Berharap apa yang akan dihadapinya lebih baik dari yang ia tinggalkan
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Our Antibiotics Era Comes To An End
Recently, i took a walk to the ICU. I saw a woman was intubated; lay on her bed. She got pneumonia and cor pulmonale chronicum. As long as i remember, it has been a long time since the first day i met her, maybe a week or two. Two days before, i found that she could respond cooperatively to our instructions and questions despite of being intubated. But, at that day, i saw her in comma.
I asked the nurse about her condition. "There's a lot of mucous in her respiratory tract." Ok, i said. He continued to talk; a condition which i could never imagine to discover it in such environment, a very close one to our society. "The culture results are all resistant to our antibiotics."
-------
The era of antibiotics may come to an end. The rate of new antibotics invention is very low compared to its resistance. Please, do not ever use it before our doctors advise it. Use it according to the prescription. Do not use antibiotics in hurry for our infections, especially the respiratory tract infections. Let our body fight the infections.
We may suffer a lot if we give enough time to our immune system counter the infection rather than we take antibiotics shortly after the infection started. We may feel longer, worse fever, dizziness, pain, hoarseness, anxious, lethargy, nausea, vomit, etc. But if we endure it, may we endure the end of antibiotics era.
6 notes
·
View notes
Text
Arrest
Last week, i had a conversation with the wife of our patient. He was somnolent, spoke harshly to the family; maybe from the CO2 narcose or metabolic encephalopathy. He was in critical. He refused to use the noninvasive ventilation that our anesthesiogy-intensivist ordered. We tried to persuade him to wear it, but he didn't. I informed the last option, her husband had to be sedated and intubated. His wife agreed to it; despite of all the consequences.
Shortly after the drug was administered, his pulse was decreasing; he got cardiac arrest. We perform CPR, the pulse was back. Unfortunately, it was only 5 mins, his heart was not beating again. After dozen CPR cycles, it came to an end; we could not bring him back. We informed her that he had passed away. We were sorry. We could not help him.
In her eyes, she was left alone, bearing of her children. Her world was failing. Her heart was torn in pieces.
This job is completely surreal. It is so strange the way things turn. There's a lot of sad, grief, happiness, angry; name it. As we get back, it is often contradictory. Someone leaves, another comes. We, healthcare professionals, get back to our home. One touch her belly that is filled with baby; the other face his family with happy.
"This job is completely surreal. Sometimes it's suffocating that you can't stand it. At other times, it's like a warm blanket, insulating you from the hurt."
6 notes
·
View notes
Text
Ya Allah, kembalikanlah aku pada ingin-inginMu, bukan angan-anganku.
Tehkar
9 notes
·
View notes
Text
Tapi nya deuk kumaha ge, beres pemilu, kalau ternyata negara dipimpin oleh yang tidak amanah, terus makin dzolim, tinggal nunggu kebangkitan Islam. Saat malam tergelap, penanda mentari segera terbit kembali. Simpulan ti ustadz Budi Ashari mah kitu.
Kalau ternyata dipimpin oleh yang amanah, semoga tapi memang jadi tanda kebangkitan umat juga.
Intina nya kitu, deuk pemimpinna saha, nu beurat teh urang deuk jadi naon ngke pas memang waktuna kebangkitan Islam.
Keur kontemplasi haha.
4 notes
·
View notes
Text
Our brain: God's wonderful creation
Brain is amazing. It controls everything in your body; movement, memory, perception, heartbeat, breathing; every touch your finger tap in this screen, every single word your eyes look in your phone.
Patient named Dr. P, whom Mr. Oliver Sacks beautifully write his story in a book, unable to recognize face or objects, even his wife. People knows him as the man who mistook his wife for a hat, and so the book titled. He suffered a condition that is called visual agnosia; the apperceptive one. This neurological impairment surely give significant impact in whole his life; the others.
