Text
buku doa
satu minggu terakhir, saya mengganti kebiasaan menulis saya. seringkali, saya menulis dengan sudut pandang orang kedua--semacam teman imajiner yang berbicara kepada saya. kalau saya menulis dengan diri saya sebagai orang pertama, tulisan saya biasanya saya tujukan untuk orang lain--kebanyakan dalam bentuk surat. kalau saya sedang dalam mode curhat, saya bercerita kepada langit. "hai ngit, apa kabar?"
satu minggu terakhir, jurnal saya isinya cuma doa. tulisan saya isinya saya dan Allah. apa yang saya baca setelah sholat, apa yang saya minta sebelum tidur, saat terjaga, itu pula yang saya tulis. lalu sering-sering, tulisan itu saya buka dan baca. menjadi semacam dzikir bagi saya.
ternyata doa saya banyak sekali. sampai mirip seperti cerpen yang panjang(?). tidak habis-habis meskipun banyak yang diulang.
menulis buku doa itu... melegakan ya? kenapa nggak dari dulu ya morning pages diisi dengan bercerita kepada Allah, memohon (sambil sedikit memaksa) kepada Allah? sebab nggak ada perasaan lain yang didapat setelahnya selain ketenangan dan kedamaian.
mungkin itu yang dinamakan perasaan ihsan, perasaan dilihat dan diawasi terus oleh Allah. bukan untuk menjadi takut (meskipun rasa takut alias khouf juga penting), melainkan untuk merasa dipahami, dimengerti. memang nggak ada lagi kan, yang paling memahami kita selain Allah?
dulu saya sering berpikir, di dunia ini, yang paling setia sama saya ya cuma tulisan saya. tulisan saya nggak akan pernah meninggalkan saya. meskipun tulisan saya dipatahkan, dibuang, dilepeh, ditertawakan, dicerca, atau dibakar oleh orang lain--tulisan saya tetap ada dalam hati saya.
sekarang saya semakin paham. di atas tulisan saya, yang paling setia sama saya ya Allah. Allah-lah yang nggak pernah meninggalkan saya meskipun saya menjauh dari-Nya. Allah yang tetap mau menemui saya, tak peduli saya sedang dalam keadaan apa. Allah yang tetap menerima saya meskipun berkali-kali saya berdosa.
cobain deh. punya buku doa. tulis sebagai pengganti morning pages. rasanya beda. :"
82 notes
·
View notes
Text
doa untukmu
jika ada, semoga Allah mengangkat semua rasa sedih, marah, kecewa, takut, curiga, dendam, dan khawatir dari dadamu. semoga Allah menggantinya dengan kelapangan dan kesabaran. semoga Allah menghapus dosa-dosamu dari datangnya perasaan-perasaan itu.
semoga Allah memberimu petunjuk hidup yang terang benderang. semoga hidayah selalu turun kepadamu. semoga kamu mendapatkan undangan dari Allah untuk senantiasa bertaubat.
semoga kamu bisa menerima kenyataan, memperoleh kemenangan. semoga kamu bisa memeluk dirimu sendiri dengan kejujuran---dan menjadi lebih kuat setiap harinya. semoga Allah menyembuhkan semua luka.
semoga kamu bisa memaafkan orang-orang yang menurutmu jahat, yang menurutmu telah merebut kebahagiaanmu. orang-orang yang melukaimu. orang-orang yang kamu tertawakan, kasihani, benci. tolong maafkan (kami) ya.
semoga kamu segera dipertemukan Allah dengan seseorang yang baik, yang menyayangi segalamu dengan segenap jiwa dan raganya, dengan ketaatan dan keimanan yang semestinya. yang menghargaimu dan selalu cenderung kepadamu, hanya kepadamu. yang janjinya selalu ditepati. yang membawamu ke tempat-tempat jauh itu.
semoga semua mimpimu terwujud satu per satu. semoga kamu mencapai semua garis finish. semoga kamu menaklukkan semua puncak. semoga yang kamu cintai tumbuh dan mekar dengan hebat.
semoga kamu menemukan ketenangan dan kebahagiaan. di dunia. di akhirat. selamanya.
