Menulis Dengan Hati | Jaga Diri Baik-baik | Sebelumnya dikenal sebagai El Isbat | IG @iis_islahudin
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Tidak Semua Hal Jujur Harus Disampaikan
Tidak semua hal jujur harus disampaikan. Tidak semua akan senang dengan kejujuran. Jika tak ditanya, mungkin lebih baik dipendam. Jika ditanya, mungkin lebih baik tak dijawab. Bukan karena ingin berdusta, tapi karena tak semua kejujuran membawa kebaikan saat itu juga.
Ada jujur yang lebih baik jadi rahasia. Disimpan sendiri agar tidak menyakiti. Disimpan diam dalam doa, menunggu reda, menunggu lupa.
Kejujuran kadang seperti cahaya—terlalu terang justru menyilaukan. Maka biarlah ia jadi nyala kecil di dalam dada, yang cukup kamu tahu, cukup kamu jaga, tanpa harus diumbar kepada dunia.
Karena tidak semua jujur harus terdengar. Ada yang cukup dipeluk saja. Disimpan rapi tanpa suara.
— Kang Islah
116 notes
·
View notes
Text

Setahun yang lalu, menghadiri pemakaman dari salah seorang keluarga. Tahun ini menghadiri pernikahan dari keluarga yang sama. Sepanjang pulang pun, nampak sekilas beberapa tenda didirikan dengan tujuan yang beda-beda. Betapa hidup hanya tentang perayaan dan pelepasan. Kepergian dan kedatangan. Penyambutan dan pengiklasan. Namun, mengapa kita tak pernah jua merasa terbiasa? Mengapa menyambut selalu lebih mudah ketimbang merelakan? Apa karena selama ini kita tidak pernah mampu belajar, bahwa sejatinya tak ada yang benar-benar kita miliki di dunia. Bahkan diri kita sendiri. Lalu mengapa kita selalu takut akan kehilangan?
100 notes
·
View notes
Text
Setegar apapun perempuan. Semandiri apapun Ia. Sampai-sampai sulit sekali lelaki mendekatinya. Tak pernah terdengar cerita asmaranya. Tak pernah ada omongan miring tentangnya. Namun, tetap saja Ia adalah perempuan. Yang di dalam hatinya, pada usia-usia tertentu, pada kondisi-kondisi tertentu, pada saat-saat tertentu, pada suatu titik. Ia membutuhkan seseorang untuk mengakhiri kesendiriannya. Ia membutuhkan seseorang untuk bersandar dan menjaga dirinya. Untuk beranjak pada level hidup selanjutnya. Untuk beranjak pada tugas utamanya sebagai seorang perempuan.
—
Karena Ia adalah perempuan.
Kang Islah | Kuningan, 19 Juni 2019
1K notes
·
View notes
Text

Banyak di antara kita mencari dulu, bukannya memperbaiki diri dulu. Akhirnya saling klaim sana-sini. Saling mengikat tanpa ada ikatan. Saling jalan bersama walau belum saatnya dibersamakan. Saling merasa memiliki padahal Tuhan pun belum merestui.
Kang Islah
678 notes
·
View notes
Text
Orang baik di dunia tak hanya satu, cukup temukan yang mau melangkah tanpa ragu.
Temukan yang teguh dalam iman dan lurus langkahnya, siap berbagi manis-pahit, suka dan dukanya.
Yang tak sekadar berjalan bersamamu di dunia, tapi juga yang siap membersamai langkahmu menuju surga-Nya.
Kang Islah
86 notes
·
View notes
Text
Hidup Kita Bukan Hanya Untuk Kita
Hidup ini bukan hanya untuk kita sendiri. Ada orang lain yang menunggu untuk dijaga, ada orang-orang terdekat yang berharap kamu tetap ada. Hidup ini juga untuk orang lain: untuk mereka yang kamu cintai, yang menjadikanmu alasan untuk tetap kuat menjalani hari.
