juliarpratiwi
juliarpratiwi
Ruang Cerita
2K posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
juliarpratiwi · 2 days ago
Text
Orang Tua Selalu Begitu
Sudah hampir satu minggu pulang ke rumah ibu, selain karena ibu sedang kurang enak badan berbarengan dengan acara aqiqah kakak Lingga anaknya Anggi.
"Bu, Senin pagi aku pulang dulu ya."
"Sore aja, sambil nunggu Anggi pulang anter ibu dulu ya."
"Sebentar, aku coba tanya Anggi pulang kapan. Bu, Anggi paling pulang maghrib."
"Ya udah habis maghrib aja pas Anggi udah pulang."
Selesai shalat maghrib aku packing ulang barang bawaanku. Lalu pamit ke Anggi
"Be, aku pulang dulu yaaa."
"Apa sih, aku baru di rumah masa kamu pulang."
"Kasian anak-anak pengen les, sembari aku mau cek dulu kondisi Bi A (tetangga kami yang sedang sakit) tadi aku diminta buat anter ke rs."
"Hmmm, emang mama ngizinin?"
"Aku izin dulu ya, kalau ibu ngebolehin. Kamu jangan ngambek hayo ya."
Akhirnya setelah alot minta izin ke ibu buat pulang dulu.
"Emang gak bisa besok lagi?" ibu masih belum memberikan izin
"Aku udah siap nih. Kan rencananya memang hari ini pulang dulu ke rumah."
"Besok pagi aja, biar ibu bisa bikin dulu apa gt buat bekel kamu di rumah."
"Gak usah bu, aku gak usah bawa apa-apa lah. Bikin repot aja."
Eh akhirnya tetap aja dibekelin ini itu.
"Bawa semangka ya, bawa pisang juga. Mau digorengin lauk dulu gak? Wajit sama rengginang nih bawa kamu kan yang suka."
"Mah, kerupuk singkong yang kemaren bagi dua aja, biar setengahnya dia bawa." teriak Anggi dari dalam kamar
"Nah bawa kerupuk ya. Gulai mau bawa gak?"
"Gak usah bu, gak akan ada yang makan nanti. Sayang takut kebuang."
"Bawa apa lagi atuh ya. Udah besok pagi aja biar ibu bisa bikin dulu apa gt buat dibawa."
"Ya Allah bu ini udah banyak banget."
"Ya udah ini snack-snack kamu bawa, orang ibu beli buat cemilan kamu disini. Kamu pulang gak akan ada yang makan."
Setelah 'beberengkes' apa aja yang mau dibawa, aku pamit.
"Aku pulang sekarang ya?" Aku izin ke Anggi
"Makan dulu kali, aku sama suamiku udah beli buat kita semua makan. Gak ngehargain!"
"Ya udah, oke. Dasar ambekan."
Setelah semuanya selesai, aku menatap barang bawanku yang bertambah banyak. Mungkin setiap orang tua memang begitu, ketika anaknya datang tak membawa apa-apa tapi ketika pulang anaknya akan dibekali dengan ini itu. Mungkin orang tua selalu begitu tidak akan membiarkan anaknya pergi dengan perut lapar, mereka selalu memastikan anaknya berangkat dengan rasa penuh. Supaya, sejauh apapun langkahnya ia akan ingat pulang, baru saja memulai perjalanan sudah merasakan rindu. Mungkin orang tua selalu begitu.
"Kamu kapan kesini lagi?" Kompak Ibu dan Anggi
"Eh lihat, aku masih disini baru mau berangkat malah udah ditanya kapan kesini lagi?"
Mereka tertawa.....
3 notes · View notes
juliarpratiwi · 9 days ago
Text
Kenapa kita mudah menyerah daripada berserah?
Tumblr media
Kenapa kau lebih mudah menyerah atas beberapa upaya besar yang gagal; harapan yang tidak jadi nyata; dan mimpi-mimpi yang mustahil terwujud.
Kenapa kau lebih memilih membesarkan rasa takut, daripada meluaskan baik sangka. Lalu menjatuhkan diri ke dalam lubang gelap bernama menyerah itu. Kau lebih memilih menyendiri dan berbalik arah—daripada berlari dan berserah pada Allah.
Ketika jalan itu buntu, cahaya harapan padam dan mimpi itu seakan sukar di jangkau...mengapa kau lebih memilih menyerah daripada berserah?