705 notes
·
View notes
Text
"Oh mungkin gini ya rasanya butuh banget cahaya/petunjuk dari Allah, bahagianya dapet cahaya/petunjuk dari Allah.."
Kepikiran kayak gitu pas ngerasain perjalanan malem, naik motor, jalan sepi, jalanan kurang bagus juga, berkelok, hujan, helm agak burem, lampu motor redup, dingin, jalan licin. Padahal belum malem2 banget dan masih di sekitar kota. Hujannya pun bukan yang deres banget.
Mungkin sebahagia itu rasanya dapet cahaya-Nya, pas ngerasa khawatir saking gelapnya, tiba-tiba nemu bagian jalan yang lampunya terang.
Mungkin sebahagia itu rasanya dapet cahaya-Nya lewat temen yang sholih dan mensholihkan, pas ditengah gelap, jalan jelek, berkelok, takut banget jatuh.. tiba-tiba ada kendaraan lain di belakang kita yang juga ikut jalan bareng.
Mungkin memang sudah semestinya hati kita terus bersih spy dapet cahaya-Nya, biar nggak seperti di perjalanan yang banyak khawatir nggak keliatan jalan krn kaca helm yang burem ketambahan percikan air hujan.
----
[masih] Yogyakarta, 15 Mei 2025 Dari tempat satu ke tempat lainnya.
3 notes
·
View notes
Text
POV : Dari Lelaki yang Baru Mau 9 Tahun Menjalani Pernikahan
Berbagi pikiran. Pertama, dan ini pasti ada di semua textbook dan saran-saran pernikahan. Hal yang sangat krusial saat menjalani pernikahan itu adalah komunikasi. Jadi, kalau kamu lagi di fase mencari, pastikan orang yang mau kamu jadiin suami/istri itu bisa diajak ngobrol! Apalagi di topik yang hard-conversation, kayak ngomongin duit, masalah keluarga, masalah diri, emosi, urusan anak, dsb. Bener deh, kalau gak bisa diajak ngobrol, atau kalau diajak ngobrol malah ga nyambung, better cari yang lain. Kedua, fisik mungkin menarik di awal, tapi yang menentramkan itu bukan berarti harus cantik/ganteng. Jadi, jangan merasa rendah diri kalau kamu merasa dirimu itu standar aja penampilannya tidak seperti artis korea. Tapi, belajarlah untuk tampil bersih dan rapi, tapi diiringi dengan isi kepala yang manteb, ini bukan berarti kamu juga harus superior sangat pintar, sampai wajib lulus S3 dsb, tapi kamu memiliki pengetahuan yang luas dan baik. Karena gini, kalau seseorang gak ada isinya, maka yang bisa dia tampilkan cuma casing-nya aja / benda yang melekat pada dirinya. Dan itu, dimakan usia, bisa ilang. Tapi isi kepala berupa pengetahuan dan kebijaksanaan itu gak ada yang bisa nyuri. Dan salah satu hal yang menetramkan dalam berumah tangga itu adalah PUNYA ILMU! Ketiga, kalau udah dalam pernikahan, jaga betul aib/rahasia keluarga. Ini yang bikin aku geleng-geleng kalau baca threads, kok bisa sebocor itu sama masalah rumah tangga bahkan sampai urusan ranjang pun dibahas di sosmed. Ini kelewat batas. Karena gini, masalah ini mungkin muncul karena tadi soal komunikasi antara pasangan ga berjalan baik. Tapi, meski tidak berjalan dengan baik, tidak bijak untuk bercerita masalah privasi keluarga ke luar, apalagi tidak dalam konteks ke ahli. Seberbahaya apa? Jadi kemarin di threads nemu ada yang lagi curhat masalah rumah tangganya dan tanggapan di kolom komen; nyuruh cerai. Padahal masalahnya masih bisa diselesaikan tidak dengan perceraian, karena bukan masalah sangat fundamental yang membuat rumah tangga harus bubar. Just, ini komunikasinya eror aja. Ngeri banget kalau sampai saran itu ditelan mentah, rumah tangga