Aren't our memory, affection, action start with a simple identification of our loved? Aren't our ability to communicate, make a relationship, give a warm handshake begin with a recognition? Imagine if your father, your husband (vice versa) can not identify your smile, your handsome/pretty look; somebody that he lived with. How pity.
People with that kind of brain disorder, someone that we called father or husband (vice versa), can we still call him by it? .. Or a person? Isn't that what define you?
A single but complex disturbance in the brain makes you completely different creature. So which of the favors of your Lord would you deny?
27 notes
·
View notes
Text

So many facts in just half page.
Selamat mencintai diam-diam! You've just saved your heart, and it's the most beautiful thing you've ever done to yourself.
Sumber: salah satu buku self-improvement yang lagi jadi top ten selling di Gramedia berbagai kota, karangan Mas Alvi Syahrin. Awalnya saya penasaran, buku ini sedang banyak dibincangkan orang, dan saya berharap sekali memang buku ini bukan buku biasa. Dan, Ya!
6 notes
·
View notes
Text
Wanita perlu tahu. Tanpanya, timpang sebelah.
@menjadimanusia dalam #berceritadalam6kata
5 notes
·
View notes
Text
Ridho-Mu
Sudah lama saya ingin menulis tentang ini, saya berulang kali enggan untuk menulisnya secara utuh karena merasa tidak pantas untuk diceritakan. Entah memang pantas atau tidak, tapi yang jelas moga saja ia bermakna.
---------
Pada masa menggebunya perasaan suka terhadap seorang wanita, tetiba Allah datangkan sebuah mimpi. Ada tiga orang di dalamnya; saya, wanita, dan seorang pria. Pria ini boleh dibilang sebagai teman akrab saya.
Di sana, pria duduk berdampingan dengan wanita. Ternyata mereka akan melangsungkan pernikahan beberapa hari kemudian. Saya memandang mereka, dalam perasaan membara akan rasa suka, lalu terbersit di dalam benak, "Semoga mereka batal melangsungkannya."
Seketika. Saya bangun dari bunga tidur itu. Saya menangis. Menyadari betapa jahatnya saya. Allah menegur jiwa, "Hei, sebetulnya apa yang kau jadikan tujuan?" Ridho Allah atau wanita? Mengapa harus mendoa keburukan padahal mereka tak lama akan mengikat tali pernikahan, menegakkan agama? Hina.
Kemudian. Kisah Salman dan Abu Darda, sahabat mulia, merasuk kembali dalam memori. Salman yang bermaksud meminang, tetapi Abu Darda yang dipilih wanita pinangan. Tak ragu, Salman lalu menyerahkan semua mahar dan nafkah yang ia siapkan pada Abu Darda!
Memang jauh sekali kualitas diri, Ya Rabb. Kisah ini semoga terus terpatri. Bahwa Ridho-Mu, yang akan selalu kita cari.
"Seagung-agung ibadah di antaranya ialah ketika Allah melihat ke dalam hati-hati kita dan di dalam hati kita ini tidak ada yang diharap kecuali Allah SWT." - Imam Syafii
11 notes
·
View notes
Text
Di balik gegunungan masalah yang membumbung tinggi, di sana tempat amalan-amalan terbaik berdiri.
Sebuah intisari, kajian Ustadz Adi.
24 notes
·
View notes
Text
Mendoakan orang lain untuk kebaikannya dengan tulus,tanpa diminta dan tanpa diketahui orangnya, itu membuat orang yang mendoakan bahagia. Cobalah.
Dan kemudian malaikat mengaminkan doa untukmu juga.
33 notes
·
View notes
Text
Puncak ilmu ialah ketakutan kepada Allah
Menapaki jalan ilmu, apapun itu, hendaknya ia membawa pada kesadaran penuh posisi dirinya terhadap Sang Pencipta.
Bila belajar, justru membuat diri semakin besar, bangga, jumawa, ia tak membawa dirinya kemana-mana.
Seperti kata Imam Syafi'i, bila bertambah ilmunya, justru semakin menyadari betapa bodohnya diri.
