izzazainf
izzazainf
Penatap senyummu
192 posts
kau tau? senyummu itu candu
Don't wanna be here? Send us removal request.
izzazainf · 4 days ago
Text
Jadi kepikiran setelah ngomong ke mamak kalau aku sudah ga tertarik dengan pernikahan, aku takut gak bisa menjadi yang terbaik untuk pasanganku begitupun sebaliknya.
Mamak bilang untuk sekarang nikmati dulu masa mudamu, nanti pasti ada laki-laki yang baik yang sudah disiapkan untuk kamu. Jalani dulu kesendirian ini ceunah..
5 notes · View notes
izzazainf · 1 month ago
Text
Kadang juga mikir
Kapan dan dimana ya bisa dipertemukan dengan seseorang yang merasa cukup dengan diri kita; bersyukur akan kelebihan kita dan bersabar dengan kelemahan kita
Tapi, mungkin Allah masih merahasiakan sampai sekarang siapa orangnya ya karena masih banyak yang perlu dibenahi dari diri ini
49 notes · View notes
izzazainf · 1 month ago
Text
Aku lupa baca dari mana, tapi ada satu quote menarik yang entah mengapa lewat di pikiran. Bunyinya gini :
Rasa suka kadang beriringan dengan munculnya rasa tidak pantas memiliki.
Kalau dipikir-pikir keknya bener juga ya, tapi setelah ngobrol dengan banyak orang dan berpikir secara objektif, sebenarnya kita ini pantas kok.
Alih-alih berpikir harus mencapai suatu standar tertentu, kita itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, wajar tapi juga jangan kepedean. Tetep semuanya serahkan pada Allah, tugas kita berikhtiar memantaskan diri dengan bare minimum qowwam hehe.
Lalu tersadarkan quote ini :
Tidak ada pasangan sempurna, Tidak ada suami sempurna, tidak ada istri sempurna, yang ada adalah pasangan yang sama - sama tidak sempurna yang mereka diberi amanah oleh Allah untuk menyempurnakan satu sama lain.
Pria wanita paling mawaddah tak merasa telah mengenal pasangannya, baginya sepanjang hidup ialah ta’aruf yang menyediakan kejutan indah.
(Ust. Salim A. Fillah)
Ya kalau tidak bertemu di pelaminan, semoga bertemu di jalan-jalan kebaikan. Hehe.
435 notes · View notes
izzazainf · 1 month ago
Text
Patah hati ke sekian kali?
Sayangku, saat kamu hadir, aku tidak pernah berencana untuk mencintaimu bahkan menunggumu sampai selama ini. Bahkan, aku sudah bersiap, bahwa memang kita dipertemukan untuk berakhir begitu saja.
Namun, apa kamu tidak merasakan bahwa perasaanku masih sebesar ini untukmu, mungkin apinya tidak berkobar sepanas awal awal dulu kita berjumpa. Tapi, seandainya saja kamu bisa merasakan, hangatnya masih saja terasa lumayan sesak di dadaku.
Aku mencintaimu, Aku merindukanmu. Sampai detik ini, aku berharap kamu masih mau memperjuangkan aku. Setidaknya, sekedar menyuruhku untuk menunggumu. Lagi dan lagi.
Aku memang bodoh apalagi masalah perasaan, sejak jarak memisahkan kita, tidak hanya satu dua hal, namun banyak hal ditunjukkan kepadaku. Ntah pertanda bahwa kita tidak satu jalan, ataukan pertanda bahwa kita harus terus menggenggam satu sama lain.
Aku pikir, aku akan belajar dari perpisahan perpisahan ku sebelumnya. Namun, tidak pernah. Rasa sakit nya tetap saja terasa sangat sesak.
Aku ingin kamu tau, aku sangat sangat mencintaimu. Aku merindukanmu. Apa dikehidupan yang hanya sekali ini, bersama orang yang kita cintai, adalah hal yang langka?
2 notes · View notes
izzazainf · 1 month ago
Text
Bentuk Paling Tenang dari Sebuah Doa yang Tahu Diri
Menyebut namamu adalah bagian dari mantra-mantra sunyi yang tak pernah selesai aku rapal. Ia muncul dari diam, dari sepi yang tak pernah dilahirkan, dari ruang antara yang tak memiliki nama namun tetap kupijak seperti tanah yang kupahami. Mungkin karena rasaku tak butuh sebab untuk muncul; ia hanya ada, begitu saja. Dan aku, seperti biasa, terlalu pasrah untuk menolak kehadirannya.
