Tumgik
kamilapermata · 26 days
Text
Kenikmatan yang Terbatas
Semenjak ada gofood dan shopee food, rasanya makanan jenis apapun bisa kita beli dengan mudah. Apalagi banyak promo yang membuat harganya masih affordable. Mau makan makanan nusantara, makanan jepang, timur tengah, segala macam kue, jajanan, semuanya tinggal di-search dan di-scroll. Apalagi sekarang cafe dan restoran makin menjamur dimana-mana. Berbagai jenis makanan, mulai dari yang di pinggir jalan, di pesta pernikahan, di warung, di cafe/resto, sampai di hotel, Alhamdulillah sudah pernah dirasakan. Kemudian aku pun menyadari bahwa pada akhirnya, makanan itu ya segitu-gitu saja rasanya. Mau diulik menjadi berbagai tampilan dan resep, pada akhirnya yaa rasanya hanya manis, asin, gurih, atau perpaduan semuanya.
Ternyata kenikmatan makanan itu terbatas, ya. Makanan yang mahal belum tentu lebih nikmat. Makanan yang diulik sedemikian rupa juga belum tentu lebih enak. Kalau berlebihan dan terlalu banyak proses, malah jadi tidak baik untuk kesehatan. Makanan segala macam di tempat makan all you can eat, malah membuat perut jadi kekenyangan tidak jelas. Kemudian akhirnya kembali pada menu-menu sederhana rumahan yang simpel dan insyaAllah lebih sehat: sop, tumis, buah-buahan, sayuran rebus.
Begitu pun dengan fashion. Ada masanya saat SMP-SMA, aku sangat suka beli baju, sepatu, tas, kerudung, aksesoris, dll. Semakin lama semakin terasa bahwa baju kalau modelnya aneh-aneh, malah tidak cocok di badan. Apalagi setelah mengenal konsep baju syar'i dan tidak boleh tabarruj. Rasanya baju simpel dan kerudung sederhana sudah cukup. Yang penting bahannya nyaman sehingga tidak cepat rusak dan tidak perlu sering beli yang baru. Sepatu dan tas pun akhirnya aku memilih beli yang nyaman dan awet. Beli yang modelnya aneh-aneh malah tidak nyaman dan cepat rusak.
Ternyata kenikmatan belanja juga terbatas. Saat belanja memang excited, tapi setelah barangnya di tangan, paling lama hanya 1 minggu saja merasa senang. Setelah itu bosan. Terlalu sering beli baju/sepatu/tas malah membuang uang dan membuat rumah jadi banyak barang.
Kenimatan di dunia ini terbatas untuk segala hal duniawi lainnya. Rumah kalau terlalu besar dan banyak pernak-pernik, yang tadinya dianggap sebagai dream house, malah susah dan mahal maintenance-nya. Waktu luang yang banyak, yang kita anggap nikmat karena bisa bersantai, paling hanya digunakan untuk hal sia-sia seperti nonton film streaming atau scrolling medsos. Travelling pun enaknya paling lama 1 minggu, setelah itu pasti capek dan mulai bosan.
Kenikmatan yang terbatas di dunia menyadarkanku bahwa memang dunia bukan tempat untuk mencari kenikmatan dan kesenangan. Karena kenikmatan di dunia ya memang cuma segitu-gitunya, saangat terbatas. Perut kita tidak bisa menampung semua makanan lezat di resto all you can eat. Badan kita tidak bisa menggunakan berbagai macam baju dan sepatu bagus sekaligus. Tubuh kita akan pusing jika nonton film streaming atau scrolling medsos seharian. Kita pun akan lelah jika travelling lebih dari seminggu. Juga pada rumah besar yang dimiliki, paling hanya tempat-tempat tertentu saja yang sering ditempati.
Dunia adalah tempat kita mengumpulkan amal shaleh sebagai bekal untuk kehidupan akhirat. Di syurga nanti, barulah Allah memberikan kenimatan tanpa batas. Itulah kenapa Allah meminta kita untuk mengejar kebahagian/kenikmatan di akhirat, bukan di dunia. Karena kenikmatan dunia hanya sedikiit sekali dibanding kenikmatan di syurga. ☺
"Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit." (at-Taubah:38)
0 notes
kamilapermata · 4 months
Text
It's Okay, Mama...
Dulu aku punya cita-cita ingin bisa menjadi ibu bekerja yang tidak terlalu sibuk dan masih bisa mengurus anak tanpa bantuan ART. Kurasa itu keren sekali, bisa seimbang di semua hal tanpa perlu ribet dengan drama ART. Aku bahkan menuliskannya di awal-awal CV taarufku (sebelum akhirnya direvisi berkali-kali). Kemudian akhirnya aku menghilangkan part "tanpa ART" ini karena rasanya tidak mungkin 😁
Sudah 1.5 tahun umur Ibrahim, sudah 1.5 tahun pula cita-citaku dulu terkabul untuk jadi ibu bekerja tanpa ART. Salah satu alasannya karena belum menemukan ART yang cocok. Awalnya aku menikmati peran ini. Bisa bekerja wfh full, bisa mengurus anak sendiri, bisa mengurus rumah sendiri, sungguh suatu kehidupan seimbang yang aku impikan dan jadi kenyataan. Tapi beberapa bulan terakhir ini rasanya aku mulai lelah. Tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi, tekanan dari atasan, struktur organisasi yang terlalu sering berganti, dan Ibrahim yang semakin aktif membuat energiku terkuras. Meeting sambil menyusui, mengolah data sambil membiarkan Ibrahim mengacak-acak rumah supaya anteng, begadang jika kerjaan belum selesai, juga perasaan tidak enak karena terpaksa hampir selalu menolak ajakan meeting offline berkali-kali karena tidak ada yang menjaga Ibrahim, itulah yang kuhadapi 1.5 tahun ini.
Walaupun pikiran resign sudah berkali-kali muncul di kepalaku, tapi Alhamdulillah aku masih bertahan. Salah satu alasannya adalah aku belum siap untuk menjadi IRT full dan tidak bekerja. Aku belum pernah mengalami gap year atau berbulan-bulan menganggur, sehingga keadaan tidak bekerja adalah hal yang menakutkan untukku. Alasan lainnya adalah pesan orang tua dan mertuaku: Sepanjang masih WFH full, jangan resign kecuali di-PHK 😌🙏 Apalagi kondisi tech winter kini membuatku merasa sayang jika harus melepaskan pekerjaan yang tidak mudah didapatkan. Sekarang doaku adalah agar bisa mendapatkan ART baik & solehah yang memberikan banyak kebaikan dan kemudahan untuk keluargaku.
Tulisan ini kubuat untuk menenangkan diriku bahwa...
Tidak apa-apa jika aku tidak secemerlang rekan-rekan kerjaku yang lain, yang penting aku sudah berusaha yang terbaik dan mengeluarkan semua energi yang kupunya.
Tidak usah merasa lemah jika kini aku merasa lebih gampang lelah. Mengurus bayi saja sudah lelah, apalagi ditambah sambil bekerja full time tanpa support system?
Tidak usah cemas jika aku dinilai kurang perform atau bahkan suatu saat tidak dibutuhkan lagi. InsyaAllah rezeki sudah menempel, akan mengejar pada pemiliknya bagaimanapun caranya. Dan insyaAllah aku akan diberi kegiatan lain yang lebih manfaat dan berkah.
Tidak apa-apa jika masakanku itu-itu saja, yang penting aku sudah berusaha membuatkan makanan sehat untuk keluargaku.
Tidak apa-apa jika masih banyak kekurangan, it's okay Mama...
Kekurangan membuat kita terus meminta pertolongan pada Allah untuk dimudahkan segala urusan. Kekurangan membuat kita tidak merasa lebih dari orang lain. Karena hal sesulit apapun akan mudah jika Allah mudahkan. Dan hal semudah apapun akan rumit jika kita sombong dan tidak bergantung pada Allah.
Jika banyak hal yang terasa melelahkan, coba koreksi ibadahmu, kebersihan hatimu. Mungkin terlalu banyak kesal pada orang lain? Mungkin terlalu sedikit rasa syukurmu?
Bismillah semoga Allah catat ikhtiar ini sebagai kebaikan. Semoga menjadi teladan untuk Ibrahim agar menjadi muslim yang aktif, produktif, dan pekerja keras aamiin.
It's okay, Mama. You've done your best 😊
0 notes
kamilapermata · 7 months
Text
Kehebatan Manusia dan Faktor X
Sudah 4 tahun lebih aku bekerja. Selama 4 tahun ini, aku banyak bertemu dengan berbagai macam orang yang memiliki latar belakang berbeda. Mulai dari freshgrad, lulusan SMK/SMA, hingga bapak-bapak & ibu-ibu ex high level (manager/head/VP) di perusahaan besar yang kemudian pindah ke kantor tempatku bekerja.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sangat experienced ini di-hire dengan harapan dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah di kantor. Apalagi aku bekerja di start up yang dinamikanya luar biasa. Banyak sekali hal yang belum ketemu titik terangnya. Dan mereka, pada ex pejabat di perusahaan besar atau multinasional ini, datang membawa secercah harapan.