Padahal, Allah adalah Tuhan kita yang Maha kuasa, penulis takdir terbaik dan sebaik-baiknya penolong. Tetapi kau lebih sering mengandalkan diri sendiri daripada memohon pertolongan pada Allah.
Jalan yang buntu itu, tidak selamanya akan tertutup.
Langit yang gelap itu, tidak selamanya akan gulita.
Dalam kesempitan, ada keimanan yang di uji.
Dalam kegelapan, ada kesabaran yang di tempa.
Dan dalam segala kesulitan, selalu ada pengingat besar yang berharga.. bahwa kita ini hanyalah seorang hamba yang berjalan di atas garis takdir-Nya dan kita sungguh tidak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya. Jangan menyerah ya!
Sepucuk harapan, 16 Juni 2025 17.21 wita
190 notes · View notes
juliarpratiwi · 10 days ago
Text
Pulang, bagi sebagian orang, adalah rumah. Bagi sebagian lainnya, ia cuma kata—terdengar manis, tapi terasa jauh.
Ada yang pulang ke tempat yang penuh, dan merasa lengkap.
Ada pula yang pulang, tapi justru makin sepi.
Karena ternyata, yang kita cari dari pulang bukan sekadar pintu dan tembok,
melainkan rasa: diterima, cukup, dan tidak sia-sia.
Semakin dewasa, semakin asing kata itu di telinga, ya?
Rumah masa kecil perlahan jadi museum kenangan—penuh bingkai, tapi tak lagi hidup.
Sementara rumah hari ini kadang hanya tempat singgah,
tempat tubuh tidur tapi hati tak betah diam.
Kita berpindah—dari satu kota ke kota lain,
dari satu pelukan ke pelukan lain,
menenteng rindu yang tidak tahu entah di mana.
Berharap ada yang terasa seperti rumah,
tapi nyatanya ... yang kita temui hanya ruang-ruang asing
yang tak mengerti bahasa tangis.
Mungkin karena kita lupa,
pulang tak selalu soal ke mana kaki kembali,
tapi .... siapa yang membuat dada tenang.
Kadang ia berupa suara Ibu dari pawon—
menggoreng tempe, sambil bersenandung sajak yang tak selesai.
Kadang ia datang sebagai aroma tanah selepas hujan,
atau ucapan sederhana dari seorang teman lama,
yang cuma bilang, “Nggak apa-apa, kamu capek ya?”
Dan kadang, pulang bukan tentang kembali,
tapi tentang berhenti sebentar dari berlari.
Membiarkan diri duduk di kursi paling sunyi,
menyeduh lelah, dan berkata pelan:
“Aku ingin diam dulu. Tanpa perlu menjelaskan apa-apa.”
Karena lelah kita sering datang bukan dari dunia,
tapi dari upaya keras menjadi kuat di depan orang-orang
yang tak pernah benar-benar mendengarkan.
Maka dari semua perjalanan,
yang paling senyap adalah perjalanan pulang ke dalam diri sendiri.
Ke ruang yang tak menghakimi,
tempat di mana kita boleh menangis tanpa takut ditinggal,
boleh salah tanpa harus sembunyi.
Sebab pada akhirnya, rasa pulang adalah tentang damai.
Tentang bernapas tanpa rasa bersalah.
Tentang tahu, meski tak ada yang menunggu di ujung jalan,
kita masih bisa menyambut diri sendiri,
dan berkata:
“Alhamdulillaah 'ala kulli haal.”
126 notes · View notes
juliarpratiwi · 10 days ago
Text
Duh, masih aja nangis kalau ingat kalimat itu.
Astaghfirullah.
Ma, neng lagi sedih. Sedih banget. Kangen mah!
Apa ya yang pernah dia lalui, hingga lisannya sejahat itu?
3 notes · View notes
juliarpratiwi · 10 days ago
Text
Memaafkan dan melupakan tak bisa disamakan, keduanya tak bisa beriringan.
Aku memaafkan, meski kerap kali menangis jika teringat.
Aku memaafkan, untuk kesejahteraan diriku sendiri.
Aku memaafkan, tapi tak akan pernah lupa.
Apa ya yang pernah dia lalui, hingga lisannya sejahat itu?
3 notes · View notes
juliarpratiwi · 11 days ago
Text
Apa ya yang pernah dia lalui, hingga lisannya sejahat itu?
3 notes · View notes
juliarpratiwi · 11 days ago
Text
Bolehnya menceritakan tentang lelah, sulitnya keadaan.
