izootahm
izootahm
Unknown
657 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
izootahm · 8 years ago
Quote
Beberapa pertanyaan memang dibuat untuk tidak dijawab. Juga alasan kenapa akun ini dinonaktifkan. Maaf jika ada tulisan yang membuat luka dihati siapapun. Sungguh, itu hanya khilaf atau sekedar kesengajaan yang dungu dipahami nalar sehat.
Selanjutnya, semoga hidup kalian bahagia dan terimakasih :))
6 notes · View notes
izootahm · 8 years ago
Text
Berakhir.
Ini bukanlah fiksi. Ini kisah tentang seorang lelaki yang belum bisa dewasa dan seorang perempuan yang menunggu. Si lelaki akhirnya menyerah pada kelemahannya dan si perempuan lelah menunggu si lelaki berubah. Si perempuan adalah matahari yang memberi dengan kerelaan, sementara si lelaki adalah malam gelap yang dingin dan muram. Keduanya telah berusaha untuk tidak menyerah pada harapan. Namun lagi-lagi si lelaki belum juga berubah. Pada dirinya sendiri ia telah berkhianat lantas si perempuan memilih untuk tidak lagi hidup dengan kesia-siaan bersamanya. Ia pergi tanpa meninggalkan alasan apapun untuk dijelaskan dan si lelaki menerimanya dengan lapang. Si perempuan sudah beranjak dengan yang lain sementara si lelaki masih memikirkan jarak.
Kami berpisah. Semoga dengan baik-baik. Semoga ini tidak membawa luka. Juga pada siapapun.
Sekian.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Manusia Mendendam dan Tuhan Mengutuknya
Kukira, kerapkali dalam hidup kita terlalu baik pada orang lain dan lupa belajar mencintai diri sendiri. Perihal kekalahan dan rasa percaya yang kemudian berbalik menjadi musuh. Mengenai perasaan yang kamu hibahkan dengan begitu rupa lalu dibalas dengan sebuah persekutuan tengik. Ya, sepertinya bagiku hidup adalah perihal mempersiapkan kehilangan dan ditinggalkan.
Tapi untuk setiap pengkhianatan dan cara membalasnya mungkin aku harus mulai belajar dari Edmond Dantès. Pria yang ditikam sahabatnya sendiri, dicuri cintanya dan harus membusuk dalam penjara Chateau d’If. Apa yang lebih buruk dari disakiti orang yang kamu sayangi? Aku kira kita, seperti yang sudah kubilang sebelumnya, seringkali terlampau lugu untuk berpikir bahwa orang lain akan bertindak sebaik kita dan sejujur kita. Dan memang kenyataannya tidak demikian.
Alexandre Dumas, penulis novel historis Perancis, kukira adalah pria yang selalu berkarib dengan kehilangan dan tipu daya. Hampir dalam setiap kisah yang dia tulis merupakan narasi-narasi yang berisikan kekalahan dan kebangkitan melalui dendam. Ya dendam. Kekalahan yang lahir dari sebuah tipu daya dan persekongkolan akan melahirkan dendam.
Coba tengok kisahnya dalam The Twenty Years After yang mengisahkan fragmen tengik kebusukan Milady de Winter dan Athos yang malang. Mengenai seperangkat perasaan yang kerap kali kita namai cinta dan sayang, dibalas dengan sebuah kekejian. Athos mencintai orang yang salah. Sedangkan Milady de Winter mencintai dengan cara dan keadaan yang salah. Kukira batas antara rasa cinta dan sebuah kebencian itu setipis kentut dan berak. Bau busuknya sama saja.
Rindu yang ditahan, rasa yang ditekan dan apapun yang aku kutuk dari sebuah perpisahan, kamu tau rasanya? Tidak. Bahkan kamu tak pernah tau apa itu perpisahan. Karena kamu dan orang yang kamu rindukan barangkali mempunyai koneksi mudah untuk bertemu. Dan memang benar. Melankolia selalu menemukan ujudnya yang paling buas dalam kesendirian. Entah itu dalam keramaian ataupun sepi.