Lalu apakah permasalahan selesai? Oh ternyata tidak semudah itu. Berbagai kemampuan dan pengalaman yang bisa diterapkan dengan baik di kantor tempat mereka dulu bekerja, ternyata tidak serta merta bisa berjalan baik di sini.
Kemudian aku jadi berpikir. Orang-orang dengan jabatan mentereng, pernah bekerja di perusahaan besar yang sangat berpengaruh, masuk ke dalam Forbes 30 under 30, pernah sekolah di Ivy League, dan segala macam hal-hal keren yang melekat dalam dirinya, tidak semata-mata bersebab oleh kehebatan mereka sendiri. Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang memiliki karir hebat di perusahaan besar contohnya. Betul, mereka memang pekerja keras. Tapi, ada sistem perusahaan yang dari dulu sudah bagus yang membuat perusahaan berjalan dengan baik dan mereka memiliki karir yang mulus.
Orang yang masuk ke dalam Forbes 30 under 30 misalnya. Betul, mereka memang bekerja keras. Tapi ada banyak faktor yang membuat karya/usaha mereka menjadi terkenal. Bisa jadi disebabkan kelebihan mereka dalam berkomunikasi yang sudah given sehingga presentasinya dapat memukau banyak orang. Bisa jadi disebabkan keberuntungan mereka bertemu koneksi yang 'pas' untuk keberjalanan bisnis, dan yang pasti adalah faktor keberuntungan atau:
Takdir atau kuasa dari Allah.
Ya, menurutku, itulah faktor X yang paling berpengaruh pada jalan hidup seseorang. Ada yang ditakdirkan memiliki karir bagus, memiliki usaha yang lancar jaya, bisa sekolah tinggi di universitas terkenal, dll. Bicara takdir memang agak rumit karena takdir baik juga bisa diubah oleh doa dan ikhtiar yang maksmial.
Tapi, siapa yang mendengar doa, melihat ikhtiar maksimal kita, kemudian merubah takdir? Allah.
Pemikiran ini bukan untuk membuat kita menjadi bermalas-malasan karena semua sudah 'takdir'. Bukan, ya.
Tapi hal ini menyadarkanku bahwa tidak ada manusia yang benar-benar hebat. Semua kemudahan yang ia dapatkan, ide-ide yang dianggap cemerlang, kekayaan yang berlimpah, karir yang tinggi, usaha yang lancar, semuanya adalah pemberian Allah. Terlalu banyak faktor yang menyebabkan seseorang mendapatkan sesuatu, dan faktor-faktor tersebut adalah jalan yang Allah berikan agar manusia bisa mencapai suatu takdir tertentu.
Maka, tidak perlu lah kita merasa hebat jika sudah memiliki atau mencapai ini dan itu. Jika kita sudah lulus kuliah di universitas yang bagus, bisa bekerja sesuai keinginan, bukan karena kita pintar. Ada orang tua yang memberikan support sistem pendidikan dari kecil, ada guru-guru yang mendidik kita, ada berbagai keberuntungan atau takdir dari Allah yang membuat kita bisa diterima di universitas, bisa bekerja di kantor yang kita inginkan.
Ini tidak hanya berlaku dalam hal karir dan pendidikan. Juga dalam hal kebaikan dan ketaatan. Jika sekarang kita merasa mudah berbakti pada orang tua, barangkali memang orang tua kita yang soleh/solehah, tidak banyak menuntut, sehingga kita jadi mudah berbuat baik pada mereka. Jika sekarang kita merasa memiliki hubungan yang harmonis dengan pasangan, barangkali mereka yang supportif dan menerima kita apa adanya. Jika sekarang kita mudah melakukan ibadah, senang mendengarkan kajian, barangkali kebiasaan orang tua dari kecil dan lingkungan terdekat yang memberikan pengaruh-pengaruh baik tersebut. Jika kita memiliki sifat-sifat baik seperti rajin, hemat, pekerja keras, barangkali ada berbagai macam hormon dan susunan saraf di tubuh yang membuat kita memang 'dari sananya' sudah mudah melakukan hal-hal baik tersebut.
Ada banyak faktor X, atau kuasa Allah, yang membuat kita memiliki berbagai hal, berbagai macam pencapaian, berbagai kemudahan. Semua itu adalah sarana, apakah akan menjadi modal untuk beramal dan berbuat baik, atau justru malah membuat kita menjadi angkuh...
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." An-Nahl: 78
0 notes
kamilapermata · 11 months
Text
Bertumbuh
Setiap hari, pasti ada saja yang aku pikirkan tentang Ibrahim.
Bagaimana ya supaya makannya lahap? Menu apa yang bisa membuat dia mudah makan daging tanpa tersedak? Apa aku sudah membersihkan sisa buang airnya dengan benar? Seberapa sering dia harus main di luar? Apa stimulasi yang kuberikan untuk perkembangannya sudah cukup? Apa kondisiku yang bekerja sambil mengurus anak akan memberikan dampak pada perkembangannya?
Dan seterusnya, dan seterusnya.
Begitu banyak yang kupikirkan. Saat beberapa waktu lalu aku mengobrol dengan teman laman yang sama-sama sudah punya anak, kami tertawa setelah menyadari betapa over thinkingnya kami. Mengkhawatirkan lingkungan pergaulan sekolah anak-anak nanti, padahal anaknya masih batita 🤣 Bahkan anakku masih 10 bulan dan sedang asyik mengoceh sendiri 😅
Tugas orang tua memang tidak sederhana. Tidak sekedar memberi anak makan, tapi juga memikirkan apakah makannya benar, gizinya cukup. Tidak sekedar menemani bermain, tapi juga memikirkan permainan apa yang menstimulasi perkembangannya dengan baik. Tidak sekedar menyekolahkan, tapi juga memikirkan sekolah mana yang sistemnya bagus dan lingkungan sosialnya sehat.
Banyak sekali, ya, tugas orang tua. Tapi kalau tidak memikirkan hal-hal penting seperti itu, kalau hidup ini banyak waktu luangnya, memang mau melakukan apa? Begitulah Allah berikan tugas yang banyak dan mulia ini kepada ibu-ibu. Kalau tidak, bisa-bisa para ibu malah sibuk gosip, curhat, nonton drakor, atau scrolling medsos 😌
Di masa-masa ini, sudah sangat sedikit waktuku untuk buka medsos, apalagi nonton drakor: tidak mungkin. Bahkan menonton TV pun, yang mana channel yang biasa kutonton adalah TVRI world, seminimal mungkin kulakukan karena khawatir Ibrahim malah jadi anteng ikut nonton TV.
Ternyata, menjadi orang tua tidak hanya tentang mendidik anak, tapi juga tentang mendidik diri sendiri dan membuat diri semakin bertumbuh. Yang tadinya sering menggunakan waktu luang untuk rebahan dan scrolling medsos, sekarang waktunya dipakai untuk mengurus anak dan browsing tentang parenting. Yang tadinya jarang makan buah dan sayur, sekarang jadi sering menghabiskan stok buah dan sayur untuk anak (naluri ibu-ibu yang sayang kalau mubazir 😁). Yang tadinya malas berjemur pagi, sekarang jadi rutin karena menemani anak berjemur sambil bermain di luar. Yang tadinya suka lupa baca bismillah, sekarang jadi sering supaya anak juga terbiasa baca bismillah. Yang tadinya masih punya sifat-sifat kurang dewasa, sekarang berusaha untuk lebih dewasa, lebih baik dalam mengontol emosi & menjaga lisan.
Menjadi orang tua memang tidak mudah, tapi prosesnya tanpa sadar membuat kita bertumbuh menjadi lebih baik. Harapan-harapan kita terhadap anak, harus kita sendiri lah yang terlebih dahulu melakukan.
Terima kasih, Nak, sudah hadir. Kalau kamu tidak ada, mungkin Mama sekarang sedang scrolling medsos sambil overthinking dengan kehidupan orang lain 😌
Terima kasih sudah membuat Mama bertumbuh!
4 notes · View notes
kamilapermata · 1 year
Text
Orang Tua yang Baik
Saat kecil, aku heran kenapa ibuku suka nonton ceramah atau kajian Islam di TV. Apa sih serunya nonton ceramah? Aku juga heran kenapa setelah melakukan salat wajib, ibu menambahnya dengan salat rawatib. Kenapa ibu mau capek-capek menambahkan lagi salat sunah setelah melakukan salat wajib?
Bacaan Quran ibuku bagus. Ibu pernah menang lomba MTQ saat SMA. Ibu seringkali diminta untuk membaca Al-Quran saat ada acara keluarga atau acara pernikahan keluarga. Ibu juga pernah mengajar mengaji ibu-ibu lainnya, walaupun memang bukan di lembaga profesional. Kalau untuk yang ini, perasaanku lebih kepada kagum, kok bisa ya ibu membaca Quran dengan tartil dan enak didengar?
Kemudian di masa SMA, entah kenapa, perasaan untuk belajar agama lebih dalam tiba-tiba muncul dalam diriku. Aku jadi suka mendengar kajian, mulai menjalankan salat yang sunah-sunah, juga mulai belajar tahsin. Di masa kuliah, aku pun ikut organisasi keislaman di Salman yang membuatku pada akhirnya harus mengajarkan Al-Quran.
