dalam sana.
Aku selalu mensyukuri dengan khidmat pelajaran dunia yang tiada habisnya. Sebab disanalah aku tumbuh, berdiri dan berlari.
Tanpa ku tau, ada sisi kesepian yang menjadi belantara dalam perjalananku. Semakin lama semakin tumbuh, tiada penyembuh. Benih yang ku tanam nyatanya berasal dari induk yang sama. Unggul dalam menyemai nestapa. Membesarkan gusar. Membuatku merasa semakin tertampar.
Rasa sepi itu menjadi mega. Tiadalah aku berpunya arti, melainkan hanya sesuatu yang rendah tak ternilai. Sebab itu, sepi akan selalu menjadi teman yang abadi.
3 notes · View notes
hallochu · 2 months
Text
Aku suka mengcapture hal-hal buruk yang kuterima. Menyimpan momen menyakitkan yang kuresapi dengan gemuruh amarah dan kelakar sumpah serapah yang menggelegar dalam diriku. Mengabadikan dan mengingatnya.
Aku suka sekali mengingat kesalahan orang lain. Lalu menjadikannya alasan untuk membenci orang itu. Bagiku, tidak ada ketulusan di dunia yang dingin ini. Bagiku, tidak ada perasaan yang benar untuk seseorang di dunia ini. Bagiku, tidak ada kepercayaan yang bisa dijaga ketika semua kecewa telah tumbuh. Bagiku, apapun itu, semua hanyalah kepalsuan. Manusia adalah korban dari keinginan dan kebutuhan manusia lainnya.
Tanpa pernah kusadari satu hal. Tidak ada satupun di dunia ini yang akan tersiksa bila aku penuh amarah dan dendam. Melainkan diriku sendiri. Aku adalah korban sebenarnya dari setiap luka yang kutumpuk dan kupendam dalam-dalam. Sementara orang lain yang dulunya pelaku, dia sudah lupa. Dan akan merasa menjadi korban ketika aku memaparkan fakta di masa lampau, bahwa ia pernah salah. Pada saat itu, pembenaran demi pembenaran akan menjadi drama baru.
Menyimpan kenangan dan bukti bahwa orang-orang di sekitarku pernah jahat, faktanya akan selalu membangkitkan sisi buruk yang aku sendiri pun kesulitan mengatasinya. Ketika amarah tumpah perihal mengenang masalah yang telah berlalu, seringkali aku merasa bersalah. Dan kebingungan untuk kembali bersikap tenang. Meski setelah itu aku tidak akan pernah sama. Karena aku tau mereka menyakitiku dengan sadar. Aku tetap menginginkan mereka ada di dekatku, dengan sisa-sisa kemarahan yang berputar-putar di dalam kepalaku. Kemudian berpura-pura semuanya baik-baik saja.
Aku terlalu egois pada diriku.
6 notes · View notes
hallochu · 2 months
Text
Bertambah hari semakin bertambah inginku untuk pulang. Bagaimana aku meminta agar pintaku langsung menuju langit untuk mewujudkannya. Aku tidak menyerah, tidak juga lelah. Hanya ingin pulang, tidak ada alasan apapun selain ingin pulang.
4 notes · View notes
hallochu · 6 months
Text
Suatu hari aku pernah berpikir dan merenung. Di antara sekian banyak manusia yang mengetahui namaku dan mengenal sebagian kecil dari diriku atau mungkin yang paling dekat denganku dan yang lebih banyak tau tentang diriku. Di antara mereka itu, siapakah yang paling merindukan aku dan bersedia meluangkan waktu untuk mengirim Al Fatihah terkhusus untukku yang sudah tiada. Adakah di antara mereka yang merela diri untuk duduk sekian waktu, mengeja dengan irama yang indah surah yasin khusus untukku yang telah tiada. Aku penasaran, siapakah mereka.
4 notes · View notes
hallochu · 8 months
Text
Setahun yang lalu, di bulan ini. Rutinitas melelahkan yang merenggut banyak bobot tubuhku, akhirnya terbayar tuntas. Ada banyak sisi baik yang kuterima.
