jendelasenja
jendelasenja
TIDSOPTIMIST
21 posts
An absurd explorer who have hidden desire -Yk-  
Don't wanna be here? Send us removal request.
jendelasenja · 7 years ago
Text
Mengingat-ingat
Mencoba mengingat kembali,
Detik itu, ketika kita saling dekap, gigitanmu pada bibir bagian bawahku masih di ingatan.
Menit itu, kamu perkuat genggamanmu, dan kudengar bisik suara ah di atas daun telingaku.
Mencoba mengingat kembali,
Daun telingaku yang memerah, ketika guru sekolah dasarku menjewer penuh amarah
Bibirku dingin tak menahu, ketika pertama kali membaca kalimat suci yang artinya kini ku tahu.
Imaji yang indah bukan?
Malam ini memang sejuk untuk mengingat kembali. Kota ini sedang dalam kondisi relatif, bersahabat, tapi juga tidak bersahabat untuk sekedar bergumul mengobrolkan pembicaraan tentang dunia dan akhirat. Seperempat abad, tidak sedikit yang memulai kehidupan dewasanya, tidak sedikit pula yang menemukan keimanannya. Akan tetapi, tidak banyak pula yang binggung terhadap keputusan yang diambilnya.
Seru sekali, siapa yang tidak ingin menikmati obrolan seperti itu. Intim.
Obrolan tentang bagaimana iman dan kepribadian itu ditemukan, bukan diturunkan, adalah obrolan mereka di umur peralihan. Ah maaf, aku kira bukan saja bagi umur peralihan, tapi itu obrolan milik segala kalangan, sekiraku.
Hingga pada suatu saat, ada saja waktu datang kala hening dan kosong, seketika memikirkan kembali obrolan yang tidak berkesimpulan itu untuk menjadi bahan renungan setelahnya.
Ataukah mungkin hanya bisa menjadi bunga tidur menjelang matahari terbit.
Tumblr media
0 notes
jendelasenja · 7 years ago
Video
tumblr
P U L A N G
Kata penuh makna.
Kami adalah pihak kedua. Kamu adalah pihak pertama.
Pihak kedua sering melakukan segala cara untuk menunda kepulangan pihak pertama karena ketidakmauan untuk berpisah. Sedangkan bagi pihak pertama pulang adalah sebuah harapan atau kewajiban untuk melepas rindu, bertemu kesayangan dirumah.
Tapi maaf, kami menjadi pihak kedua yang kurang dalam bertata krama.
Atau sekiranya ada pihak ketiga yang mengajakmu pulang? ah benar sekiraku, Allah telah memberikan jalan kepadamu untuk ke surga.
Jutaan pihak kedua tidak percaya, hingga hari ini, secepat ini, setergesa-gesa ini. Karena kamu yang biasa berpamitan sebelum pergi. Karena kamu yang biasa datang di kerumunan dan memecah tawa. Karena kamu bukan pribadi pada umumnya.
Teringat ketika waktu sebelumnya, ketika kamu tertidur di jalan dan berteman dengan trotar, kami menegurmu untuk lebih hati-hati dan jangan memaksakan diri. “Sebat dulu kak gin, biar lebih santai” kataku, sembari mengabadikanmu. Karena momen itu, kamu bersama pipi kananmu yang lebam sedang chill memegang puntung rekanmu serasa meng-iya-kan untuk santai. Masih sempat juga kamu menceramahi kami untuk lebih mawas diri. Ah lagi-lagi, selalu hilang lelah kami ketika bergerombol dan bergimik bersama saat kegiatan lapangan.
Gelap itu tidak terasa gelap, kainmu bersinar. Sontak semua tergetar mendengar nama Ghina Nur Fitriana, S.Si. dibisikan lirih dari pihak keluarga. tanpa perlu menunggu resminya wisuda, Hymne yang menggetarkan itu tiba-tiba merasuk di pikiran. Kamu, temanku yang akan di sambut Bulan Februari pada perayaan empat kali dalam setahun ini, karena jasa dan kerja kerasmu, ternyata kini disambut lebih cepat.