Baiknya sekarang aku, seperti yang Alexander Dumas lakukan, belajar untuk berhenti menjadi galau. Berhenti untuk merutuki nasib dan sikap diri sendiri.  Aku akan mulai mendendam dengan cara yang baik dan benar. Dendam tak pernah diajarkan dalam perkuliahan juga dalam kutbah-kutbah para pendakwah. Dendam lahir dari diri sendiri. Itu yang membuat manusia menjadi mahluk yang otonom dari pengaruh tuhan dan iblis. Manusia mendendam dan tuhan mengutuknya.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Dan Selebihnya Dusta
Kita sepasang kekasih. Ya, kamu dan aku adalah bagian dari rencana Semesta yang merupakan entitas paling pamungkas. Aku bahagia, tentu saja karena apa yang aku inginkan selama beberapa rentang tahun terakhir akhirnya bisa aku dapatkan. Ini seperti kelegaan seorang sufi dengan Tuhannya, seseorang dengan kencingnya yang ditahan dan Frau yang bahagia dengan kekasihnya karena menjadi pasangan pertama yang bercinta diluar angkasa.
Tapi, seperti biasa, bahwa semua kisah tidak pernah ada yang benar-benar sempurna. Selalu ada kesedihan dan tangis yang ditahan dari semua cerita tentang kebahagiaan. Juga kita. Bagiku, rencana Tuhan untuk kita adalah kisah yang kepalang tengik, penuh kebohongan dan banyak bagian rapuh dimana-mana sehingga sekali ditiup dengan secarik tarikan nafas saja ia akan luluh berantakan.
Hampir tak ada kepastian dalam cinta bahkan kisah Romeo dan Juliete juga kejam selain Yesus yang mengeluh tentang nasib pilu kepada Bapaknya yang entah siapa. Ini seperti kita. Ahh bukan kita tapi hanya aku karena jika kita mungkin kamupun merasakan getirnya kehilangan sampai sekarang. Getir yang tidak akan bisa hilang hanya dengan perjalanan, pengutukan dan juga perasaan yang dilampiaskan kepada banyak pasangan.
Ya ya ya kita semua pernah kehilangan. Well, tapi tak semuanya pernah merasakan kesedihan dan perih karena dipaksa kehilangan. Bahwa sebuah kehilangan adalah runtuhnya tatanan dunia mapan yang kita kenal. Yang sehari-hari kita jalani. Yang semata-mata kita harapkan akan terus ada dan tak pernah berakhir. Dunia utopis yang melahirkan kesempurnaan dalam imaji sederhana kita tentang kebahagiaan. Imaji yang kita buat sendiri.
Kita semua pernah mengenal luka. Seperti juga para peziarah yang meratapi akhir perjalanan.
Ada lubang besar yang kusam saat sebuah tatanan mapan yang kita alami tiba-tiba direngut dengan paksa. Seperti perasaan seorang penjudi yang kalah dalam taruhan setelah memenangkan perjudian berturut-turut. Ia menyesali nasib sebagai sebuah kesialan yang terlambat dipahami. Bahwa kekalahan, seperti juga kehilangan, adalah niscaya. Namun terlalu bebal untuk dimengerti akan tiba dalam waktu yang gegas.
Harapan tentang kebahagiaan hanyalah seperti ilusi dari pesulap apkiran yang berusaha menaikan pamornya. Ia begitu mempesona, membuat decak kagum, terlena dan membuat kita ingin berlama-lama dalam ilusinya. Tapi ia sendiri adalah muka paling kejam sekaligus keji karena semuanya hanya nisbi sia-sia. Hanya kebohongan belaka. Ini seperti kekalahan yang terencana begitu apik sehingga ketika kehilangan, tak ada satupun alasan yang pantas untuk disalahkan. Semuanya mengalir begitu tenang lantas berlalu begitu saja seolah tidak pernah ada hati yang terluka. Tak pernah ada kecewa dari pergi yang disengaja.
Mengapa bertemu jika mesti berpisah? Terlebih lagi tak ada kebaikan dalam perpisahan, seperti kata The Script melalui lagunya.
Baik, ini klise kerena tidak semua pertemuan harus menjadi satu dengan kebersamaan. Tadinya kupikir pertemuan dan penyatuan adalah sebuah kebenaran tunggal. Sebuah paket yang tak bisa kita dapatkan terpisah. Aku sadari setelah kamu pergi bahwa ini begitu naif. Ahh tapi kenapa pula aku membahas ini jika kamu saja hanya peduli dengan fantasi kesenangan memutuskan untuk meninggalkan disaat seseorang menaruh banyak harapan dan juga impian?
“Jangan hancurkan hati yang berlindung kepadamu,” tulis dimedia sosialnya. Aku adalah api yang nyalanya kau padamkan sendiri. Kau renggut, kau rampas dan kau buang jauh sembari mengutukinya. Dan api itu adalah nyala yang berlindung kepadamu. Kupikir kamu lebih pintar sekarang dengan membuat standar ganda yang terkesan biasa saja. Ini nyinyiran yang menyebalkan? Ahh tentu saja menyebalkan jika kamu merasa melakukannya. Tapi apa pedulimu dengan ini? Bahkan dengan keadaanku yang semakin terpuruk saja kau enggan untuk menolehnya.
