Tumgik
himayahimya · 3 years
Text
Ada dua kenikmatan yg sering dilupakan manusia. Yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.
Tumblr media
2 notes · View notes
himayahimya · 3 years
Text
Tumblr media
Titip foto dengan segala kenangannya sampai detik itu
0 notes
himayahimya · 5 years
Photo
Tumblr media
== siap siap, dekat == Nak, semua orang yang kau jumpai Pun kata2 yg kau dapatkan Itu sudah Allah susun rapih dan rinci dalam takdir kita.. Jika suatu saat nanti ternyata kau terkejut menerimanya, Atau mungkin ada yang menyakiti hatimu, Mendekatlah pada Allah, Bersyukurlah Allah masih memberi kesempatan utk mendekat padaNya :) Berdoalah pada Allah agar Allah lapangkan hatimu.. Agar Allah karuniakan dirimu qolbun saliim.. Ibu juga masih belajar, Mari sama2 berdoa :) https://www.instagram.com/p/B1gGZKJgoHJ/?igshid=1ivc03ba15w3v
0 notes
himayahimya · 6 years
Text
:)
Mengajarkan Ibadah yang Menyenangkan pada Anak
Sebuah Catatan Seminar bersama Bunda Elly Risman, Psikolog
Oleh: Yulinda Ashari Bidang Pemuda ASA Indonesia Divisi Riset dan Kajian
Tumblr media
Sebagai orang tua Muslim, kita seharusnya sudah memahami bahwa tugas utama kita dalam pengasuhan anak adalah bagaimana menjadikan anak sebaik-baik hamba yang taat beribadah kepada Allah swt. Konsep ibadah dan keimanan ini harus diajarkan sejak anak masih dini, agar kelak ketika beranjak dewasa mereka sudah terbiasa untuk beribadah tanpa harus disuruh lagi. Metode pengajaran beribadah kepada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Ibadah bagi anak-anak harus dibuat menyenangkan. Mengapa ibadah bagi anak harus menyenangkan? Karena targetnya anak-anak, maka metode harus disesuaikan dengan cara kerja otaknya. Bagian sinaps pada otak anak belum menyatu dengan sempurna sehingga ibadah harus dikemas secara menyenangkan. Orang tua tidak bisa memberikan pengasuhan dengan mengabaikan perkembangan otak anak. 
Sebelum mengajarkan ibadah kepada anak, orang tua harus mengingat kembali bahwa hal ini merupakan perintah Allah yang harus diperjuangkan dengan bersungguh-sungguh, karena sejatinya tujuan penciptaan manusia di dunia adalah untuk beribadah dan mengagungkan keesaan Allah swt. Mari kita buka kembali QS. Ad-Dzariyat ayat 56-58, yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Salah satu tanggung jawab orang tua dalam hal beribadah ini adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan yang baik serta meninggalkan kenangan yang baik pada anak. Ingatkah dahulu kala mungkin ada yang mendapat “ancaman” jika tidak salat? Barangkali hal itu dapat membentuk kebiasaan yang baik, namun kenangan yang tertinggal di ingatan adalah kenangan yang tidak baik, bukan? Kebiasaan baik dan kenangan yang baik. Ibadah harus dibuat menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani, tidak menolak, dan tentu saja agar mereka merasa senang dan bahagia ketika beribadah. Jangan pernah tinggalkan kenangan buruk untuk anak ya Ayah Bunda!
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah berbicara dengan tutur kata yang benar.“ (QS. An-Nisa ayat 9)
Tugas pengasuhan anak apalagi terkait ibadah ini memang bukanlah hal yang mudah. Namun ingatlah bahwa karakter anak apapun yang Allah anugerahkan kepada Ayah Bunda, tidak akan melampaui batas kesanggupan masing-masing orang tua. Selalu ingatlah bahwa anak kita sejatinya bukanlah milik kita. Anak hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemilik-Nya. Mereka adalah kenikmatan, tantangan, sekaligus ujian, yang kemudian proses pengasuhannya membutuhkan perjuangan berupa pikiran, perasaan, jiwa, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Bayangkan jika kita dititipi anak presiden, mungkinkah kita berani memukul, mencubit, atau berkata kasar padanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimana jika kita dititipi anak langsung oleh Sang Pemilik Kekuasaan? Masih beranikah kita mendidik anak tanpa ilmu dan bersikap sewenang-wenang pada mereka? Kira-kira sudah berapa banyak kita melanggar perintah Allah terkait pengasuhan anak ini?
Didiklah anak karena Allah. Jangan pernah mengharapkan kebaikan dari anak jika orang tua tidak mendidiknya dengan baik. Anak-anak kita bukanlah pilihan kita, mereka adalah takdir pilihan Allah untuk kita. Boleh memasukan anak ke sekolah-sekolah agama, namun bukan berarti kewajiban orang tua dalam mengajarkan agama menjadi gugur begitu saja. Tugas orang tua untuk mengajarkan agama harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memasukan anak ke pesantren. Di akhirat kelak, bukan guru-guru pesantren yang akan ditanya, tapi para orang tua masing-masing. Ayah dan Bunda, sudah siapkah mempertanggungjawabkan tugas pengasuhan ini?
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para orang tua dalam mengajarkan anak beribadah yang menyenangkan, antara lain: 1. Tantangan dari dalam diri sendiri dan pasangan Tantangan utama dalam hal ini adalah terkait bagaimana masalah agama ini ditanamkan pada diri Ayah dan Bunda sendiri. Selalu lihatlah ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan lingkungan. Seberapa pentingkah agama dalam hati dan kehidupan kita? Mungkinkah berharap anak yang salih saat kitapun tidak berusaha menjadi orang tua yang salih? Mungkinkah menginginkan anak yang rajin salat sedangkan Ayah dan Bunda tidak salat? Jadilah teladan yang terbaik bagi anak-anak kita terkait ibadah ini. Pelajarilah ilmu agama lebih banyak. Tumbuhkan kesadaran bahwa tujuan utama mendidik anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah. Bagi yang sedang dalam proses pencarian pasangan, sepakatilah di awal pernikahan dengan pasangan untuk bersama-sama mendidik anak menjadi hamba Allah jika telah terlahir ke dunia kelak.
Tahukah Ayah dan Bunda, dalam proses pengasuhan ini, penanggung jawab utamanya ternyata adalah Ayah! Keterlibatan ayah untuk membentuk kebiasaan beribadah anak SANGAT PENTING! Anak yang mendapat keterlibatan pengasuhan ayahnya yang baik akan tumbuh memiliki harga diri yang tinggi, prestasi akademik di atas rata-rata, lebih pandai bergaul, dan saat dewasa akan menjadi pribadi yang senang menghibur orang lain. Maka wahai para ayah, kembalilah! Tugas ayah bukanlah sekadar mencari nafkah, namun juga sebagai penanggung jawab utama pengasuhan anak. Jika ayah terlalu sibuk bekerja—dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak—maka tanyakanlah kembali pada diri: apa yang sebenarnya sedang ayah kejar? Apa yang ayah sebut dengan kebahagiaan anak dan istri tersebut? Tidak takutkah kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah mengenai hal ini?
2. Mengasuh generasi Alfa • Gen Y lahir pada rentang tahun 1980 – 1994. • Gen Z lahir pada rentang tahun 1994 – 2009. • Gen Alfa lahir pada rentang tahun 2010 – 2025. - Mereka hidup dengan internet (belajar, bikin PR, makan olahraga, tidur). - Semua serba cepat, instan, menantang dan menyenangkan. - Mereka terbiasa multiswitching (melalui gadget). - Mereka memiliki tata nilai yang berbeda. Generasi yang akan kita didik saat ini adalah para Alfa. Jika generasi Alfa ini tidak dididik dengan metode yang tepat sesuai zamannya, maka akan sulit memasuki dunia mereka, bukan? Karenanya, Ayah dan Bunda tidak boleh abai dengan tantangan dan perkembangan zaman ya!