Teruntukmu, pemberi kejutan di akhir tahun 2017. Terimakasih atas ajaran melempar canda dan berlaku seyogyanya tanpa perlu menggurui pada kami. Bahwasanya, pulang ternyata bisa kapan saja. 
Lukisanmu ini, menempel pada imaji kami.  
1 note · View note
jendelasenja · 8 years ago
Text
Fiksi Kontemporer Zaman Now
Sahaya tau sahaya punya salah, tapi sahaya juga tak membenarkan keputusan adinda membuat hubungan ini menjadi seperti ini.
Sahaya tau, apa mungkin ini karma yg tuhan beri karena sahaya lebih fokus pada karir dan hobi tanpa memikirkan adinda. Uh, menyatakan rasa yang tidak terbalas, ternyata rasanya se-sesak ini di dada. 
Hidup sahaya tidak selamanya bersama kesenangan sahaya. Tunggu adinda. Akan sahaya bicarakan tekad ini didepan adinda. Sahaya sadar bahwa dari sini sahaya akan belajar komitmen. Hmm apa itu komitmen, rasanya baru sahaya dengar.
Bahwa sahaya tidak lagi mau mencari pasangan yang sesuai dengan angan dan ingin manusia, tapi sahaya mencari pasangan yang bersama dia menjadi sesuai. Begitupun sebaliknya. 
Sahaya tidak melarangmu kembali ke jalan seharusnya wanita dituliskan dalam kitab. Pun sahaya sudah rela kala itu untuk adinda tinggalkan. Tapi kenapa setega ini, adinda ciptakan konsep saling cinta tanpa menuntut dan tanpa koneksi. Tega, ketika sahaya lihat benih ini mulai tumbuh, sang benih justru berkata untuk mencari benih lain. Apa adinda kira sahaya tega melakukan itu, atau mungkin adinda membuat sahaya berusaha tega.
Rasanya ingin berbicara denganmu adinda, tapi adinda tutup rapat-rapat hati yang terlanjur sakit itu. 
Adinda boleh tidak bergatung pada manusia, tapi apa adinda lupa untuk sebaik-baiknya memanusiakan manusia. Ah, Tapi jangan percaya dengen omongan sahaya ini, tuhanpun sudah mengamini kesalahan itu milik manusia. 
Tunggu, apa manusia tidak iba melihat orang yang rasa pedulinya tercampakan, mengemis sebuah kata tanpa berharap perbuatan apapa. Ah, atau salah satunya salah berharap. Entahlah
Kita ada pada senja yang berbeda. Tunggu sahaya pulang. Sahaya tidak butuh keputusanmu, biar sahaya buat keputusan sahaya sendiri. Karena sejatinya sahaya ini terlahir sebagai manusia.
Tumblr media Tumblr media
0 notes
jendelasenja · 8 years ago
Text
K L I S E
Apa kabar laman kosong yang berbulan bulan rela ditinggalkan karena ke sok sibukan.
Tidak salah kalau punya hobi ngopi, karena obrolan warung kopi sering membicarakan perihal remeh temeh yang fundamental tapi melekat, terbawa ke waktu sebelum tidur. 
Mencoba kembali menuangkannya lagi. Membicarakan hal klise yang tipis tipis mulai tabu. Obrolan ringan, tentang wanita (entah kenapa aku bersemangat membicarakan ini hehe)
Ada obrolan seperti:
“Aku, kamu, atau kita adalah pilihan” kalimat yang diucapkan seseorang.
“Wajar saja jika wanita itu pemikirannya lebih dewasa dibandingkan seorang pria” itu kata temanku.
“Dia (wanita) yang mempersiapkan dirinya akan mempertanyakan kepantasan pendampingnya dimasa depan” begitulah kata kawan lamaku.