Jika dulu aku heran kenapa ibu suka nonton kajian di TV, sekarang aku merasakan bahwa mendengarkan kajian adalah hal yang menenangkan dan menjadi hiburan bagiku.
Di masa dewasa aku banyak melakukan apa yang dulu ibu lakukan. Dorongan untuk melakukan itu datang begitu saja. Lalu aku berpikir, bisa jadi berbagai kebiasaan baik yang mudah kita lakukan, bersebab dari orang tua kita yang dulu membiasakan diri melakukan kebaikan-kebaikan tersebut. Kita sebagai anak yang melihatnya setiap hari, kemudian merekam di alam bawah sadar, lalu kebiasaan itu akan muncul suatu saat.
Aku juga ingat, saat SMP aku selalu ingin mengikuti hal-hal yang sedang tren di kalangan remaja. Mulai dari gaya berpakaian, gadget, tempat jalan-jalan, film, lagu, hingga ingin juga merasakan punya teman dekat laki-laki (pacaran, ewh). Tapi saat SMA, tiba-tiba keinginan-keinginan itu hilang. Aku juga jadi tidak berminat punya pacar karena aku tidak mau ribet dengan drama percintaan remaja yang menguras emosi dan menghabiskan waktu. Kemudian suatu hari, ibu bilang padaku bahwa saat aku SMA, ibu sering mendoakan agar pergaulanku terjaga dan aku tidak pacaran. Ternyata, ketidakminatanku pada pacaran dan menganggap bahwa pacaran itu merepotkan, disebabkan oleh doa-doa ibu yang menjagaku.
Sekarang aku sudah menjadi seorang ibu. Ada banyak sekali teori parenting yang mendefinisikan bagaimana menjadi orang tua yang baik. Tapi dari berbagai teori parenting yang berbeda-beda itu, aku kini paham bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang taat pada Allah, yang banyak mendoakan anaknya, dan yang banyak bertaubat.
Pun sebagai orang tua, kita harus ingat bahwa kebiasaan buruk kita juga akan berdampak pada anak-anak kita. Maka jika suatu saat ada sikap anak yang tidak sesuai harapan, yang pertama-tama dikoreksi adalah diri kita sendiri. Yang pertama ditaubati adalah dosa-dosa kita sendiri.
Pada akhirnya, teladan dari orang tua yang ikhlas dalam beribadah dan penjagaan dari Allah-lah yang akan menjaga seorang anak agar selalu dimudahkan dalam menjalankan kebaikan dan ketaatan pada Allah.
---
"Bagaimana cara mendidik anak? Ibunya terus berusaha jadi baik dulu untuk Allah, karena anak-anak sangat membutuhkan doa ibunya. Anak tidak butuh ibu yang keren, cantik, gaul, famous. Anak butuh ibu yang mustajab doanya. Tapi kalau ibunya suka maksiat seperti masih suka ngomongin orang, kepo sama urusan orang lain, seneng kalau lihat orang berantem, suka ngomporin bukan ngademin, lisannya yang keluar kata-kata yang tidak baik, apa iya Allah mau mengabulkan doa dari lisan yg tidak baik? Ibu juga harus jadi seseorang yang bisa dipercaya oleh anaknya, yang selalu ada di setiap keadaan, agar anak menjadi cinta. Sebab bukankah kita akan mudah mengikuti siapapun yang kita cintai?" (Umi Tavi Alhasani)
"Sesungguhnya dosa orang tua itu sangat berefek kepada anaknya. Maka kita kembalikan lagi pada surat Al Ahqaf ayat 15, kita menjumpai ketika kita memohon pada Allah wa aslih li fi zurriyyati, maka kata setelahnya adalah inni tubtu ilaika 'saya bertaubat ya Allah'. Orang tua yang hebat itu bukan yang tidak melakukan kesalahan, tapi yang banyak bertaubat kepada Allah terhadap dosa dan kemaksiatan yang pernah dilakukan. Karena taubat itulah yang akan memutus mata rantai kemungkinan dosa yang pernah dilakukan orang tua menurun pada anaknya. Karena tidak ada yang mampu memutuskan mata rantai dosa dan kemaksiatan yang dilakukan orang tua untuk tidak turun kepada anaknya kecuali atas kehendak Allah. Dan itu tidak bisa kita dapatkan sampai kita bertaubat kepada Allah." (Ust. Oemar Mitta)
7 notes · View notes
kamilapermata · 1 year
Text
Menjadi Ibu, Perjalanan Penuh Hikmah
Ibrahim umurnya sudah 6 bulan, berarti sudah 6 bulan aku menjadi seorang ibu.
Ada banyak sekali hikmah yang kuambil dalam perjalanan menjadi ibu.
Yang pertama: kita tidak bisa memilih ujian mana yang akan kita hadapi.
Aku tidak pernah membayangkan bahwa proses hingga Ibrahim lahir dan aku resmi menjadi seorang Ibu, tidak semudah dan selancar orang-orang lainnya. Ibuku punya 5 anak dan hamilnya lancar-lancar saja. Begitupun dengan saudara-saudaraku yang diberi kehamilan yang mudah. 9 bulan setelah menikah, aku keguguran di umur kehamilan 3 bulan. 3 bulan setelah keguguran, aku mengalami gangguan hormon yang menyebabkan pendarahan hingga harus dirawat di RS. 2 bulan setelah itu, aku mengandung Ibrahim dengan kondisi pendarahan dan berpotensi keguguran lagi hingga harus bed rest dan minum obat penguat janin. Setelah drama pendarahan di trimester 1 berakhir, kondisiku membaik di trimeseter 2. Tentu ada saja yang namanya mual, muntah, pusing, keram, gangguan pencernaan. Tapi dalam batas wajar dan memang normal untuk ibu hamil. Walaupun saat ramadhan, aku hanya bisa puasa 4 hari karena ada sedikit pendarahan.  Alhamdulillah Ibrahim sehat dan aktif di kandungan. Sampai di trimester 3, aku jatuh saat jalan-jalan di kebun raya (padahal baru ngantri tiket masuk di gerbang 😌). Alhamdulillah tidak masalah, lututku hanya lecet dan perih saat dipakai jalan selama seminggu. Setelah perih itu hilang, aku jatuh lagi saat jalan pagi dengan suami & mertuaku. Yang ini lebih parah, aku keseleo hingga pergelangan kaki kananku bengkak. Benar-benar sakit dan tidak bisa jalan. Ke mana-mana harus sambil dipapah. Saat kontrol kandungan ke rumah sakit, dokter yang menanganiku dari dulu keguguran sampai kehamilan sekarang berkata, “Duh Kamila mah dari awal ada-ada aja ceritanya.” Sungguh, ujian dalam proses kehamilan adalah hal yang tidak pernah kusangka akan kuhadapi. Aku sampai bingung kok bisa ada yang umroh saat sedang hamil? Sementara aku disini begitu rapuh 😂
Hikmah yang kedua: saat kita diuji di satu hal, Allah akan mudahkan di hal lainnya.
Melihat kondisi kehamilanku yang tidak terlalu lancar, Ibuku sering menghibur, “Tenang, Teh, kalau hamilnya ga lancar, InsyaAllah lahirannya lancar. Atau menyusuinya lancar. Tiap ibu ujiannya beda-beda.” Kondisi Ibrahim saat itu sangat sempurna untuk dilahirkan normal: janin sehat dan aktif, berat badan bagus, air ketuban bagus, kepala sudah di bawah dan masuk panggul. Besar harapanku untuk bisa lahiran normal.
Di kehamilan minggu 38 lewat 4 hari, baru saja 2 hari aku mengambil maternity leave di kantor, aku mulai merasa kontraksi. Saat sampai di rumah sakit, ternyata sudah pembukaan 2 dan ketuban sudah pecah. Detak jantung janin terus dipantau dan setelah beberapa saat, detak jantungnya mulai tidak beraturan. Dokter langsung meminta kesediaan untuk operasi caesar secepatnya karena kondisi gawat janin. Sungguh hatiku cemas mendengar detak jantung Ibrahim yang kadang ada dan kadang tidak. Saat itu pula aku langsung dibawa ke ruang operasi dan diberi obat tidur karena kepalaku sangat pusing. Saat terbangun dengan kondisi masih setengah sadar, yang pertama kutanyakan adalah, “Bayinya mana? Bayinya hidup?” 😁Alhamdulillah Ibrahim lahir selamat walaupun mukanya biru-biru karena terlalu lama tertahan di jalan lahir. 
Ternyata, belum rezekiku untuk merasakan lahiran normal yang lancar. Baiklah, mungkin rezekiku adalah menyusui dengan lancar.