Sebab barangkali, Tuhan memang Maha Mengerti—hingga Ia tahu, tak semua rasa perlu dilegalkan untuk bisa dimaknai. Rasa yang lahir dari tubuh yang disangkal, dari cinta yang tak bisa disebut, dari keinginan yang tak pernah bisa digenapkan oleh dunia yang gemar mengganjilkan.
Kalau ternyata kita memang saling ingin, saling tahu, namun tak bisa menubuh, maka barangkali Tuhan sedang mengajari kita tentang makna cukup—yang tidak selalu sejalan dengan memiliki. Bahwa rasa bisa besar tanpa rumah, bahwa dua orang bisa saling menyentuh tanpa pernah benar-benar bersentuhan.
Pun demikian, maha baiknya Ia, masih memperkenankan kita menatap satu sama lain dari balik kaca yang tak bisa pecah. Dari dalam kubah sunyi ini, kita tak bisa saling menyentuh, tak bisa bersuara, hanya bisa menggumamkan nama dalam mantra yang berubah menjadi kidung doa. Doa yang tak pernah selesai aku fasihkan, untukmu—dan untuk perasaanku yang tak tahu harus pulang ke mana:
Semoga kita bisa menemukan hangat yang baru, tanpa sedikit pun basah yang menyeka luka yang sudah mengering,
Semoga ada tatapan yang membuat kita tenang, tanpa getir di balik senyum yang harus kita pura-purakan,
Semoga kita dipeluk oleh keberadaan yang tak mengharuskan kita mengecil, tak juga membuat diri merasa sebagai jeda di hidup orang lain,
Semoga pagi kita selalu diiringi langkah yang mantap, bukan karena terbiasa sendiri, tapi karena benar-benar dijemput oleh yakin,
Semoga kita mengenal pulang yang tak bersyarat, yang menerima tanpa perlu menyembunyikan bagian manapun dari diri sendiri,
Semoga kita bisa duduk di sebelah seseorang, tanpa harus mengukur jarak antara dada dan dunia yang menghakimi,
Semoga kelak kita dicari oleh rindu yang sehat, bukan sekadar diingat ketika sunyi mendesak,
Semoga bahagia itu tak datang dalam bentuk yang harus disembunyikan, dan jika datang diam-diam, semoga ia tetap tinggal lama,
Semoga kita merasa cukup, tanpa harus menjadi versi lain dari diri kita yang seharusnya,
Dan jika akhirnya kita lupa pernah ada satu sama lain, tak mengapa;
Karena ini, seluruhnya, hanya bentuk paling tenang dari sebuah doa yang tahu diri
-Kaderiyen | Yogyakarta, 02 Mei 2025
231 notes · View notes
izzazainf · 2 months ago
Text
08.30 — 06/05/2025
Hi! Sudah lama ya? Maaf sudah tak sering menyapa, aku sedang sibuk. Biasa, sibuk menata hidup yang sebenarnya begini-begini saja.
Tapi hari ini aku akan beri kabar. Tidak ada yang baru, tenang saja, aku masih jatuh cinta kepada orang yang sama, lelaki dengan tawa paling menular yang kutemui di penghujung tahun 2023, setelah banyak upaya merelakan, melepaskan, melupakan atau apapun kamu ingin menyebut selesai.
Kabar lainnya, aku pulang ke rumah, lagi. Barangkali yang ini akan lebih panjang, setidaknya sampai kesehatan Ayah membaik. Jika kupikir-pikir, di rantau sana cukup sebagai tempahan untuk hidup yang keras, sekarang biarlah aku memeluk apa yang Tuhan berikan sejak awal, toh aku juga sudah belajar, hidup di mana saja, selalu punya titik bertahannya. Di sini, di rumah tempat aku pernah selalu ingin pergi, setidaknya aku punya kehangatan keluarga, itu cukup.
Oh, kamu pasti penasaran apa pekerjaanku sekarang, tidak ada. Aku sepenuhnya membantu keluarga. Aku sudah pernah cerita kan kalau sekarang aku satu-satunya perempuan di rumah, jadi aku mengambil alih tugas domestik yang selama ini Ayah kerjakan seorang diri padahal Ayah juga tulang punggung keluarga. Juga karena kesehatan Ayah menurun, aku ikut membantu bertani, meski keseringan hanya berpartisipasi untuk panen. Aku selalu suka panen, kecuali panen karet.
Tenang, aku bukan lagi perempuan yang merasa inferior karena tidak punya pekerjaan. Aku sedang menyusunnya, percayalah. Aku sudah mendaftarkan diri untuk pelatihan menjadi editor, aku rasa aku ingin mencoba freelance sebagai editor. Setidaknya itu juga membantu kepenulisanku. Tapi jika kamu punya kabar tentang pekerjaan remote lainnya, aku dengan senang hati menerima informasi itu.