jadi hancur. Keempat. Cara paling menarik untuk menarik orang baik ke dalam hidupmu adalah dengan kamu menjadi baik. Kalau kamu sudah berusaha menjadi baik dan lingkunganmu tidak beresonansi, hijrahlah. Coba pahami, khususnya saat kamu lagi nyari pasangan hidup. Orang-orang yang beneran baik akan beresonansi saat kamu melakukan aktivitas di frekuensi baik yang sama. Jadi, kalau kamu merasa dirimu saat ini EROR, kemungkinan orang yang datang juga eror-eror, yang ngga jelas, ngebingungin, dsb. Fokuslah sama dirimu, sama aktivitas baik yang kamu lakuin, sama upgrading dirimu di berbagai konteks seperti ilmu pengetahuan dunia dan akhirat, karier, dan segala macemnya. Kelima. Setia dalam pernikahan itu nggak mudah. Itu butuh komitmen yang kuat dan kesalingan antar pasangan. Hal lain yang sangat fundamental dalam pernikahan adalah TRUST, kamu percaya sama pasangan kamu. Kalau kamu nggak percaya, bahkan saat suamimu menafkahimu dengan baik, kamu sangat takut suatu saat dia selingkuh. Padahal dia baik sama kamu, nggak aneh-aneh, tapi di otakmu tetap ada terselip kekhawatiran kalau nanti dia selingkuh gimana? Kalau kamu merasa ada eror di dirimu disebabkan oleh trauma, sembuhkanlah! Sungguh, tidak dipercayai oleh pasangan itu sangat menyakitkan. Bayangkan saja, pernikahan itu menjadikan orang asing menjadi orang yang paling dekat denganmu bahkan dibanding orang tuamu sendiri. Dia bahkan bisa melihat tubuhmu tanpa sehelai benangmu sementara orang tuamu tidak bisa. Tapi, dia adalah orang yang tidak kamu percaya. Kamu sangat takut pada kemungkinan-kemungkinan pasanganmu sendiri. Aneh, kan? Selamat malam, selamat beristirahat para overthinker :)
341 notes
·
View notes
Text
karena Allah
kalau menikah itu untuk cari bahagia, akan banyak sekali titik di mana kamu ingin berhenti menikah. karena hati manusia itu terbolak-balik, nasib manusia juga bisa berubah-ubah.
kalau menikah itu untuk cari ladang ibadah, tidak terbersit di benakmu untuk menyerah. karena baik kesenangan maupun kesedihan adalah ujian dan kamu menjadikannya jalan menuju kebahagiaan yang hakiki.
berangkatlah menikah karena Allah. niscaya lurus tujuanmu.
tumbuhkan dan rawatlah rasa cintamu kepada pasanganmu karena Allah. niscaya ketenteraman hadir di tengah keluargamu.
jagalah kesetiaanmu karena Allah. niscaya Allah menjaga hati, pandangan, pendengaran, lisan, perbuatan, dan kemaluanmu.
bertahanlah karena Allah. niscaya hubungan kalian menjadi semakin kuat.
semoga kalian selalu kuat, dikuatkan, dimampukan, diberi kekuatan. selamat saling menguatkan.
443 notes
·
View notes
Text
Setelah banyaknya input tentang kondisi Indonesia sekarang secara sistemik/menyeluruh, jadi keinget sama ungkapan seorang ulama...
الحقّ بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام - Kebenaran yang sistematis/teratur dengan baik (nizhom) akan terkalahkan oleh kebathilan yang sistematis/teratur dengan baik.
Iya, nizhom = sistematis, teratur dengan baik, disiplin, rapi. Bukan asal-asalan ngikut yang kita mau (red: hawa nafsu).
Diluar sana, ada yang rela ngadain rapat terbatas bahkan di weekend buat nentuin suatu keputusan penting. Ada yang rela ngorbanin waktu dan tenaganya buat konsolidasi sana-sini untuk mencapai tujuannya. Ada yang melakukan tugas-tugasnya semaksimal mungkin utk bisa 'goals'.