Ternyata menyusui tidak semudah yang aku kira. Di awal-awal, ASI hanya keluar setetes dan itupun dengan usaha yang sangat keras saat pumping. Leherku sampai sakit dan difisioterapi karena terlalu banyak menunduk saat memompa ASI. Ibrahim masih kesulitan menyusui. Setelah pulang dari rumah sakit, Ibrahim mulai pintar menyusu. Tapi sungguh badanku tidak karuan. Leherku luar biasa sakit, perutku sakit bekas jahitan, menyusui pun perih, apalagi Ibrahim sering sekali terbangun di malam hari. Seminggu setelah Ibrahim lahir, Izar sakit tipus, mungkin karena lelah mengurusi segala macam sambil masih mengerjakan pekerjaan kantor. Akhirnya Izar tinggal di rumah mertuaku sampai sembuh dan aku tinggal di rumah orang tuaku. Aku pun mulai merasa mellow, entah kenapa tidak bisa mengontrol air mata yang keluar padahal tidak tahu penyebabnya apa. Saat rumah sepi, saat tamu yang berkujung pulang, aku menangis tanpa sebab, hati terasa nelangsa, tiba-tiba rindu kondisi saat masih hamil😂Mungkin karena perubahan hormon pasca melahirkan.
2 minggu setelah Ibrahim lahir, semuanya tiba-tiba terasa jauh lebih baik. Badan sudah enak, leher tidak sakit lagi, Ibrahim sudah lancar menyusui dan tidurnya pun sudah lebih pulas. Kondisi hatiku juga sudah kembali normal, tidak mellow tanpa sebab seperti sebelumnya. Minggu-minggu setelahnya, kondisi semakin baik. Ibrahim sehat, aktif, tidak rewel, berat badannya bagus, menyusunya lancar. Di usia 2.5 bulan, tidur malamnya mulai lelap sepanjang malam seperti orang dewasa. Ia hanya terbangun sesekali untuk menyusu sebentar lalu tidur lagi. Malam-malam begadangku resmi berakhir.
Saat Ibrahim berusia 2 bulan, aku dan Izar pindah ke Jakarta dan menyewa apartemen. Kami memulai kehidupan rumah tangga yang sebenernya setelah selama 2 tahun menikah kami masih tinggal di rumah orang tua dan mertua. Di usia Ibrahim 3 bulan, aku mulai kembali bekerja karena cuti melahirkan sudah habis. Alhamdulillah, pekerjaanku full WFH sehingga bisa tetap mengurus Ibrahim.
Betul apa yang ibuku katakan, semua ibu ujiannya beda-beda. Aku mengalami sedikit kesulitan saat hamil dan melahirkan, tapi Alhamdulillah Allah berikan kemudahan saat menyusui dan mengurus bayi. Allah juga berikan rezeki berupa apartemen yang nyaman yang membuatku mudah dalam mengurus rumah dan mengurus bayi. Aku juga bisa menjalani cita-citaku untuk tetap kerja full WFH, diberi atasan yang pengertian, dan Ibrahim yang kooperatif sehingga aku bisa menyelesaikan pekerjaan kantor dengan baik (walaupun tentu lebih riweuh😂). Ditambah lagi aku memiliki suami, orang tua, dan mertua yang sangat baik dan perhatian. 
Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat.
Hikmah yang ketiga: kelelahan selalu beriringan dengan kebahagiaan
Beberapa hari sebelum Ibrahim lahir, aku membayangkan bahwa hidupku pasti akan berubah setelah punya anak. Aku akan lelah mengurus bayi, susah kemana-mana sendiri, kurang waktu untuk diri sendiri. Ternyata memang benar 😁 Tapi kabar baiknya, ternyata ada sumber kebahagian baru yang tentunya baru aku rasakan di fase ini.
Rasanya begitu membahagiakan melihat Ibrahim tersenyum, tertawa, tertidur pulas, khusyuk menyusu. Tidak terbayang olehku bahwa memiliki anak ternyata se-membahagiakan ini, dulu kupikir mungkin rasanya bahagia tapi lalu biasa-biasa saja karena mengurus anak itu banyak tantangannya. Kebahagianku kini terasa sederhana, melihat Ibrahim aktif, melihat perkembangannya, mencium wangi mulutnya, mencium pipinya, memeluk tubuhnya, mengusap rambutnya... Maasya Allah tabarakallah, robbi hablii minash shoolihiin. Allah memang maha adil, saat kita harus merasakan kelelahan, Allah beri kebahagiaan yang berlipat. Ini baru kebahagiaan di dunia, belum lagi balasan kebahagiaan di akhirat kalau kita melakukannya dengan ikhlas. 
---
Begitulah hikmah-hikmah yang kurasakan selama 6 bulan menjadi ibu. Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk diriku sendiri dan menjadi penyemangat untuk selalu berusaha menjadi ibu yang ikhlas, yang memberikan ikhtiar terbaik untuk keluarga, yang tawakkal, yang disayang dan diridoi Allah😊
2 notes · View notes
kamilapermata · 1 year
Text
Hidup Hemat: Seni Mengontrol Diri
Di awal pernikahan, aku dan suami menghitung berapa pemasukan kami dan mengalokasikan pos-pos pengeluaran dengan hemat. Tujuannya untuk bisa mendapat tabungan yang banyak. Tapi ternyata, saat tujuan berhemat adalah untuk menabung yang banyak, saat ada pengeluaran tidak terduga hati ini rasanya tidak rela. Udah capek-capek nabung, uangnya malah dipakai untuk benerin mobil di bengkel. Udah capek-capek hemat, uangnya malah dipinjam teman dan gak dibalikin.
Akhirnya, kami mengubah mindset: tujuan utama hidup hemat adalah untuk menjaga gaya hidup. Dapat tabungan yang banyak karena berhemat adalah bonus.
Aku ingat orang tuaku sering menasihati kami dari kecil: saat keadaan ekonomi sedang bagus dan pendapatan meningkat, gaya hidup tidak boleh ikut meningkat. Menjaga gaya hidup hemat adalah salah satu seni mengontrol diri. Kalau ingin membeli barang, dipikirkan dulu apa memang butuh atau hanya ingin. Apa ada barang yang memberi fungsi sama tapi harganya lebih murah? Kalau hanya ingin, coba ditahan dulu, jangan langsung beli. Barangnya baru dibeli pada saat-saat tertentu misalnya saat naik gaji, saat sudah menyelesaikan sesuatu, dll. Saat kita terbiasa mengontrol diri dalam hal keuangan, semoga kita juga bisa lebih mudah mengontrol diri dalam hal-hal lainnya, seperti mengontrol waktu dengan baik, mengontrol emosi, dan mengontrol bahwa tidak semua yang kita inginkan harus kita dapatkan.
Selain menjaga gaya hidup dan berlatih mengontrol diri, hidup hemat juga membuat makanan kami lebih terjaga. Semenjak mulai hidup bertiga dan tidak serumah lagi dengan orang tua/mertua, kami hanyak menjatahkan beberapa kali makan di luar saja dalam seminggu. Saat weekend saja misalnya. Seringnya, aku memasak setiap hari. Apalagi karena kami tinggal di apartemen dan ada anak bayi, repot bagiku jika harus memesan gofood dan mengambilnya ke lobby bawah. Lebih mudah memasak saja karena tidak perlu repot membawa anak bayi ke lobby untuk mengambil makanan. Selain lebih hemat, InsyaaAllah makanan rumah lebih sehat dan lebih bersih, juga dimasak dengan cinta😊
Hidup hemat juga membuat rumah kami lebih rapi dan mudah dibersihkan karena tidak banyak barang. Sebisa mungkin hindari impulsive buying, memberi barang hanya karena lucu misalnya, lalu menumpuk-menumpuk padahal tidak terpakai dan nantinya membuat rumah menjadi sumpek. Semoga hal ini juga mempermudah hisab kami kelak di akhirat, aamiin.
Jika tujuan utama hidup hemat adalah untuk menjaga gaya hidup dan mengontrol diri, ternyata bonusnya ada banyak: bisa menabung, makanan lebih sehat, juga membuat rumah lebih bersih dan rapi karena tidak banyak barang😊
Bismillah semoga Allah mudahkan untuk istiqomah dalam menjaga gaya hidup hemat & mendapat rezeki yang bermanfaat.
Ya Allah, sungguh aku mohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik, dan amalan yang diterima.
0 notes
kamilapermata · 1 year
Text
Cinta yang Berbeda
"Tidak ada teori yang pasti untuk mendefinisikan soal hati."
"Memang, karena Allah maha membolak-balikan hati kita. Rasa bersyukur yang akan menuntun kemana hati kita akan berlabuh. "
"Berlabuh ke hati Alya atau Hera?"
“Alya, insyaaAllah. Kenapa?”
“Tapi aku masih melihat bayangan Hera di matamu.”
“Dunia itu ibarat bayangan, semakin kamu kejar, kamu tidak akan pernah bisa menangkapnya. Balikkan badanmu, maka ia tidak punya pilihan lain selain mengejarmu.”
“Kamu masih mencintai Hera?”
“Alya sangat mencintaimu.”
Sebuah cuplikan percakapan antara Viral dan Fadli di sinetron Para Pencari Tuhan tahun 2019. Fadli yang mencintai Hera, yang merupakan kekasih Viral, pada akhirnya malah menikahi Alya, yang sebenarnya mencintai Viral. Hera dan Viral yang saling mencintai malah tidak jadi menikah. Ah, begitu rumit, namun dramatis.