Buku baruku sedang kukerjakan. Aku mengerjakan banyak naskah dengan sembarang, sepertinya akan aku susun satu-satu mana yang akan kuselesaikan lebih dulu. Sepertinya buku puisi dan novelku yang terbaru, kedua ini akan aku buat saling berkaitan. Hmm, kalau kamu ingin membaca, aku mengunggah karya novel dan cerpenku di kwikku. Usernamenya, yhharahap. Sedang tulisan lainnya berceceran di banyak tempat, mungkin kamu bisa mengikuti akun instagramku nonaabuabu.id untuk informasi lengkapnya.
Buku digitalku masih bisa kamu pesan di clicky.id/nonaabuabu. Aku menjualnya di sana, mungkin kau akan suka. Aku menulis banyak hal yang tidak aku bagi di sini. Seperti kisah cintaku yang berkali-kali gagal total, tentu banyak hal kusamarkan. Kamu tahu penulis tidak pernah lepas inspirasinya dari dirinya sendiri. Jadi jika kamu ingin mendukungku, kamu bisa dengan membelinya ya.
Belakangan aku juga mulai rajin menyimak isu lingkungan, sepertinya aku akan kembali menggunakan ilmuku sebagai lulusan kelautan untuk menulis. Agar aku juga turut berhenti merasa, pendidikanku sebatas di masa lalu, aku tidak membawa hasilnya ke masa sekarang.
Di kampung aku juga akan buka kelas mengaji, tentu saja sukarela. Saat ramadan kemarin, aku gemes dengan bacaan anak-anak desa yang tajwidnya entah di mana, dan akan aku mulai dari tajwid dan fiqih. Sebenarnya aku merasa untuk masa sekarang lebih penting mengajarkan aqidah akhlak, tapi aku tak percaya diri soal itu. Kamu tahu aku punya perjalanan panjang untuk bertauhid.
Aku juga punya rencana untuk membuka lahan, meski ke kebun saja badanku sudah remuk duluan. Kebunku jauh, dan harus naik turun bukit. Meniti di antara ilalang, ladang yang lereng dan menghindari gerombolan kera serta ular. Seminggu di sini aku sudah bertemu ular tiga kali. Tapi aku tetap butuh uang lebih, aku harus tetap membeli buku dan aku tetap ingin mengunjungi banyak tempat.
Menikah, jujur saja bagian ini aku bingung. Awal tahun aku sempat berencana membuka diri dan berkenalan dengan laki-laki yang diperkenalkan sanak saudara atau teman. Hanya saja semakin ke sini aku semakin gamang untuk mengiyakan. Aku tetap merasa takut berkompromi soal menikah dengan lelaki yang tidak kucintai. Kamu tahu kan, aku sudah melewati ke-keras kepala-an untuk akhirnya sampai pada titik aku mau menikah.
Apalagi sekarang dengan kondisi Ayah, kondisi finansialku yang tak stabil (meski perempuan tetap saja aku butuh punya modal kan, zaman sudah berubah), kondisi Abang yang tak jadi menikah, sepertinya aku akan menunda, mungkin setahun dua tahun lagi untuk mulai membuka diri. Meski aku sudah cukup ragu bahwa aku masih punya energi untuk itu di masa depan.
Belajar dari banyak perempuan, saat usia mereka melewati tiga puluh tahun, mereka sudah tak lagi banyak memikirkan pernikahanan, sebagaimana mereka memikirkannya di usia 20-an mereka. Entahlah, aku hanya tahu selain memaksimalkan peranku sebagai anak saat ini, mewujudkan mimpiku jadi novelis, aku harus menyelesaikan perasaanku padanya, sebelum akhirnya aku menerima orang baru, yang barangkali akan kucintai nanti setelah akad.
Sekarang aku sudah terlalu banyak bercerita, sepertinya kabar ini cukup. Barangkali aku akan kembali kapan aku ingin bercerita, atau sepertinya aku ingin menuliskan insight-insight hidup yang kudapatkan.
Terimakasih sudah membaca, aku senang kita terhubung, karena rasanya tanpa teman sebaya (setala) sangat tidak mengenakkan, jadi laman maya ini kujadikan sebagai subtitusi, tempat bercerita dan mencari teman.
Sampai bertemu di cerita selanjutnya.
103 notes · View notes
izzazainf · 2 months ago
Text
Kamu tetap menjadi pemenangnya, bukan karena kamu pantas, tapi karena aku yang terlalu tulus. Karena aku mencintaimu tanpa syarat, bahkan saat hanya setengah hatimu yang terlibat. Mulai saat ini aku akan berhenti berlari meski bayangmu masih jauh di depan—bukan karena aku kalah, tapi karena aku sudah lelah.