Tinggal konteksnya, beneran ada loh mereka yang ngelakuin dg utk sesuatu yang cenderung batil menurut Allah dan Rasul-Nya — menurut Allah dan Rasul-Nya ya, bukan aku, kamu, hawa nafsu kita. Apa kabar kita? yang katanya sedang memperjuangkan apa yang Allah dan Rasul-Nya mau?!
Meeting di hari Ahad aja moody nya masyaAllah tabarakallah, agenda training yang cenderung pasif aja alesannya ribuan. Ngebina sesama muslim aja kerasa berat banget karena alesan introvert, nggak ada energi, dsb.
Misal kondisinya memang kayak gitu nggak apa juga, tapi kalo masih ada ruang lebih baik — bisa lebih berjuang buat melawan hawa nafsu — berarti itu yang masih perlu ditingkatin proses belajarnya 😂💪🏻
Yogyakarta, 24 Maret 2025 Menuju 25 Ramadhan 2025
1 note
·
View note
Text
Apakah melakukan ibadah sunnah itu baik? Sangat baik! Tapi bagaimana kalau justru ia mengalahkan hal-hal yang wajib?
Kekeliruan cara berfikir kita saat ini adalah karena kita melupakan atau belum tahu, manakah ibadah yang fardhu; kemudian pembagiaanya yang 'ain dan kifayah, bagi kita
Inilah problematika ilmu yang implikasinya berpengaruh pada cara kita hidup
Sholat tarawih itu sunnah, dan baik tapi mendahulukan tarawih di saat jam jaga malam, ada pasien gawat darurat yang perlu segera ditolong keselamatannya adalah hal yang keliru
Sholat dhuha itu sunnah, dan baik, tapi mendahulukannya di saat jam kerja, hingga mengganggu pelayanan kepada masyarakat itu juga hal yang keliru
Mungkin kemudian saya akan dicap lebih mementingkan dunia daripada akhirat, biarlah
Tapi izinkan saya bertanya, apakah saat kita bekerja di kantor, meneliti di lab, melayani masyarakat, mengobati pasien; kita niatkan hanya utk dunia saja? Sehingga seolah-olah saat kita profesional dan maksimal bekerja kita dianggap cinta dunia?
Silakan jawab sendiri
Padahal ahwal kita, kondisi kita itu Allah yang menetapkan, maka apakah kemudian Allah sengaja menetapkan kita hanya untuk mencintai dunia saja? Tentu tidak!
Inilah penting untuk mengetahui, mengilmui, memaknai, apa itu ibadah, bukan sekadar yang sifatnya ritual 5 kali sehari, puasa, zakat, juga haji; tapi menurut Ibnu Abbas saat menafsirkan ayat penciptaan dengan tujuan beribadah, adalah untuk mengenal Allah
Kita diciptakan untuk mengenal Allah, dan berhutang kepada Allah karena telah diciptakan. Kita tidak akan pernah mengenal Allah jika tidak diciptakan; maka sejatinya ibadah kita dalam rangka mengenal Allah
Kita sudah lama terjebak dalam dualisme berfikir dunia dan akhirat, bekerja atau ibadah, belajar atau berjihad; seolah-olah hanya boleh memilih, padahal dalam islam ia bagian yang satu (tawhidi)
Maka mari, jujurlah dalam berilmu, adil juga dalam menilai, tempatkan sesuatu pada tempatnya, tidak berlebihan, juga tidak menggampangkan, jangan serampangan, tapi tidak perlu juga memberatkan atau dipaksakan
Semoga tidak ada lagi yang bertanya "bagaimana cara menyeimbangkan belajar dan beribadah" atau berlaku tidak profesional dalam bekerja dengan alasan "itu cuma dunia"; ya pantas saja, umat islam lemah, karena kita memang sudah lemah dalam berfikir
Kemenangan itu dekat, sangat dekat, tapi menujunya sangat jauh, berat, dan sukar; bersiaplah selalu!