Seperti Ustadz Ja'far ketika membahas tafsir tentang huruf muqotho'ah, huruf-huruf hijaiyah yang mengawali surat, seperti qoof, nuun, lainnya. "Hanya Allah yang mengetahui tafsirannya." Siapa manusia? Bahkan hanya satu huruf pun, tak diketahui maknanya ia. Lantas apa yang hendak dibangga?
Ilmu membawa kesadaran bahwa memang manusia fakir dan Allah yang Maha Kaya, akan ilmu salah satunya. Ilmu tentang apapun.
Sebagai salah satu contohnya, ilmu filsafat. Filsafat sering dianggap selalu berbenturan dengan agama. Tapi, filsafatlah yang membawa Ar Razi pada pemahaman mendalam mengenai Al-Qur'an, penafsiran dengan akal (tafsir bir ra'yi), dan dituangkannya dalam sebuah kitab Mafaatihul Ghaib yang mendunia hingga kini. Tafsir yang sangat cocok, menurut ustadz Budi Ashari, untuk masyarakat zaman sekarang yang "mendewakan" akal. Tafsir yang takkan membuat diri jauh dari Allah dan apa yang diturunkannya, justru sebaliknya. Membuat pemahaman dan kesadaran lebih jauh tentang hakikat Pencipta dan penciptaan.
Sekali lagi. Ilmu tentang apapun.
Lalu, setelah deskripsi tentang ilmu tadi, apa hubungannya kini dengan rasa takut?
Diungkap dalam ayat Al-qur'an:
( إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ )
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para 'Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Faathir: 28)
Hanya orang-orang yang mempunyai rasa takut itulah yang dikatakan 'ulama, orang-orang yang mempunyai ilmu. Tidak dikatakan 'ulama kecuali rasa ketakutannya kepada Allah. Ilmulah yang membawa pada rasa takut kepada Allah. Bukan yang lain.
Lantas, mari evaluasi kembali ilmu-ilmu kita, kemanakah ia membawa? Merambatkah rasa takut pada-Nya dalam jiwa? Berpuluh tahun ditekuni dari TK hingga S3, sudahkah ia menggapai puncaknya?
66 notes
·
View notes
Text
Mercusuar Ilmu Pengetahuan
Ia bernama Abu Hanufah An-Nu'man bin Tsabit bin An-Nu'man bin Al-Marziban, dilahirkan di Kufah, Iraq tahun 80 H.
Abu Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang kain sutra ke pasar. Kelak ia pun melanjutkan profesi ayahnya ini. Wawasannya sangat luas, kecerdasannya luar biasa, dan hafalannya sangat kuat. Melihat hal ini, para ulama menyarankan beliau untuk pergi menuntut ilmu sebagaimana ia pergi ke pasar setiap hari.
Beliau banyak belajar dari ulama-ulama yang mengajarkannya. Di antaranya Syaikh Hammad dan Imam Malik. Kelak, beliau ditunjuk menjadi pengganti Syaikh Hammad untuk memberikan fatwa.
Abu Hanifah bisa disebut sebagai ulama pertama penulis ilmu fiqh. Abu Hanifahlah yang mulai menulis fiqh dan menyusunnya dalam bab-bab yang sistematis. Metode ini kemudian diikuti oleh ulama-ulama lain untuk menyusun buku dengan sistematis. Beliau memulai kitabnya dengan pembahasan thaharah, terutama bab air, wudhu’ lalu tentang mandi dan tayamum. Kemudian dilanjutkan dengan shalat, muamalat, hudud (pidana), dan terakhir warisan. Itulah yang dimaksud sebagai sistematis.
Abu Hanifah tidak menulis secara langsung. Tidak pernah ditemukan buku yang ia tulis sendiri. Akan tetapi, ia mendiktekan dan murid-muridnya lah yang menuliskannya, lalu mereka menunjukkan hasil tulisannya tersebut. Jika Abu Hanifah menyetujui, tulisan itu dinasabkan kepada si penulis.