3. Beban pelajaran yang berat • 70% anak masuk SD sebelum usia 7 tahun. • 46% anak di sekolah 6 – 7 jam sehari. • 25% sekolah masih memberi materi pelajaran formal setelah jam 12 siang. • 52% guru di sekolah masih memberikan 1 – 2 PR. • 18% anak mengikuti les mata pelajaran setelah pulang sekolah. • 25% anak mengikuti les 2 -3 hari dalam seminggu. • Standar kelulusan Indonesia tertinggi di dunia. Dengan beban pelajaran yang berat bagi anak, kegiatan beribadah seringkali menjadi tidak diutamakan. Para orang tua mendidik anak mereka menjadi orang yang pintar secara akademik, namun hampa secara keimanan. Tanamkanlah tekad dalam diri, “Anakku harus salih dulu, baru pintar”. Jangan salahkan pula jika kemudian anak menjadi mudah emosi karena terlalu lelah di sekolah. Jangan pernah abaikan perasaan mereka. Hindari menasihati mereka saat emosinya sedang tidak baik. Orang tua juga perlu menyelesaikan emosi dengan dirinya sendiri, jangan sampai emosi kita kemudian berimbas kepada anak dan pasangan. 4. Peer Pressure 5. Ancaman dari agama dan kepercayaan lain 6. Perubahan nilai dari masyarakat kita
Mulai dari mana?
Selesaikanlan urusan dengan diri sendiri dan pasangan terkait urusan ibadah ini. Semua kebiasaan beribadah ini bermula dari Ayah dan Bundanya, jadilah role model yang baik dan idola bagi anak kita sendiri. Orang tua juga perlu mengenali keunikan serta tahapan perkembangan otak anak, sehingga metode yang disampaikan dapat sesuai dan tepat sasaran. Kenalkan ibadah pada anak dengan cara yang menyenangkan. Biarlah jika pada awalnya mereka suka sekali bermain air saat berwudhu hingga bajunya basah dan haruss diganti berkali-kali. Biarlah jika gerakan salatnya masih semaunya, suka menarik-narik sajadah, atau menganggu ayah bundanya saat sedang salat. Jangan dimarahi. Biarkan anak senang dan bahagia terlebih dahulu dengan praktik ibadah ini. Masukan target “bahagia” dalam proses pengasuhan anak. Mendidik anak memang harus disertai kesabaran yang tanpa batas. Tidak apa-apa, didiklah anak dengan cinta karena Allah semata. Jika anak senang beribadah, ia akan mau beribadah, kemudian menjadi bisa beribadah, dan terakhir menjadi terbiasa beribadah tanpa harus disuruh dan merasa dipaksa.
Untuk mengajari anak ibadah yang menyenangkan diperlukan niat baik, kejujuran, keterbukaan, serta kerjasama yang baik dari kedua orang tuanya, tidak bisa hanya salah satunya saja. Setelahnya, kombinasikan semua tekad itu dengan mengenali kepribadian anak, sesuaikan dengan cara kerja otak, bakat, serta seluruh kemampuan anak. Setiap anak kita adalah unik, otak anak baru berhubungan sempurna ketika berusia 7 tahun, sedangkan hubungan anatara sistem limbik dan corteks cerebri di otak baru sempurna pada usia 19-21 tahun. Butuh sekitar 20 tahun bagi orang tua untuk mendidik anak dengan baik, maka bersabar dan bersungguh-sungguhlah, karena Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh. Jangan menuntut anak untuk dewasa sebelum waktunya. Anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi orang dewasa, hilangnya masa kanak-kanak akan mengakibatkan masyarakat yang kekanak-kanakan. Bantulah anak-anak kita untuki mekar sesuai dengan usia dan kemampuan serta keunikannya. Ayah dan Bunda harus membuat kesepakatan dan kerjasama di awal, siapa pengambil keputusan dalam hal A dan B, buat perencanaan-pelaksanaan-evaluasi, buat target per anak, pembagian kerjasama, kontrol, dan selalu bermusyawarah dalam setiap keputusan yang melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Ubah paradigma dan cara pandang kita, bahwa anak bukan saja harus bisa beribadah, namun juga suka beribadah.
Landasan Psikologis Anak
Anak Usia 5 – 8 tahun Ibadah untuk anak usia ini bukanlah suatu kewajiban, tapi perkenalan, latihan, dan pembiasaan. Tidak ada kewajiban syar’i bagi anak untuk beribadah, namun ada kewajiban syar’i bagi orang tua untuk membentuk kebiasaan anak dengan cara yang menyenangkan. Didiklah anak dengan modal, misalnya belikan mukena yang disukai anak, membelikan baju koko baru agar anak rajin ke masjid, dan lain sebagainya. Jangan ragu mengeluarkan modal untuk keperluan beribadah kepada Allah swt. Jangan juga hilang kegembiraan anak usia 5 -8 tahun, masuki dunia anak dengan metode 3B: Bercerita/Berkisah, Bermain, dan Bernyanyi. Landasan Psikologis Anak Usia 5 – 8 tahun: • Mudah dibentuk. • Daya ingat yang kuat. • “Dunianya” terbatas. • Meniru: orang tua/ situasi. • Rasa persaudaraan sedunia.
Landasan Psikologis Anak Usia 9 – 14 tahun: • Otak sudah sempurna berhubungan. • Umumnya: Mukallaf. • Emosi sering kacau. • Tugas sekolah semakin berat (ditambah les). • Banyak aktivitas, termasuk bermain internet dan games. • Peer Pressure yang sangat kuat. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: tanggung jawab seorang yang sudah baligh. - Perlakuan dan komunikasi sebagai teman. - Bisa menjadi pendamping/ pembimbing adik-adiknya. - Diberi tanggung jawab sosial: mengantar makanan untuk berbuka puasa, membayar zakat, dan kerja sosial yang mudah sesuai usia. - Ajari anak untuk berwirausaha/ berdagang.
Landasan Psikologis Anak Usia 15 – 20 tahun: • Prefontal Corteks hampir sempurna berhubungan. • Dewasa muda. • Semakin banyak aktivitas, games dan internet. • Mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. • Orientasi semakin di luar rumah. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: dewasa muda, ajarkan fiqih pernikahan. - Perlakuan dan komunikasi sebagai sesama orang dewasa. - Bisa menjadi motivator dan pembimbing adik-adiknya. - Jadikan ia penggerak/ koordinator kegiatan anak dan remaja masjid/mushala.
Setelah mengetahui landasan psikologis pada rentang umur anak, maka metode pembiasaan beribadah pada anak dapat disesuaikan dengan perkembangan dan cara kerja otaknya. Ayah dan Bunda harus terus belajar untuk bisa menjelaskan pertanyaan “mengapa?” dari anak, jelaskan apa yang saja yang menjadi perintah dan larangan Allah swt., serta manfaat dan ganjaran dari beribadah. Gunakan pendekatan kognitif secara ringkas serta contoh yang kongkrit pada anak, serta selalu gunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai referensi utama,. Teruslah bersabar dalam mendidik anak karena waktu persiapan setiap anak tidaklah sama, proses pengasuhan harus disesuaikan dengan usia, kemampuan, kondisi fisik, dan karakter anak.
Persiapkanlah diri Ayah dan Bunda untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Gunakanlah kata-kata yang memahami perasaan anak, lebih banyak mendengar aktif, hindari kata-kata yang menghambat komunikasi dengan anak, serta biasakanlah memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jika saat ini anak kita dimanjakan oleh fasilitas: kamar pribadi, rumah yang luas, gadget, serta wifi dan akses internet yang tidak terbatas, jangan lupa ingatkan anak untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluannya, ingatkan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak berada di rumah atau di sekolah, ada Allah yang tetap mengawasi dimanapun mereka berada. Sampaikan tips sukses pada anak yang tidak hanya berupa kemampuan akademik, namun juga berupa salat tepat waktu, sayang pada ibu, puasa Senin dan Kamis, serta mengaji setiap pagi dan sore.
Akhirnya, selamat berjuang! Miliki kekuatan kehendak, bayangkan, dan doakan anak-anak menjadi penyembah Allah yang taat. Semoga Allah karuniakan kita anak-anak yang salih dan salihah.
Tumblr media
4K notes · View notes
himayahimya · 6 years
Quote
Kadang Allah ngasih sesuatu buat kita itu ga nanya dulu, apakah kita siap atau engga. Jadi siap ga siap, ya harus disiapin. Karena kalau kita mau tumbuh, Artinya kita harus diuji. Kalau mau lulus ujian, Ya harus latihan buat sabar. Masalahnya bukan sanggup ato engga klo kata ust.Salim A Fillah mah.. Masalahnya, MAU atau GA MAU?