Saat kamu menjadi seorang suami, pastikan tubuhmu cukup sehat untuk memikul beban tanggung jawabnya. Menjadi tulang punggung keluarga tak hanya butuh kerja keras, tapi juga kesehatan fisik dan jiwa yang terjaga.
Saat kamu menjadi seorang istri, pastikan tubuhmu cukup kuat untuk membersamai. Untuk mendampingi suami, untuk mengasuh anak, untuk menjadi tempat pulang yang hangat meski lelah ikut duduk di bahumu.
Jangan membebani pasanganmu karena kamu abai menjaga diri. Merokok tanpa henti, malas bergerak, tidur larut malam tanpa alasan jelas, makan tak teratur, suka yang pedas berlebihan—semuanya perlahan membentuk luka yang mungkin tak langsung terasa, tapi akan tumbuh menjadi beban di kemudian hari.
Jika kamu terlahir sehat, tanpa penyakit bawaan, jangan sia-siakan. Di luar sana, banyak yang sejak lahir harus berdamai dengan keterbatasan— yang jantungnya lemah, epilepsi, kelumpuhan, dan lainnya. Kamu yang diberi tubuh utuh dan sehat, jangan rusak dengan cara hidup yang seenaknya.
Silakan, jika kamu ingin merusak dirimu sendiri—tapi jangan seret orang lain ke dalamnya. Jangan buat orang tuamu menitikkan air mata di rumah sakit. Jangan biarkan pasanganmu bingung mencari biaya berobat. Jangan buat anak-anakmu tumbuh tanpa kehadiranmu yang sehat. Jangan beri beban pada orang sekelilingmu karena kamu memilih abai menjaga diri.
Pakar kesehatan boleh berbusa-busa memberi nasihat. Tapi semua akan sia-sia jika kamu tak berniat menjaganya. Setidaknya, ambillah nasihat itu untuk dirimu sendiri. Karena hidupmu bukan hanya milikmu.
Ingatlah, hidupmu bukan hanya untukmu saja. Tapi juga untuk orang lain yang kamu cintai.
Kang Islah | Jaga Diri Baik-baik
138 notes
·
View notes
Text
Bila Kita Bertemu Lebih Awal, Apakah Kita Akan Berjodoh?
Bila kita bertemu lebih awal, apakah semuanya akan berbeda? Apakah kita akan saling jatuh cinta di saat yang sama, dengan kesiapan yang sama, dan hati yang masih lapang untuk saling menerima?
Pertanyaan itu datang tiba-tiba, saat sepertiga malam ini. Mungkin kamu tidak pernah tahu, tapi aku juga pernah membayangkan: bagaimana jika kita bertemu saat hidupku belum serumit ini, saat jalan masih panjang dan pilihan-pilihan belum dibuat?
Tapi kenyataannya, aku telah terikat komitmen. Ada tangan yang kini kugenggam, ada hati yang kupilih. Dan kehadiranmu—meski mengusik sesuatu yang dulu tak bernama—datang di saat aku tak lagi mencari.
Aku sempat diam, mencoba membayangkan jika waktunya berbeda. Jika kita bertemu di lorong kampus, atau di antara tumpukan buku perpustakaan kota, atau saat kegiatan seminar, atau di stasiun kereta, atau dimanapun. Mungkin kita akan akrab, mungkin kita akan dekat. Mungkin kita akan menjadi pasangan yang serasi, yang sama-sama saling menjaga, yang sama-sama suka menulis. Tapi mungkin juga tidak. Mungkin kita hanya akan menjadi dua orang asing yang saling menyapa, lalu lupa.
Kini aku tahu, bukan soal seberapa cepat kita bertemu, tapi seberapa siap kita saat dipertemukan. Dan saat kamu ada, aku telah memilih untuk menyayangi seseorang dengan seluruh yang aku punya. Bukan karena kamu tidak baik, tapi karena komitmen yang telah kuikat lebih dulu tak bisa kuingkari. Bukan tak ingin menoleh kembali, tapi janji suci belum bisa dibagi.