Kalau memang hari terasa berat, sulit, dan melelahkan.. meluapkannya dengan menceritakannya itu dibolehkan; SELAMA TIDAK MENGANDUNG UNSUR CELAAN, MERENDAHKAN, MENCACI, MENGELUH, ATAUPUN MENYALAHKAN TAKDIR.
Misalnya dengan mengatakan "Hari ini terasa berat bagiku." ini tidak mengapa dan diperbolehkan. Dalilnya seperti Firman Allah QS. Fussilat:16, QS. Al-Muzzammil:7, QS. Al Insan:10, QS. Yusuf 47-48. Dll
Yang menceritakan tentang hari-hari yang penuh kesialan, atau tentang hari yang penuh kesulitan, serta sebutan untuk tujuh tahun yang sangat berat.
Syaikh Shaleh Sindi hafidzahullahu
13 notes · View notes
juliarpratiwi · 12 days ago
Text
Happy long holiday kiddos 💛
0 notes
juliarpratiwi · 12 days ago
Text
Pasien sebelah baru sadar pasca op apendicitis, terus beliau kesakitan. Jadi ikutan ngilu ehehe
0 notes
juliarpratiwi · 13 days ago
Text
Kemarin malam saat sedang istirahat perpindahan mata pelajaran, kaka minta mewarnai sembari cerita-cerita. Lalu tetiba kakak tanya
Kakak: "Teh, teteh cita-citanya apa?"
Aku : " Hmm, cita-cita teteh apa ya? Hmm, jadi orang yang bermanfaat aja deh."
Kakak : "Berarti cita-cita teteh udah tercapai dong, kan teteh itu guru yang memberikan manfaat, udah ngajarin aku, adek, Mas Daf, sama murid-murid teteh yang lain."
Aku : "Oh iya kah? Aamiin."
Kakak : "Cita-citakan boleh lebih dari satu, apalagi?"
Aku : "Apa yaa, teteh mau jadi orang baik."
Kakak : "Kan teteh memang orang baik."
Aku : "Masa kak? Iya kah? Kan teteh bawel, suka ingetin ini itu."
Kakak : "Iya teteh tuh udah baik. Teteh selalu baik sama orang lain. Bawel juga kan buat kebaikan kakak sama adek."
Aku : "Huhu kakak terima kasih sudah bilang itu ya, itu berarti sekali untuk teteh."
Kakak : "Berarti semua cita-cita teteh udah tercapai?"
Aku : "Ada satu yang belum tercapai, tapi rahasia yaa. Sssssttt."
Kakak : "Apa teh?"
Aku : "Jadi ibu buat anak-anak teteh. Hahaha"
Kakak : "Iiih itu mah harus punya suami dulu kaya mamah kan? Teh teh teh....." Kakak mendekat ingin berbisik.
Aku : "Apa... Apa.... Kak?"
Kakak : "Semoga teteh cepet punya suami."
Hahahahh kami berdua tertawa, kakak malu-malu....
Aku : "Aamiin kak."
Kami masih saja mentertawakan satu sama lain.
Aku : "Udah ah, sambil bekerja tangannya kak. Udah ketawanya nanti mama penasaran kakak lagi ngetawain apa."
*2 hari sebelum nanti libur panjang, semangat kak PSAT nya 🌻
1 note · View note
juliarpratiwi · 15 days ago
Text
Ya Allah, aku pengen jadi orang kaya.
Kaya iman, kaya hati, kaya harta, kaya amal shalih. Pengen bisa bantu orang tanpa banyak berpikir. Biar gak nyesek kalau gak bisa bantu secara maksimal. Biar bisa lebih banyak berbagi.
Tolong jadikan aku orang kaya ya, Ya Allah.
4 notes · View notes
juliarpratiwi · 16 days ago
Text
Menemani (2)
"Aku kira bakal ada yang bangunin aku. Haha ternyata semuanya terlelap juga. Gimana sekarang mulesnya udah ada perubahan?"
"Hahahah, aku masih nyenyak tidur ternyata. Belum yang sakit banget mulesnya. Ini masih mules haid gt." Anggi menjawab
"Masih keluar cairan gak? Mau cek ke bidan sekarang?" Aku berusaha tenang, padahal khawatir cairan yang keluar dari kemaren tuh ketuban yang rembes (berdasarkan beberapa kali menemani orang lahiran)
"Nanti aja siangan atau engga sore aja deh."