Ini sikap progresif yang harus aku akui keabsrudannya. Kamu membuat langkah tepat dengan tidak peduli sedikitpun denganku persis seperti beberapa tahun yang lalu disaat aku berusaha beberapa kali menghentikan becak yang kamu tumpangi. Seperti juga tangisku dalam hening yang sengaja kamu diamkan karena rengeknya yang bising.
Aku adalah sebuah kutukan yang kamu eja pelan. Masuk dari sebuah titik yang tak pernah di duga. Dilahirkan dari keinginan-keinginan yang melenceng. Sebuah cerita yang dibuat untuk tamat dengan segera. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan atas detail yang dipaksakan. Seperti rasa lapar yang tertunda atau makan siang pada sore hari. Ia adalah kutukan yang dieja pelan. Aku merupakan teriakan gagap dari orang yang menyerah. Kalut atas sebuah takdir yang diketik tergesa. Seolah akhir cerita sudah ditentukan saat penolakan terjadi. Perasaan yang meleleh. Ragu yang menembus hati dengan kekuatan yang lebih hebat dari doa para pendosa. Ada yang lepas. Menaut pada sungsai cerita lampau. Seperti anak itik yang lepas dari pelukan. Aku adalah teriakan gagap dari orang yang menyerah.
Dan kamu, kamu adalah seorang perempuan yang menyerah pada lelaki yang sedang berusaha membahagiakanmu dengan perasaan sungguh. Terimakasih sudah seperti ini dan setidaknya bukan aku yang mengakhiri.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Quote
I’d get drunk just so I could miss you again
I’m trying to be sober (via tenwordstory)
863 notes · View notes
izootahm · 8 years ago
Quote
Berhenti melankolis dan mulailah menyimpan dendam.
Katanya yang diguyur kemarahan.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Sebentar Lagi. Percayalah.
Baiklah, sepertinya kita sama-sama menyadari bahwa kata-kata tidak lagi penting karena jauh sebelum itu, mungkin, kamu sudah beranjak. Tulisan itu, tulisan itu tidak pernah berniat aku selesaikan semenjak aku membicarakannya. Kau tau? Itu sama saja bunuh diri dengan cara lain. Tapi, untukmu, sebagai apresiasi atas kebahagiaan barumu yang kupikir cukup cepat, aku akan menyelesaikannya. Kebetulan melalui part of late post, aku sudah menyicilnya. Tentu tulisan itu tidak akan bagus karena aku mencoba beberapa fragmen gaya baru. Tapi bukan itu yang terpenting. Kukira selesainya tulisan itu adalah kepentingan yang paripurna untukmu selain bahagia dan tersenyum lepas dengannya.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Teman Imajinasi
“Kita mendulang harapan dari sebuah percakapan masa silam yang harusnya sudah selesai, karena episode itu terlalu bacin untuk diingat lagi,” lelaki itu bicara pada perempuan yang tak pernah ada. Perempuan yang telah menahun lalu hilang dan menolaknya mentah-mentah.
Tapi siapa yang bisa mendesak lelaki kasmaran untuk berpikir lurus yang patah hati karena pengkhianatan? “Harapan-harapan itu selayaknya bayonet. Ia tak berfungsi membunuh seketika. Ia membuatmu terluka begitu hebat, lumpuh, lantas mati perlahan dengan rasa sakit yang keterlaluan,” si lelaki masih saja bicara pada masa silam. Telinga lelaki itu dijejali rentetan suara The Mars Volta yang meraung lebih kencang dari kotbah Tuhan hari Jum’at.
“Kamu bicara soal pengkhianatan seolah kau satu-satunya korban,” di atas pintu awan mendung yang sedari tadi murung angkat bicara. “Dalam sebuah kompetisi tak ada korban. Kau harusnya paham itu ketika memutuskan mengumbar segala perasaanmu di pasar,” katanya.
Si lelaki diam-diam mengutuk kebenaran dalam kata-kata itu. Ia seharusnya tahu. Jatuh cinta semestinya sunyi. Tak perlu keramaian apalagi pengumuman. Cinta yang ditunjukan seperti kabaret sirkus tak lebih berharga dari kentut. Lagipula sejak kalimat ini kau susun berapa banyak kata cinta yang kau tuliskan? Terlalu banyak cinta hanya akan berakhir pada sebuah kepalsuan.
