Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Am feeling dejected. Can it end soon, sooner... I dont know what to hold onto anymore
2 notes
·
View notes
Text
Am feeling dejected. Can it end soon, sooner... I dont know what to hold onto anymore
0 notes
Text
Sometimes I'm just wondering, has anyone ever think of me? Have I crossed anyone's thought today? Hmm...
0 notes
Text
Sisakan Kebaikan
Saat kita sadar sedang ditimpa musibah dan kesedihan, hal pertama yang harus dilakukan adalah pastikan bahwa yang tersisa bagi kita adalah kebaikan.
Pastikan dengan respon kita. Pastikan dengan bagaimana pikiran dan perasaan kita menerimanya. Pastikan dengan bagaimana perkataan dan sikap kita menanggapinya.
Bukan, ini bukan soal sedih dan menangisnya. Karena jika ini soal sedih dan menangis, maka menangislah sesukamu. Dan ada kalanya memang, air mata diciptakan untuk menangis.
Setiap musibah yang datang, apakah itu kehilangan atau kemalangan yang lain, tak akan membawamu kemana-mana kecuali kamu mengingat Allah di dalamnya.
Setiap musibah yang datang malah akan semakin meremukkanmu manakala kamu mempersalahkan takdir-Nya, menceracau dan memaki ketetapan-Nya sesukamu.
Segala musibah akan mengantarkanmu pada kebaikan jika dan hanya jika kamu menjaga prasangkamu pada-Nya, menjaga sabarmu, dan membangun kembali harapan dalam dadamu.
Barangkali kehilangan memang menyedihkan. Tapi siapa yang tahu jika ternyata Allah sedang menghindarkanmu dari keburukan. Siapa yang tahu jika ternyata Allah sudah menyiapkan ganti yang lebih baik di depan sana.
Orang beruntung bukanlah orang yang tak pernah ditimpa kemalangan, melainkan orang yang selalu menemukan celah untuk bersyukur dari setiap kejadian.
Mampang Prapatan | © Taufik Aulia
472 notes
·
View notes
Photo

Sesungguhnya kita tidak pernah benar-benar lari dari rasa sakit. Kita hanya menuju sebuah tempat yang kita pikir bisa menjadi pelarian dari rasa sakit itu.
Kita lupa bahwa Tuhan menciptakan hati dan ingatan, bukan semata-mata tanpa tujuan.
Raga bergerak. Ingatan dan rasa tidak.
. . .
#tiasetiawati (at Travelodge Batam) https://www.instagram.com/p/BxEmtN2FKc6/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=1l1gtjqiayzs0
45 notes
·
View notes
Text
Khawatir
Kalau benar kita akan dipertemukan, bolehkah kucuri sedikit rahasiaNya? Agar aku tahu, kalau aku sedang menunggu yang baik sekaligus yang terbaik bagiNya. Aku tahu sebenarnya tidak boleh, tapi aku khawatir aku diuji melalui pernikahan. Aku selalu bermimpi melalui pernikahan, kudapati orang yang bisa berjalan seiring, bersisian, bisa menenangkan jalan ke depan.
Tapi, melihat bagaimana hidup di sekitarku. Banyak di antara temanku yang diuji melalui pasangannya; yang berkhianat, yang kasar, yang tak bertanggungjawab, dan semua hal yang kutakutkan.
Kalau benar kita akan dipertemukan, bolehkah kucuri sedikit rahasiaNya?
©kurniawangunadi / 30 Desember 2018 on instagram
1K notes
·
View notes
Text
Aku, pembenci yang memusuhi diri sendiri
Aku pernah mencoba menelusuri sumber dari semua kekhawatiranku. Menepi dari segala keiriuhan, merebah dan tenggelam ke dalam diriku sendiri. Sebab menghibur diri, bersenang-senang, pergi berlibur, hanya mengalihkanku sesaat dari kekhawatiran-kekhawatiranku.
Saat aku kembali ke ruang kamarku yang sepi, sendiri dan hanya berhadapan dengan diriku sendiri. Kekhawatiran itu kembali datang menghantuiku, menghancurkan sisa-sisa kesenangan yang telah susah payah aku cari.