Sebulan sebelumnya aku mengikuti kegiatan latihan dasar wajib untuk pengabdi muda yang sebentar lagi resmi dilantik sebagai abdi negara. Proses pendisiplinan diri dalam kegiatan ini, membuat tubuh dan mentalku terkejut. Aku sadar, sudah sangat lama aktivitas berat seperti ini tidak pernah lagi kuikuti. Terakhir, aku ikut latihan bela negara 2018 yang lalu di Makassar.
Masih di tahun yang sama, aku mulai mengatur pola makan sehat karena waktu itu berat badanku sudah hampir 60kg. Menu sehat kudapatkan dari kelas berbayar dengan produk herbal nomor wahid di negeri ini dan beberapa negara besar lainnya. Setelah sekian bulan, akhirnya bisa kembali ke timbangan normalku di 54kg.
Setelah latsar, tepatnya di akhir bulan Mei. Kami wajib melakukan Medical Check Up di Rumah Sakit, sebagai syarat untuk melanjutkan proses pengukuhan jabatan. Alhamdulillah, hari itu semua hasil tes kesehatanku aman dan sehat.
***
Seminggu setelahnya, ada nomor asing mengirimkan data tambahan hasil check laboratorium yang sebelumnya hanya diberikan berupa selembar kertas untuk menjadi syarat kenaikan pangkatku. Semua rincian hasil tes menyusul, akan dikirimkan fisik dan filenya setelah itu. Tidak jelas detail simbol-simbol yang walaupun ada keterangan jumlah batas normal tidaknya suatu indikator, di kertas itu. Wajar, aku memang kurang paham soal istilah-istilah medis. Nomor ini jelas kontak resmi Rumah Sakit tempat aku dan teman-teman cek kesehatan. Kami semua mendapatkan pesan yang sama dengan hasil laboratorium sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing.
Intinya, pada saat itu aku mengalami pengentalan darah yang suatu waktu bisa memberikanku banyak dampak. Deep Vein Thrombosis (DVT). Bahkan sampai hari ini di bagian tumit kananku masih teramat sangat sakit saat berjalan.
Aku diminta melakukan cek darah ulang, di rumah sakit terdekat dari rumahku untuk memastikan. Walaupun hasil ini tidak akan berpengaruh dengan syarat administrasi pekerjaanku. Tapi menurut medis, ini penting untuk keberlangsungan hidupku ke depan.
***
Juni 2022.
Awal juni aku berangkat seorang diri ke Rumah Sakit. Seharian aku memastikan kondisi kesehatanku. Dalam kondisi kalut dan bimbang. Akhirnya aku merelakan diri untuk tidak meminta atensi dari siapapun. Aku berdiam diri dan berjuang seorang diri.
***
Dalam pikiranku, kalaupun memang inilah akhir dari jalan hidupku, aku terima. Aku berterima dengan kepulangan ini.
Pada saat itu, adalah masa terbaikku. Aku memiliki sahabat lama yang menyertai dan membersamaiku di setahun terakhir hidupku. Di saat aku memutuskan untuk menarik diri dari dunia sandiwara entah di kantor atau dilingkungan sekitarku. Tuhan mengirimkan sahabat baikku ini, yang tentunya aku sangat menyayanginya. Aku tidak tau kapan persisnya waktu menjemput. Aku hanya memohon kepada Tuhan. Pertemukan kami sekali lagi.
Aku memiliki seseorang yang bertemu kembali setelah sekian tahun. Dan bersedia tumbuh bersama. Meski hanya beberapa hari, bagiku sudah cukup untuk merenda naungan yang meneduhkan. Pada takdir Tuhan, kami menitipkan doa, kekuatan dan keihklasan untuk membina bahtera yang diamanahkan Tuhan pada Kami di Tahun ini. 2023.
Masa di mana keluargaku menjadi satu-satunya tempat menitipkan cerita setiap harinya. Setelah sekian lama aku terlalu cuek. Entah kenapa intensitas komunikasi kami sangat hangat saat itu. Sempat terbesit, mungkinkan karena sebentar lagi aku akan pulang sangat lama.
Dan karirku yang mulai stabil. Setelah sekian lama aku berprinsip dan sangat nyaman menjadi seorang enterpreneur.