“Mereka tak tahu maksudku. Juga sahabatmu,” kata si lelaki matanya merah dengan dendam.
“And now no path on which we move, // But shows already traces of // Intentions not our own,” Auden yang merenung merindu lelakinya yang tabu, “Thoroughly able to achieve // What our excitement could conceive, // But our hands left alone,” tapi si lelaki tahu. Tak ada puisi yang bisa mengembalikan lagi masa lalu. Tidak juga berjuta kata-kata dari raja kata-kata yang titahnya adalah nasib itu sendiri.
Menyesali masa lalu adalah pekerjaan paling bodoh selain menunggu mati. Si lelaki gadis dari masa lalunya seperti Tuhan dalam kisah Tolstoy. Ia menunggu pertanyaan untuk sebuah jawaban “Ya”. Tapi si lelaki hanya bisa terdiam. Bahkan setelah berjam-jam perjalanan bersama, perbincangan hangat dan mimpi yang dibangun sepuluh tahun ke depan.
“Lelaki yang tak mempertaruhkan nasibnya untuk sebuah kesepakatan nasib bertanya, tak berhak bicara tentang pengkhianatan,” kata mendung yang makin keruh.
“Kau hanya lelaki manja yang takut kalah lantas menyalahkan manusia lain atas kelemahanmu sendiri,”
Si lelaki hanya diam. Pena, kertas dan sebait puisi sudah selesai ia telan.
Kuningan, 1 Maret.
1 note · View note
izootahm · 8 years ago
Text
Aku tidak baik, sangat jahat, mungkin keji, tapi aku mencintaimu.
Bersepakat soal perpisahan itu adalah sebuah penerimaan bahwa pada satu titik kata-kata tidak lagi berguna, tindakan tidak lagi berarti dan kebersamaan tidak lagi penting. Barangkali juga ini menyoal bahwa kita memang tidak pernah bisa-bisa sadar akan keberadaan yang lain dalam hidup kita. Tapi tentu itu tidak penting sayangku. Tidak ada yang lebih penting daripada oksigen juga air. Aku bisa hidup tanpamu tapi mustahil hidup tanpa oksigen dan air.
Tentu ini olok-olok yang menyebalkan. Perpisahan kok disandingkan dengan kebutuhan bertahan hidup. Tapi benarkah demikian? Kebersamaan dengan yang lain, juga kebutuhan menerima afeksi, bisa jadi lebih penting daripada oksigen dan air. Oksigen dan air, bagaimanapun pentingnya ia bisa didapat dengan gratis. Kecuali kamu sedang sakit dan butuh tabung oksigen atau sedang berada di gurun pasir gobi dan butuh air kemasan. Keberadaan yang lain, yang memberikan kita kehangatan, perhatian juga keberadaan itu sendiri adalah hal pelik yang rumit rumit susah.
Kamu tidak bisa menjelaskan betapa berada diam dan disamping seseorang itu sangat melenakan. Ia memberikan kepastian dan keteduhan yang lebih kalis daripada payung saat hujan. Tidak ada logika yang bisa menjelaskan kebutuhan sosial. Maslow boleh bikin hirarki kebutuhan yang mengatakan apabila aktualisasi diri itu penting. Bahkan yang utama. Tapi tentu aktualisasi menjadi hal yang komikal dan bodoh tanpa ada yang lain yang mengakui atau menyadari aktualisasi diri itu.
Tapi sayang apakah itu penting?
Tidak ada yang lebih penting daripada kamu di sini lantas bertengkar hebat perihal jumlah bungkus rokok yang aku hisap seharian. Atau mengapa dalam rentang tujuh hari deadline tugas dan kuliahku, aku masih bersantai-santai tak peduli soal gegasnya waktu. Keberadaan kamu adalah upaya menggenapi ada ku yang lain. Mengada bahwa manusia yang sendiri sebenarnya invalid dan tak lengkap. Manusia yang sendiri butuh separuh yang lain untuk bisa menggenapi yang ganjil. Dua bukan berarti genap dan tiga bukan berarti ganjil. Juga yang lain bukan berarti harus hetero.
Tapi apakah itu penting sayang?
Jarak harusnya hanya soal angka-angka brengsek dari peta yang kita kutuki keberadaannya. Kita yang dicintai dan mencintai. Soal betapa sebenarnya kita, sekali lagi, harus dipaksa menunggu oleh kepentingan-kepentingan yang tidak disukai. Hidup seringkali memang demikian. Kita mengerjakan hal yang tidak kita sukai, untuk memenuhi keinginan orang yang kita benci, agar bisa terus menjalani hidup yang kita kutuk keberadaannya. Untung ada kamu sayang. Untung ada kamu yang membuat hidupku tak lebih waras daripada keinginan Hitler mendominasi dunia.