Andira Wu
68 notes · View notes
izzazainf · 2 months ago
Text
Entah kenapa setiap kali aku yakin maunya cuma sama satu orang, akan ada beberapa orang yang nongol dan berniat serius.
Kayaknya aku harus satu jawaban, harus dia makanya aku mau. Emang benar kan, sebelum kenal dia niat menikahku itu nyaris nggak ada.
Aku udah menemukan orang yang karena dia aku mau menikah, jadi harus dia. Tapi dia nggak menemukan aku huhu.
60 notes · View notes
izzazainf · 3 months ago
Text
202.
Setelah tahun 2007, lebaran hanyalah hari yang harus turut ku rayakan, tidak lebih :') Kepergian Mama, membuat segalanya terasa kosong; hampa.
Rindu. Serindu-rindunya.
Kamar, 21.46 | 29 Maret 2025.
55 notes · View notes
izzazainf · 3 months ago
Text
“Tuhan yang kamu sembah di bulan Ramadan itu sama dengan Tuhan yang kamu sembah di luar bulan Ramadan. Lantas, mengapa caramu beribadah berbeda?”—kata Rumi.
Waktu seperti benang halus yang dijahitkan ke dada kita, membentuk pola yang sering kali tak kita mengerti. Ramadan datang seperti sulaman emas, mengikat kita pada kebiasaan yang lebih suci—bangun lebih awal, sujud lebih lama, doa-doa yang lebih lirih dan tulus. Tapi ketika Syawal menjelang, benang itu terurai, satu per satu, seolah Tuhan yang kita panggil di bulan suci tak lagi mendengar di bulan-bulan biasa.
Mungkin kita bukan kehilangan Tuhan, melainkan kehilangan diri sendiri. Sebab, jika benar iman itu ada dalam hati, mengapa ia terasa berkurang hanya karena kalender berganti? Mengapa doa yang dulu mengalir tanpa ragu kini terasa asing, seakan Tuhan menjauh padahal Dia tak pernah beranjak?
Barangkali, yang pergi bukan Tuhan, melainkan cara kita mencintai-Nya. Ramadan hanyalah cermin, memantulkan wajah kita saat bersujud lebih dalam dan hati kita saat mengiba lebih tulus. Tapi ketika cermin itu disingkirkan, kita kembali menatap dunia dengan mata yang lupa—lupa bahwa Tuhan tak hanya hadir dalam gemuruh adzan Maghrib setelah seharian berpuasa, tapi juga dalam pagi yang sepi, dalam siang yang bising, dalam malam yang tak lagi penuh dzikir.
Jika Ramadan bisa membuat kita lebih dekat, lebih lembut, lebih tunduk, maka mengapa kita rela menjadi orang lain ketika ia pergi? Tuhan yang sama masih menunggu, di tempat yang sama. Mungkin hanya kita yang terlalu sibuk berlari ke arah lain.
124 notes · View notes
izzazainf · 3 months ago
Text
Harum Wangi dan Aromanya
“Satu waktu, dia bisa memenangkan hatimu tanpa melakukan apa-apa, dia hanya menjadi dirinya sendiri, lalu kamu jatuh cinta.”
Lucu kalau diingat, bagaimana ceritanya aku bisa jatuh padamu? Akhir itu selalu jelas, tapi awal? Entahlah. Awal bisa hadir dalam senyap, pelan-pelan, jauh dan luput dari sadar. Sampai tiba-tiba dia sudah menjadi bagian dari sehari-hari, melekat kuat, tanpa minta izin dan permisi. Begitu samar, layaknya sebuah aroma yang kita cium. Tak ada suara, tak nampak wujudnya. Seringkali kita pun tak tahu dari mana asalnya. Namun kuat dan harum, perlahan merasuk, lambat laun wanginya seakan menyaru begitu saja.
Begitu pula dengan semua aroma dan wangi kenangan yang ada dulu. Aku tidak bisa membiarkannya tiba-tiba hilang atau pudar seiring waktu. Semuanya tertuang jernih dalam sebuah wadah bening dan kecil. Terpajang rapi di ujung sebuah meja, namun aromanya semerbak memenuhi ruang, lekat mengendap di semua ujung-ujung kamar itu. Ya, begitulah kusimpan cinta darimu, Sang Biang. Aroma dan wanginya, aku tidak bisa mendefinisikannya layaknya wewangian lainnya. Aku hanya.. merasa penuh kembali ketika menghirupnya sembari memejamkan mata. Semua lelah seakan hilang begitu saja, kadang juga tak sadar air mataku sudah tergenang. Aneh, magis benar harumnya. Dan aku tidak mungkin lupa akan harum yang kukenal sejak tiga tahun yang lalu itu. Setidaknya itu yang tersisa dan bisa kusimpan.