107 notes
·
View notes
Text
Pernah nggak kepikiran, kenapa waktu satu menit itu kerasa lama banget buat plank (olahraga tipe strength utk otot core body kita)? Tapi satu menit itu cepet banget buat mindless scrolling 1-2 reels? Padahal sama-sama satu menit!
Kenapa bisa gitu?
Karena ada perbedaan proses mental (pikiran dan perasaan) selama beramal / beraktivitas.
Otak kita bakal mempersepsikan aktivitas itu berat, ketika butuh effort lebih - kayak ngeplank. Begitu pula sebaliknya, mindless scrolling yg bahkan hampir zero effortnya, kerasa cepet banget.
Dan menariknya, itu nggak cuma kejadian di dunia, tp juga gimana di akhirat kelak.
"Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun. Para malaikat dan Jibril jika menghadap Tuhan memakan waktu satu hari. Apabila dilakukan oleh manusia, memakan waktu lima puluh ribu tahun." - Surat Al-Ma'arij: 4
Dalam tafsirnya, proses nunggu di hari akhir itu kurang lebih 50.000 tahun, kebayang kan lamanya? Apalagi buat jiwa2 yang 'nggak tenang', kemrungsung selama 50.000 tahun itu nggak banget :"(
Tapi, untuk mereka dengan jiwa-jiwa yang tenang, mereka yang full amal sholih, bakal chill abis selama 50.000 tahun itu. Bahkan bisa lebih cepet dari waktu sholat mereka di dunia (sholat mentok2 cuma 5-10 menit kan?) sat set banget. Fast track.
Yuk bisa yuk, ngebina diri untuk bisa husnul khotimah dan punya jiwa yang tenang itu (nafsul muthmainnah)
CMIIW btw ❤
Yogyakarta, 1 Maret 2025 1 Ramadhan 1446 H
2 notes
·
View notes
Text
Kita ingin menjaga hubungan baik dengan orang lain. Setidaknya tampak begitu. Tapi, bagaimana tentang hubungan kita dengan diri sendiri? Sudahkah kita meminta maaf pada diri sendiri? Yang lebih penting lagi, bagaimana hubungan kita dengan Allah? Sudahkah meminta maaf pada-Nya?
-Sedikit adaptasi dari buku mengejar ujung pelangi,
Yogyakarta, 27 Februari 2025
6 notes
·
View notes
Text
Kenapa harus risau dengan orang lain tentang pekerjaan yang sedang kita lakukan? Padahal jelas-jelas kita memilih jalan yang sesuai dengan nilai hidup kita sebagai seorang muslim dan dai. Padahal juga mereka tidak memberikan kontribusi sepeserpun untuk keberlangsungan hidup kita. Terus, kenapa kita mengizinkan mereka 'ngisruh' dalam hidup kita yang chill abis ini.
-----
Oh masih kontrak ya? lah kok nggak selinier? buat apa sekolah profesi? agak eman ya biaya ukt sekian puluh juta. Masih banyak lagi. Hahaha.
"Orang lain meragukan, bahkan mengasihani kita. Padahal kita bahagia setengah mati menjalaninnya." - Mengejar Ujung Pelangi
-----
Kita perlu terus belajar bodo amat dg omongan orang lain yang 'nggembosi' perjalanan indah kita menuju Allah. Perjalanan yang kita yakin banget bakal worth it banget. See you soon di akhirat :p
Yogyakarta, 24 Februari 2025
1 note
·
View note
Text
Salah satu hasil riset Carol Dweck, seorang psikolog ternama dalam bukunya Self-theories, beliau bilang "yang mengejutkan adalah mementingkan kecerdasan (atau kelebihan dasar alin) daripada meningkatkan harga diri menciptakan teori-teori diri maladaptif, tujuan, dan pola-pola coping (yg maladaptif)"
Setelah tau ilmunya bahwa (mungkin atau seringnya) orang tua dan lingkungan sekitar kita sering menuntut untuk menjadi 'pintar' sebagai gambaran orang yang 'sukses'. Dan pemahaman itu kurang tepat untuk kita jadikan pegangan survive di hidup ini -- jelas dng segala bukti dampak traumatik pemahaman itu yg bikin diri kita lebih susah buat growth --
Maka, yg bisa kita lakuin ya, unlearn pemahaman itu, dan kita relearn pemahaman yang baru bahwa we need to grow dengan konsep diri yang lebih tepat, yang lebih baik, yang lebih sesuai ilmunya, sehingga bener2 bisa mencapai potensi tertinggi kita as Hamba-Nya Allah..