Tapi sayang adakah yang lebih penting dari ini?
Kita hidup dalam dunia rumit yang untuk membahagiakan diri sendiri kita harus tunduk pada standar kebahagiaan orang lain. Aku mencintaimu. Mencintaimu dengan seluruh kekuatanku yang pemalas ini. Juga menerima bahwa untuk membahagiakanmu aku perlu bekerja dan sebelum itu harus menyelesaikan dengan baik kuliahku. Lantas memberikan hal-hal sepele, namun penting, seperti makan, barang, kejutan dan rasa aman. Kau dan aku sadar kita tak bisa melulu hidup dengan cinta. Cinta akan habis. Suatu saat nanti 20 tahun usai pernikahan kita aku akan berhenti terangsang oleh pesonamu dan mudah bergariah dengan belahan dada gadis puber SMA.
Tapi bukankah kita sadar akan ini sayang?
Kita sadar bahwa menjadi manusia yang kasmaran adalah menyadari bahwa manusia adalah mahluk yang fana lagi dhaif. Aku mencintaimu karna kamu menyadari kelemahanku dan entah apa alasanmu mencintaiku. Sebentar, sudah berapa cinta yang aku ucapkan? satu, dua, tiga, hmm terlalu sedikit. Intinya mungkin begini. Bahwa kita menerima untuk tidak lagi tunduk pada ketakutan-ketakutan, tapi menyongsongnya sebagai karib yang tengik. Dan berharap, semoga, bahwa ketengikan itu akan hilang dengan kejujuran yang kita anggap sebagai aib.
Yakinlah perpisahan ini cuma sementara karena takdir lebih kuat dari apa yang memutuskanmu pergi tanpa sebab yang pasti. Tapi jangan yakin yakin amat. Keyakinan berlebih hanya akan membuatmu menjadi dungu sayangku. Tetaplah berpikir sehat dan percaya hati nuranimu sendiri. Aku tidak baik, sangat jahat, mungkin keji, tapi aku mencintaimu. Jangan lelah membuatku percaya menulis dan mencintaimu adalah keniscayaan di senjakala zaman yang terlampau brengsek ini.
Selanjutnya, seperti kata Silampukau, selamat tinggal dan semoga bahagia :))
Jakarta, 28 Februari 2017.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Pada Akhirnya Teman
Barangkali ini tangis terakhir untuk merayakan bahwa kita benar-benar selesai. Tak ada lagi yang tersisa karena semuanya sudah kamu sapu bersih bersama kepergianmu. Tak apa, ini biasa terjadi karena yang datang akan pergi dan bertemu akan berpisah. Hanya saja, ada beberapa yang mungin penting untuk kamu ketahui.
Kita menganal bukan seperti peretemuan dibangku pinggir rel ketika sedang menunggu kedatangannya. Bukan dijalanan yang ramai lantas meminta kontak. Bukan juga karena kebetulan-kebetulan tengik yang pada akhirnya membuat titik dimana kita berkenalan, dekat,nyaman,  jatuh cinta lantas terluka. Tidak, kita tidak seperti itu. Kita adalah dua manusia yang Tuhan pertemukan untuk alasan khusus. Entah bahagia bersama atau pada akhirnya hanya menjadi kenangan dan juga pelajaran.
Dari banyak waktu yang kita lewati bersama, musim yang berbeda dan semua hal yang menyatukan kita, perlukah kita membuat semacam space untuk jarak diantara kita? Aku rasa tidak. Kita bukan lagi anak ingusan yang akhirnya memilih dendam dan marah sebagai sikap ketika cinta monyetnya berakhir tragis. Bukan anak SMA yang jatuh cinta karena keranuman bodynya.Kita adalah alasan atas apa yang kita dapatkan selama ini.
Baiklah baik. Kamu banyak terluka dari apa yang sudah kita lewati bersama. Tapi, bukankah kita sama-sama terluka? Kamu dengan semua sikap dan prilaku ku dan aku dengan kenyataannya. Well, kita impas. Menyakiti satu sama lain. Bukankah begitu?
Awal sebelum kita mengenal bahkan memiliki hubungan, kita dalam keadaan baik-baik saja dan aku berharap hal yang sama setelah kita memutuskan untuk berpisah.Aku tidak ingin ada perkara diantara kita. Membenci atau menyimpan dendam yang berlebihan. Kamu tau? Itu sama sekali tidak perlu. Menyimpan amarah dan dendam hanya membuat kita semakin terluka dan nelangsa. Lepaskan. Karena sesakit apapun luka, pasti waktu akan menyembuhkan dengan caranya sendiri. Bisa begitu saja atau melalui seseorang baru yang membasuhnya.