Cuplikan itu membuatku mengingat perasaan cinta sebelum pernikahan. Kalau kupikir sekarang, cinta sebelum pernikahan terasa dramatis dan mendebarkan. Dikirimi salam, disapa saat berpapasan di jalan, diberi hadiah dan ucapan di hari-hari penting, dikirim tulisan puitis. Mungkin kita pernah tiba-tiba merasa mellow karena tak sengaja mendengar lagu yang membuat kita membayangkan orang yang kita sukai dan bagaimana perasaan kita padanya. Kita juga mungkin pernah memikirkan siapa yang akan menjadi pasangan hidup kita dan seperti apa rasanya berada di hari pernikahan kita sendiri.
Setelah menikah, kupikir bentuk cinta menjadi berbeda. Bentuknya bisa berupa suami yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untuk mencukupi kehidupan istri dan anaknya. Bentuknya juga bisa berupa istri yang menyiapkan makanan setiap hari, membereskan rumah agar terasa nyaman, dan mengurus anak dengan kasih sayang. Hal-hal seperti mengirim tulisan atau diberi hadiah di hari-hari penting tentu masih ada, namun proporsi terbesar setelah pernikahan terletak pada menjalankan tanggung jawab masing-masing dengan baik, saling membantu, saling mendengarkan, dan saling memahami.
Apakah setelah pernikahan cinta menjadi kurang indah? Tentu saja tidak, cinta tetaplah indah. Bentuknya saja yang berbeda. Setelah menikah, cinta menjadi kata kerja yang sesungguhnya. Jika sebelum menikah cinta terasa saat dikirim salam, saat disapa ketika berpapasan di jalan, setelah menikah cinta begitu terasa ketika suami membantu mengurus anak saat istri sedang kerepotan, atau istri yang membuatkan makanan kesukaan suami saat suami harus kerja lembur, atau diurus saat sakit oleh pasangan dengan telaten, sabar, dan penuh kasih sayang.
Selayaknya hidup yang merupakan ujian, cinta juga adalah ujian. Jika sebelum menikah ujian cinta berupa bagaimana kita menjaga perasaan, menjaga kehormatan, menjalani proses menuju pernikahan sesuai dengan koridor agama, setelah menikah ujian cinta adalah bagaimana menjaga komitmen, berusaha melaksanakan kewajiban masing-masing dengan baik, bersyukur atas hadirnya pasangan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tidak ada yang lebih mudah dari ujian cinta sebelum atau sesudah pernikahan. Tapi yang pasti, keduanya merupakan ladang amal dan akan mendatangkan cinta dari Allah jika kita meniatkannya sebagai ibadah lillahi ta’ala. Jika kubilang cinta sebelum penikahan terasa dramatis dan mendebarkan, menurutku setelah pernikahan cinta terasa manis dan menghangatkan. Namun, cinta di setiap fase tetaplah sama: romantis dan membahagiakan. Maha suci Allah yang memberikan perasan cinta pada manusia. :) “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berpikir.”  Ar Rum:21
2 notes · View notes
kamilapermata · 2 years
Text
Berbuat Baik Pada Diri Sendiri
Seringkali kita menganggap berbuat baik pada diri sendiri adalah dengan staycation, jalan-jalan, belanja, kulineran.
Padahal, ternyata ada banyak bentuk lain dari berbuat baik pada diri sendiri.
Saat kita memaafkan kesalahan orang lain dan melupakan segala rasa kesal, beban di hati kita akan hilang. Saat itulah kita sedang berbuat baik pada diri sendiri.
Saat kita menerima segala kondisi yang ada dengan rido, hati kita akan merasa cukup dan penuh syukur. Saat itulah kita sedang berbuat baik pada diri sendiri.
Saat kita melakukan sholat dengan khusyu dan meminta pertolongan pada Allah, Allah angkat rasa gelisah dan berikan solusi terbaik. Saat itulah kita sedang berbuat baik pada diri sendiri.
Saat kita melakukan tilawah dan dzikir dengan penuh makna, Allah turunkan rahmat dan hadirkan perasaan tenang. Saat itulah kita berbuat baik pada diri sendiri.
Saat kita mengambil keputusan dan bersikap sesuai dengan tuntunan agama, hati kita akan lepas dari perasaan bimbang dan Allah turunkan berkah. Saat itulah kita berbuat baik pada diri sendiri.
Berbuat baik pada diri sendiri tidak selalu berupa hal-hal material. Saat kita berupaya untuk menjaga jiwa kita agar tetap damai dan menjaga iman kita agar tetap lurus, sesungguhnya kita sedang berbuat baik pada diri sendiri.
0 notes
kamilapermata · 2 years
Text
Niat Baik yang Tulus
“Bu, pencapaian di fase hidup mana yang benar-benar membuat lega dan bahagia?” tanyaku pada Ibu saat itu.
Menurutku, Bapak dan Ibu sudah mencapai apa yang banyak orang, terutama orang-orang seumuranku, kini sedang usahakan. Pendidikan tinggi, berkeluarga, pekerjaan mapan dan karir yang bagus, rumah, kendaraan, aset. Kupikir, seharusnya orang tuaku selalu merasa bahagia karena sudah memiliki itu semua. Tapi kelihatannya tidak juga, karena di setiap harinya mereka menghadapi hal yang menyenangkan dan mengecewakan, yang membahagiakan dan menyedihkan. Tidak ada bedanya dengan orang-orang yang belum memiliki pencapaian-pencapaian tersebut.
“Bukan, Teh, perasaan bahagia itu bukan berasal dari sampainya kita di suatu pencapaian,” jawab Ibu. “Perasaan bahagia itu adalah pemberian dari Allah, rezeki dari Allah.”
“Pernah, kan, merasa kesal padahal sedang di kondisi yang harusnya menyenangkan? Pernah juga, kan, hati rasanya tenang, padahal sedang banyak urusan?” lanjut Ibu.
“Hmm iya ya.” Aku tiba-tiba teringat kejadian konyol saat masih SMP dulu. “Jadi ingat waktu kita jalan-jalan ke Universal Studio, Bu. Teteh pundung seharian. Sampai difoto juga cemberut. Hahaha.” Aku bahkan lupa apa yang membuatku pundung saat itu. Tapi yang pasti, hari yang seharusnya menyenangkan malah tidak kunikmati. 
“Jadi ingat juga masa-masa cari kerja setelah lulus. Waktu itu gak kebayang akan bisa kerja dimana, tapi karena niatnya untuk ikhtiar dan yakin rezeki nanti akan Allah kasih, hati rasanya malah tenang.” Perjalanan mencari pekerjaan pertama menjadi kenangan yang membuat hatiku hangat saat mengingatnya.
“Iya, betul kan, sering merasa seperti itu?” sahut Ibu. “Nah, perasaan bahagia yang Allah hadirkan itu seringnya datang saat kita melakukan sesuatu dengan niat yang baik. Saat kita menolong orang, ingin membahagiakan orang lain, berniat melakukan sesuatu untuk ibadah. Disanalah, Allah mendatangkan rasa bahagia dan tenang.”
Aku mengiyakan penjelasan Ibu sambil merenung. Ah, betul juga, kenapa tidak pernah terpikir sebelumnya olehku? Kalau kuingat-ingat, ada banyak momen yang sebetulnya biasa saja, tapi entah kenapa begitu membekas dan terasa manis saat diingat. 
Salah satunya, aku merasa momen-momen mengunjungi beberapa rumah saudara bersama suamiku adalah hal yang berkesan saat diingat. Padahal kalau dipikir-pikir, tidak ada yang spesial dari kunjungan itu, hanya berkunjung dan mengobrol biasa. Apa mungkin, niat kami yang murni untuk silaturahmi yang mendatangkan perasaan bahagia itu?
Sebaliknya, aku ingat pernah begitu bersemangat dengan agenda buka puasa di luar rumah yang sudah direncanakan. Tapi karena ada keinginanku yang ternyata tidak terpenuhi, aku malah kesal dan tidak enjoy di sepanjang perjalanan. Apa mungkin karena aku terlalu fokus pada keinginanku sendiri, perasaan bahagia yang harusnya ada itu malah lenyap?
Masih banyak lagi momen sederhana yang ternyata malah membahagiakan di saat aku berniat baik tanpa berharap lebih. Juga ada banyak momen yang kuharap akan menyenangkan malah berakhir biasa saja bahkan mengecewakan ketika niat baik tidak kusertai di dalamnya.
Begitu beruntungnya kita saat memiliki niat-niat baik yang tulus. Selain pahala yang Allah berikan, kita juga diberikan bonus berupa kebahagiaan.
Jika kita sedang merasa kesal, gelisah, atau hampa, padahal kondisi yang dihadapi seharusnya baik-baik saja dan membahagiakan, padahal kita sudah mendapatkan berbagai macam pencapaian, coba periksa lagi hati kita, apa ada niat-niat dan sikap yang belum lurus dan tulus?
Ternyata, ada lagi kunci kebahagiaan selain rasa syukur, yaitu niat baik yang tulus. 