Yogyakarta, 19 Februari 2025 Post morning run
0 notes
Text
punya tetangga kost yang jadi mentor toefl jadi berasa belajar gratis tiap malem pas dia lagi ngajar (krn suaranya kenceng banget).. sukses deh mbaaaa. barakallahu fiik
0 notes
Text
Diskusi
"Aku nyorot tentang hal mendasar sih mil, tentang proses berpikir yang sistematis (teratur dengan baik)."
Tau nggak itu bahas apa? bahas tentang penulisan poin penjelas. Konteksnya kita diskusi tentang variasi logo yang kubuat berdasarkan ukuran tertentu. Dan waktu itu aku cuma nulis angka dari ukuran itu, bener sih kurang jelas buat orang lain yang ngebacanya.
Alhasil, dapet feedback yang bikin bergejolak. Diskusi kayak gini (read: diskusi tentang hal mendasar kayak proses berpikir strategis, kritis, sistematis, dsb.) udah biasa di kultur kami.
Di satu sisi seru banget dapet kesempatan belajar hal mendasar dan kita punya value lebih dalam ngerjain suatu tugas. Nggak yang asal ngalir, asal ngerjain, dan nggak paham esensinya.
Di sisi lain, buat aku yang masih mencoba familiar dengan feedback sebagai proses belajar itu berat banget wkwk. Bahkan sempet kepikiran "HAH gini aja dibahas? skip aja nggak sih biar cepet? Udah tanggal segini loh."
Bahkan saking kerasa beratnya diskusi hal mendasar gini, waktu itu aku bener2 males banget ngedit poin penjelasnya, aku prefer diem, mau nangiss rasanya, bahkan sampe susah banget buat mikir, krn udh terlalu penuh emosinya. Responku sejauh ini emg masih cenderung pasif dan flight thd sesuatu yg ngetrigger.
Tapi, kata Ibnu Qoyyim, "benarnya pemahaman dan baiknya tujuan merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada hambanya..." karenaaa... kalo kata Umar bin Abdul Aziz "Barangsiapa beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak daripada maslahatnya..."
Dan realitanya emg gitu, ngerjain sesuatu tapi kita kurang paham sama tujuan, scopenya, schedulenya, ya bisa berantakan. Malah nambahin kerjaan (read: ngerusak). Dan jelas, standar baik dan enggaknya tujuan itu pake standarnya Allah, bukan standar aku, standar kamu yang masih banyak dosanya ini huhu.
Yogyakarta, 8 Februari 2025 Longtime ga nulis disini yah...
1 note
·
View note
Text
The Warrior of Gaza: Totalitas tanpa standar ganda!
Di momentum berulang 18 Oktober ini, ada perasaan duka dan haru mendalam, bukan karena ucapan dan do'a yang saya terima, melainkan karena sebuah berita yang saya tunggu dari tengah malam kemarin sampai petang ini, cek berbagai kanal berita, menunggu kabar pimpinan tertinggi perlawanan PaIestina, dan baru saja dengan resmi organisasinya mengumumkan kesyahidannya, Yahya Al-Sinwar, Allahyarham.
Siang ini di kantor, saya berdiskusi dengan senior yang juga kakak tingkat saya di kampus. Sejak awal, kami sudah bersepakat kalaupun beliau benar syahid, maka tidak akan kaget ataupun gusar. Sudah banyak pendahulunya yang sepertinya, perlawanan akan terus besar dan berlanjut. Allah Maha Berkehendak, dan sungguh itu adalah kematian yang teramat indah.