Aku berharap bisa menjadi teman baikmu yang tak perlu khawatir dengan sekat yang memisahkan. Bercerita, keluh kesah, menertawakan, meminjamkan harapan, meminta tolong dan semua hal yang perlu kita lakukan, biarkan itu terjadi tanpa harus khawatir dengan apapun. Karena bukankah sebelumnya kita lekat seperti jalinan buku?
Tidak. Kamu tidak harus takut ada kekangan apalagi dengan masalah pasangan. Kamu bebas dekat siapapun, memasang photonya sebagai display picture, membuat status untuknya atau apapun itu terserah. Kau tau? Aku senang kamu memiliki niatan untuk membuka lembaran baru dengan yang lain. Bahkan sekarang aku lebih sering membayangkan suatu saat nanti kamu bercerita tentang kedekatanmu dengan lelaki. Mendengarkan kilas balik kencanmu dengannya dan pastinya aku akan tersenyum dan perlahan melantunkan doa baik untuk hubunganmu ketika itu terjadi.
Kita akan menjadi teman baik yang tidak perlu takut dengan apapun dan kita juga menjadi bukti bahwa setelah hubungan selesai, tidak semuanya berakhir. Masih banyak kebahagiaan yang perlu kita rayakan tentunya sebagai teman. Kamu ingat? Dulu kamu pernah mengatakan bahwa memiliki hubungan malah membuat sama-sama dari kita terluka dan lebih baik menjadi teman karena dengan itu, kita tidak pernah terluka. Setidaknya luka hebat. Yaa dulu kamu pernah mengatakan ini dan ada baiknya kita mulai mencobanya lagi.
Ini hanya keinginanku. Mungkin agak sedikit berlebihan dibagian hal-hal yang bisa kita lewati. Tapi percayalah, aku hanya ingin menjadi teman baikmu terlepas dari semua yang bisa kita lakukan. Kamu berhak menolak bahkan mencacinya karena aku tau, mungkin ide ini terkesan tidak tau diri dan lebih daripada itu sama sekali tidak penting.
Well, ini hanya keinginanku terserah kamu menyikapinya seperti apa karena aku hanya tidak ingin ada permusuhan terlebih lagi jika kamu yang menjadi musuhnya karena kamu tau? Itu berat, lebih berat daripada mempunyai musuh anak gankster.
Semoga dikemudian hari, kamu mendapatkan seseorang yang bisa mencintaimu dengan sangat, memperjuangkanmu seolah tidak pernah mau kehilangan dan bisa menjagamu dengan benar. Doa baik untukmu :))
Yogyakarta, 14 Februari.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Quote
Apa yang saya akan lakukan setelah menyelesaikan tulisan terakhir?
Ini agak rancu. Saya pikir setelah tulisan itu rampung dibikin, tak ada lagi yang harus saya kerjakan selain seperti aktivitas zombie bridge pada keumumannya. Apa itu? Kehidupan orang-orang kota yang menyebalkan. Mereka adalah contoh nyata bagaimana laku hidup zombie. Tapi barangkali saya tidak akan sepenuhnya seperti mereka.
Saya akan memulai dengan hal-hal yang barangkali sedikit lebih berguna dan waras tentunya. Mendaki gunung, bepergian jauh, menyusuri kota-kota, menikmati kopi ditengah senja yang hendak roboh dan mungkin beberapa rencana yang nanti akan menyusul setelah melakukan perjalanan. Tentang kebiasaan ngedrugs dan berkunjung sebagai lelaki dewasa diclub malam akan saya tinggalkan. Bukan, bukan karena pencerahan tapi saya sadar bahwa uang satu juta tidak akan cukup melunasinya.
Saya akan tetap menulis disini tapi tidak akan mengangkat tema soal perasaan. Ia akan mempunyai tempatnya. Pengalaman pribadi, kemanusiaan, sosial, politik dan juga keagamaan mungkin akan menjadi tema bagus tapi tentu saya harus mempelajarinya terlebih dulu karena saya sendiri tidak begitu paham dengan tema itu.
“Belaga ngangkat isu sosial lah uts sama uas aja belum kelar,”
Ohh shit, lupaaa. Kuliahku berantakan :(( Ga jadi deng rencana itu dicancel aja :((
0 notes
izootahm · 8 years ago
Quote
Sempurna adalah dengan siapa kamu bersamanya karena yang mencintaimu tidak akan butuh definisi kesempurnaan itu sendiri.