0 notes
himayahimya · 7 years
Text
♡ save
Mengajarkan Ibadah yang Menyenangkan pada Anak
Sebuah Catatan Seminar bersama Bunda Elly Risman, Psikolog
Oleh: Yulinda Ashari Bidang Pemuda ASA Indonesia Divisi Riset dan Kajian
Tumblr media
Sebagai orang tua Muslim, kita seharusnya sudah memahami bahwa tugas utama kita dalam pengasuhan anak adalah bagaimana menjadikan anak sebaik-baik hamba yang taat beribadah kepada Allah swt. Konsep ibadah dan keimanan ini harus diajarkan sejak anak masih dini, agar kelak ketika beranjak dewasa mereka sudah terbiasa untuk beribadah tanpa harus disuruh lagi. Metode pengajaran beribadah kepada anak tentu berbeda dengan orang dewasa. Ibadah bagi anak-anak harus dibuat menyenangkan. Mengapa ibadah bagi anak harus menyenangkan? Karena targetnya anak-anak, maka metode harus disesuaikan dengan cara kerja otaknya. Bagian sinaps pada otak anak belum menyatu dengan sempurna sehingga ibadah harus dikemas secara menyenangkan. Orang tua tidak bisa memberikan pengasuhan dengan mengabaikan perkembangan otak anak. 
Sebelum mengajarkan ibadah kepada anak, orang tua harus mengingat kembali bahwa hal ini merupakan perintah Allah yang harus diperjuangkan dengan bersungguh-sungguh, karena sejatinya tujuan penciptaan manusia di dunia adalah untuk beribadah dan mengagungkan keesaan Allah swt. Mari kita buka kembali QS. Ad-Dzariyat ayat 56-58, yang artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi Rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.”
Salah satu tanggung jawab orang tua dalam hal beribadah ini adalah bagaimana cara membentuk kebiasaan yang baik serta meninggalkan kenangan yang baik pada anak. Ingatkah dahulu kala mungkin ada yang mendapat “ancaman” jika tidak salat? Barangkali hal itu dapat membentuk kebiasaan yang baik, namun kenangan yang tertinggal di ingatan adalah kenangan yang tidak baik, bukan? Kebiasaan baik dan kenangan yang baik. Ibadah harus dibuat menyenangkan agar anak tidak merasa terbebani, tidak menolak, dan tentu saja agar mereka merasa senang dan bahagia ketika beribadah. Jangan pernah tinggalkan kenangan buruk untuk anak ya Ayah Bunda!
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah berbicara dengan tutur kata yang benar.“ (QS. An-Nisa ayat 9)
Tugas pengasuhan anak apalagi terkait ibadah ini memang bukanlah hal yang mudah. Namun ingatlah bahwa karakter anak apapun yang Allah anugerahkan kepada Ayah Bunda, tidak akan melampaui batas kesanggupan masing-masing orang tua. Selalu ingatlah bahwa anak kita sejatinya bukanlah milik kita. Anak hanyalah titipan Allah yang dapat diambil kapan saja. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemilik-Nya. Mereka adalah kenikmatan, tantangan, sekaligus ujian, yang kemudian proses pengasuhannya membutuhkan perjuangan berupa pikiran, perasaan, jiwa, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Bayangkan jika kita dititipi anak presiden, mungkinkah kita berani memukul, mencubit, atau berkata kasar padanya? Tentu saja tidak. Lalu bagaimana jika kita dititipi anak langsung oleh Sang Pemilik Kekuasaan? Masih beranikah kita mendidik anak tanpa ilmu dan bersikap sewenang-wenang pada mereka? Kira-kira sudah berapa banyak kita melanggar perintah Allah terkait pengasuhan anak ini?
Didiklah anak karena Allah. Jangan pernah mengharapkan kebaikan dari anak jika orang tua tidak mendidiknya dengan baik. Anak-anak kita bukanlah pilihan kita, mereka adalah takdir pilihan Allah untuk kita. Boleh memasukan anak ke sekolah-sekolah agama, namun bukan berarti kewajiban orang tua dalam mengajarkan agama menjadi gugur begitu saja. Tugas orang tua untuk mengajarkan agama harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum memasukan anak ke pesantren. Di akhirat kelak, bukan guru-guru pesantren yang akan ditanya, tapi para orang tua masing-masing. Ayah dan Bunda, sudah siapkah mempertanggungjawabkan tugas pengasuhan ini?
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi para orang tua dalam mengajarkan anak beribadah yang menyenangkan, antara lain: 1. Tantangan dari dalam diri sendiri dan pasangan Tantangan utama dalam hal ini adalah terkait bagaimana masalah agama ini ditanamkan pada diri Ayah dan Bunda sendiri. Selalu lihatlah ke dalam diri sendiri sebelum menyalahkan lingkungan. Seberapa pentingkah agama dalam hati dan kehidupan kita? Mungkinkah berharap anak yang salih saat kitapun tidak berusaha menjadi orang tua yang salih? Mungkinkah menginginkan anak yang rajin salat sedangkan Ayah dan Bunda tidak salat? Jadilah teladan yang terbaik bagi anak-anak kita terkait ibadah ini. Pelajarilah ilmu agama lebih banyak. Tumbuhkan kesadaran bahwa tujuan utama mendidik anak adalah menjadikan mereka penyembah Allah. Bagi yang sedang dalam proses pencarian pasangan, sepakatilah di awal pernikahan dengan pasangan untuk bersama-sama mendidik anak menjadi hamba Allah jika telah terlahir ke dunia kelak.
Tahukah Ayah dan Bunda, dalam proses pengasuhan ini, penanggung jawab utamanya ternyata adalah Ayah! Keterlibatan ayah untuk membentuk kebiasaan beribadah anak SANGAT PENTING! Anak yang mendapat keterlibatan pengasuhan ayahnya yang baik akan tumbuh memiliki harga diri yang tinggi, prestasi akademik di atas rata-rata, lebih pandai bergaul, dan saat dewasa akan menjadi pribadi yang senang menghibur orang lain. Maka wahai para ayah, kembalilah! Tugas ayah bukanlah sekadar mencari nafkah, namun juga sebagai penanggung jawab utama pengasuhan anak. Jika ayah terlalu sibuk bekerja—dengan alasan untuk kebahagiaan istri dan anak—maka tanyakanlah kembali pada diri: apa yang sebenarnya sedang ayah kejar? Apa yang ayah sebut dengan kebahagiaan anak dan istri tersebut? Tidak takutkah kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah mengenai hal ini?
2. Mengasuh generasi Alfa • Gen Y lahir pada rentang tahun 1980 – 1994. • Gen Z lahir pada rentang tahun 1994 – 2009. • Gen Alfa lahir pada rentang tahun 2010 – 2025. - Mereka hidup dengan internet (belajar, bikin PR, makan olahraga, tidur). - Semua serba cepat, instan, menantang dan menyenangkan. - Mereka terbiasa multiswitching (melalui gadget). - Mereka memiliki tata nilai yang berbeda. Generasi yang akan kita didik saat ini adalah para Alfa. Jika generasi Alfa ini tidak dididik dengan metode yang tepat sesuai zamannya, maka akan sulit memasuki dunia mereka, bukan? Karenanya, Ayah dan Bunda tidak boleh abai dengan tantangan dan perkembangan zaman ya!
3. Beban pelajaran yang berat • 70% anak masuk SD sebelum usia 7 tahun. • 46% anak di sekolah 6 – 7 jam sehari. • 25% sekolah masih memberi materi pelajaran formal setelah jam 12 siang. • 52% guru di sekolah masih memberikan 1 – 2 PR. • 18% anak mengikuti les mata pelajaran setelah pulang sekolah. • 25% anak mengikuti les 2 -3 hari dalam seminggu. • Standar kelulusan Indonesia tertinggi di dunia. Dengan beban pelajaran yang berat bagi anak, kegiatan beribadah seringkali menjadi tidak diutamakan. Para orang tua mendidik anak mereka menjadi orang yang pintar secara akademik, namun hampa secara keimanan. Tanamkanlah tekad dalam diri, “Anakku harus salih dulu, baru pintar”. Jangan salahkan pula jika kemudian anak menjadi mudah emosi karena terlalu lelah di sekolah. Jangan pernah abaikan perasaan mereka. Hindari menasihati mereka saat emosinya sedang tidak baik. Orang tua juga perlu menyelesaikan emosi dengan dirinya sendiri, jangan sampai emosi kita kemudian berimbas kepada anak dan pasangan. 4. Peer Pressure 5. Ancaman dari agama dan kepercayaan lain 6. Perubahan nilai dari masyarakat kita
Mulai dari mana?