"Engga ah siang aja, habis dzuhur ya."
Lalu sekitar 13.30 aku dan Anggi pergi ke bidan
"Nah gt dong ada yang anter." Asisten bidan menyambut kedatangan kami
"Iya ya teh, terlalu independen ibu hamil yang satu ini. Pilih-pilih mau dianter juga." Bercandaku
"Ya udah gym ball dulu ya bau nanti kita cek bukaan"
Setelah di cek ternyata sudah pembukaan 1 menuju 2, dan air ketuban rembes.
"Gak usah pulang lagi ya, nanti tinggal orang rumah aja yang bawa kebutuhannya."
Pukul 15.30 di cek kembali dan sudah bukaan 2 menuju 3.
Aku dan Anggi banyak ngobrol
"Kalau kamu nemenin aku disini, nanti mamah di rumah sendiri. Gimana dong Ju?"
"Ya udah gini aja, nanti malem mertua kamu kesini kan? Nah, nanti aku pulang nemenin ibu. Kamu ada suami dan mertua. Oke?"
"Ya udah deh gt aja. Aku titip mamah ya."
Tengah malam kami mendapat kabar bahwa Anggi telah melahirkan.
Paginya, sembari membawa beberapa keperluan. Aku menyusul ke bidan
"Hai, ibu. MasyaAllah sekarang udah jadi ibu. Terima kasih ya sudah berjuang be."
"Juuuu, semalem pas gak lama kalian pulang ke rumah. Aku di cek lagi kan ternyata udah bukaan 7 tapiiii air ketubannya udah ijo kemuangkinan bayinya poop di dalem dan detak jantung bayinya lemah banget. Aku udah takuuut banget. Akhirnya aku diinduksi, tapi detak bayi semakin lemah. Udah pada riweuh tuh aku mau dirujuk aja, tapi pertimbangannya banyak, malah takut jadi telat. Terus aku disuruh minum susu aja sama bidannya, dan aku muntah banyak banget. Dari situ, mulai naik tuh detak jantungnya. Pas bukaan lengkap kepala bayi susah turun, akhirnya jalan lahirnya digunting. Hampir ju, gak tahu deh kalau takdirnya bukan kaya gini, mungkin aku atau bayinya gak selamet."
"Huhu, beeee. Alhamdulillah, semua atas pertolongan Allah. Makasih yaaa kamu udah berjuang dan berkorban banyak hal. InsyaAllah jadi pahala yang besar buat kamu. Aku dengernya aja ngilu gini iiih, huhu ah gak kuat. Makasih yaaa. Kamu keren banget. Wait aku cuci tangan dulu yaa, aku pengen gendong. Baru kali ini aku berani gendong bayi baru 2 hari. Hehe" Sebenarnya biar aku bisa keluar dulu buat nangis.
Tumblr media
Sebenarnya aku sudah beberapa kali menemani orang yang akan melahirkan dan pernah sampai menemani langsung di dalam. Selalu ada cerita, selalu ada hikmah, selalu ada pelajaran.
Sebanyak apapun kebaikan yang kita berikan tidak akan pernah bisa menandingi kebaikan orang tua kita. Sebaik apapun bakti yang kita persembahkan untuk ibu kita tidak akan pernah menyamai meski hanya setetes darah ketika melahirkan kita.
Maka jika mereka membesarkan kita dengan pengasuhan yang tidak ideal, maafkan saja. Kebaikan mereka lebih banyak dan tak bisa terbalas.
1 note · View note
juliarpratiwi · 16 days ago
Text
Menemani
Tanggal 25 Mei 2025, aku pamit pulang ke rumah karena anak-anak lagi pekan ujian chapter sebelum PAT. Aku banyak menitipkan pesan
"Nanti sore aku pulang dulu ke rumah ya. Besok kalau bisa usg dianter suamimu. Inget jangan bawa motor sendiri."
"Iya kalau aku gak mager."
"Eh harus, buat tahu bb bayi jadi bisa prediksi bb pas lahir nanti. Terus liat plasenta dan air ketuban juga."
"Iyaaa."
Hari Seninnya aku kembali tanya:
"Udah usg?"
"Belum."
"Terus mau kapan?"
"Gak tahu."
"Ih"
Akhirnya aku coba cek jadwalku
Tumblr media
Akhirnya Rabu siang sebelum les aku temani Anggi untuk usg.