1 note · View note
izootahm · 8 years ago
Video
youtube
God can be funny :))
(via https://www.youtube.com/watch?v=-pxRXP3w-sQ)
0 notes
izootahm · 8 years ago
Photo
Tumblr media
Kamu perempuan yang tidak akan diam hanya dengan satu seruan. Kamu perempuan bebal yang tidak akan peduli dengan standar manapun jika itu konservatif. Yaa, kamu perempuan bodoh yang akan terus berjalan walaupun nyawa taruhannya selama kamu yakin itu jalan yang baik.
Tapi untuk frame ini mungkin tidak ada baiknya. Kupikir luka memar dan patah tulang adalah perkiraan paling wajar jika kamu terjatuh. Jangan diulangi. Kenyataan kamu gemar menaiki pohon jangan diperpanjang karena kamu sudah mendekati usia pernikahan. Lekas waras dengan pemikiran dan nilai-nilaimu yaa. Sehat dan bahagia selalu :))
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
Yang Pergi Setelah Kamu Pergi
Banyak yang hilang setelah kamu pergi. Impian, harapan, cahaya dan semua hal yang berkelindapan perlahan memudar pada waktunya. Yaa, kepergianmu adalah titik nadir paling menyakitkan dalam hidupku. Mungkin beginilah dunia yang selalu menyajikan kebrengsekan atas lakunya. Dan aku, barangkali dengan kepergianmu adalah jalan menuju akhir dari segalanya.
Tidak, aku tidak sedang becanda. Manusia macam apa yang bisa mempunyai selera humor ketika hatinya sedang kacau balau? Bukankah kamu sendiri pernah sampai pada titik ini sampai-sampai mengatakan –jangan menghancurkan hati yang sedang berlindung kepadamu?–. Pun dengan aku. Jangankan untuk becanda, setan yang membisikan pelampiasan dikota yang serba ada saja aku tidak mempedulikannya.
Kukira tak ada lagi yang menarik dalam hidup ini. Semuanya sudah direnggas oleh perasaan bersama definisi kebahagiaan yang dilarung berbarengan. Apalagi yang tersisa? Tak ada. Hal-hal yang membuatku senang dulu, sudah aku tinggalkan. Alkohol, playstation, nightclub, futsal, naik gunung dan semua yang dulu aku sukai, sudah aku lupakan demi kamu yang memang tidak menyukainya. Tapi apa sekarang? Kamu meninggalkan aku disaat semuanya sudah aku tinggalkan.
Apa lagi yang kurang? Bukankah semuanya sudah aku cukupkan? Denganmu aku menjadi kreator masa depan. Membuat rencana pasti tentang satu hari kedepan, satu minggu, satu bulan dan seterusnya. Tentang pekerjaan, pernikahan, rumah, keluarga kecil dan ahh apakah kamu tau betapa melelahkannya semua ini? Belum lagi kenyataan bahwa aku sama sekali tidak menyukai rencana karena disana kita bertindak seperti Tuhan yang ribet dan jika rencana itu berantakan didepan kenyataan hanya akan ada penjelasan yang menunggu alasan-alasan basi kenapa semua itu terjadi.
Sekarang semua itu terjadi. Kepergianmu banyak meninggalkan bekas luka dan juga pertanyaan yang belum selesai. Dan ditambah lagi ada alasan yang menunggu penjelasan kenapa semuanya hancur berantakan ketika rencana itu hampir rampung. Satu hal yang aku pahami saat itu adalah kamu pergi tanpa hati. Begitu saja terjadi seolah semuanya hanya nisbi sia-sia yang tak sengaja kamu setujui.
Apalagi yang harus aku lakukan sekarang jika semuanya sudah kau rampas, kau injak dan kau larung bersama pergimu tanpa memakai hati itu? Tak ada yang tersisa denganku saat ini. Sering aku merasa seperti zombie bridge ditengah kota yang bertahan hidup untuk hidup saja. Tidak mengenal cinta, kemanusiaan apalagi agama. Kau tau rasanya berada dititik ini? Tentu. Kau tentu tidak pernah merasakannya bahkan mungkin untuk memikirkannya saja kau tidak sempat karena sibuk dengan kebahagiaanmu bersama yang lain. Sementara aku disini untuk sekedar bisa bernafas lega sedikit saja tanpa memikirkanmu sulitnya naudzubillah.