Selesaikanlan urusan dengan diri sendiri dan pasangan terkait urusan ibadah ini. Semua kebiasaan beribadah ini bermula dari Ayah dan Bundanya, jadilah role model yang baik dan idola bagi anak kita sendiri. Orang tua juga perlu mengenali keunikan serta tahapan perkembangan otak anak, sehingga metode yang disampaikan dapat sesuai dan tepat sasaran. Kenalkan ibadah pada anak dengan cara yang menyenangkan. Biarlah jika pada awalnya mereka suka sekali bermain air saat berwudhu hingga bajunya basah dan haruss diganti berkali-kali. Biarlah jika gerakan salatnya masih semaunya, suka menarik-narik sajadah, atau menganggu ayah bundanya saat sedang salat. Jangan dimarahi. Biarkan anak senang dan bahagia terlebih dahulu dengan praktik ibadah ini. Masukan target “bahagia” dalam proses pengasuhan anak. Mendidik anak memang harus disertai kesabaran yang tanpa batas. Tidak apa-apa, didiklah anak dengan cinta karena Allah semata. Jika anak senang beribadah, ia akan mau beribadah, kemudian menjadi bisa beribadah, dan terakhir menjadi terbiasa beribadah tanpa harus disuruh dan merasa dipaksa.
Untuk mengajari anak ibadah yang menyenangkan diperlukan niat baik, kejujuran, keterbukaan, serta kerjasama yang baik dari kedua orang tuanya, tidak bisa hanya salah satunya saja. Setelahnya, kombinasikan semua tekad itu dengan mengenali kepribadian anak, sesuaikan dengan cara kerja otak, bakat, serta seluruh kemampuan anak. Setiap anak kita adalah unik, otak anak baru berhubungan sempurna ketika berusia 7 tahun, sedangkan hubungan anatara sistem limbik dan corteks cerebri di otak baru sempurna pada usia 19-21 tahun. Butuh sekitar 20 tahun bagi orang tua untuk mendidik anak dengan baik, maka bersabar dan bersungguh-sungguhlah, karena Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh. Jangan menuntut anak untuk dewasa sebelum waktunya. Anak perlu menjadi anak untuk dapat menjadi orang dewasa, hilangnya masa kanak-kanak akan mengakibatkan masyarakat yang kekanak-kanakan. Bantulah anak-anak kita untuki mekar sesuai dengan usia dan kemampuan serta keunikannya. Ayah dan Bunda harus membuat kesepakatan dan kerjasama di awal, siapa pengambil keputusan dalam hal A dan B, buat perencanaan-pelaksanaan-evaluasi, buat target per anak, pembagian kerjasama, kontrol, dan selalu bermusyawarah dalam setiap keputusan yang melibatkan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak. Ubah paradigma dan cara pandang kita, bahwa anak bukan saja harus bisa beribadah, namun juga suka beribadah.
Landasan Psikologis Anak
Anak Usia 5 – 8 tahun Ibadah untuk anak usia ini bukanlah suatu kewajiban, tapi perkenalan, latihan, dan pembiasaan. Tidak ada kewajiban syar’i bagi anak untuk beribadah, namun ada kewajiban syar’i bagi orang tua untuk membentuk kebiasaan anak dengan cara yang menyenangkan. Didiklah anak dengan modal, misalnya belikan mukena yang disukai anak, membelikan baju koko baru agar anak rajin ke masjid, dan lain sebagainya. Jangan ragu mengeluarkan modal untuk keperluan beribadah kepada Allah swt. Jangan juga hilang kegembiraan anak usia 5 -8 tahun, masuki dunia anak dengan metode 3B: Bercerita/Berkisah, Bermain, dan Bernyanyi. Landasan Psikologis Anak Usia 5 – 8 tahun: • Mudah dibentuk. • Daya ingat yang kuat. • “Dunianya” terbatas. • Meniru: orang tua/ situasi. • Rasa persaudaraan sedunia.
Landasan Psikologis Anak Usia 9 – 14 tahun: • Otak sudah sempurna berhubungan. • Umumnya: Mukallaf. • Emosi sering kacau. • Tugas sekolah semakin berat (ditambah les). • Banyak aktivitas, termasuk bermain internet dan games. • Peer Pressure yang sangat kuat. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: tanggung jawab seorang yang sudah baligh. - Perlakuan dan komunikasi sebagai teman. - Bisa menjadi pendamping/ pembimbing adik-adiknya. - Diberi tanggung jawab sosial: mengantar makanan untuk berbuka puasa, membayar zakat, dan kerja sosial yang mudah sesuai usia. - Ajari anak untuk berwirausaha/ berdagang.
Landasan Psikologis Anak Usia 15 – 20 tahun: • Prefontal Corteks hampir sempurna berhubungan. • Dewasa muda. • Semakin banyak aktivitas, games dan internet. • Mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. • Orientasi semakin di luar rumah. • Hal yang perlu diperhatikan pada usia ini antara lain: - Fokus pada target tahun ini: dewasa muda, ajarkan fiqih pernikahan. - Perlakuan dan komunikasi sebagai sesama orang dewasa. - Bisa menjadi motivator dan pembimbing adik-adiknya. - Jadikan ia penggerak/ koordinator kegiatan anak dan remaja masjid/mushala.
Setelah mengetahui landasan psikologis pada rentang umur anak, maka metode pembiasaan beribadah pada anak dapat disesuaikan dengan perkembangan dan cara kerja otaknya. Ayah dan Bunda harus terus belajar untuk bisa menjelaskan pertanyaan “mengapa?” dari anak, jelaskan apa yang saja yang menjadi perintah dan larangan Allah swt., serta manfaat dan ganjaran dari beribadah. Gunakan pendekatan kognitif secara ringkas serta contoh yang kongkrit pada anak, serta selalu gunakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai referensi utama,. Teruslah bersabar dalam mendidik anak karena waktu persiapan setiap anak tidaklah sama, proses pengasuhan harus disesuaikan dengan usia, kemampuan, kondisi fisik, dan karakter anak.
Persiapkanlah diri Ayah dan Bunda untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Gunakanlah kata-kata yang memahami perasaan anak, lebih banyak mendengar aktif, hindari kata-kata yang menghambat komunikasi dengan anak, serta biasakanlah memberi kesempatan kepada anak untuk berpikir, memilih, dan mengambil keputusan. Jika saat ini anak kita dimanjakan oleh fasilitas: kamar pribadi, rumah yang luas, gadget, serta wifi dan akses internet yang tidak terbatas, jangan lupa ingatkan anak untuk menahan pandangan dan menjaga kemaluannya, ingatkan bahwa meski Ayah dan Bunda tidak berada di rumah atau di sekolah, ada Allah yang tetap mengawasi dimanapun mereka berada. Sampaikan tips sukses pada anak yang tidak hanya berupa kemampuan akademik, namun juga berupa salat tepat waktu, sayang pada ibu, puasa Senin dan Kamis, serta mengaji setiap pagi dan sore.
Akhirnya, selamat berjuang! Miliki kekuatan kehendak, bayangkan, dan doakan anak-anak menjadi penyembah Allah yang taat. Semoga Allah karuniakan kita anak-anak yang salih dan salihah.
Tumblr media
4K notes · View notes
himayahimya · 7 years
Quote
Tanpa cita-cita, mendidik anak akan melelahkan. Tanpa arah yang jelas, kita mudah bingung oleh berbagai tawaran metode mendidik anak yang begitu beragam. Tanpa orientasi yang kuat, kita pun akan mudah goyah dalam melangkah. Kita memerlukan semua itu. Tak perlu jauh-jauh mencari. Agama ini telah memberikan bekal yang memadai. Kitalah yang perlu berusaha menemukannya dalam agama kita sendiri. Kadang atau bahkan kerap kali lalai sehingga seolah “tak cukup hanya berbekal agama”. Padahal tuntunan, arah dan hal-hal penting yang seharusnya memenuhi dada kita saat mendidik anak, telah ada. Kegiatan ini hanyalah sebagian ikhtiar dari diri-diri yang masih miskin ilmu; bertemu untuk berbagi dan belajar. Semoga Allah Ta'ala limpahkan ilmu dan tambahkan lagi dengan ilmu yang manfaat. Semoga Allah Ta'ala fahamkan diri ini dengan ilmu yang telah tercurah.