Adalagi, beberapa yang aku ingat.
Datang waktu bingungku untuk memberikan tanggapan, kala seorang mahasiswa tingkat akhir yang mampu secara moril tapi gundah secara materil datang dengan sebuah percakapan.
X: Ketika wanitaku menanyakan tujuan hubungan ini, aku tidak bisa menjanjikannya. Aku hanya ingin menjalaninya dulu selama nyaman dan aman saling menyelimuti. Y:  Apa dia tetap mau menjalani hubungan denganmu? hmm bukannya kalian akur, tapi memang kalian tak lagi muda. Kenapa tiba-tiba sekali? X: Entahlah, jaminan masa depan mungkin. Atau dia mulai ragu dengan calon pemimpinnya yang jauh dari harapan, agamis dan menjaga kesehatan. Y: Pikirkan lagi obrolan kalian. Sosok pendamping impian itu klise, semua orang pasti selalu punya standarnya  
Sepele yang menempel, menjadikannya perlu direnungkan. 
Tumblr media
1 note · View note
jendelasenja · 8 years ago
Video
instagram
Selalu ada cara untuk mencari kenyaman pun sekaligus merefleksikan diri, dari agitasi hingga hiruk pikuk kehidupan urban. Yup, salah satunya dengan berpiknik bersama.
0 notes
jendelasenja · 8 years ago
Text
L I L A
Apa yang lebih indah dari kata tulus?
Sebelum berbicara lebih dalam, sebenarnya bagaimana sih kita memaknai tulus itu sendiri. Apakah kita bisa melakukan penilaian terhadap ketulusan seseorang?
Ketika ada seseorang yang membantu kita, bagaimana kita tahu bahwa dia tulus
Ketika kita sedang membantu seseorang, sebesar apakah ketulusan kita
Atau memang sejatinya rasa tulus itu tidak dapat dinilai oleh manusia. Melainkan anggapan kitalah yang membuat tolak ukur suatu ketulusan itu. Mungkin saja itu benar, kinerja otaklah yang mulai mengkotak-kotakan apa itu ketulusan. Atau, mungkin saja itu salah karena ini hanya sekedar penyakit hati semata. Beberapa waktu terakhir pertanyaan ini berputar di benak saya.
Jika kita melihat gambar batu dibawah, otak kita mencoba melakukan visualisasi atas arti yang ada pada gambaran batu ini. Begitulah, bak suatu kesenian. Penilaian tentang tulus itu ternyata bukan hanya milik logika semata, namun melibatkan perasaan pula.
Mencocokan hati dan pikiran itu ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
Tumblr media
0 notes
jendelasenja · 8 years ago
Text
Harga Mahal
Semakin tak berujung, 
Aku pernah memberimu seikat bunga, bahkan ketika aku hanya mampu membelikanmu setangkai mawar.
Aku pernah menemanimu mengulas arti secangkir kopi, bahkan ketika asam lambungku tak mampu lagi meneguk segelas kopi.
Aku pernah mendengarkan cerita-ceritamu, bahkan ketika waktu untuk menuntaskan pekerjaanku kian menipis.
Manis,
Kini aku dapat memberimu dua ikat bunga, lalu mengapa kamu bertanya kenapa dulu tidak memberikanku dua?
Kini selera makanku membaik, lalu mengapa dirimu tidak lagi memintaku meneguk lebih banyak isi cangkir kopi itu?
Kini waktu tak lagi memadat, namun mengapa kamu selalu bertanya akan diriku yang tidak pernah menemanimu?
Pertanyaan-pertanyaan seketika terbesit di kamus apresiasiku.
1 note · View note
jendelasenja · 9 years ago
Video
youtube
Otak boleh barat tp memegang erat budaya timur itu wajib. Karena memang selalu ada keresahan di setiap perkembangan zaman.