Aku harus berjuang layaknya spartan yang tak kenal lelah untuk mendapatkan yang sebenarnya begitu banyak diluaran sana. Tapi aku memilih kamu, hanya kamu yang sedikit saja tidak memikirkan keseriusanku.
Tidak, kamu tidak harus membayangkan bagaimana sesaknya berada pada keadaan ini. Lakukanlah sedetail pikiran dan ketatnya kriteria yang selama ini kamu bangun demi citra yang entah apa itu gunanya. kau tau? Hanya karena perasaan brengsek seperti ini, sudah lama aku tidak mempunyai citra apalagi harga diri. Demi kamu semuanya aku sudah jual murah bahkan cuma-cuma tapi pada akhirnya kamu selalu sia-siakan.
Setelah pergimu yang entah sudah berlalu berapa hitungan bulan, aku masih mengaisi sisa sumpah serapah yang dulu pernah kita ucapkan bersama. Aku belum selesai bahkan untuk urusan terkecil sekalipun. Lalu dengan melepaskanmu? Ahh omong kosong macam apa itu.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Quote
Mulai merasa menulis bukan lagi sesuatu yang harus dikerjakan. Malas sekaligus mual dalam satu waktu.
0 notes
izootahm · 8 years ago
Text
#7
Seharusnya kamu disini, kota yang dulu pernah sempat kita berencana akan mendatanginya bersama. Ya, dulu kita pernah dengan gegas mempersiapkan semua inci persiapan untuk menjelajahi kota ini. Menikmati sunrise ditebing keraton, merasakan dekap lembut angin dibeberapa pantai, melihat senja yang hendak roboh diprambanan, menyesapi jalanan kota yang romantis disepanjang malioboro sampai nol kilo meter, menikmati indahnya malam dibukit bintang dan ahh terlalu banyak tempat yang membuat kita lena karena kenyamanan yang akan kita temui disini.
Kota berhati nyaman. Begitulah kata mereka yang pernah menghabiskan waktu dikota ini. Tapi kupikir itu kurang tepat. Yogyakarta adalah kota berhati mantan; yang entah dengan mantra ajaib apa membuat kita selalu ingin kembali. Selalu ingin berlama-lama disini. Dan sekarang aku berada disini. Melunasi keinginanku tempo hari. Juga mungkin, ini bentuk dari kepekaanku agar kamu bisa nyaman disana.
Pada malam saat bintang nampak malu bercahaya, aku duduk termangu disini mendapati kenyataan bahwa kamu tidak ada disisiku. Setidaknya untuk saat ini saja sebagai pelunasan merayakan apa yang dulu pernah kita deklarasikan. Tunggu tunggu. Kamu masih ingat dengan tanggal ini, kan? Ahyaa. Ingatanmu masih bagus. Kukira kamu juga sama mempunyai cara sendiri merayakannya setiap tanggal 12 meskipun tidak pernah ada aku disitu. Kukira juga caramu lebih bijak dariku yang memilih sentimentil dan dungu sekaligus sebagai perayaan, berbeda denganmu yang memilih belajar, mengerjakan tugas atau keluar sebentar sebagai peregangan ketika merayakannya.
Tidak sayang. Aku tidak melarikan diri dengan kesenangan yang kamu benci itu. Aku waras, kukira begitu karena buktinya sekarang aku sedang berada dipojokan cafe sambil sesekali melihat binar bahagia orang dibawah yang sedang bergandengan tangan. Mendengar obrolan tentang kencan pertama pasangan dimeja sampingku dan melihat bagaimana sedihnya hubungan berakhir tepat dimeja depanku.
Boleh aku jujur? Jika boleh, aku merindukan senyum mematikan dan juga kebersamaannya. Ini sedikit sentimentil, tentu saja. Aku selalu percaya bahwa sentimentil membawa kita pada kebahagiaan sederhana. Aku mengingatmu dan itu membuatku bahagia sekaligus terluka. Mudah dipahami, kan? Dan akhirnya aku hanya perlu seperti itu. Maksudnya, mempercayai apa yang ada dipikiranku karena kau tau? Barangkali hanya itu yang membuat aku bisa bertahan sampai sekarang. Bertahan ketika salah satu dari kita pergi meninggalkan. Well, seperti kataku. Aku hanya perlu berimajinasi baik agar aku terlihat bahagia.
Bagaimanapun, semoga kamu lebih bahagia sekaligus merasa nyaman yang tidak lantas membuat kamu mati. Seperti kebersamaanmu dengan yang lain, misalnya. Aku disini masih sama. Semoga kamu bahagia.
0 notes