Mohammad Fauzil Adhim (via fauziladhim)
Yaa, Apapun metodenya tentukan dulu goalnya apa :)
409 notes · View notes
himayahimya · 7 years
Quote
Saudaraku, dalam hidup ini tidak setiap keinginan kita menjadi kenyataan. Tidak setiap rencana kita mencapai hasil sesuai harapan. Ada kalanya usaha kita tidak membuahkan hasil. Ada kalanya rencana kita tidak mencapai apa-apa. Semua kondisi ini seringkali disebut sebagai kegagalan. Namun, apakah kegagalan itu berbahaya? Tidak. Yang berbahaya adalah jikalau kegagalan itu membuat kita malah semakin jauh dari Alloh Swt. Yang berbahaya itu adalah jikalau putus asa, berburuk sangka dan tidak yakin pada pertolongan Alloh. Betapa rugi jika ini terjadi pada kita, sudah gagal malah makin tenggelam dalam kegelapan karena menjauh dari Alloh. http://www.smstauhiid.com/ulama/aagym/menjadikan-kegagalan-sebagai-kesuksesan/
Aa Gym (via ustaagym)
Apapun kondisinya, Jangan jauh dari Allah :)
45 notes · View notes
himayahimya · 7 years
Quote
Syukur itu berkaitan dengan bagaimana kita menerima, memandang dan memaknai apa yang kita terima. Bukan berkenaan dengan seberapa besar nikmat atau karunia yang kita peroleh.
Mohammad Fauzil Adhim
0 notes
himayahimya · 7 years
Photo
Tumblr media
Mungkin kenapa diri ini masih malas atau ragu utk menyampaikan ilmu, Karena diri ini belum bisa menikmati ilmu saat itu.. Bogor, 15.03.2017
0 notes
himayahimya · 7 years
Quote
TANDA Di antara tanda diterimanya ‘amal seorang hamba di sisi Allah adalah, apabila suatu ‘ibadah menuntunnya pada ketaatan-ketaatan berikutnya yang kian tinggi nilainya. Lalu di antara tanda ditolaknya ‘amal seorang hamba adalah, jika ketaatannya tetap diiring kemaksiatan; 'ibadahnya tak kuasa mencegah dia dari dosa durhaka. Dan tanda diterimanya taubat seorang hamba adalah kekeliruan lalunya tak berulang lagi; dalam harap-cemas, terus sibuk berketaatan memperbaiki diri. Jika tak mampu bersaing dengan para shalihin dalam ibadahnya, mari berlomba dengan para pendosa dalam istighfarnya. Ibn Rajab Al Hanbaly, RahimahuLlaah
Salim A Fillah | quotes telegram Bogor, 11.01.2016
0 notes
himayahimya · 7 years
Text
Makin taqwa, makin dituntun ke takdir baik :)
[Kajian DT Aa Gym] Semua dalam Genggaman Allah Dalam hidup, ada 4 hal yang harus kita lakukan: *1. NIAT* Tanya: apa yang saya cari, dari apa yang saya lakukan? Tahan sebentar, sampai bulat niatnya. Yang penting bukan seberapa banyak amalnya, tapi apakah amalnya diterima oleh Allah? Harus putus dari niat duniawi.. Menghafal Quran bukan perkara hafal, yang penting yang diterima oleh Allah. *2. BERGERAK.* Kalau udah niat, harus gerak. Karena nanti Allah yang akan gerakkan. Orang manajemen pasti bingung, 212 siapa yang menggerakkan? Jutaan orang, logistik melimpah, makanan berlebih. Kata kunci: bergerak. Kalau kita ingin dapat tuntunan Allah, harus bergerak. Islam agama gerak. Klo udah gerak, sungguh2, pasti Allah tuntun jalannya. Semua jalan dan takdir dalam kekuasaan Allah.. contoh yang Ciamis kemarin, tak bawa perbekalan, tapi selalu tercukupi. Mari berikhtiar di jalan yang Allah sukai (Lillah). *3. BERDOA.* Menggapai pertolongan Allah dengan ibadah dan doa. Doa adalah fasilitas Allah dari satu takdir ke takdir lain. Itu kemarin 212 sudah dicatat di Lauh Mahfuz. Itu yang datang kemarin sudah dicatat di Lauh Mahfuz. Semua dengan izin Allah. Ikhtiar itu ga ada yang keluar di Lauh Mahfuz. Saya belajar dari guru, bahwa konsepnya: Takdir berlapis. Ketika beramal, kita bergerak ke takdir yang lebih baik. Banyak melakukan yang Allah suka, kita bergerak ke takdir yang terbaik..Makin kita takwa, Allah akan menuntun ke takdir yang baik. Nah, adabnya dengan doa. Doa sebenernya tauhid. Doa mengandalkan Allah.. Tuhankan Allah sesanggup kamu menuhankan Allah. Selalu berprasangka baik, terhadap rencana Allah. Kalau kita merasa saya bisa, saya tahu, nah itu udah bahaya… Orang rajin ikhtiar, tapi jarang doa, dekat dengan ujub. *4. TAWAKAL* Barang siapa bertawakal, Allah akan mencukupi. Kecukupan ini bukan hanya duit, ada kecukupan kesehatan, ilmu. Ciri orang kurang pasrah, banyak tegangnya, banyak khawatirnya. Perangkat tawakal, kuat di taubatnya…Jangan banyak galau.. Istighfar. Contoh: 212.. Jangan merasa berjasa, paling berjuang, nanti hilang pahala.. Jangan merasa penting. Kehadiran merupakan izin Allah. Yang penting deket weh dengan Allah. *** Jangan takut ga bisa tidur, takutnya ga bisa zikir. Rajin istighfar: 1. Dilapangkan kesempitan 2. Diberikan jalan keluar 3. Rezeki yang tak terduga Rasulullah ga punya dosa, meskipun demikian istighfarnya buanyak sekali.. Kita dapat karunia Allah banyak ga? Sibuk syukur, sibuk taubat.. Kalau pengen hidup nikmat, banyak bersyukur.. DT Jakarta, 5 Desember 2016 By Faiza Fauziah
0 notes
himayahimya · 7 years
Quote
Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.
ibnul qayyim
0 notes
himayahimya · 7 years
Quote
hal yang paling kutakuti dalam hidup adalah, saat hati berhenti merasa. karena, jika ia tak lagi mengenal rasa harus dengan cara apa diri ini berkomunikasi dengan Tuhannya? tidakkah dengan ia berhenti merasa, diri pun turut tak merasa? apalah bedanya dengan raga tak berjiwa
layyinatul qalb
0 notes
himayahimya · 7 years
Text
Nais :)
Note: Mendidik Generasi Pengislah Di Akhir Zaman
disusun oleh: Kiki Barkiah
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Beruntunglah orang-orang yang terasing.” “Lalu siapa orang yang terasing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya” (HR. Ahmad 2: 177. Hadits ini hasan lighoirihi, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
Generasi pengislah akhir zaman adalah mereka yang asing dan berbeda dengan kondisi masyatakat kebanyakan. Generasi pengislah akhir zaman adalah golongan terbaik yang menyeru manusia kepada yang ma'ruf dan mencegah kemungkaran.
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran…"(QS. Ali Imran: 104)
Generasi pengislah akhir zaman adalah orang-orang yang hidup untuk ummat dan tidak hanya hidup untuk dirimya sendiri.
Sayyid Quthb “Innal ladzii ya’iisyu li nafsihi, ya’iisyu shaghiiran wa yamuutu shaghiiran. Wal ladzii ya’iisyu li ummatihi ya’iisyu ‘azhiiman kabiiran wa laa yamutu abadan.” Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri ia akan hidup kecil dan mati sebagai orang kecil. Sedangkan orang yang hidup untuk umatnya ia akan hidup mulia dan besar, serta tidak akan pernah mati.