***
Aku sudah dijelaskan detail tentang kondisiku. Mulai dari hal yang tidak perlu dikhawatirkan sampai pada kondisi yang fatal. Sayangnya, ada indikasi bahwa bekuan darah ini ada kemungkinan menuju ke organ vital, entah jantung atau paru-paru. Inilah alasan kenapa aku diminta untuk kembali dua hari ke depan. Dan konsultasi rutin sampai akhir bulan ini.
Lama ku pandangi kertas itu dan akhirnya kumasukkan ke dalam tong sampah setelah aku remas dengan penuh kebingungan. Semua penjelasan sudah aku mengerti. Kertas itu, tentu tidak ada gunanya lagi.
***
Juni juga bukan bulan yang mudah bagiku. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan. Persyaratan naik pangkatku, masih harus diproses. Kegiatan di kantorku juga sangat berdempetan. Tugas dan amanah baru dari atasan, persiapan pelantikan dan upacara pelantikan. Terjadwal padat di Juni ini. Bagaimana aku menyelipkan waktu untuk mengikuti pengobatanku? Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Aku masih punya satu janji lagi, untuk bertemu dengan sahabatku di bulan ini. Aku ingin mengulang dan menulis kenangan terbaik di masa terbaik kami. Aku juga ingin membagi waktu dengan kekasihku. Dan satu orang lagi senior yang beberapa waktu terakhir menjadi teman ngobrol untuk bercerita tentang sahabatku ini atau sekedar cari tau tentang kekasihku.
Besar harapanku bisa menghabiskan waktu bersama mereka saat kami bertemu nanti. Tapi Tuhan punya rencana lain. Aku tidak bisa mewujudkan itu. Pertemuan yang dijanjikan antara aku dan sahabatku, tidak pernah terjadi. 🥺
***
Awal juli, aku berangkat ke Jakarta. Menunaikan janjiku meskipun kutau, sangat terlambat.
Jakarta terasa hampa Juli itu. Aku dan sahabatku pun mulai membentang jarak. Entah bagaimana kami didekatkan lagi, biarlah waktu yang menjawab.
Di bulan ini, aku pun belum sembuh. Sekuat tenaga aku upayakan menahan gejala kambuhan yang sebelumnya kuanggap vertigo biasa. "Hanya dua minggu. Ku mohon, bertahanlah!", tekadku saat itu. Aku ingin menikmati perjalananku meski sebentar. Aku ingin bertemu kakak-kakakku di ibu kota, meski sehari dua hari.
***
Agustus.
Aku maksimalkan pengobatanku. Harapan hidup tumbuh setelah kembali dari Jakarta, seiring dengan pengobatan yang kujalani. Pengobatanku tidak mengerikan dan tidak menyakitkan. Tapi cukup membuatku yakin, ini sulit.
Gejala mulai terlihat. Anehnya, sebelum vonis, justru tidak ada gejala yang kusadari.
Tangan kakiku membengkak dan terkadang melebam. Sepeti habis adu tinju dengan pegulat. Pun Aku harus sigap dan tanggap, bila suatu waktu tiba-tiba terbangun dari tidur karena dadaku sesak dan batuk parah.
Bila gejala ini muncul. Aku benar-benar menginginkan ada seseorang yang membantuku menyiapkan obat anti koagulanku dan untuk memasang korset di kakiku. Sebenarnya dokter menyarankan stoking kompresi khusus untuk meredakan keram kaki bawahku yang sering menjadi penyebab gejala penyerta itu, mengganggu tidurku. Tapi bagiku, lebih mudah dengan korset.
***
Oktober pertengahan. Akhirnya aku berhasil melewati masa-masa kritisku. Banyak hal yang kutakutkan berhasil dilewati dengan cukup baik, meskipun aku banyak mengeluh. Dan kehilangan beberapa orang karena ketidakmampuanku menjelaskan keadaanku yang sebenarnya juga butuh mereka di saat itu. Sampai hari ini, ini tersimpan rapi menjadi cerita hidupku yang nano-nano.
