Tumgik
insantsiqoh · 4 years
Text
Kebingungan Gunalfa
tak ada yang bisa menggambarkan suasana pagi yang paling menyenangkan bentuk dan rasanya seperti apa. bundar, kotak, segitiga, jajar genjang dan sebagainya. semuanya melayang seperti sebuah potret abstrak yang hanya bisa ditafsirkan oleh setiap manusia yang memandangnya. 
seperti hal nya pagi ini, hari ahad, sholat subuh telah tertunaikan, tugas semalam selesai tepat waktu, sementara dini hari Liverpool memenangkan pertandingan bergengsi yang masih bisa saya saksikan bersama Ayah usai sholat tahajjud. 
saat fajar mulai mengintip dari kaki cakrawala di kaki langit timur, saya kembali ke  kamar, bukan untuk main HP. henpon selalu saya matikan setiap akhir pekan, ayahlah yang mengajari semua itu agar saya leluasa menikmati hari ahad dengan banyak berkegiatan di dunia nyata dibanding menghabiskan waktu scroll scroll di media sosial yang kadang tak berujung. kukura itu semacam hukuman pada awalnya. waktulah yang selalu berbaik hati mengajari saya segala hikmah dari setiap nasihat ayah. sebulan kemudian saya menyadari ada sesuatu kebahagiaan yang menyelinap didalam hati ini ketika menjauhi henpon dalam beberapa waktu. pikiran saya jadi lebih terarah dan mengasyikkan. jauh dari hiruk pikuk berita yang kadang menyempil di pikiran untuk dikepoin padahal jauh dari kata manfaat.
lihatlah sekarang, sebuah perpustakaan pribadi dengan latar warna abu-abu kombinasi putih ini telah dipenuhi oleh tumpukan buku bacaan, tepat dibagian tengah perpus yang diberi penerangan serba kekinian oleh ayah adlah hadiah terbaik yang pernah didapatkan manusia pada abab ini. sebuah jendela di bagian tengahnya sengaja dibuat, agar saya dengan leluasa bisa menikmati pemandangan gunung di seberang sana yang berdiri gagah menantang.
pagi ini sedang hujan, ketukannya keras mengenai atap rumah, lalu kembali menjadi gerimis, beberpa tetesannya yang lembut singgah menerpa jendela kamarku sebelum meluruh memeluk bumi. aroma petrikor menguar seketika. aroma yang sangat sangat saya sukai sejak kecil. 
pintu kamar tiba-tiba terkuak pelan setelah sebuah salam dengan suar lembut penuh keibuan menyapa, engselnya berderit-berderit saat ibu masuk dengan nampan peraknya yang menghamparkan pisang goreng dan segelas jahe jahe hangat. 
“wah anak bunda pagi-pagi kok sudah melamun?” ibu mulai membuka percakapan.
“enggak bun...saya cuma menikmati aroma petrikor, sayang ya, gak bisa disimpan untuk sampai musim kemarau” saya menjawab sekenanya.
“wih anak bunda ternyata puitis juga, kayaknya kemakan sama Pablo Neruda, Jokpin, Sapardi Joko Damono atai Aan Mansyur nih..he-he-he” ibu mulai masuk ke duniaku.
“ah bunda,,bisa aja, emang kenapa kalau laki-laki puitis dan melankolis. wkwk”
kami lalu tenggelam dalam percakapan yang mengasyikkan, ibu membahas karya Rendra juga Chairil Anwar. ibu bercerita tenytang Mochtar Lubis juga NH Dini, ibu hapal semua anak rohani sastrawan Indonesia.
“eh kemarin Si Samudera mendapat buku catatanmu yang judulnya “Catatan Tanpa Titik”, gak sengaja katanya, trus dibacain sambil nemanin ibu masak sayur, ternyata tulisanmu mulai menanjak. aduh senangnya ibu punya anak calon sastrawan besar ha-ha-ha” ibu memancing gerbang percakapan. dalam hati saya menyumpahi si Samudera karena telah lancang mengambil buku catatan yang menyimpan rahasia tentang seseorang gadis yang saya pikat, yang belakangan sering menjadi background dari pusisi-puisi yang iseng saya bikin jika sedang gabut.
“gak ah bun...itu cuma latihan dan hasilnya buruk, bahkan saya sendiri malu membacanya” saya merendah. walaupun harus saya akui, buku tersebut adalah hasil dari beberapa tulisan yang sudah 2 bulan berusaha saya sunting.
ibu mengatakan bahwa tulisan saya semakin menanjak dan menggigit di beberapa bagian, dan jika terus berusaha dan berupaya, tahun depan semuanya sudah layak diterbitkan dan dilkoleksi di rung perpustakaan keluarga.
“Alfa...tuliskan satu puisi untuk bunda, saya mau tempel di dinding dapur;wkwk” ibu meminta dengan penuh canda, namun saya tahu ibu serius menginginkan puisi orisinal dari saya.
“wah..bagaimana mungkin saya bisa menuliskan puisi terindah untuk puisi?”
Tuhan..ajari saya....
pintaku dalam hati....
1 note · View note
insantsiqoh · 4 years
Text
Bismillah
Tak ada yang tahu sampai dimana kemampuan seseorang sebagai penulis yang hebat hingga ia mau mengabdikan diri untuk belajar seumur hidup. 
3 notes · View notes