Generasi Pengislah Akhir Zaman adalah Generasi yang Sholih, Muslih, Hafidz Quran dan Produktif
Ciri Ciri Generasi Pengislah: Generasi yang berkomitmen dalam akidah dan ideologi Islam Generasi yang berkomitmen dalam syariah Generasi yang berkomitmen dalam berakhlak yang sesuai dengan nilai-nilai islam. Generasi yang mampu melakukan islah pada dirinya dan orang lain Generasi yang mampu melakukan islah pada lingkungan dan alam sekitar Generasi yang mampu melakukan islah pada dunia islam Generasi yang mengenal potensi dirinya dan mampu memilih peran dalam peradaban Generasi yang dapat mengoptimalkan peran kekhalifahan yang di emban untuk memajukan peradaban
Metode Pendidikan yang dapat ditempuh dalam membangun kualifikasi tersebut, diantaranya: 1. Pendidikan melalui kurikulum sistematis 2. Pendidikan melalui nasihat 3. Pendidikan melalui keteladanan 4. Pendidikan melalui kisah teladan 5. Pendidikan melalui penggalian hikmah 6. Pendidikan melalui hukuman 7. Pendidikan melalui penjagaan kesucian fitrah 8. Pendidikan melalui pelatihan dan pembiasaan 9. Pendidikan melalui tarbiyah langsung dari Allah (learning by taqdir) 10. Pendidikan melalui pemberian amanah dan tanggung jawab
Upaya dalam membangun generasi yang Berkomitmen dalam Akidah dan Ideologi Islam
1.1 Mengenalkan anak pada Allah sejak dini
Mengenalkan konsep Allah sebagai pencipta
Mengenalkan konsep Allah sebagai pemberi rezeki
Mengenalkan konsep Allah sebagai Pemilik
OUTPUT: Melahirkan generasi yang memiliki kepribadian yang selalu bersyukur kepada Allah serta mewujudkan rasa syukur mereka dengan mencari dan mempergunakan karunia Allah di jalan yang diridhoi Allah
Mengenalkan konsep Allah sebagai pemimpin Mengenalkan konsep Allah sebagai pembuat hukum Mengenalkan konsep Allah sebagai pemerintah OUTPUT: Melahirkan generasi yang berupaya menjalankan seluruh aktifitas yang sejalan dengan hukum Allah
Mengenalkan konsep Allah yang disembah
OUTPUT: Seluruh amal perbuatan anak-anak tidak sia-sia karena ditujukan kepada Allah
1.2 Mengenalkan anak pada islam sejak dini 1.2.1 Memahamkan mereka konsep “Islam The Way of Life” OUTPUT: Melahirkan generasi yang termotivasi untuk belajar Al-Quran dan sunnah sepanjang hayat Melahirkan generasi yang menjadikan islam sebagai landasan hukum dalam bertindak
1.2.2. Memahamkan mereka konsep syumuliatul islam dalam sisi ruang, waktu, dan seluruh aktifitas OUTPUT: Melahirkan generasi yang beristiqomah dalam iman islam
1.2.3 Memahamkan mereka perintah dan larangan Allah sebelum usia baligh OUTPUT: Melahirkan generasi yang siap melaksanakan hukum Allah di usia baligh
1.3 Memahamkan anak tentang konsep hari akhir dan negeri akhirat 1.3.1 Memahamkan konsep pertanggungjawaban amal perbuatan OUTPUT: Melahirkan generasi yang selalu bersemangat dalam beramal baik
1.4 Memahamkan mereka konsep makhluk ghaib 1.4.1 Memahamkan bahwa syaitan adalah musuh nyata baginya OUTPUT: Anak selalu berupaya melawan dan menjauhi syaitan serta perbuatan yang akan menjadikan dirinya sebagai teman syaitan 1.4.2 Memahamkan fungsi dan tugas malaikat OUTPUT: Melahirkan generasi yang bersemangat meraih keutamaan dalam beramal 1.4.3 Memahamkan keberadaan jin dan sifat sifatnya Output: Anak mengetahui aturan Allah terkait interaksi manusia dengan Jin Anak berupaya menghindarkan diri dari gangguan jin Melahirkan generasi yang menjauhi perbuatan syirik
Upaya yang dapa kita lakukan dalam menanam benih keimanan: 1. Mengajarkan Ilmu yang menumbuhkan, mengokohkan dan menyuburkan keimanan 2. Memberikan teladan dalam amal sebagai buah dari keimanan 3. Menjaga dari segala sesuatu yang akan merusak keimanan 4. Menggali hikmah kejadian sehari-hari agar semakin menyuburkan keimanan 5. Memastikan keistiqomahan islam
2. Upaya dalam membangun generasi yang berkomitmen dalam syariah
2.1 Memahamkan konsep “Rasulullah sang Teladan” dan menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah SAW sejak dini OUTPUT: Melahirkan generasi yang menjadikan Rasulullah SAW sebagai idolanya 2.2 Memahamkan konsep bahwa mengaplikasikan islam berarti meneladani/itiba Rasulullah OUTPUT: Melahirkan generasi mengaplikasikan sunnah Rasulullah dimulai dari hal-hal sederhana dalam keseharian
Upaya yang dapat kita lakukan dalam mengenalkan Rasulullah Saw kepada anak:
* Menjadikan sirah Rasulullah SAW dan para nabi sebagai kurikulum wajib pendidikan anak dalam keluarga
* Mengkorelasikan kejadian yang kita alami dengan kehidupan Rasulullah SAW baik perbuatan maupun perkataan beliau
* Menghadirkan sosok Rasulullah SAW sebagai idola bagi anak serta menghindari segala hal yang membuat anak mengidolakan yang lainnya
3. Upaya mendidik generasi yang berkomitmen dalam berakhlak yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
3.1 Melahirkan generasi yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah
3.1.1 Membangun kedekatan anak dengan Allah
OUTPUT: target sederhana di masa kecil: Anak mengaplikasikan doa-doa harian Anak senantiasa berdoa kepada Allah atas apapun yang diinginkan Anak terlatih melakukan Qiyamul lail di usia 14 tahun Anak tebiasa melakukan dzikir Al-matsurat minimal 1x sehari Anak terbiasa membaca Al-quran setiap hari Anak memiliki budaya menghafal Al-Quran setiap hari
Target jangka panjang: melahirkan generasi yang dicintai Allah sehingga ia melihat, mendengar, berbuat dan melangkah dengan taufik dan hidayah dari Allah
Dari Abu Hurairah R.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman "Barangsiapa memusuhi wali Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hambaKu mendekat kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal hal yang Aku wajibkan kepadanya. HambaKu tidak henti hentinya mendekat kepada Ku dengan ibadah ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya. Aku tidak pernah ragu ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu raguanku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya.” (H.R Bukhari)
3.1.2 Membangun sifat Ikhlas dan ihsan dalam diri anak
OUTPUT: Anak dapat melakukan ibadah mahdoh dengan baik dan benar pada usia baligh
Anak gemar melakukan kebaikan dan memaknainya sebagai bentuk ibadah kepada Allah
3.2 Melahirkan generasi memiliki akhlak yang baik terhadap manusia
3.2.1 melahirkan generasi yang memiliki akhlak yang baik terhadap orang tua
OUTPUT: Anak memahami dan mengaplikasikan birul walidain Anak hormat dan patuh pada guru
Yang perlu dipahami sebelum meminta anak mengamalkan biruul walidain
CInta itu Sebab Akibat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau meriwayatkan:
أَنَّ الأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ أَبْصَرَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُ الْحَسَنَ فَقَالَ إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّهُ مَنْ لاَ يَرْحَمْ لاَ يُرْحَمْ ».
“al-Aqra’ bin Habis suatu ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium al-Hasan -cucu beliau-, maka dia berkata: ‘Saya memiliki sepuluh orang anak namun saya belum pernah melakukan hal ini kepada seorang pun di antara mereka.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ‘Sesungguhnya barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi.’.” (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafazh Muslim)
Banyak fenomena kenakalan remaja yang pada awalnya disebabkan karena kegagalan dalam membentuk lingkungan sosial dalam keluarga. Terutama terjadi pada saat anak memiliki kebutuhan dalam membangun hubungan peer group/teman sepermainan Pada saat ini, perilaku anak anak akan dipengaruhi oleh teman-teman mereka. Bagaimana cara mereka menghabiskan waktu, bagaimana cara mereka menggunakan uang saku, bagaimana cara mereka menggunakan teknologi, bagaimana mereka membangun konsep diri, bahkan termasuk bagaimana mereka berperilaku seksual. Semakin sedikit cinta dan kasih sayang yang kita berikan semakin sedikit pengaruh yang dapat kita berikan. Jika pengaruh orang tua lebih sedikit maka akan ada pengaruh lain yang mempengaruhinya Permasalahanya, dapatkah anak kita menangkap cinta dari kekasaran? Dapatkah anak kita menangkap cinta dari kedzholiman?
Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah r.a: rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya kelembutan tidaklah terdapat pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan mencemarinya”
Dapatkah anak kita menangkap cinta dari kemarahan yang berlebihan?
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak/ r.r.r. memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengamun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah-lah pahala yang besar” (Q.S At Taghabun [64]:14-15)
Banyak pemasalahan pergaulan bebas pada anak yang diawali dari merenggangnya hubungan mereka dengan orang tunya. Banyak keregangan orang tua dan anak yang diawali dengan komunikasi menyimpang. Konflik bertahun-tahun terjadi antara orang tua dan anak dan menguras EMOSI kedua belah pihak.
Bila hal ini terjadi maka sangat mungkin muncul konflik berikut: a. Anak tidak mau lagi dekat dengan ortu. b. Anak tidak mau lagi berbagi dan bercerita dengan ortu. c. Anak tidak mau lagi mendengar kata-kata ortu d. Anak tidak mau menuruti perintah ortu
“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, Berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari..” [HR Bukhari dan Muslim]
Jika hal diatas terjadi, maka muncul lagi konflik: Anak semakin jauh dari nilai-nilai kebaikan Anak semakin jauh dari koridor syariat Allah
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugrahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar” (Q.S Fushshilat 34-35)
3.2.2 Membangun generasi yang memiliki akhlak yang baik terhadap muslim OUTPUT: 1. Melahirkan generasi memiliki budaya saling menasihati 2. Melahirkan generasi memiliki budaya tolong-menolong dalam kebaikan 3. Melahirkan generasi melakukan amar ma’ruf nahi mungkar di muka
3.2.3 Membangun generasi memiliki akhlak yang tepat terhadap non Muslim
OUTPUT:
Anak bersikap saling menghormati dan menghargai perbedaan agama Anak mengenal aturan islam yang mengatur hubungan dengan muslim dengan non muslim
3.3 Anak memiliki akhlak yang tepat terhadap lawan jenis
OUTPUT:
1. Anak mengenal adab-adab pergaulan dengan lawan jenis yang diatur oleh islam 2. Anak terhindar dari fitnah yang berkaitan dengan kebebasan pergaulan lawan jenis
3.4 Melahirkan generasi yang memiliki akhlak yang baik terhadap alam
3.4.1 Memahamkan konsep khalifah di muka bumi
3.4.2 Merangsang anak untuk melakukan pemanfaatan alam
OUTPUT: Melahirkan generasi yang selalu berusaha menjaga alam dan tidak menyianyiakan sumber daya alam Melahirkan generasi yang memiliki budaya mengelola sumber daya alam
3.5 Melahirkan generasi yang memiliki kepribadian/karakter mulia
Metode yang dapat kita lakukan: 1. Pendidikan melaui pengajaran (kurikulum sistematis, kisah teladan) 2. Pendidikan melalui keteladanan 3. Pendidikan melalui simulasi kegiatan 4. Pendidikan melalui ujian dan tantangan 5. Pendidikan melalui pemberian amanah dan tanggung jawab
4. Mendidik generasi yang mampu melakukan islah pada dirinya dan orang lain
4.1 Memahamkan konsep mencintai karena Allah membenci karena Allah
OUTPUT: Melahirkan generasi yang memiliki budaya saling tolong menolong dalam kabaikan dan ketaqwaan Melahirkan generasi yang menghindarkan diri dari sikap saling tolong-menolong dalam keburukan dan kemaksiatan
4.2 Melatih anak berkomunikasi efektif dan bekerjasama dalam tim
OUTPUT: Melahirkan generasi yang memiliki akhlak komunikasi yang baik dengan orang lain Melahirkan generasi yang bersemangat membangun kerjasama dalam fisabilillah
5. Mendidik generasi yang mampu melakukan islah pada lingkungan dan alam sekitar
5.1 Menumbuhkan ghiroh pada agama dalam diri anak
5. 2 Memahamkan konsep amar ma’ruf nahi mungkar
OUTPUT: Anak memiliki jiwa yang senantiasa melakukan perbaikan (islah) pada lingkungan sekitar
6. Mendidik generasi yang mampu melakukan islah pada dunia islam
6. 1 Memahamkan konsep muslim itu bersaudara
OUTPUT: Melahirkan generasi yang enjunjung tinggi ukhuwah islamiyah dan memperlakukan sesama muslim layaknya saudara
6.2 Anak mengenal isu-isu global dunia islam
OUTPUT: Anak memiliki kepedulian terhadap nasib saudara-saudara muslim di palestina yang diwujudkan dalam hal-hal sederhana seperti doa dan dana
6.3 Anak mengenal konsep khilafah islamiyah
6.4 Anak mengenal sejarah kejayaan islam di masa lalu serta mempelajari penyeban keruntuhannya
6.5 Anak Mengenal sejarah perjuangan islam di masa Rasulullah SAW
6.6 Anak mengenal sejarah dunia dan faktor penyebab kejayaan dan keruntuhan sebuah bangsa
OUTPUT: Anak memiliki semangat berkarya untuk membangun islam
7. Mendidik keturunan yang mengenal potensi dirinya dan mampu memilih peran dalam peradaban
7.1 Anak mengenal potensi diri dan mengenal cara mengembangkan potensi diri OUTPUT: Anak memiliki budaya belajar dan berkarya sepanjang masa
7.2 Anak mengenal konsep jihad secara luas OUTPUT: Anak memiliki cita-cita berkontribusi di jalan Allah dan semangat untuk mewujudkannya
7.3 Anak mengenal sebanyak-banyaknya pilihan peran/profesi untuk berkontribusi di jalan Allah 7.3.1 Anak mengenal variasi peran di bidang pemikiran/ilmiah 7.3.2 Anak mengenal variasi peran di bidang kepemimpinan 7.3.3 Anak mengenal variasi peran di bidang keahlian/profesi 7.3.4 Anak mengenal variasi peran di bidang finansial Output: Anak telah menentukan spesifikasi ilmu yang akan dipelajari untuk mengemban peran kekhalifahan yang telah dipilihnya di usia 14 tahun Anak telah mulai menjalankan peran kekhalifahan yang ingin diemban di usia 21 tahun
Membangun metal generasi pengislah
1. Memahami apa yang benar dan baik
2. Mengamalkan apa yang benar dan baik
3. Konsisten mengamalkan apa yang benar dan baik meski lingkungan melakukan sebaliknya 4. Membenci apa yang salah dan buruk dan memiliki kecemburuan bila orang lain melakukan apa yang salah dan buruk 5. Memiliki keinginan agar orang lain mengamalkan apa yang benar dan baik 6. Memiliki keberanian untuk mengegakkan apa yang benar dan baik
7. Memiliki kesabaran dalam menegakkan apa yang benar dan baik
8. Bersedia berkorban demi tegaknya kebenaran dan kebaikan
Ikhtiar yang dapat diakukan orang tua sedari dini untuk mencetak generasi produktif dalam menebar kebaikan dan perbaikan dalam peradaban: 1. Membantu anak mendapat informasi yang benar dan penting untuk bekal hidupnya 2. Melatih anak untuk memiliki kemampuan mengambil, menggabungkan, membandingkan, dan menggunakan informasi yang dimiliki untuk diterapkan dalam konteks baru dan keterampilan konseptual 3. Melatih anak untuk memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan 4. Melatih anak agar dapat bersikap dan berfikir secara rasional serta bertindak secara efektif dalam menghadapi lingkungannya 5. Melatih anak untuk memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah 6. Melatih anak untuk memiliki kemampuan untuk menciptakan hal baru 7. Melatih anak untuk menemukan atau menciptakan masalah baru yang menjadi peletak dasar munculnya pengetahuan baru 8. Memastikan mereka selalu dalam kegiatan produktif dan terhindar dari kesia-siaan 9. Merangsang anak untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial dan kondisi ummat 10. Bantulah mereka menemukan potensi, minat dan bakat mereka sedari dini, serta siapkan sarana dan prasarana yang menunjang pengembangannya. 11. Merangsang anak untuk memiliki visi misi hidup dan mengarahkan energi mereka untuk meraih visi misi tersebut 12. Menyediakan berbagai sarana untuk mengaktualisasikan diri mereka dalam kegiatan yang bermanfaat 13. Mengajarkan life skill dan melatih kemandirian
5 notes · View notes
himayahimya · 7 years
Photo
Nais :)
Tumblr media
[REPOST FROM SEMAI2045: Positive Thinking]
Sebut saja Manda. Dia adalah wanita muda yang aktif, pintar, bertanggung jawab, dan berwawasan luas. Ia menikah dengan Fahmi, pemuda yang supel, sukses dalam karirnya, dan memiliki banyak teman. Mereka berdua yakin dengan kemampuannya mengasuh anak. Mereka optimis akan dapat membesarkan anaknya dengan baik seperti orangtuanya mengasuh dirinya. Yup, everything’s gonna be ok.