Banyak sekali pujian untuk Abu Hanifah, di antaranya Imam Syafi'i, Imam Maliki, dan Imam Ahmad.
Imam Syafi'i berkata, “Barangsiapa belum membaca buku-buku Abu Hanifah, maka ia belum memperdalam ilmu, juga belum belajar fiqh”
Ada sebuah wasiat beliau yang terkenal di kalangan para ulama, ia dinamakan Wasiat Emas. Tapi, mohon maaf saya tidak mengutipnya karena wasiatnya sangat panjang. Dan biografi ini pun saya tulis hanya sedikit dari panjangnya kisah hidup beliau.
Saya tutup dengan sebuah kisah percakapan antara Abu Hanifah dan kelompok atheis saat itu.
“Wahai saudaraku, aku melihat sebuah kapal yang dipenuhi sesak oleh penumpang dan barang, perahu itu berjalan dengan tenang di tengah deburan ombak yang menggunung dan tiupan angin yang kencang, anehnya kapal tersebut berjalan tanpa nahkoda yang mengendalikannya.”
Salah seorang di antara mereka menjawab, “Apa kisah itu masuk akal?” Orang lainnya berkata, “Kisah itu jelas, tidak mungkin diterima oleh akal.” Orang ketiga berkata, “Bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa ada sebuah kapal yang bisa berjalan di atas lautan dengan tenang tanpa nahkoda?”
Beliau menjawab, “Ya Subhanallah, jika sekiranya, tidak mungkin ada sebuah kapal yang berjalan di atas lautan dengan tanpa nahkoda, lalu bagaimana mungkin dunia dengan segala keberagaman, pekerjaan, dan masalah yang selalu berubah-ubah, ujung yang sangat luas, serta sisi yang sangat berbeda, bisa terwujud tanpa Pencipta dan Penjaga?”
“Allah-lah satu-satunya Pencipta dunia ini beserta seluruh isinya, Dia berkuasa atas segala sesuatu, mengetahui apa yang ada di dalamnya, dan mampu mencipta segalanya.”
33 notes
·
View notes
Text
Oh, Keabadian!
Sebuah puisi dari Nietsche saya baca sekitar 10 tahun lalu saat itu. Di sebuah majalah sastra terkenal, Horison. Saya hanya ingat sepotong-sepotong, kata kuncinya Thus Spoke Zarathustra, yang belakangan saya tahu bahwa itu buku karyanya. Dan dalam buku itu, terdapat sebuah puisi, sepotong kalimat pula yang membekas hingga kini.
"Karena kucintai kau, Oh, Keabadian!"
-----
Saya pikir sebelumnya kalimat ini merupakan sebuah ungkapan cinta pada Yang Maha Kuasa. Tapi, ternyata, bukan. Sebab dalam buku yang sama, Nietszche menuliskan kalimat fenomenalnya, Tuhan telah mati.
Kepada seorang perempuan? Ya, barangkali. Karena dalam puisinya, dia mempersonifikasikan "Keabadian" sebagai seorang perempuan.
Menurut sebuah pandangan, Nietzsche menuliskan kalimat fenomenal itu setelah kegagalannya meminang seorang perempuan.
-----
Begitulah barangkali bila fokus pada makhluk. Kegagalan untuk mengarungi hidup bersama, barangkali membawa pada pikiran yang sama, "Tak perlu lagi ku rasakan pahit seperti ini!" Hingga akhirnya, urung untuk memulai berumah tangga dengan yang lainnya.
Dalam sudut pandang seorang muslim, tentu tak boleh seperti itu. Bila tak bertamu, maka memang bukanlah takdir yang Allah tetapkan. Hendaklah seorang muslim menerimanya dengan ikhlas. Hati-hati pada keputusan untuk selalu menyendiri, apalagi membenci kebersamaan, sudah diwanti-wanti, "Falaysa minnii." Bukan termasuk golonganku, sabda Rasul SAW.