Betapa tidak? Jika bangsa kera dan para pendukungnya itu sering kali menuduh pimpinan perlawanan justru asyik bersembunyi di terowongan, jauh dari desing peluru dan hujanan rudal, maka kesyahidannya yang dengan bangga mereka pertontonkan ke publik, menjadi bukti totalitas dan kegigihan pemimpin tertinggi perlawan itu di medan laga, dengan seragam jihad dan keffiyehnya!
Bagi kami kesyahidan beliau menjadi simbol, bahwa jika ingin berjuang membebaskan bumi Palestina, maka harus dengan semangat "Perjuangan pemebebasan PaIestina, tidak mengenal sikap ganda, ia hanya mengenal satu sikap, yaitu totalitas!"
Dalam hal apa? Apapun dan dimanapun, di segala medan dan potensi amal yang Allah amanahkan pada kita saat ini. Seperti misalnya kantor kami yang bergerak di berbagai macam bidang usaha, yang setiap tahun selalu mengalokasikan laba untuk mereka, maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh.
Ataupun mereka yang bergerak di bidang pendidikan, kenalkan pada anak didik tentang apa yang terjadi di PaIestina, atau mereka yang aktif di organisasi pergerakan, terus suarakan. Apapun itu, dimanapun. Kita contoh totalitas Abu Ibrahim itu, yang tidak peduli dengan posisinya sebagai pemimpin tertinggi untuk tetap turun ke medan jihad, yang beliau kenal hanyalah 'pembebasan Al-Aqsha adalah harga mati!.'
Selamat bertemu Rabb-mu, wahai Abu Ibrahim, the warrior of Gaza. Kami menjadi saksi kegigihan dan totalitas perjuangamu di medan laga. Allahumma taqabbal syuhada.
160 notes
·
View notes
Text
وسنئاتيكم بإذن الله بطوفان هادر وسنئاتيكم بصواريخ دون عد سنئاتيكم بطوفان جنود دون حد سنئاتيكم بملا يين من أمتنا مداً بعد مد وإلى لقاءٍ في باحات الأقصى محرراًمطهراً بإذن الله "والله غالب على أمرٍ ولَكنّ أكثرالناس لا يعلمون"
الشهيد يحي سِنوارـ
Dan kami akan menemuimu, Insya Allah, dengan banjir yang dahsyat Kami akan mendatangimu dengan rudal yang tak terhitung jumlahnya Kami akan mendatangimu dengan banjir tentara tanpa batas Kami akan mempertemukan kalian dengan jutaan bangsa kami, gelombang demi gelombang. Sampai kita bertemu di halaman Al-Aqsha Yang dibebaskan dan dibersihkan, insya Allah
"Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya"
Asy Syahid Yahya Sinwar
59 notes
·
View notes
Text
sejak memahami konsep privilege dan kemiskinan struktural, jadi memahami bahwa hidup bukan sekedar perkara pencapaian. Semoga Allah membantu kita untuk memanfaatkan privilege dengan sebaik-baiknya agar hisab kita di akhirat kelak ringan.
Layaknya manusia pada umumnya, kita masih butuh apresiasi atas pencapaian-pencapaian kita. Rayakan pencapaian itu bersama orang-orang yang mendukung kita, sewajarnya. Selebihnya, kembali ingat bahwa privilege itu titipan. Ada tanggung jawabnya di akhirat.
268 notes
·
View notes
Text
Kalau kita hidup sekadar hidup, mengikuti insting (read: hawa nafsu), apalah bedanya hidup kita dengan binatang?
Di sisi lain mungkin melangsungkan kehidupan dasar juga terasa sulit bagi sebagian orang, tapi bukan berarti itu nggak bisa dijadikan bernilai sama sekali.
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." - Al A'raf: 179
Untuk diri sendiri yang masih sering goyah melihat visi dunia akhirat. Yogyakarta, 24 September 2024
0 notes