Semakin dalam aku mencari, semakin aku memahami. Bahwa satu-satunya cara untuk menenangkan diriku sendiri adalah dengan menghadapinya. Bagaimanapun rumitnya yang terjadi.
Upaya-upayaku memahami nasihat “berbahagia dan bersyukurlah tanpa tapi”, sia-sia, semakin terdengar klise rasanya. Bagaimana mungkin bisa berbahagia, bagaimana mungkin memaksa diriku untuk bersyukur, sedang sebagian lain dari diriku sedang dipukul habis oleh rasa takut.
Hingga kemudian akhirnya aku menemukan satu alasan untuk berbahagia, yaitu dengan memaafkan dan menerimanya. Memeluk semua kekhawatiran, kegelisahan, dan rasa takut yang aku miliki.
Sebab aku sadar bahwa semua rasa takut, tidak terbentuk begitu saja di dalam pikiranku. Semuanya terangkum dari ketidakseriusanku, kesalahanku, dan keburukanku di masa lalu.
Tanpa menerima dan memaafkannya, aku hanya akan menjadi pembenci yang memusuhi diriku sendiri. Menjadi seorang pembenci yang enggan memasrahkan diri, pada setiap hal yang Tuhan kehendaki.
—ibnufir
214 notes
·
View notes
Text
Menjadi sebaik-baiknya tempat pulang
Akan ada satu titik di mana kamu menyadari bahwa hidupmu di masa lalu adalah sebuah kesalahan. Di titik itu, yang kamu lihat dari dirimu hanyalah penyesalan.
Jika kamu bisa memilih, mungkin kamu ingin sekali pergi menjauh meninggalkan dirimu sendiri. Tetapi betapun bencinya, kamu tidak bisa meninggalkannya sendirian.
Bagaimanapun kecewanya kamu, bagaimanapun kesalnya kamu, ia tidak akan pernah bisa lepas darimu. Ia akan tetap bersamamu, meski bersamanya kamu merasa sangat hancur.
Di titik itu, kamu akan banyak belajar perihal melapangkan hati. Memaafkan setiap hal buruk yang sudah kamu lakukan. Melepaskan setiap kesempatan baik yang sudah terlanjur kamu lewatkan.
Di titik itu, kamu baru akan mengerti bahwa sebaik-baiknya yang dapat kamu lakukan untuk menerima dirimu sendiri, adalah dengan menjadi sebaik-baiknya tempat pulang bagi setiap kesalahan-kesalahanmu.
—ibnufir
190 notes
·
View notes
Text
Pernah tak rasa, hati kau tengah sedih kepalang tak tahu atas sebab apa. Lepas tu tengok budak² kecik, sejuk sikit hati walaupun tak lama tapi bermakna untuk hati sekecil aku ini. Seronoknya... Untung mak² dorang kan..
0 notes
Text
Yang ada takkan selalunya ada, yang tiada pergi untuk selamanya.
Aku tidak punya teman
Semakin dewasa, lingkaran pertemananmu semakin berkurang. Lulus sekolah kamu merasa semakin kesepian. Sahabat-sahabat akrabmu sudah memiliki kesibukannya masing-masing. Tidak ada lagi yang namanya jalan bareng, nongkrong bareng. Menghubungimupun sudah mulai jarang.
Kamu merasa sudah tidak lagi memiliki sahabat yang benar-benar sahabat. Kamu merasa sendiri, dan bahkan untuk sekadar bercerita saja kamu tidak tahu harus menyampaikannya kepada siapa. Jikapun menemukan teman, itupun hanya sebatas kenal, hanya satu dua orang yang tidak begitu akrab.
Kalau boleh jujur, mugkin kamu sangat kehilangan sahabat-sahabat lamamu. Mereka yang biasanya selalu ada, susah senang bersama, sekarang sudah tidak bisa kamu temui lagi setiap waktu. Kamu akhirnya terpaksa harus menjalani hari-harimu sendiri.
Sekarang sahabat akrabmu hanya dirimu sendiri. Tapi kamu terlalu takut untuk menemuinya. Kamu takut jika bersamanya yang sering kamu dapatkan bukannya senang, tetapi malah sedih. Bukannya ramai, tapi malah sepi. Bukannya tenang, tetapi malah cemas.