September tahun lalu berat badanku turun drastis ke bobot timbangan semasa masih kuliah, 48kg. Sayangnya, di Oktober perlahan tapi pasti kembali naik berkat obat-obatan yang ku konsumsi. Wkwk.
Satu pesan dokter, hidup sehat dan kurangi minuman kemasan. Hal ini untuk mencegah sindrom pasca trombosis dan mencegah emboli paru (penyumbatan arteri di paru) yang katanya bisa menyebabkan gagal jantung, jika parah.
Aku harus menerapkan pola hidup sehat. Konsumsi makanan bergizi dan seimbang, menghindari makanan pemicu lainnya, olahraga teratur, tidak boleh terkontaminasi asap rokok dan harus menjaga berat badan ideal. Jujur, sampai hari ini, aku tidak mematuhi peringatan itu. Teh pucuk masih selalu menjadi minuman andalanku. Ayam geprek bawang putih, tetap adalah sang jawara. Dan entah kenapa berat badanku mudah sekali naik setelah itu.
A day to remember..
2 notes · View notes
hallochu · 1 year
Text
Suatu hari aku punya pemikiran akan betapa sibuknya hidupku ketika menjadi seorang perempuan yang punya ikatan dengan seorang lelaki dalam sebuah komitmen paling sakral.
Aku bekerja sesuai dengan keinginanku dan harus menjadi pengabdi di rumah yang kami tinggali bersama. Aku berusaha memaksimalkan diri mengabdi pada manusia manusia muda di tempat kerja. Aku pun bertekad untuk mengindahkan dan meneduhkan rumah kami.
Aku tidak bisa membayangkan betapa habisnya energiku terkuras ketika melakukan semua itu.
Membuat planning sebulan, seminggu atau sehari ke depan. Mulai dari menu sampai jadwal beberes. Olahraga atau sekedar bersantai keluar rumah sebentar. Ternyata tidak semudah yang kukira.
Benar saja. Semua itu cukup membuatku kelelahan. Dan kebingungan. Tapi anehnya, semua lelah bisa dengan sekejap lunas dan terbayar tuntas dengan keberadaan seorang partner hidup.
Walaupun tidak ahli dalam memasak, tapi ketika melihatnya lahap dan menikmati menu sederhana buatanku. Lelahku berkurang banyak.
Walaupun tidak ahli dalam menjaga kerapian dan kebersihan. Beberes rumah sangat menyenangkan ketika dilakukan bersama-sama, ditemani sederet lagu yang bisa kami nyanyikan berdua.
Walaupun tidak ahli dalam bercerita dan merespon cerita. Ternyata kita masih bisa melakukan semuanya berdua dengan cara yang menyenangkan.
Walaupun seringkali egoku meninggi dan kadang partnerku juga mengalami hal yang sama. Untuk kami berdua, syukurnya masih bisa berlaku 100% tidak melulu 50:50. Ya, terkadang dia 70 aku 30. Terkadang aku 70 dia 30. Begitu kata surya insomnia dalam sebuah reality show yang dipandunya.
Percayalah, proses awal penyatuan dua manusia ini. Proses penerimaan. Proses adaptasi di dalam rumah. Dan semuanya. Jelas itu tidak mudah. Karena dua hati dan dua pemikiran, sedang berkompromi untuk banyak hal yang akan dilakukan berdua dan bersama-sama di kemudian hari. Inilah proses belajar yang sangat panjang. Dan aku baru sadar, mengapa ini disebut sebagai ibadah terpanjang.
Aku bersyukur, dipertemukan dan dijadikan pasangan dari seorang lelaki yang kupilih. Aku hidup dengannya sejak kami dipersatukan. Dan bagiku dia adalah apa yang kutemui dihari kami bersama sampai akhir nanti.
10 notes · View notes
hallochu · 1 year
Text
Setidaknya aku tau bagaimana untuk berdamai dengan lukaku. Entah dibilang mencari pelampiasan atau pembenaran dari orang lain, aku memang tidak sekuat itu untuk menanggung seorang diri. Tapi juga belum siap untuk berbagi.
Terima kasih yaa Allah, atas semua kebaikan dan kejadian yang Engkau titipkan dalam hidupku. Semoga aku masih bisa setia menjadi hamba-Mu, yang taat dan takut hanya kepada-Mu. Bukan masa lalu maupun masa depanku.