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada)...” Q.S. Al Fath: 4
6 notes · View notes
kamilapermata · 3 years
Text
Kebahagiaan di Masa Depan
Terkadang kita sering membayangkan, bahwa bahagia itu akan kita dapatkan nanti, di masa depan. Saat SMA dulu, kita berpikir, bahwa bahagia itu akan kita dapatkan nanti, saat diterima di perguruan tinggi impian. Ah, ternyata tidak. Setelah kuliah, kita berpikir bahwa bahagia itu akan kita dapatkan nanti, saat sudah lulus dan diwisuda. Mungkin setelah wisuda, kita akan berpikir lagi bahwa bahagia itu akan kita dapatkan nanti, saat sudah dapat kerja, saat sudah diterima S2 atau S3, saat sudah menikah. Lalu setelah mendapat semua itu, kita berpikir lagi bahwa bahagia itu akan kita dapatkan nanti,  setelah punya banyak uang, setelah punya rumah dan kendaraan sendiri, setelah punya anak, setelah anak-anak sukses, dan seterusnya dan seterusnya. Kemudian di satu titik, kita baru sadar, bahwa kita seperti berlari di dalam roda, mengejar sesuatu namun tidak pernah sampai. Mengejar kebahagiaan yang kita pikir ada di masa depan. Namun saat sampai di masa depan, Ah, ternyata kebahagiaan itu tidak disini, kebahagiaan ada di masa depan yang selanjutnya. Kita berlari begitu cepat, mengejar kebahagiaan di masa depan. Kita lupa bahwa kebahagian itu ada sekarang, begitu dekat. Kita lupa menimbulkan kebahagiaan dari dalam hati kita. Tidak perlu lelah mengejar, tidak perlu sibuk membayangkan kebahagiaan di masa depan. Nikmatilah setiap detik, setiap proses, setiap jatuh-bangun. Nikmatilah semuanya dengan sabar dan syukur. Semoga di akhir nanti, kita menoleh ke belakang dan melihat betapa setiap detik dalam hidup kita penuh dengan kebahagiaan. Karena kita tidak pernah mengejar bahagia, kita menghadirkannya di hati - dengan sabar, syukur, dan ikhlas.
---
Syaikh Ali Mustafa Thantawi mengatakan:
“Aku pernah duduk di bangku sekolah dasar demi masa depan. Kemudian aku belajar di jenjang SMP juga demi masa depan. Setelah itu mereka mengatakan: Lanjutkan lagi ke jenjang SMA demi masa depan.
Setelah lulus SMA mereka mengatakan: Demi masa depan lanjutkan hingga sarjana. Setelah meraih gelar sarjana mereka mengatakan: Carilah pekerjaan demi masa depan. Setelah aku bekerja mereka mengatakan: Menikahlah demi masa depan. Setelah menikah mereka mengatakan: Segeralah punya momongan demi masa depan. Dan saat ini ketika aku menulis kata-kata ini umurku telah mencapai 77 tahun, dan aku masih menunggu masa depan. Masa depan adalah titik merah yang takkan pernah kita capai. Karena bila kita mencapainya, masa itu berubah menjadi masa kini, lalu kita akan menghadapi masa depan berikutnya dan begitu seterusnya. Masa depan yang sesungguhnya adalah: Ketika engkau membuat Allah ridha kepadamu, lalu engkau selamat dari neraka-Nya dan mendapatkan surga-Nya.”
- repost tulisan beberapa tahun lalu -
4 notes · View notes
kamilapermata · 3 years
Text
Di Kemudian Hari
Adik bayi pergi di umur 12 minggu dalam perut Ibu, beberapa hari setelah Hari Raya Idul Adha. 
Ibu jadi teringat pengorbanan cinta keluarga Nabi Ibrahim.
Saat Siti Hajar dan bayi Ismail ditinggal oleh Nabi Ibrahim di tengah padang pasir tandus tak berpenghuni, Hajar tidak tahu kalau di kemudian hari, padang pasir tersebut menjadi kota Mekah, kota suci penuh berkah tempat didirikannya Ka’bah, kiblat bagi umat muslim di seluruh dunia. Hajar tidak tahu kalau ikhtiarnya berlari dari Safa ke Marwah 7 kali untuk mencair air, di kemudian hari dijadikan salah satu rangkaian ibadah haji dan umroh. Hajar juga tidak tahu kalau air yang keluar dari hentakan kaki Ismail adalah air zamzam, air penuh berkah yang terus mengalir deras hingga sekarang. Hajar tidak tahu. Yang ia tahu, jika ditinggalkan di padang pasir ini adalah perintah Allah, maka Allah tidak akan pernah menyia-nyiakannya.
Saat Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih Ismail, anak kesayangan yang ia tunggu-tunggu kelahirannya, Ibrahim tidak tahu kalau peristiwa tersebut di kemudian hari Allah jadikan Hari Raya Idul Adha. Saat Ibrahim memejamkan mata hendak menyembelih Ismail, Ibrahim tidak tahu kalau kemudian Allah mengganti Ismail dengan seekor kambing. Ibrahim dan Ismail tidak tahu. Yang mereka tahu, kewajiban mereka adalah taat dan berserah diri pada Allah. Maka, mereka melakukan perintah Allah dengan penuh keikhlasan dan cinta pada Rabb-nya.
Pun sekarang, saat adik bayi pergi tiba-tiba, Ibu belum tahu kenapa dan apa yang akan terjadi. Yang harus Ibu yakini adalah ini takdir terbaik Allah. Di kemudian hari, mungkin Ibu akan mendapat banyak hikmah yang nanti Ibu mengerti. 
Terima kasih sudah berada di perut Ibu 12 minggu lamanya, Sayang. Terima kasih sudah membuat Ibu banyak belajar, dan justru semakin semangat untuk belajar dan memperbaiki diri setelah adik bayi pergi. Terima kasih sudah membuat Ibu merasakan bagaimana rasa sayang seorang Ibu kepada anaknya. Jika kasih sayang seorang Ibu saja sudah seperti ini, tidak terbayang sebesar apa rasa sayang Allah kepada hamba-nya? 
Selamat tinggal adik bayi sayang.
Love, 
Ibu
0 notes
kamilapermata · 3 years
Text
Suatu hal, Penting
Assalamualaikum Kamila,
Saya sungguh tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk memulainya, dan saya pun tidak tahu apakah ini relevan atau tidak. Pun begitu entah mengapa rasanya ini begitu penting untuk saya sampaikan. Untuk itu Kam, kali ini saya kembali memohonkan permintaan maaf jika semua ini entah bagaimana kamu anggap tidak layak. ---
Setiap masa memiliki tantangannya masing masing. Dari setiap tantangan tadi terdapat halang rintang yang suatu saat akan membuat kita jatuh tersungkur. Di saat saat seperti itu kita merasa berada di titik nadir, hati menjadi begitu sesak seakan tidak ada lagi yang dapat kita lakukan. Hal yang membedakan seorang yang sintas dengan yang tidak pada masa-masa seperti ini adalah bagaimana dia mampu kembali berdiri tegak dan melanjutkan perjuangannya, melewati setiap rintangan satu demi satu hingga pada akhirnya batas diri tadi terlewati. Dia telah menjadi dirinya yang baru, naik tingkat, lulus dari tantangan yang Tuhan telah berikan. Dari segala peristiwa tadi dirinya telah dibekali oleh berbagai kemampuan untuk menghadapi tantangan berikutnya yang telah menanti di masa depan.
Setiap tantangan yang Tuhan berikan di masa ini sejatinya adalah sebuah sarana untuk mempersiapkan kita di peran-peran kita selanjutnya. Semakin berat suatu tantangan berarti Tuhan sudah merancang suatu peran yang semakin  penting pula untuk kita di masa depan. Setiap hal butuh prasyarat, semakin berat prasyarat tersebut semakin besar tanggung jawab yang akan menanti.
Sebentar lagi akan tiba ujian tersebut, keep press on untuk besok Kam ! Semoga Alloh memberikan hasil terbaik, bagi setiap proses yang terbaik.
Mungkin terakhir kalau ingat sebuah percakapan antara Gandalf dan Frodo dalam sebuah adegan di LotR,
Frodo: I wish the ring had never come to me. I wish none of this had happened.
Gandalf: So do all who live to see such times. But that is not for them to decide. All we have to decide is what to do with the time that is given to us. There are other forces at work, Frodo, than the will of evil. Bilbo was meant to find the ring. In which case you also were meant to have it, and that is an encouraging though.
Akan lebih ngena tentu kalau Frodo dan Gandalf beragaman Islam hehe,
"Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan"
Semoga Alloh memudahkan lisanmu, mematangkan pikiranmu, menenangkan hatimu untuk ujian terakhir dari fase ini besok. Karena hanya Ia lah satu-satunya sumber kekuatan yang paling bisa menentukan setiap hal di muka bumi ini.
---
Saya sangat buruk dalam menyampaikannya langsung, semoga tulisan ini mampu menyampaikanya lebih baik.