Mungkin sebagian orang di luar sana yang mendengar ini akan memanggilku gila, namun menghirup kembali harum itu membuat aku berani berkata, tidak mengapa jika aku (akhirnya) tidak jatuh cinta lagi. Tidak mengapa jika aku tidak menjadi yang pertama mendengar ide-ide luar biasa yang kamu simpan dalam buku catatanmu. Tidak mengapa jika aku hanya bisa mendengar kabarmu meraih satu persatu mimpimu, namun tidak di sana bersamamu. Tidak mengapa jika bukan aku yang mendengar gurauanmu yang kadang juga tidak terlalu lucu itu. Tidak mengapa jika aku tidak lagi yang kamu cari pertama kali setiap kali kamu merasa harimu sedang tidak baik-baik saja. Tidak mengapa jika tak lagi aku yang diam-diam kamu simpan fotonya dalam sakumu. Tidak mengapa jika aku tidak bisa duduk berhadapan denganmu ketika sarapan sebelum kita sama-sama bekerja. Tidak mengapa jika bukan aku lagi yang selalu mencatatkan resep obatmu ketika kamu lupa makan. Tidak mengapa jika bukan aku lagi yang hatinya selalu merasa penuh dan aman ketika berada di sampingmu. Tidak mengapa jika aku hanya bisa melayangkan bisik doaku padamu saja. Tidak mengapa jika aku cukup melihatmu tetap bernafas, dan bercahaya; meski dari jauh —jauuuh sekali.
Karena wangi cintamu yang membekas dalam, terekam jelas dalam memoriku. Jika aku rindu, hanya perlu kupanggil memori dari penghidu yang tersimpan itu. Betapa dengan mengingat harummu saja, sudah membuat aku merasa tenang —setidaknya aku pernah mencintai dan dicintai seseorang begitu dalamnya. Dan itu semua sudah lebih dari cukup.
9 notes · View notes
izzazainf · 3 months ago
Text
Barangkali, mencintaimu adalah bagian dari takdir yang tidak pernah dituliskan oleh-Nya untukku namun aku bersikeras tetap mau melakukannya.
Pada akhirnya, aku (pasti) telah kalah.
84 notes · View notes
izzazainf · 4 months ago
Text
aku perbaiki diri dulu ya, cinta-cinta nya nanti aja, soalnya aku belum pantas untuk dicintai.
74 notes · View notes
izzazainf · 4 months ago
Text
Ada yang tahun lalu masih merasakan manisnya berbuka bersama, tapi kini hanya tersisa namanya dalam doa. Ada yang dulu berjalan menuju masjid dengan langkah ringan, tapi kini tak lagi punya kesempatan, dan kamu? masih diberi waktu.
Sebab waktu adalah rahasia, kamu tidak akan tahu apakah tahun depan masih akan diberi kesempatan yang sama. Maka selama ramadhan masih menyapa, sambutlah dengan sebaik-baiknya.
Selamat menunaikan ibadah puasa💙
106 notes · View notes
izzazainf · 4 months ago
Text
Bagaimana jika di dalam nadimu Tuhan takdirkan aku? Lalu aku mengalir membawa segala yang kau pinta pada Tuhan, dengan sengaja atau bahkan tak kau ucapkan. Bagaimana? Apakah kau akan menerimaku dengan segala kerelaan?
Prosa #2
16 notes · View notes
izzazainf · 4 months ago
Text
pada akhirnya, aku memilih untuk menjadi orang asing yang menyimpan perasaan cinta dan rindu padamu, dan menikmati betapa engkau sungguh indah untuk dikagumi. bukan dimiliki.
@hardkryptoniteheart || 08/02/2025 || 08:20 ||
20 notes · View notes
izzazainf · 4 months ago
Text
Kalau lagi deket sama siapapun itu, suka mikir, ini masih ujian ga ya? Allah kan suka bercanda. Ini bakal jadi asing ga ya? Berujung jadinya trying to not too close. Tapi jadinya jelek juga, karna gak rispek perasaan orang lain. Dianya excited, kitanya dingin, atau sebaliknya.
Emang paling bener tuh sendirian bergulat sama kerjaan, tiduran, dan nonton. Gak mesti mikirin perasaan orang lain.
You're so cold now, Din.
8 Februari 2025
191 notes · View notes