6 notes · View notes
hallochu · 1 year
Text
Terakhir menulis di sini, ternyata memang tidak bisa menumpahkan semuanya. Untuk beberapa waktu yang sangat panjang, akhirnya kualihkan healing terbaik pada selembar kertas dan sepasang pena.
Setiap hari membiasakan diri menulis satu dua atau tiga cerita di hari itu. Tanpa takut salah, tanpa takut menyakiti dan tanpa ekspektasi apa pun. Ada kalanya memang, terasa sangat membosankan. Tapi misiku hari itu, buku ini harus penuh. Dan akan kubaca ulang nanti.
Aku merasa nyaman berdiam dalam pengenalan diri yang lebih dalam dengan banyak keluh kesah di buku itu. Dan pada akhirnya, aku menyadari bahwa sebagian besar dari dalam diriku, masih tidak mengenali siapa dia seutuhnya.
Dia yang punya banyak harapan dan puluhan keinginan. Dia yang menaruhkan ekspektasi besar kepada banyak hal. Dia yang berusaha membuat kamuflase untuk mengatakan pada banyak orang, "it's ok". Dan dia yang bisa meledak-ledak dengan banyak kecewa yang ternyata masih belum terselesaikan beberapa diantaranya.
Dia juga punya motivasi besar untuk tumbuh dan berbunga, meski mungkin harum dan warna bunganya tak merekah lama.
Dia yang melihat beberapa hal di depan sana harus diraih dengan hati kukuh, karena menurutnya, selama dia masih di dunia, semua harus diperjuangkan dengan hebat dan kuat.
Dia yang seringnya tidak nyambung, dan masih selalu berharap masih punya koneksi dengan mereka yang selayaknya menjadi teman tumbuh. Dengan sama hebatnya, dengan sama kuatnya meningkatkan sinyal-sinyal itu.
Dia yang menumpuk banyak luka, entah sedang atau sudah sembuh. Dan begitulah wataknya terbentuk.
Jika ada sisi lembut kasih dan manisnya, dia sadar, mungkin tidak akan selalu begitu. Karena sudah sejak lama, dia terlatih untuk menjadi kuat sendiri. Tanpa mengurai deras kepada banyak orang.
Udah deh, udah ga nyambung kayanya..
3 notes · View notes
hallochu · 2 years
Text
Tumblr media
Aku sedang mengukur, menimbang. Bagian mana dari seluruhnya tentang aku, untuk ku letakkan di kanan ataukah kiri.
3 notes · View notes
hallochu · 2 years
Text
Aku pun sedang berpikir bagaimana baiknya meletakkan batu pertamaku. Berulang kali meragu, berulang kali merayu.
1 note · View note
hallochu · 2 years
Text
Sudah kubilang, baiknya gausah nekat. Tangannya gausah jail. Pikirannya gausah penuh prasangka. Hanya demi sebuah konfirmasi yang kata temanmu itu, "cari tau lah". Emang sih, cuman 3 kata. Sering mengganggu kan.. Kalau endingnya akan menyusahkan diri sendiri, why do you do?
"Biarkan semua berjalan sesuai skenario", gitu kan? But, bisa jadi aja- kenekatan, pikiran yang penuh prasangka dan tangan yang jail ini- justru adalah bagian dari skenario itu sendiri. Nah loh?
Apapun tidak akan merubah apapun. Pada intinya demikian.
1 note · View note
hallochu · 2 years
Text
Kalau soal rezeki, dari dulu aku tidak terlalu khawatir. Untuk mengajakku memulai dari nol, tidak perlu khawatir, kutemani sampai kapan pun dengan senang hati.
PR-nya, untk mulai dari 0 tu, tergantung pondasinya. Mau di buat gimana dlu?
2 notes · View notes
hallochu · 2 years
Text
Tabah tercurah pada bendungan yang tak lagi mampu menahan debit airnya. Kau jadikan aku lemah dalam kuat pelukanmu.