Padahal fasemu sekarang, ya memang seperti itu. Kamu harus terbiasa menjadi pendengar, sekaligus bercerita. Menjadi sahabat, sekaligus teman bicara.
Sambil mulai membuka diri dengan lingkungan barumu. Memulai pembicaraan, menyapa lebih dulu, dan membiasakan diri sebagai pendengar.
Atau barangkali sahabatmu adalah justru pasanganmu sendiri, suami atau istrimu kelak. Sahabat yang ditakdirkan bersamamu sehidup semati.
—ibnufir
704 notes
·
View notes
Text
I just need to go somewhere.. To find solace until the right one come
1 note
·
View note
Text
Perjalanan panjang merelakan
“Setiap perjalanan ialah pengulangan. Tentang kesedihan demi kesedihan. Tentang kepahitan demi kepahitan. Tentang kebahagiaan demi kebahagiaan. Yang tidak bisa menolak berhenti di mana, kepada siapa".
Mungkin kamu pernah merasa sudah berjalan begitu jauh. Tapi nyatanya ketika melihat ke belakang, kamu masih di situ-situ saja. Kamu masih tertinggal, dan belum sampai di tempat tujuanmu.
Mungkin kamu pernah merasa hidupmu sudah menenangkan. Tapi nyatanya jalan terjal di depan sana masih saja menjatuhkanmu. Kembali melukaimu, dan kamu harus kembali berjuang sendirian menyembuhkan rasa sakitmu.
Mungkin kamu pernah merasa sudah menemukan perhentianmu. Tapi nyatanya masih saja berpaling. Kamu harus kembali berjalan, kembali mencari, hingga ada lagi yang bersedia mempersilahkanmu untuk berhenti.
Hidup ini sebuah perjalanan panjang merelakan. Menemukan, kehilangan lagi. Berdiri, terjatuh lagi. Tertawa, menangis lagi. Begitu seterusnya.
—ibnufir
174 notes
·
View notes
Text
Hal yang sulit dari menjaga perasaan seseorang, adalah berdamai dengan masa lalumu sendiri.
—ibnufir
136 notes
·
View notes
Text
Short & Long Escape.
I want to sleep forever. Just to end things. Things I could not handle.
I really need that kind of deep sleep.
1 note
·
View note
Photo

Ibarat menumpangi Kereta Api, kita memiliki tujuan yang berbeda dengan orang lain. Meski kadang kita juga masih sering berhenti di stasiun yang sama. Tetapi sesampainya di sana, kita berpisah menuju arah masing-masing.
Saat diperjalanan, dari balik jendela kita sering dibuat takjub dengan pemandangan yang menyita perhatian kita. Hamparan sawah, pegunungan, taman kota, dan hangatnya percakapan sepasang kekasih di bangku tunggu stasiun.
Kita sering membayangkan seandainya berada di sana. Namun sepertinya tidak mungkin, tujuan kita masih sangat jauh. Kita harus melanjutkan perjalanan, meski tubuh kita rasanya sudah sangat lelah.
Seperti halnya saat kita melihat hidup orang lain. Pendidikannya, pekerjaannya, pernikahannya, prestasinya, dan juga sederet pencapaian-pencapaian lain yang sudah mereka gapai. Sedangkan kita masih berjuang dengan susah payah untuk sampai di sana.
Bahkan kita masih mencoba-coba. Kita berjudi melawan nasib. Hanya bermodal harap, kita bermimpi di tempat yang kita tuju terdapat harta karun yang memang sedang kita cari.
Rasanya waktu melaju begitu cepat. Kita sudah melewatkan banyak hal dari diri kita sendiri. Kita menimbang-nimbang kebahagiaan kita, dengan kebahagiaan milik orang lain.
Kita lupa bahwa apa yang sedang kita jalani, apa yang sudah kita miliki, dan apa yang belum sempat kita dapatkan. Adalah satu-satunya kemungkinan dari begitu banyaknya pilihan yang telah dipilihkan untuk kita saat ini.
Permata yang kita harapkan, tidak harus selalu sama dengan kilau emas milik orang lain yang kita lihat.
—ibnufir
209 notes
·
View notes