"Kalau dari usg kan ini 37 minggu 6 hari. Perkiraannya satu atau dua minggu lagi. Kamu nanti ke rumah kan?" tanya Anggi
"InsyaAllah, kalau aku lagi gak ada jadwal ya. Ya, kalau lagi ada jadwal paling aku nanti ke rumah pas kamu udah lahiran." Jawabku
"Ih, kok gt."
"Ya, adek nanti lahirnya pas aku lagi gak ada jawal ngajar yaa. Biar aku temani." Aku bicara sembari mengelus perut Anggi
Akhirnya setelah menemani usg, kami berpisah, pulang ke rumah masing-masing. Aku tidak banyak bertanya kabar, aku pikir kalau aku tanya udah kerasa mules-mules atau belum khawatir Anggi malah stress. Jadi, kalau udah mau lahiran pasti Anggi ngabarin juga.
Hari Rabu, tanggal 4 Juni 2025
Aku sedang berkelut dengan persiapan mengajar sore itu.
Tumblr media
"Ya udah sekarang kamu siap-siap, sarapan dulu. Terus minta anter iparmu buat cek ke bidan ya." Dengan nada setenang mungkin biar Anggipun tenang
"Kamu gak bisa kesini?" Anggi berharap
"InsyaAllah aku kesana habis ngajar ya. Kalau kamu udah keburu lahiran, berarti aku langsung ke rumah nemenin ibu."
"Kayanya anak aku nungguin kamu sih ini. Orang mulesnya juga masih gak terlalu."
"Ya udah sih cek dulu aja, bener gak tanda-tanda mau lahiran."
Beberapa jam kemudian Anggi mengabari
"Iya katanya ini udah masuk ke proses lahiran, udah mau pembukaan 1. Jadi aku pulang dulu."
"Oke, selamat berjuang ya be. InsyaAllah nanti sore aku ke rumah ya."
Tumblr media
Rabu malam kami sama-sama menunggui kontraksi yang lebih dari biasanya. Eh ternyata kami semua tertidur.
1 note · View note
juliarpratiwi · 16 days ago
Text
Menguap
Aku mencari sajak-sajakku yang berima itu, tetapi tidak lagi ku temukan;
Di kesunyian, di keramaian, ataupun di kegelapan malam.
Kehidupan dewasa, terasa cepat berlalu dan rumit di cerna
Hingga seringkali tak ada satupun sajak berima yang mampu mewakilkan apa yang terjadi
Selain kalimat sulit seperti; jalani saja, pelan-pelan mewujudkannya, ya sudahlah jika tidak terwujud, tak apa-apa jika gagal—kita masih bisa mencoba, jika dirasa ruang hati menyempit mungkin rasa cukup perlu di perbanyak, jika di rasa mustahil terjadi—mudah bagi Allah mengabulkan, dan jika dirasa jalan telah buntu—kembalilah pada Allah.
Dan adakah sajak berima untuk mewakili hidup orang dewasa?
Terik, 9 Juni 2025 13.28 wita
84 notes · View notes
juliarpratiwi · 18 days ago
Text
2 hari kemarin habis nemenin Anggi lahiran dengan segala cerita melahirkannya. Aku yang kehabisan energinya -_- energi sosialku sudah terkuras. Banyak yang ingin aku ceritakan tapi sepertinya aku kelelahan. Nanti lagi saja ya.
3 notes · View notes
juliarpratiwi · 18 days ago
Text
Refleksi Dzulhijjah: Untuk Perempuan yang Bersabar, Menunggu, dan Berkorban
Suatu pagi, sambil menyetrika dan melipat setumpuk pakaian kering, saya memutar dzikir Al-Matsurat. Dzikir tersebut terus berputar dan terlisankan seraya pakaian demi pakaian terlipat. Tepat ketika sampai kepada bacaan shalawat, saya tertegun.
Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa muhammad wa 'alaa aalii sayyidinaa muhammad, kamaa shallaita 'alaa sayyidinaa ibraahiima wa 'alaa aali sayyidinaa ibraahiim, wa baarik 'alaa sayyidinaa muhammad wa 'alaa aali sayyidinaa muhammad, kamaa baarakta 'alaa sayyidina ibraahiima wa 'alaa aali sayyidina ibraahiima, fil 'aalamiina innaka hamiidun majiid.