Seperti seorang fakir yang menemukan hal paling berharga. Satu dari milyaran kemungkinan dan ketidak pastian. Keberadaanmu, teramat sangat patut dan pantas disyukuri.
1 note · View note
hallochu · 2 years
Text
Kalau kamu ngilang, ga ada kabar. Dan kita jadi jarang komunikasi.
Aku takut sama perasaan yg kadang mancing buat ngerasa gak jadi prioritas. Bawaannya jadi gak mau peduli lagi aja tentang kita. Jadi ngerasa ga dipeduliin. Dan kepancing deh mikir, kalau gitu, buat apa juga nungguin terus. Huft.
Aku takut kita salah paham.
Aku khawatir kalau nanti dugaan yang muncul dari pikiran malah jadi tuduhan, bisa mengganggu. Bahkan menyakiti. Padahal awal dari semua itu adalah perasaan rindu. Aku gamau kita bertengkar.
Kita boleh kok punya rutinitas masing-masing, sayang. Aku malah senang kalau kamu sibuk. Memanfaatkan, memaksimalkan waktu yang kamu punya.
Kalau boleh, kalau bisa. Sesibuk-sibuknya kita, sempatin berkabar ya. Gak mesti tiap waktu kok, sesempatnya aja. Sedih kalau kita sampai gak sempat, apalagi gak punya waktu buat berbagi kabar. Kalau kita ga saling berkabar, gimana kita bisa saling tau.
1 note · View note
hallochu · 2 years
Text
Kupikir merenda jeda bisa menawar tingginya api. Kupikir dalam sebuah animo yang gelisah dan marah, perlu ruang sendirinya. Untuk meredam dentuman yang mungkin bisa meremukkan satu diantaranya. Kupikir, ruang dan sendiri adalah yang paling bisa kuberikan. Disertai dengan memberi ruang pada diriku sendiri untuk lebih memahamimu.
Lalu seseorang mengatakan padaku. "Kupikir perkariban kalian bukan terjalin pada tali yang murni"-tepat setelah air muka ku berubah- " Padahal aku hanya merawikan tentang kamu"
Mengapa lalu romanku menjadi paling sulit ku kendalikan ketika mendengar ternyata malammu. Tidak berteman aku.
Disaat aku sangat gelisah, hanyut dalam menghayati betapa bersalahnya aku. Kamu justru menghabiskan malam dengan berbagi suara untuk menenangkan gelisahmu.
Bukan soal perkariban yang tidak murni. Aku hanya tidak enak hati mendengarnya. Kupikir memang kamu butuh sendirian meredam animo itu. Kuberikan ruang sepenuhnya. Lalu mengapa justru memerlukan orang lain untuk bercerita tentang aku? Tidak bisakah langsung kepadaku? Pernah aku begitu padamu? Tidakkan?
1 note · View note
hallochu · 2 years
Text
Hai cantik, kamu sedih ya? Gapapa ya,.
Mereka hanya tidak tau yang sedang kamu resahkan. Apa yang ingin kamu tangisi. Apa yang menjajal pikiranmu. Dan apa pun tentang kamu hari ini.
Beberapa waktu kebelakang memang tidak terduga-duga ya cantik. Gapapa ya, kamu masih bisa kok.
Mereka ga salah. Bayangkan ada diposisi mereka yang tidak tau tentang kamu padahal mereka sangat ingin tau apa terjadi padamu.
Kalau hari ini mereka beranggapan kamu menyepelekan mereka. Semua itu karena kamu juga tidak pernah bercerita kan?
Bagaimana orang lain mengerti tentangmu, jika tidak pernah kamu jelaskan.
Cantik, ada baiknya menahan semuanya sendirian. Mencandui lelahmu yang awalnya teramat tidak menyenangkan untuk diresapi. Karena mungkin pengalamanmu yang mengajarkan demikian.
Jangan lama-lama begini ya. Aku takut. Karena kulihat, kamu mulai nyaman dan terbiasa melakukan semuanya sendirian.
Jangan lama-lama begini ya. Kamu masih butuh mereka. Kamu perlu teman bercerita. Pundak tempatmu bersandar. Dan sebuah pelukan hangat untuk meredam semua gemuruh dan air mata.
2 notes · View notes