Tak perlu risau pula bila sudah mencoba bertamu berkali-kali. Barangkali keabadian yang ditakdirkan bukanlah tentang perempuan, tapi kematian. Kematian yang merupakan pintu menuju keabadian. Antara kebahagiaan. Atau kesengsaraan.
Catatan: mohon maap tulisannya aga-aga. oya, ini berlaku kebalikan. antara pria atau kematian.

2 notes
·
View notes
Photo

Rumah adalah sepetak jalan ke surga Rumah adalah sepetak jalan ke surga. Banyak orang berharap menggapai surga kelak pada akhirnya. Berbagai jalan dicari, tak disangka ternyata jawabannya ada juga di rumah sendiri. Rumah adalah sepetak jalan ke surga. Banyak berharap kelak dapat membangun rumah tangga surga dengan dia pilihannya. Berbagai manusia ditemui, tak terpikir rumah tangganya sedari bayi. Rumah adalah sepetak jalan ke surga. Yang padanya, Ayah, Ibu, Saudara berkumpul bersama. Yang padanya, ada kewajiban untuk mengajak bersama ke surga. Rumah adalah sepetak jalan ke surga. Mengabaikannya adalah perbuatan terjahat. Padahal ia tempat diri tumbuh dan berkembang. Lalu, ditelantarkannya, lalu, disesalinya.
3 notes
·
View notes
Text
Menelusuri Bandung Minggu Pagi
Menelusuri Bandung Minggu pagi adalah sebuah aktivitas yang tak boleh dilewatkan untuk Anda coba. Saya pilih kata menelusuri karena aktivitas ini bukan sekedar jalan-jalan ke suatu tempat saja, lebih dari itu, banyak hal yang dapat dipantau, dilihat lebih dalam, direnungi lebih banyak. Menelusuri Bandung Minggu pagi adalah sebuah bentuk gambaran masyarakat yang mungkin selama ini selalu kita lalui begitu saja tanpa menggali manfaat darinya. Apalagi untuk orang rumahan, komplekan, apartemenan yang kurang bersosialisasi dengan sekitarnya. Apalagi untuk orang kantoran yang selalu diburu waktu untuk absen di kantor, meeting bersama staf, atau kerjaan di batas tenggat deadline. Pada saat pulang yang pikirannya pun berisikan tentang masalah kantor, lelah penat yang dirasa, hingga menganggap hanya istirahat yang dibutuhkan ketika sampai rumahnya. Atau cerita tentang mahasiswa yang haha hihi di dalam mobilnya bersama teman sepermainan menuju tempat hits untuk kepentingan panjat sosial, eh bukan, katanya ini untuk reward selepas kuliah, ujian, dan tugas-tugas yang tak ada henti (Padahal, setiap minggu rasanya terlihat update di tempat baru). Tidak ada yang salah dengan semuanya, yang penting tidak berlebihan, sesuai kemampuan. Tapi, sesekali telusurilah Bandung Minggu pagi. Boleh berjalan kaki, jogging bila mampu, atau bersepeda bila suka. Saya sarankan tidak dengan mobil atau motor. Terlalu cepat, tidak bisa menikmati, melihat sekeliling dengan seksama. Masyarakat Bandung Minggu pagi adalah secuil kehidupan yang banyak ragamnya. Kalian bisa menemukan mereka yang jogging di jalan Gatsu, Laswi, Buah Batu, mereka yang bersepeda gerombolan, keluargaan, atau couplean di daerah Dago Atas, ITB, sekitarnya, penjual-penjual yang sedang menyiapkan dagangannya di sekitar Gasibu, para pengendara odong-odong yang sedang mengayuh entah kemana, saya rasa di sekitar Gasibu juga. Atau pasar jajanan pasar di Buah Batu yang saya baru sadari ternyata mereka menjual barang yang mirip, bahkan mereka berbagi meja, tapi tak pernah mereka mengajak Anda untuk membeli di mejanya selagi Anda berada di meja pedagang sebelah, berbagi