Kita tak pernah bisa menawar waktu. Tapi aku percaya, setiap pertemuan membawa pesan. Mungkin kamu datang bukan untuk dimiliki, tapi untuk diingat. Bukan untuk berjalan bersama, tapi untuk membuatku kembali bersyukur atas jalan yang sudah kutempuh.
Bila Kita Bertemu Lebih Awal, Apakah Kita Akan Berjodoh? —
Kang Islah
130 notes
·
View notes
Text
Doa-doa
Kamu bertanya padaku tentang apa yang aku panjatkan dalam doa-doa panjangku. Aku tidak menyangka akan ada yang bertanya seperti ini, sebab biasanya orang-orang bertanya padaku tentang perkuliahan, organisasi dan bisnis. Sempat tak ingin menjawab pertanyaan tersebut karena mungkin itu akan sedikit privasi. Namun karena kamu yang bertanya maka aku ingin buka suara.
Aku menarik napas panjang. Sebab, apa yang akan aku katakan akan terdengar lebih berat.
Aku berdoa agar dianugerahi niat yang tulus, setulus ibu mencintai anaknya tanpa pamrih. Setulus daun yang rela jatuh perlahan dihempas angin, tidak pernah menuntut apapun.
Aku berdoa agar aku diberikan pikiran yang tenang, setenang danau-danau di atas pegunungan, setenang suara tetesan air pasca hujan. Setidaknya dengan demikian, aku bisa lebih nyaman ketika berdiskusi dengan banyak orang. Aku tidak ingin berpikiran negatif dan terburu-buru menyimpulkan.
Aku berdoa agar pangelihatanku lebih terjaga, aku ingin lebih mudah menangis pada malam-malam panjang. Agar yang aku lihat hanya yang baik-baik, yang baik menurut-Nya. Aku ingin lebih paham tentang arti menjaga pandangan.
Aku berdoa agar memiliki pemahaman hidup yang dalam, sedalam lautan. Aku ingin memahami tentang banyak hal. Tentang kesederhanaan, perjuangan, pengorbanan, persahabatan dan kesetiaan. Aku juga ingin lebih memahami diriku sendiri.
Aku berdoa agar memiliki hati yang sabar, sabar seluas langit. Agar tak ada tempat untuk aku berkeluh-kesah, agar tak ada ruang di hati untuk membenci seseorang, agar tak ada orang yang membuatku sakit karena kata atau tingkahnya. Aku ingin lebih berlapang dada dengan semua yang ada.
Aku cukupkan kata-kataku. Kamu sedari tadi hanya diam saja mendengarkan. Aku juga ikut terdiam.Â
“Kakak!! Kakak!! ini gambar apa kak?” Anak-anak sorak berteriak memanggilmu. “Iya kakak, ini gambar apa kak?” Celoteh anak yang lain. Mereka bertanya tentang isi buku yang kamu tulis, mereka bertanya tentang ilustrasi yang kamu lukis sendiri gambarnya.
Aku tersenyum. Untung saja kamu tidak sempat bertanya tentang siapa yang aku doakan.
Kang Islah
345 notes
·
View notes
Text
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang yang mungkin tidak pernah kamu kenal, orang yang tidak pernah kamu sangka sebelumnya. Ia memperhatikamu tanpa pernah kamu menyadarinya.
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang yang mungkin telah terjatuh hatinya padamu, tapi keadaan membuatnya harus bersabar untuk dapat memulainya.
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang yang ingin menjadikanmu teman hidupnya, yang menginginkanmu menjadi separuh agamanya.
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang yang rela mengorbankan dirinya untukmu, yang rela menemani sehat dan sakitmu, suka dan dukamu.
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang yang ingin segera mengakhiri kesendiriannya, yang ingin menyatakan niatnya pada orang tuamu.
Ada yang memperhatikamu dari jauh. Orang itu adalah, aku.
Mungkinkah kamu mau?
