kartikaesti
kartikaesti
Es
30 posts
pengingat untuk diri sendiri.
Don't wanna be here? Send us removal request.
kartikaesti · 2 months ago
Text
"Kalau gak nemu jalan keluar, coba cari jalan ke dalam."
Sadar atau tidak, mungkin orang yang paling sering kita lukai adalah diri kita sendiri. Kita sering menghakimi diri atas apa yang terjadi, atas segala sesuatu yang di luar kendali. Lembut pada orang lain, tapi ribut dengan yang ada di dalam diri.
Merasa hebat dengan melawan dan menolaknya. Padahal, kuat bukan tentang siapa yang tak pernah runtuh dalam bertahan. Tapi tentang diri yang mampu mengakui ketika sedang rapuh dan berantakan. Disaat jiwa berada pada titik terendah, Disaat itu pula kita perlu merendah. Merendah untuk mengakui bahwa kita lemah. Turunkan keangkuhan dengan menengadah. Untuk kembali melihat celah, agar tak lagi kehilangan arah. Maka, tengoklah ke dalam. Kekuatan itu terletak pada hati. Pertanyaannya, adakah Allah di dalamnya? Jagalah Dia untuk tetap berada di sana, ya? Agar hati kecilmu, menjadi lapang karena keberadaanNya.
Ditulis 30 Mei, afterevent YNBDG.
0 notes
kartikaesti · 2 years ago
Text
Yang bikin cape itu, karena kita sering menginginkan jawaban sesuai dengan apa yang kita mau.
Yang bikin ga tenang itu, karena kita sering mengharapkan jawaban datang pada waktu yang kita perkirakan sendiri.
24/12/23
0 notes
kartikaesti · 3 years ago
Text
Tunggu giliran.
Pertanyaan "Kapan?" sering bikin kita lupa,
Kalau di bumi, ada milyaran manusia lainnya yang juga memanjatkan doa,
Jadi, tunggu giliran ya? :)
0 notes
kartikaesti · 3 years ago
Text
Sertakan Dia.
Beberapa hal jadi terasa berat, karena kita lupa sertakan Tuhan dalam hidup kita. Percayalah, Tuhan akan bantu mengangkat bebanmu, kalau kamu juga mau mengangkat tanganmu.
Jakarta, 15/05/22
0 notes
kartikaesti · 4 years ago
Text
Ada waktunya, yang selalu disemogakan emang harus dilepas aja. Barangkali, selama ini jadi berat karena kita gak mau denger Tuhan bilang "engga", atau "bukan buat kamu"
Padahal, skenarioNya gak akan pernah keliru.
Yang sudah menjadi takdir, akan selalu menemui pemiliknya, sesulit apapun jalannya. Pun sebaliknya.
TakdirNya akan selalu jadi yang terbaik. Berserah ya.
0 notes
kartikaesti · 4 years ago
Text
Setting boundaries.
Aku harus terus belajar untuk lebih baik dalam menjaga diri. Karena segala bentuk kenyamanan, bisa saja menyeretku untuk kembali terperosok pada pusaran kekeliruan yang selama ini cukup membuatku kerepotan.
Aku hanya ingin menjadikanMu sebagai satu-satunya poros harapan. Tolong mampukan aku untuk tetap kuat menjaga batas-batas hati, sampai waktu itu datang.
Semoga, aku dapat terus mengupayakan diri untuk belajar mencintai dan meninggalkan segala sesuatu karenaMu, bukan meninggalkanMu karena sesuatu.
11/04/21 | 21:40
0 notes
kartikaesti · 4 years ago
Text
Stay on the track.
"Dan, jika berjuang karena mengharapkan ridha Allah, harusnya kau lakukan dengan cara yang Allah perintahkan pula." - Alvi Syahrin
Sudah seberapa kali hidupmu berantakan karena menjalani sesuatu yang tidak ada ridha Allah didalamnya?
Sudah seberapa sering hatimu tak karuan karena menaruh harap pada yang bukan seharusnya?
Sudah seberapa banyak dirimu kerepotan karena mengendalikan sesuatu yang belum menjadi hak dan waktunya?
Peringatan demi peringatan telah kamu temui selama perjalanan, lalu mengapa masih diabaikan? Tuhan gak minta banyak dari kamu. Tugas kamu cuma bertahan. Bertahan untuk tetap berada pada lintasanNya, dan untuk tetap mengarahkan kemudi menuju padaNya.
Perjalanan ini memang berat, gak apa-apa. Pelan-pelan.
Jatuh, berjalan lagi. Belok, ayo ambil arah lurus lagi.
"Kelak, bila kau terjebak pada pilihan yang membuat dadamu sesak, maka pilihlah yang mendekatkanmu pada Allah." - Alfi Al Ghazi
Penjagaan Allah hadir dalam berbagai bentuk, mengetahui sesuatu yang memberatkan hati pada hari ini adalah salah satunya. Belajar untuk lebih berserah lagi, ya?
07/04/21 | 23:10
0 notes
kartikaesti · 4 years ago
Text
Beres-beres diri.
Layaknya rumah, diri sendiri juga perlu dibenahi, ditata, dan dirawat.
Kamu harus meletakan segala sesuatu pada tempatnya, menyusun kembali kepingan yang hilang, memperkukuh lagi yang mulai rapuh, dan selalu bertahan untuk tetap tegak berdiri, walau banyak goncangan hebat tak terkendali.