Shalawat ini tentu bukan sesuatu yang baru, kita bahkan membacanya setiap hari baik dalam shalat maupun dzikir kita. Tetapi pagi itu, atas seizin Allah tiba-tiba saja saya teringat pada sosok Nabi Ibrahim dan keluarganya. Entah bagaimana, saya merasa kisah-kisah mereka membuat saya merasa relate, terhubung, terkoneksi. Padahal, siapa saya? Hanya seorang perempuan biasa dengan iman dan amal yang belum seberapa.
Terlintas di benak saya saat itu,
Bersabar itu berat. Tetapi, bukankah sosok yang namanya kita sebut setiap hari ini adalah sosok yang juga memproseskan sabar dengan ujian-ujian yang lebih berat? Menunggu itu berat. Tetapi, bukankah sosok yang namanya kita sebut setiap hari ini adalah sosok yang juga menunggu, bahkan lebih lama, lebih pelik, dan dalam kondisi yang seolah-olah lebih tidak memungkinkan? Berkorban itu berat. Tetapi, bukankah sosok yang namanya kita sebut setiap hari adalah sosok yang hidupnya juga penuh dengan pengorbanan-pengorbanan besar kepada Allah, yang mungkin bagi kita saat ini tidak masuk akal?
Nabi Ibrahim dan keluarganya bersabar, kita juga mungkin saat ini sedang bersabar, tetapi apakah kita sudah mengoptimalkan kesabaran kita dengan sebaik-baik sabar dan tetap berprasangka baik kepada Allah?
Nabi Ibrahim dan keluarganya menunggu, kita juga mungkin saat ini sedang menunggu sesuatu, tetapi apakah kita sudah mengisi masa-masa menunggu ini dengan tetap menghadapkan wajah jiwa kita kepada Allah seperti beliau dan keluarganya?
Nabi Ibrahim dan keluarganya berkorban, kita juga mungkin saat ini sedang "dipaksa" keadaan untuk berkorban, tetapi apakah setiap pengorbanan kita tertuju untuk mengharapkan ridha-Nya sebagaimana beliau dan keluarganya memproseskan semua pengorbanan yang kita ketahui dalam kisah-kisah sejarah?
Saya teringat pula pada sosok Siti Hajar, belahan jiwa Nabi Ibrahim yang harus ditinggalkan di padang tandus bersama seorang bayi yang baru lahir sebab suaminya pergi memenuhi panggilan tugas juang dari Allah. Mengingat beliau, rupanya sejak mula peradaban di dunia ini berkembang, kita sudah mendapatkan contoh nyata bahwa ...
Selama jiwa seorang perempuan terpaut kepada Allah, maka dunia tidak akan menghancurkannya.
Tapi apa kabar kita hari ini?
Tanpa disadari, mungkin kita sedang perlahan-lahan menghancurkan diri kita dari dalam. Tersebab kita diam-diam mempercayai standar sosial media untuk menjalani hidup, menjadikan suami dan anak-anak sebagai sandaran dan syarat kebahagiaan, lalu kita pun lebih banyak mendengarkan gemuruh di dalam kepala kita yang selalu membisikkan hal-hal yang melemahkan kita: bahwa kita tidak cukup baik, tidak cukup layak, atau tidak cukup berdaya.
Seiring dengan takbir yang kita dengarkan malam ini, mari kita berdoa, semoga Allah karuniakan kepada kita kemudahan untuk mau terus belajar dan berproses agar kita dapat mewarisi kesabaran, ketaqwaan, dan daya juang Nabi Ibrahim dan keluarganya. Terkhusus dalam peran kita sebagai perempuan, (calon) istri, dan (calon) ibu, semoga Allah mampukan kita untuk menjadi support system terbaik dalam menghantarkan suami, anak-anak, dan tentunya kita sendiri kepada mardhatillah.
Wallahu 'alam bishawab 🤗
67 notes · View notes
juliarpratiwi · 18 days ago
Text
Dzulhijjah ke Dzulhijjah, atas seizin-Nya aku mensyukuri hari ini. Luka yang kukira akan terus ada, perlahan mulai menemukan titik pulihnya. Sedih yang kukira akan memanjang, perlahan mulai menjadi kemudahan untuk merasakan bahagia. Marah yang kukira tidak akan reda, perlahan berganti menjadi kesediaan untuk menerima. Dan aku pun mensyukuri yang lainnya, sebab aku masih diizinkan-Nya berdoa. Semoga setiap doa dapat melembutkan hati seraya terus menguatkan keberserahan hanya kepada-Nya.
42 notes · View notes