Namun, setelah memiliki anak, Manda menyadari ternyata mengasuh anak perlu kemampuan lebih daripada yang ia lihat dari orangtuanya dulu. Zaman sudah berubah, tuntutan tugas dan tanggungjawab sebagai orangtua di era digital lebih besar.
Untuk mengatasi kesulitan dan menghadapi tantangan yang muncul, Manda dan Fahmi aktif mencari ilmu pengasuhan. Mereka juga selalu merujuk kepada pemahaman spiritual mereka sebagai landasan. Mereka tidak mau tenggelam dalam situasi, mereka senantiasa berpikir positif bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya.  
***
Menjadi orangtua itu … menjadi master chef, perawat, terapis, dokter, konselor, ahli negosiasi, manajer, sahabat sejati, event organizer, psikolog, guru, role model. BANYAK!!!  
Seandainya menjadi orangtua dibuka lowongan pekerjaannya, keterampilan atau gelar apa saja yang harus dipenuhi ya? Ajaibnya, kita semua mengerjakan pekerjaan itu BERSAMAAN. Ternyata jadi orangtua itu susah, rempong!!  
Benarkah? Tanggungjawab kita sebagai orangtua memang berat. Melelahkan jiwa dan raga, emosi dan fisik. Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk Positive Thinking.
Barbara Frederickson, peneliti psikologi positif dari University of North Carolina membuktikan dalam penelitiannya. Ia membagi relawan dalam 5 kelompok, kelompok 1 dan 2 diberi tontonan yang mengeksplorasi rasa bahagia dan harapan, kelompok 3 diberi tontonan yang tidak begitu menggali perasaan (sebagai kontrol penelitian), sedangkan kelompok 4 dan 5 diberi tontonan yang mengeksplorasi rasa takut dan marah. Setelah selesai nonton, para relawan diminta untuk membayangkan bahwa mereka ada dalam situasi yang sama dengan apa yang mereka lihat dalam film, kemudian mereka dipersilakan untuk menuliskan apa yang akan mereka lakukan saat mereka mengalami hal yang sama.
Ternyata, relawan yang melihat film tentang kebahagiaan dan harapan menuliskan lebih banyak kemungkinan yang akan dilakukan daripada relawan yang melihat tentang rasa takut dan marah. Frederickson menyimpulkan bahwa pikiran yang positif akan memperluas pandangan dan pikiran kita dalam menerima sesuatu dan membuat kita lebih kreatif dalam membuat solusi atas sesuatu.
Pikiran yang positif juga membuat sistem limbik (bagian otak yang berfungsi dalam pengaturan emosi dan organ vital tubuh) lebih sehat, sehingga fungsi organ vital tubuh kita terjaga kesehatannya. Tubuh yang sehat juga diperlukan untuk menemani anak kita bermain bukan? Kadang, masalah sehari-hari yang kita hadapi membuat kita kehilangan kendali. Manusiawi kok, asal kita segera mampu mengembalikan pikiran tetap positif.
Bagaimana caranya?
1. Merenung. Luangkan waktu 10 menit saja perhari untuk menarik nafas panjang, merenungkan apakah yang telah kita lakukan hari ini akan mengantarkan kita dan keluarga pada kebaikan di masa mendatang, apakah sudah sesuai dengan apa yang Allah amanahkan, Perbanyaklah rasa bersyukur pada Allah karena senantiasa memberi ilham dalam segala situasi yang kita alami, dan berterimakasih pula pada diri sendiri sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa saat ini.
2. Menulis. Tulislah 1 hal atau lebih mengenai apa yang kita syukuri hari ini. Hasil penelitian kepada 90 mahasiswa yang dipublikasikan oleh Journal of Research in Personality menyatakan bahwa menulis pengalaman positif telah membuat seseorang memiliki suasana emosi yang lebih baik, lebih sedikit mengunjungi pusat kesehatan, dan lebih sedikit mengeluhkan sakit.  
3. Bermain. Jadwalkanlah waktu bermain. Kita membuat jadwal untuk rapat, acara mingguan, dan tanggungjawab lain dalam kalender kita, mengapa tidak menjadwalkan waktu untuk bermain. Orang bijak mengatakan, free your inner child. Izinkan diri kita untuk tersenyum dan menikmati kebahagiaan. Mungkin waktu bermain kita adalah waktu bermain bersama anak kita. Tantang diri kita untuk menjadi teman sepermainannya dan rasakan kebahagiaan terdalam yang muncul dari gelak tawa kita bersama anak-anak kita.  
Tenang, karena menjadi orangtua adalah fitrah, sudah pasti Allah telah mempersenjatai kita agar berperan menjadi orangtua terbaik bagi anak-anak kita. Kapan-kapan kita bahas mendalam di topik lain mengenai hal ini.
Ditulis oleh: Yayasan Kita dan Buah Hati
76 notes · View notes
himayahimya · 7 years
Photo
Tumblr media
Secara keseluruhan, hidayah & keimanan itu harusnya bisa mewarnai suasana hati, menata struktur berpikir dan mengendalikan aktifitas keseharian atau aktifitas fisik kita. Maklumi & maafkan spontanitas saudaramu. Kadang-kadang ada orang yang sangat pandai mengendalikan diri, aktifitas tangan dan mulutnya, tapi kurang dalam struktur berpikir. Ada lagi yang struktur berpikir dan perilakunya oke tapi kurang dalam men-shibghah suasana hati. Ada juga orang yang suasana hati telah ter-shibghah tapi organ tubuhnya kurang bisa dikendalikan. (Semua tipe ini dapat terlihat pada ekspresi spontan mereka) "Tidakkah kalian ingin diampuni oleh Allah?" Sebuah kalimat teguran dari Allah saat Abu Bakar ra. menghentikan subsidinya kpda para sahabat yg berjihad fii sabilillah krna ikut menyebarkan gosip perselingkuhan putrinya, Aisyah ra. Ini spontanitas. "Saya mau mendapatkan ampunan ya Allah" Tangis Abu Bakar ra. ketika mendapat teguran. Lalu ia memaafkan dan mengampuni orang yang menggosipkan putrinya. Padahal saat itu beliau berada 'di puncak', orang yang terdekat dengan Rasulullah SAW dan perkataannya bisa dieksekusi orang lain ketika dia memerintahkan sesuatu. Akhlaqul karimah itu ketika kita sedang mampu dalam segala hal, tapi kita berbuat dan mengendalikan diri. Jadi memang rendah hati itu akan sangat bermakna ketika kita ada di puncak kekuasaan. Tapi kalau tidak menjadi siapa-siapa, lalu rendah hati, apa lagi yg mau direndahkan? Jadi memafkan itu akan sangat bermakna ketika kita memiliki kemampuan untuk membalas. Spontanitas itu selalu ada. Ulama mengatakan, cara berpikir konspiratif itu hanya saat menghadapi orang2 yg memusuhi kita. Kalau dengan orang yg bersama kita, kita diperintahkan utk liinul janaah, tdk berpikir konspiratif & bagaimana cara memaafkan. Kalaupun kita tdk paham apa yg mmbuat seseorang reaktif, rekasioner, meledak-ledak, maka faltamis 'alaihi udzran. Kita diminta utk mencari2 alasan menerima & memafkan dia. Menurut Rasulullah SAW, khairul khattaa-iin at tawwabun.. sebaik2 orang2 yg bersalah dan melakukan tindakan tidak patut adalah orang yang bertaubat dan segera membenahi diri. Soal patut dan tidak patut, ya kita semua berpotensi melakukan sesuatu yg tidak patut. _suatu subuh di Sukamiskin Bogor, 17 Des 2016
0 notes