1 note · View note
jendelasenja · 9 years ago
Text
Percaya Pada Kesan Ketiga
    Bertemu sesuatu yang baru biasanya menyimpan rasa yang tertinggal, rasa yang memberikan gambaran aneh seperti sesuatu berputar di otak kita. Aneh, memang. Mulai dari gigitan bibir lawan bicara kita, jeda berpikir untuk melempar balasan seakan waktu berhenti pada sebuah percakapan, begitu pula tentang gaya bahasa unik yang sesekali membuat kita mengangguk seakan paham, hingga ada rasa nyaman yang membuat kita ingin kembali ke suatu tempat atau bertemu orang itu tersebut. Nah, dari berbagai rasa itu biasa ditariklah apa yang namanya kesan pertama. Bahasan mengenai kesan pertama ini menjadi sesuatu yang unik jika kita luangkan, barangkali 5-10 menit saja untuk berfikir. Walaupun setelah kita meluangkan waktu, kesimplan masih belum dapat kita temui.
    Berbicara mengenai sesuatu yang baru, ijinkan saya bercerita akan kisah kecil dari memori yang terekam beberapa waktu lalu mengenai Indonesia bagian timur. Dimana ada dogma bahwa kesan pertama ketika kita mendengar daerah tersebut bayangan kita liar tertuju pada hal berbau etnik dari wilayah pedalaman, daerah tertinggal, hingga minimnya faktor keamanan. Yang sesekali membuat enggan untuk kita mencari cara untuk kesana. Jauh sebelum saya menginjakan kaki, dengan niat yang masih abu-abu antara pengabdian atau liburan. Gejolak jiwa kepo saya mencoba menggeranyangi dunia maya mencari tau hal-hal yang sekiranya apa saja yang perlu kita tau ketika singgah di wilayah pecahan Benua Australia, Pulau Cendrawasih, Papua.
    Singkat cerita, setibanya di Pelabuhan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama bersama rekan Ekspedisi NKRI 2016 Koridor Papua Barat Sub-Korwil/6 pada 12 Februari 2016. Setelah perjalanan kurang lebih 10 hari via darat, laut, dan udara kisah mengenai kesan pertama pun dimulai. Merdu tifa, hentakan tarian, dan sorak sorai aksen khas Papua menyambut. Hangat dan ramah rasanya tiba di camp kami. Seketika beberapa dugaan awal perlahan luntur. Kesan pertama membuahkan hasil bahwa masyarakat disini ramah tamah, tulus, loyal, dan ternyata sudah mengenal teknologi (segitu parahnya pandangan awam saya). Satu bulan berjalan, ketika itu beberapa tim yang melakukan kegiatan penelitian memilih lokasi pada Distrik Windesi. Banyak buah pelajaran (informal) yang kami dapat petik dari masyarakat adat disini. Bertemu dengan sebuah perkumpulan pemuda yang digagas oleh Kak Boy dan kawan-kawan. Disitu kesan kedua muncul, bahwa tidak semua pemuda Papua cenderung hanya suka membuat rusuh ataupun hobi keributan (berdasarkan pandangan yang sering terjadi di sekitar lingkungan saya, Jogja). Semangat memajukan daerahnya kuat terpancar dari cara dia menanamkan pentingnya nilai pendidikan bagi adik-adik dikampungnya. Kak Boy rela keluar dari zona nyamannya sebagai sarjana untuk berbakti dimulai dari hal instrumental “mengaktifkan pemuda lewat pos ronda”.