El Isbat | Bogor, 22 Oktober 2019
536 notes
·
View notes
Text
Kamu Harus Kuat
Kamu harus kuat atas banyaknya ujian yang kamu lalui. Ia yang telah pergi tak usah kau tangisi. Besok atau lusa, mungkin akan datang sosok lain yang serius menemani.
Kamu harus kuat atas tugas-tugas kuliah yang menumpuk hari demi hari. Kamu harus menjaga kesehatan karena sering begadang untuk membuat tugas hingga larut malam.
Kamu harus kuat atas keyakinan dan ketegaran terhadap prinsip hidup yang kamu pegang teguh. Mereka yang mengata-ngataimu tak perlu kamu hiraukan. Mereka hanya tidak mengerti atau mungkin belum mengerti.
Kamu harus kuat. Bila nanti saatnya datang aku ingin kita saling menguatkan. Kita saling menguatkan secara terang-terangan tidak seperti saat ini, hanya bisa menguatkanmu secara sembunyi-sembunyi. Atau jangan-jangan, kau tak pernah menyadari.
Kamu, yang kuat, ya.
El Isbat
823 notes
·
View notes
Text
Sebelum Kita Bertemu
Sebelum bertemu denganmu, aku sadar sejak awal bahwa sebelum kita bertemu kita akan diuji oleh perasaan kita sendiri, perasaan di antara kita, juga perasaan orang lain yang mungkin datang silih berganti.
Sebelum bertemu denganmu, aku sadar ujian ini tidak akan mudah. Akan banyak salah paham, tidak mengerti maksud, mengapa, apa maksudnya, canggung, atau pun hal-hal yang sulit didefinisikan dan menuntut jawaban.
Sebelum bertemu denganmu, kita akan diuji. Memilih untuk saling menunggu walau tak pernah ada janji untuk saling menunggu, atau memilih untuk saling meninggalkan, "untuk apa menunggu orang yang tak minta untuk ditunggu?" kata hati mengutarakan.
Sebelum bertemu denganmu, aku yakin Allah tahu semuanya, tentang kita akan bertemu atau tidak. Mungkin bila tidak sekarang, besok lusa pun tak mengapa, bisa jadi pekan depan, bulan depan, tahun depan pun tak mengapa. Atau bila kita tidak bertemu, mungkin Allah telah menyiapkan skenario cerita terbaiknya. Mungkin kita ditakdirkan untuk bertemu orang lain. Kita masih percaya takdir, iya kan?
"Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di jalan-Mu. Jangan pertemukan hati kami bila itu tidak menjadikan kami saling taat pada-Mu, namun pertemukanlah hati kami bila bersamanya surga akan terasa dekat."
Sebelum bertemu denganmu, aku panjatkan doa-doa rindu.
Kang Islah | Bogor, 23 Januari 2020
378 notes
·
View notes
Text
Bila Kamu Bertanya
Bila kamu bertanya padaku tentang kriteriaku seperti apa. Maka jawabannya adalah seseorang yang bisa membersamaiku di jalan dakwah berliku. Jalan yang tak mudah dilewati oleh orang yang angannya tentang kemewahan dan kekayaan harta. Jalan yang tak mudah dilewati oleh banyaknya tawa akan tetapi oleh tangisan luka dan iringan doa. Aku butuh seorang pejuang untuk sama-sama berjuang.
Bila kamu bertanya padaku tentang ingin hidup seperti apa. Aku ingin hidup bersama anak-anak yatim dan dhuafa. Keuntungan bisnisku untuk mereka. Untuk kita hanya secukupnya. Tak akan banyak harta yang akan disimpan, kecuali untuk bekal keturunan — dan sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Bila kamu bertanya padaku tentang pendidikan. Aku ingin meneruskannya setinggi-tingginya, setinggi yang kubisa. Bukan untuk barisan gelar dan jabatan, tapi untuk kemanfaatan banyak orang yang membutuhkan.