pelanggan. Atau CFD yang riuh ramai dengan manusia kecil besar tua muda, bayi juga ada, pedagang, aksi, promosi, banyak lagi. Atau taman-taman kota Bandung yang beragam namanya, Superhero, Pustaka Bunga, Vanda, Balkot, Lansia, lainnya yang mulai dipenuhi juga beragam penjaja makanan ringan dan minuman. Atau Anda bisa menyadari dan merasakan lengangnya jalan raya Bandung seperti masa 10-20 tahunan yang lalu. Anda bisa menggali manfaat dari setiap manusia yang Anda lihat di Minggu pagi. Perjuangannya para pedagang, kebersamaannya para pesepeda, riangnya anak-anak bermain di taman-taman, banyak pelajaran. Tentu kawan-kawan lebih ahli dalam mengambil manfaat dari setiap momen yang akan Anda gunakan di Minggu pagi. Atau kadang, manfaatnya memang bisa lebih nyata lagi, seperti rumah-rumah kontrakan tempat nanti bernaung, rumah-rumah yang dijual di sekitar Bandung, tempat-tempat pilihan untuk makan, bercukur, menyervis motor mobil, percetakan kartu undangan, pusat souvenir pernikahan, lapangan dan gor tempat olahraga, atau mesjid-mesjid yang sesekali bisa dikunjungi. Menelusuri Bandung Minggu pagi adalah sebuah refleksi juga, Sudah melakukan apa untuk Bandung yang kita cintai ini? Lakukanlah sesekali. Boleh sendiri, sembari membeli beberapa makanan minuman untuk keluarga, teman, tetangga dekat rumah. Atau bersama Ibu Bapak Adik Kakak. Nikmatilah. Bersyukurlah. Berterima kasihlah. Doakanlah.
3 notes
·
View notes
Text
11. menerima kebaikan
suatu malam, mas yunus baru pulang setelah hari yang panjang. “mas yunus mau dibikinin minum?” “nggak usah kica.” “susu cokelat mau?” “nggak usah kica. aku masih kenyang.” “teh mau?” “buat kamu aja. kamu ya yang mau?” “yaudah air putih mau?” “nggak deh. kamu aja.” “mas yunus nggak boleh gituuu,” kemudian saya mengadu ini itu. mas yunus mungkin seperti banyak laki-laki lain yang terbiasa hidup mandiri (sendiri). tidak terbiasa ada orang yang membantu pekerjaannya, tidak terbiasa ada orang yang melayaninya. alhasil, mas yunus jarang sekali meminta tolong, lebih senang melakukan semuanya sendiri. alhasil, saya sering gabut. maka malam itu merajuklah saya.
“mas yunus nggak boleh gitu. aku kan mau dapat pahala dengan melayani mas yunus. kenapa sih nggak iya aja gitu kalau ditawarin minum…” “iya iya iyaaa…” akhirnya. saya percaya bahwa orang yang menolong sejatinya ditolong–diberikan kesempatan untuk berbuat baik, seperti diajarkan ayah dan ibu. ayah dan ibu selalu mengucap alhamdulillah setiap melakukan sesuatu untuk orang lain. ada tamu yang datang ke rumah, kata ayah alhamdulillah. ada orang yang minta nasihat kepada ibu, kata ibu alhamdulillah. menurut ayah dan ibu, tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk melakukan kebaikan. jadi, saat kesempatan itu ada, kita harus bersyukur dengan memanfaatkannya, memberikan terbaik yang kita bisa. arti di seberangnya pun sama, bahwa orang yang ditolong sejatinya menolong.
kalau ada orang yang menawarkan kebaikan–selama itu tidak memberikan keburukan–terimalah. dengan menerima kebaikan, sesungguhnya kita pun sedang melakukan kebaikan. membuka ladang pahala untuk yang memberi, menyemai kasih sayang di antara kita. terimalah kebaikan orang lain, apalagi orang-orang terdekatmu, meskipun kamu mampu jika sendiri.
287 notes
·
View notes