Mohon maaf sekali lagi,
Wassalamualaikum wr.wb
---
Bandung, 29 Mei 2018
Sehari sebelum sidang S1
Sa ae modusnya, Zar. :p 
0 notes
kamilapermata · 3 years
Text
Cukup
Ibu sering bercerita tentang bagaimana Allah selalu mencukupkan rezeki sesuai dengan kebutuhan kita. Mulai dari cerita membeli rumah, naik haji, membayarkan qurban untuk orang tua, merenovasi rumah, dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, walaupun kadang terlihat akan tidak cukup, kenyataannya selalu cukup. Ketika ada pengeluaran mendadak, nyatanya seringkali datang juga pemasukan mendadak, yang tidak disangka-sangka.
Pagi ini, seperti yang biasa saya lakukan di akhir bulan, saya merekap pengeluaran dan pemasukan bulanan, juga menghitung berapa uang keluar yang lupa tidak tercatat. Dengan menggunakan apps, semua cash flow harian dapat tercatat dengan baik. Kemudian bisa digunakan untuk refleksi keuangan di setiap akhir bulan. 
Saya iseng melihat catatan di bulan-bulan sebelumnya. Di bulan November, pengeluaran saya terhitung sangat besar dibanding biasanya. Saat itu, mobil saya nabrak dan kerusakannya parah, sehingga saya dan suami harus mengeluarkan uang yang cukup banyak. Waktu itu, rasanya nyesek ketika harus mengeluarkan uang banyak dari tabungan. 
Kemudian saya lihat di catatan total income bulan November. Ternyata, ada banyak pula uang yang masuk diluar gaji bulanan (yaitu uang hadiah pernikahan dari para undangan dan keluarga, haha). Uang yang masuk di luar gaji itu, tentu saja nominalnya cukup untuk memperbaiki mobil. Bukan hanya cukup, bahkan lebih. Seakan-akan sebagian uang itu memang sudah ditakdirkan untuk biaya mobil, haha. Mungkin, memang sudah rezeki-nya pegawai bengkel :’)
Ada pula cerita seorang teman yang mendapat offering letter pekerjaan bertepatan dengan diagnosa dokter bahwa ibunya sakit kanker. Ketika ia akan butuh banyak uang untuk pengobatan, disanalah Allah memberi kecukupan melalui pekerjaan. Ia bilang, “Sudah rezekinya Ibu aku keterima disini”.
Kata Ibu, jika punya anak pun begitu. Pengeluaran pasti lebih banyak, tapi pemasukan akan lebih banyak juga. Karena setiap anak yang lahir, datang membawa rezekinya masing-masing. Saat Ibu kerja di klinik dulu, pasien-pasien cuci darah dan keluarganya seringkali cerita, mereka mendapat banyak rezeki yang tidak disangka-sangka yang dapat membantu biaya pengobatan. Saat pasien meninggal, otomatis pengeluaran keluarga jauh berkurang. Tapi, pemasukan pun tidak sebanyak sebelumnya.
Ketika ada banyak pengeluaran yang tidak disangka-sangka, disanalah Allah memberikan pemasukan yang tidak disangka-sangka pula. Ketika ada banyak keperluan, disanalah Allah memberikan kecukupan. Lagi-lagi, bukan hanya cukup, bahkan lebih. Tentu saja dengan catatan, ikhtiar dan doanya tidak ditinggalkan.
Semoga tulisan ini menjadi sebuah pengingat. Bahwa di setiap episode kehidupan, di setiap kebutuhan dan keinginan-keinginan baik, ada Allah yang selalu mencukupkan.
1 note · View note
kamilapermata · 3 years
Text
Bahtera
“Alhamdulillah, berkas persyaratannya sudah lengkap semua, ya.” 
Bapak KUA merapikan berkas-berkas dan mengumpulkannya dalam satu tumpukkan. 
“Sebenarnya undangan pembinaan ke KUA ini hanya anjuran, tidak wajib. Tapi berhubung Teteh, Akang, Bapak, dan Ibu, sudah hadir di sini, saya mau sedikit memberikan nasihat untuk Akang dan Teteh. Hmm apalagi, Akang dan Teteh masih muda, ya.”
Setelah dipersilakan duduk, beliau memulai wejangannya.
“Yang pertama, niatkan menikah ini hanya untuk beribadah kepada Allah.”
“Karena menikah itu seperti HP ini. ” Beliau menunjukkan HP ber-casing biru tua dengan logo Persib. “Di awal-awal, HP ini bagus. Tapi lama-kelamaan, jadi biasa saja. 5 tahun, ganti. Kalau yang punya uang lebih, bahkan 2 tahun juga sudah ganti HP.”
“Pernikahan, di awal-awal pasti rasanya indah. Semua yang terlihat di pasangan yang baik-baiknya saja. Lama-lama, mulai terlihat kekurangannya, mulai dirasa ada ketidakcocokan.”
“Apalagi kalau Bapak lihat-lihat....” Beliau menyidik-nyidik berkas kami kemudian memperhatikan kami berdua. “Akang dan teteh ini kelihatannya... tidak cocok.” 
Aku terdiam heran dan membatin, Loh, dapat kesimpulan itu dari mana?
“Bapak bukan paranormal, ya. Tidak bisa cenayang juga. Tapi Bapak tahu Akang dan Teteh ini tidak cocok. Mau tahu kenapa tidak cocok?”
“Iya, mau, Pak,” dia menjawab. Aku mengangguk. 
Sungguh penasaran seperti apa ketidakcocokan kami yang begitu terlihat oleh beliau.
“Akang dan Teteh tidak cocok...” Bapak KUA menatap kami berdua dan menggantungkan kalimatnya. “Karena....memang tidak ada yang cocok.”
Aku refleks tersenyum menahan geli di balik masker mendengar jawaban klimaks tersebut. 
“Tidak ada pasangan yang benar-benar cocok. Mungkin Akang dan Teteh cocok di suatu hal, tapi pasti ada ketidakocokkan di hal lainnya. Orang tua Teteh juga saya yakin pasti banyak tidak cocoknya. Tetap bisa hidup bersama dengan baik hingga saat ini, pasti karena keduanya sama-sama saling mengalah, saling mengerti.”
“Apalagi sekarang, di masa pandemi ini, banyak sekali kasus perceraian di Jawa Barat. Alasannya kenapa? Karena tidak cocok. Padahal, ya semua orang memang tidak ada yang cocok. Dicari keujung dunia pun tidak ada yang benar-benar cocok. Yang ada itu, saling mencocok-cocokkan. Saling menerima kekurangan pasangan. Setelah menikah, dia yang sudah ditakdirkan menjadi pasangan kita.
Kekurangannya memang ada. Tapi kelebihannya juga pasti banyak. Kalau bahasa sundanya, kurang-kurang saeutik mah teu nanaon, da salaki kuring, da pamajikan kuring. (Ada kekurangan sedikit tidak apa-apa, kan dia suami saya, dia istri saya).”
“Saat meniatkan rumah tangga ini untuk beribadah pada Allah, maka semuanya akan terasa lebih mudah. Karena berbuat baik pada pasangan dan menjaga keutuhan rumah tangga dengan sebaik-baiknya adalah tanggung jawab kita. Tanggung jawab kepada siapa, Kang?”
“Kepada keluarga?”
“Ya, betul, tanggung jawab pada keluarga, pada masyarakat, pada negara, dan juga pada Tuhan.”
“Sekian ya, sedikit nasihat dari Bapak. Mudah-mudahan Akang dan Teteh diberi kelancaran, dianugerahkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.”
“Pesan terakhir dari Bapak, kehidupan ini bukan apa yang kita inginkan, tapi apa yang kita jalani.”
Kami mengucapkan terima kasih dan meninggalkan ruangan KUA. Undangan pembinaan yang kupikir akan membosankan, tak disangka sangat mengena bagiku. Sebagai pengingat kembali akan niat utama dalam membangun rumah tangga, yang tentunya harus ku recall seumur hidup, agar selalu lurus diniatkan untuk beribadah kepada Allah.
Semoga bahtera rumah tangga kita dapat lancar dan sukses melewati samudera dunia bersama. Dan sampai di pelabuhan Al-Firdaus bersama pula. Aamiin.
“Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.”
"Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa." (Al-Furqon: 74)
2 notes · View notes
kamilapermata · 3 years
Text
Syukur sebagai Nafas
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim) Begitulah bunyi hadits yang pasti familiar di telinga kita. Kalau direnungi kembali, memang beruntung sekali seseorang yang dapat mengaktifkan mode “syukur” dan mode “sabar” atas kejadian apapun yang ada di hidupnya. Pastilah hatinya diliputi perasaan sakinah dan keridoan atas segala ketetapan Allah. Pun Allah berjanji dalam surat Ibrahim ayat 7, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…”
Agar semakin memahami indahnya sikap syukur, mari kita belajar pada seorang bapak yang diceritakan memiliki anak yang menderita sakit keras. Di rumah sakit, kondisi anak tersebut sudah kritis. Dokter mengambil tindakan operasi untuk menyelamatkan nyawanya. Berdasarkan teori, operasi ini merupakan operasi yang sulit dan membutuhkan waktu lama. Namun, tak disangka, operasi berjalan dengan lancar dan mudah. Penyakit yang diderita anak tersebut dapat teratasi dengan baik. Dokter bedah yang menangani operasi merasa heran, mengapa begitu banyak kemudahan yang ia dapatkan saat operasi? Bagaimana bisa penyakit sepelik ini dapat diselesaikan dengan operasi yang lancar?