Kang Islah
426 notes
·
View notes
Text
Analogi: Pohon Besar

Bila kamu tumbuh menjadi pohon besar. Kamu akan bisa menaungi banyak orang, menjadi tempat mereka berteduh, bahkan menjadi tempat untuk mereka mencari penghidupan, menafkahi keluarga mereka.
Namun kamu tetap harus ingat, semakin besar pohon tumbuh semakin besar angin yang akan menerpa. Apalagi bila kamu tumbuh sendirian di tanah lapang. Akan habis-habisan diserang.
Maka, tumbuhlah bersama pohon-pohon yang lain. Tumbuhlah bersama-sama, bentuk ekosistemnya dengan baik. Sungguh, kamu akan kesulitan bila tumbuh besar sendirian.
Kang Islah
329 notes
·
View notes
Text
Suatu Saat Nanti
Suatu saat nanti, akan ada yang datang pada ayah dan ibumu untuk menyatakan itikad baiknya. Ia bukan laki-laki paling berani, Ia hanya laki-laki yang berhasil melawan dirinya sendiri, melawan keraguannya.
Suatu saat nanti, ayah dan ibumu akan ragu untuk melepaskannya pada laki-laki itu. Terlebih karena laki-laki itu bukan dari keluarga yang berada. Ia hanya laki-laki yang tak lelah untuk berusaha, laki-laki yang hendak menghidupimu dengan cara-cara yang baik sesuai dengan agamanya.
Saat itu, ayah dan ibumu akan mengalah padanya. Sebab, ayah dan ibumu memiliki kisah yang serupa. Ayah dan ibumu yang dulunya tidak punya apa-apa juga.
La tahzan. Innallaha ma'ana.
El Isbat
820 notes
·
View notes
Text
Am I Left Behind?
Ada sebuah penyakit, saya tidak tahu nama resminya. Tapi kita namakan saja “Sindrom Ketinggalan Balapan”.
Indikasinya begini:
• Kamu sedang belajar atau meniti karir, tapi have no idea kamu mau jadi seperti apa di ujungnya nanti.
• Kamu ngeliat figur-figur hebat di bidang kamu. Di satu sisi kamu jadi bersemangat, di sisi lain kamu jadi overwhelmed karena ngerasa banyak banget hal yang mesti kamu pelajari untuk berada pada posisi seperti mereka.
• Efek lainnya juga, mungkin kamu jadi ngerasa ketinggalan, atau bahkan ngerasa udah salah jalan selama ini.
• Lalu kamu ngerasa tahun-tahun yang sudah kamu lalui kamu habiskan begitu saja, agak sia-sia. Kesal dan menyesal rasanya.
• Terlebih, kalau figur yang kamu lihat adalah teman sebaya kamu. Ada yang udah sampai di sana, ada yang udah jadi ini, ada yang sudah menghasilkan itu. Rasanya pengen mencet tombol restart hidup–andai saja ada.
Apa yang mesti dipikirkan-dilakukan dalam kondisi begitu?
Penanganan pertama: “Ingat, hakikat yang paling hakiki tentang hidup, bahwa kita semua akan mati, lalu semua cita-cita, pencapaian, karir–betapapun cemerlangnya, akan berakhir. Tutup buku. Apa yang penting adalah amal yang kita niatkan, persembahkan, untuk Sang Pencipta.
Penganan kedua: “Ingat, semua orang berproses. Semua yang ada di puncak pernah mendaki dari bawah. Jika kita masih di bawah, santai aja. Panik tidak akan membuat kita tiba-tiba berada di puncak. Tenang. Terus bejalan, selangkah demi selangkah. Lakukan sekecil apapun upaya kamu untuk menjadi versi lebih baik dari diri kamu, setiap hari, setiap waktu.”