    Ya, kita sama. Tidak ada bedanya. Jangan generalisir apa pengalaman hidup kita untuk menghadapi apa yang ada di depan kita. Mungkin saja berguna, mungkin saja banyak kejutan di depan mata. Tidak terasa 2 bulan lebih berjalan, kesempatan melakukan pengambilan data di daerah yang cukup jauh dari ibu kota Wondama, yaitu Distrik Rumberpon ternyata dapat direalisasikan (dibalik banyaknya pertimbangan). Perjalanan di tempuh dengan speedboat selama kurang lebih 4 jam dengan persiapan bahan bakar 2 ton dilakukan pada 25 April 2016. Kesan ketiga tidak diduga saya dapat setelah hampir 3 bulan lamanya berbagi obrolan dengan warga lokal, pegawai dinas, hingga para perantau yang ada di beberapa distrik yang sempat saya singgahi. Bertemu seorang dokter muda yang ternyata satu almamater, membuka pikiran saya, namanya Mas Musthofa (https://kamalmushtofa.wordpress.com). Dikala globalisasi membuat informasi datang membanjiri, itu membuat pertanyaan bahwa bagaimana Papua kedepan kelak? Dinamika peradaban yang dikatakan Jared Diamond mungkin ada benarnya. Tapi entahlah. Berharap bermafaat bagi masyarakat luas walaupun dr hal kecil benar-benar mengguatkan kesan ketiga saya. Entah kapan itu datang…
youtube
0 notes
jendelasenja · 9 years ago
Quote
Mungkin. Mungkin kita akan berakhir tanpa judul.
meskipun kita telah tercipta dalam ribuan paragraf. (via sipenulisamatir)
355 notes · View notes
jendelasenja · 9 years ago
Quote
Bukankah tidak tabu jika gairah lahir dari imajinasi. Dari suara yang datang entah dari mana. Dari lekuk wajah yang berbinar menembus kaca
Jendelasenja
0 notes
jendelasenja · 9 years ago
Video
tumblr
Papua Barat bukan tidak melulu tentang cerita keindahan laut Raja Ampat atau kesejukan Danau Anggi Pegunungan Arfak yang diselimuti awan, bukan pula tentang Teluk Triton dalam balutan senja merah muda Kaimana. Ada titik dimana orang papua bilang: Baru dong pu tempat di Rumberpon/Kepulauan Auri indah sampe, trada orang tau.
0 notes
jendelasenja · 9 years ago
Photo
Tumblr media
Ya, kearifan lokal. Ketika sesorang berjalan di kota Jogja, seakan tidak tau arah, lalu mereka bertanya arah. Jawaban yang ditemui hanyalah lafal 8 arah mata angin, dari utara-selatan. Berbeda di Papua, tempat yang ternyata bersifat adiktif. Ketika bertanya arah, disana sesorang hanya pergi ke dua arah, arah laut dan arah darat. Dimana masyarakat pesisir dan pegunungan tinggal.
0 notes
jendelasenja · 9 years ago
Photo
Tumblr media
The day when everything around us fall a sleep and we do remember how to awake
0 notes
jendelasenja · 9 years ago
Text
Tumblr media
Investasi wawasan, perjalanan tanpa alasan yang dimulai dari penasaran. Tidak melulu perihal potret yang tertangkap di kamera melainkan rekam jejak peristiwa yang kita temui. Ah masa iya ini gaya hidup? Bukankah nenek moyang kita seorang pelaut? atau jangan-jangan seorang yang dikutuk dari surga untuk melihat surga, di bumi?
0 notes
jendelasenja · 10 years ago
Photo
Tumblr media
Namanya bapak Syahril (cmiiw, karena saya short-term memory). Beliau adalah pemilik kapal dayung di Danau Gunung Tujuh Jambi yang konon tertinggi di Sumatera yaitu 1950mdpl. Sejak 1988 dia sudah tinggal disekitar Taman Nasional Kerici Seblat. Sedangkan kapal yang kita naiki umurnya sudah 8 tahun dan beliau tidak mengangkut kapalnya dari bawah selama 3 jam melainkan membuat dan memahat kapal itu dipuncak, entah berapa lama. #respect (at Danau Gunung Tujuh)
0 notes
jendelasenja · 10 years ago
Photo
Tumblr media
Ketika dirumah, kau rindu menjelajah. Ketika dilain tanah, seakan kau rindu rumah. Bahagia itu beralasan
*Rinjani lesson learned*
0 notes