Ia pun berbincang pada Bapak dari anak tersebut. Kemudian didapatilah bahwa Bapak ini ternyata seorang ahli syukur. Saat anaknya dilarikan ke rumah sakit, ia bersyukur karena masih ada rumah sakit yang mau menerima. Saat dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi, ia bersyukur karena masih ada dokter ahli yang dapat mengoperasi anaknya. Saat melihat anaknya menangis kesakitan, ia bersyukur karena anaknya masih bisa merasakan sakit. Saat anaknya masuk ke ruang operasi, ia bersyukur karena anaknya masih diberikan kesempatan hidup. Dan masih banyak syukur-syukur yang ia panjatkan pada Allah atas segala hal yang terjadi pada anaknya, meskipun sang anak berada dalam kondisi kritis, di antara hidup dan mati.
Begitulah indahnya hidup seorang ahli syukur, yang menjadikan rasa syukur mengalir seiring dengan nafas yang berhembus dalam hidupnya. Bahkan di kondisi yang sangat genting dan menyedihkan pun, ia masih memiliki berjuta alasan untuk bersyukur. Lalu, bagaimana dengan kita? Jangankan dalam kondisi genting, dalam menjalani kehidupan yang lancar-lancar saja pun, seringkali kita lebih banyak mengeluh dan lupa bersyukur. Padahal, begitu banyak nikmat Allah yang kita abaikan. Nikmat iman dan islam; nikmat bekerjanya organ-organ tubuh yang menopang kehidupan kita; nikmat diberi keluarga, teman, dan orang-orang tersayang; nikmat diberi kehidupan dan materi yang cukup; nikmat dianugerahi Bumi dan alam semesta yang begitu indah dan menjadi support system untuk kehidupan kita. Juga sesederhana nikmat dapat bangun pagi, sarapan, pergi beraktivitas dan menjalani hari dengan normal. Sungguh masih banyak nikmat Allah yang tak dapat kita hitung satu persatu.
Semoga kita selalu ingat akan nikmat Allah yang tak terhingga. Semoga kita dapat selalu berusaha untuk mensyukuri setiap detik dan nafas yang Allah karuniakan. Juga mensyukuri setiap fase kehidupan yang Allah takdirkan.
0 notes
kamilapermata · 4 years
Text
Khutbah Nikah
Kamila & Izar
29 Oktober 2020
Masjid Istiqomah, Bandung
Oleh: KH. Miftah Farid
Nikah adalah mitsaaqon gholiidzo, sebuah perjanjian yang berat dengan sejumlah konsekuensi. Beberapa kali Al Quran nur kariim memberikan gambaran keluarga yg ideal, salah satunya tercantum pada Ar-Rum ayat 21. Salah satu ciri penting keluarga ideal adalah adanya suasana sakinah mawaddah warahmah, yaitu rumah tangga yang damai, tentram, terjalin cinta kasih yang penuh tulus dan ikhlas. Suami istri mempunyai kewajiban untuk melestarikan cinta dan kasih. Harta memang penting dalam membangun rumah tangga. Tapi, harta bisa habis karena celaka. Kecantikan dan ketampanan dapat habis direngut usia. Yang lestari dan abadi adalah mawaddah dan warahmah: cinta dan kasih.
Oleh karena itu, budayakan semangat taawun, semangat saling tolong menolong. Gemar menolong istri, rajin menolong suami. Kreatif untuk menyenangkan istri dan suami. Hal tersebut merupakan langkah efektif untuk melestarikan cinta dan kasih. Jika semangat tolong menolong sudah tidak ada lagi pada suami istri, maka pada gilirannya cinta dan kasih pun akan menjadi sirna.
Bangunlah budaya tasamuh, toleransi. Saling mendengar, memperhatikan, mempertimbangkan apa yg menjadi harapan, keinginan, serta kritik dari pasangan. Kita harus siap bahwa pasangan kita adalah manusia biasa, pasti memiliki banyak kekurangan. Keharmonisan dalam keluarga terjadi apabila suami istri saling melengkapi satu sama lain, saling mengisi kekurangan satu sama lain.
Rasulullah menyampaikan pesan khusus bagi setiap pria: orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling arif dan bijak pada istrinya. Ukuran kemuliaan seorang suami antara lain jika ia arif dan bijak pada istrinya. Kepada setiap wanita, Rasulullah menyatakan, seandainya di dunia ini dibolehkan seorang manusia sujud pada manusia lainnya, maka yang paling pantas adalah seorang istri sujud pada suaminya. 
Jika buruk sangka itu dosa, buruk sangka pada suami/istri dapat lebih besar dosanya. Jika membuka aib orang lain itu dosa, membuka aib suami/istri sendiri dapat lebih besar dosanya. Oleh karena itu, jaga dan peliharalah keharmonisan rumah tangga.
Rasulullah memberikan resep spiritual agar cinta dan kasih antara suami istri lestari dan abadi. Beliau mengajarkan kepada kita, biasakanlah saling doa mendoakan, tiada doa tanpa disertai doa untuk keselamatan istri/suami. Jika pada suatu saat kalian sedang bersimpuh di atas sajadah, sebelum atau sesudah solat kalian memohon sesuatu, jangan lupa sertakan permohonan untuk kebahagiaan suami/istri. Jika suatu saat kalian sedang memohon ampun pada Allah, sertakan permohonan ampun pada istri/suami. Jika suami sedang ditimpa masalah, segera istri mengambil air wudhu dan lakukanlah solat, hadapkan diri ke kiblat dengan tulus dan khusyu, nyatakan pada Allah, Ya Allah tolong dia, sayangi dia, rahmati dia, berkati dia. Pintu arrasy seolah-olah terbuka, ribuan malaikat ikut mengamini doa seorang istri yang solehah, yang tulus dan khusyu mendoakan suaminya.
Rumah tangga adalah bagian dari kehidupan duniawi yang serba fana. Kehidupan duniawi tidak selalu diwarnai oleh senyum gembira dan gelak tawa. Jalan yang kita lalui sering tidak indah dan tidak rata. Bahtera rumah rumah tangga sering dihadapkan dengan ujian, cobaan, bahkan badai. Kalian tidak boleh hancur oleh ujian dan cobaan. Kesuksesan kalian dalam membangun rumah tangga sangat tergantung pada kemampuan kalian dalam menyikapi setiap ujian demi ujian. Jika suatu saat kalian dihadapkan dengan ujian yang pelik, banyaklah introspeksi diri. Seringkali kesulitan dan masalah disebabkan karena kebodohan kita, keteledoran kita, kesalahan kita, dan karena dosa-dosa kita. Sadar akan kesalahan diri adalah langkah pertama untuk perbaikan diri. Orang yang tidak pernah sadar akan kekurangan diri, biasanya sulit diperbaiki, karena dirinya sudah merasa sempurna.
Jika suatu saat kalian dihadapkan dengan ujian yang sangat berat, kalian tidak boleh putus asa. Masih ada Allah yang Maha Perkasa. Rasulullah memberikan resep, ketika bahtera rumah tangga dihadang dengan berbagai gelombang ujian yang berat, bangunkan istrimu di penghujung malam dengan penuh kasih sayang. Bangunkan suamimu di penghujung malam dengan penuh kasih sayang. Suami istri bangun untuk solat malam, suami istri berdzikir pasrah pada Allah, nyatakan oleh kalian pada Allah, hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maula wa ni’man nasiir. Tuhan, cukup Engkau saja penolongku, cukup Engkau saja pelindungku, cukup Engkau saja tempat berserah diri aku. Allah menjawab dalam hadits qudsy, aku malu jika tidak memenuhi keinginan mereka. Serahkan kesulitan itu pada Allah sebelum kalian menyerahkan pada orang lain yang belum tentu bisa menolong.
Resep penting untuk meraih keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, adalah birrul walidain. Kalian harus selalu hormat dan khidmat pada orang tua. Tidak akan pernah ada kesuksesan, tidak akan pernah ada kebahagiaan, bagi mereka yang sering menyakiti ayah dan ibu. Rido Allah adalah rido orang tua. Secara khusus Rasulullah menyatakan pesan, dosa-dosa manusia boleh saja ditangguhkan oleh Allah adzab dan siksanya di akhirat nanti, kecuali dosa menyakiti ayah dan ibu, akan dibayar kontan dosa tersebut di dunia. Khidmat dan hormatlah kalian pada ayah dan ibu, insyaaAllah kalian akan sampai di pulau bahagia. Jika kalian bahagia, maka ayah dan ibu akan lebih bahagia. Sebaliknya, jika kalian menderita, ayah dan ibu akan merasa tersiksa.
Barakallahulaka wa barakallahu’alaika. Wa jama’a bainakuma fii khaiir.
3 notes · View notes