Penanganan ketiga: “Ingat, hidup bukan balapan. Yang lebih dahulu menjadi hebat tidak membuatnya superior secara permanen dibanding kita; suatu saat kita bisa melampauinya. Terlebih, yang di mata kita sudah hebat, barangkali payah dan berantakan dalam sekian aspek–yang mungkin kita baik di sana. Kasih sayang keluarga, pertemanan yang berkualitas, ibadah yang khusyu’–banyak sekali hal yang matters dalam hidup yang tidak perlu syarat untuk memilikinya.
Oke, sementara segitu dulu.
Tarik nafaaas, hembuskan. Ayo kita jalan lagi, selangkah demi selangkah.
It does not matter how slowly you go as long as you do not stop.
Confucius
Bismillah.
4K notes
·
View notes
Text
Permakaman
Beberapa waktu yang lalu ada kerabat yang meninggal dan akan dimakamkan di permakaman tak jauh dari rumah. Suasana agak gerimis dan proses pemakaman akan dilakukan di malam hari. Singkat cerita, kami sudah di permakaman. Memang nasihat terbaik itu adalah kematian. Aku sebagai orang yang berdiri tak jauh dari liang lahat, menyaksikan mayit mulai ditimbun tanah tiba-tiba kepikiran untuk melihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 21.20 WIB. Proses pemakaman ini mungkin akan selesai sekitar 20 menit lagi.
Aku jadi teringat bahwa mayit akan mendengar dari kubur sana langkah kaki terakhir orang dari kuburannya, kemudian setelah itu akan datang kedua malaikat. Aku kembali melihat jam tanganku, bergidik. Berarti beberapa saat lagi, itu akan terjadi. Benar-benar tidak akan lama lagi. Waktu bergulir dan proses pemakaman sudah selesai. Satu per satu orang meninggalkan permakaman tersebut.
Di dalam kepalaku masih berpikir tentang apa yang akan terjadi di alam kubur sana, tak mampu membayangkan betapa ngerinya jika ternyata kita mengetahui bahwa amalan kita tidak cukup baik, dan akan betapa bahagianya kita jika ternyata kemudian kita berhasil melewati fase itu dengan baik dan dilapangkan kubur kita.
Aku menoleh ke belakang sekali lagi, melihat area kuburan baru yang baru saja selesai. Dan keadaan mulai sepi, orang-orang meninggalkan tempat itu. Saat kemudian mereka pulang kembali ke rumahnya dan mungkin akan tidur karena malam sudah mulai larut. Hal besar terjadi di dalam kuburnya. Sesuatu yang nanti kita akan alami sendiri.
Aku tak bisa membayangkan itu semua kecuali rasa takut yang kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Nasihat terbaik memang kematian. Sehingga sekarang bagaimana sebaik mungkin mengumpulkan kebaikan yang semoga bisa menjadi bekal yang cukup buat kita di kehidupan setelah dunia. (c)kurniawangunadi
162 notes
·
View notes
Text
Afirmasi Positif
Aku bahagia atas hidup yang aku jalani. Aku tidak merokok, aku tidak main perempuan, aku tidak main slot, aku tidak makan sembarang, aku tidak ingin merusak diri sendiri atas kesempurnaan yang Allah berikan.
Aku ingin hidup lebih lama, aku ingin terus berbagi, aku ingin menolong banyak orang, aku ingin lebih lama berbagi waktu dengan anak dan istri, aku ingin lebih lama dengan keluarga, aku ingin lebih lama berkumpul dengan orang-orang baik.
Aku ingin memiliki lebih banyak syukur—agar hati tenang, aku ingin lebih banyak waktu—agar keluarga senang, aku ingin lebih banyak harta—untuk lebih banyak berbagi.
Aku tidak merasa paling baik atas apapun prinsip hidup yang aku dijalani. Aku tidak merasa dipaksa siapapun untuk memilih jalan hidup ini. Aku tidak merasa pintar, aku ingin terus belajar dan belajar. Aku bahagia dengan pilihanku sendiri. Aku bahagia atas komitmen yang aku pegang teguh ini.
Kang Islah | Bogor, 1 Januari 2025
80 notes
·
View notes