Kamu harus merasa cukup atas dirimu sendiri, supaya mereka yang ada diluar dirimu tidak dibuat repot dengan keharusan 'mencukupi'-mu. Meski tak dipungkiri, sesekali kamu merasa membutuhkan hadirnya jiwa lain yang mampu membisikan arah ketika kamu hampir kehilangan celah. Namun faktanya, kamu harus berpijak pada pijakan kakimu sendiri. Karena dirimu adalah sepenuhnya tanggung jawabmu.
Perjalanan untuk merasa utuh itu memang rumit. Hanya diri sendiri yang mengetahui, walau tak jarang diri sendiri juga yang kebingungan. Tapi, tidak apa-apa. Semua ini pasti akan selesai. Menata yang berantakan agar kembali nyaman, agar lebih percaya diri kalau nanti mengundang orang lain untuk masuk atau bahkan tinggal bersama.
Semangat, ya. Jangan lupa istirahat, karena kegiatan beres-beres ini melelahkan, dan berlangsung seumur hidup.
21/03/21 | 22:23
0 notes
kartikaesti · 4 years ago
Text
Nyatanya, tidak semua hal dapat diperbaiki, beberapa diantaranya hanya perlu diterima setelah terjadi.
- Dustira, 17 Maret 2021.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Berpulang.
"Inna lillaahi wa inna ilaihi raji'un ..."
Kalimat itu terus berdengung dan terlantun, meski putaran hari baru akan sampai di pertengahan Januari.
Ditinggalkan kerabat hingga tragedi kecelakaan pesawat, nampaknya tak hanya memenuhi linimasa, namun juga isi kepala. Aku, yang selalu berduka atas kepergian.
Semalam, aku bermimpi tentang kematian. Hingga saat terbangun pukul tiga pagi, dengan kondisi masih setengah sadar, dalam hati aku bersuara, "Alhamdulillaah, masih dikasih kesempatan buat bangun lagi, buat hidup". Jantung berpacu begitu cepat, entah berapa detak setiap detiknya.
Beranjak pagi, aku menyimak salah satu program televisi kajian Islam. Aku sedikit bingung, bagaimana bisa judul kajian itu begitu (kebetulan) bertepatan dengan apa yang selama ini bersemayam di pikiranku? Judul kajian tersebut adalah "Yang paling dekat dengan kita adalah kematian".
Ada satu pesan yang begitu menggetarkan. Habib Syahab mengatakan, "Kematian adalah gerbang awal kita untuk menuju lebih dekat dengan Allah".
Aku tertunduk. Betapa selama ini aku terlalu memikirkan hal yang sudah pasti akan terjadi. Jika dengan mati membuat manusia menjadi lebih dekat dengan Tuhan-nya, lalu mengapa masih takut akan kehadirannya? Bukankah selama ini aku selalu memohon pada Tuhan untuk tidak melepaskan genggamanNya dariku? Bukankah selama ini aku berdoa untuk terus berada dalam dekapanNya?
Tentu saja, rasa takut akan kematian bukan berarti menolak untuk dekat dengan Tuhan. Melainkan, yang paling aku takuti dari kematian itu sendiri adalah "akan mati dalam keadaan seperti apakah aku kelak?" Karena bagaimana matiku akan menjadi penentu jalanku selanjutnya untuk memasuki kehidupan baru di hari akhir nanti.
Desember 2020, begitu banyak berita duka yang sampai ke telinga. Itu semua sempat membuatku merasakan kecemasan yang begitu menghantui selama beberapa hari. Lalu pada tanggal 23 Desember, malam itu aku membuka Al-Qur'an seraya berkata, "Ya Allah, aku mau buka Qur'an ini secara random, tolong beri aku petunjukmu agar aku bisa kembali tenang". Lalu aku mulai membukanya secara acak, dan lagi... aku dibuat kaget oleh Tuhanku sendiri. Halaman pertama yang aku baca tertera ayat :
"Katakanlah, Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. Al-Jumu'ah: Ayat 8)
Saat itu, entah kenapa aku merasa sedang berdialog dengan Tuhan. Bisa-bisanya Dia langsung memberikan jawaban atas ketenangan yang aku minta. Setelah terus menerus berupaya memahami ayat tersebut, perlahan aku mulai menyadari bahwa sebaiknya memang tak perlu ada "rasa takut" terhadap kematian. Bukankah itu sebuah hal pasti? Bukankah kita cenderung lebih menyukai kepastian?
"Iya memang mati itu adalah hal pasti. Tapi tetep aja waktunya ga pasti"
Loh, bukankah selama ini apapun yang kita usahakan, sering tak pernah kita ketahui akan mendapat hasilnya di waktu kapan? Bukankah kita sudah terlatih untuk itu?
Pelan-pelan, aku semakin belajar untuk lebih berserah diri. Termasuk soal kematian. Seharusnya aku lebih takut pada Tuhanku, daripada kematian itu sendiri. Mempersiapkan kehidupan yang baik sering membuatku lupa untuk mempersiapkan kematian yang baik pula. Kematian selalu jauh dari pikiranku, padahal ia sedekat itu denganku. Aku tak pernah tahu, langkah siapa yang sekarang lebih dekat untuk menyapaku. Apakah pasangan yang sesuai? Cita-cita yang tercapai? Atau justru kematian yang sedang melambai-lambai?
Esti, kamu perlu berlatih lebih ikhlas lagi untuk mengucap "Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin" , dan tolong amalkan itu.
Senin, 11 Januari 2021.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Tahun 2020, kasih pesan apa?
Dulu waktu kecil, suasana pergantian tahun selalu menjadi momen yang sangat ditunggu. Di dalam pikiranku hanya ada terompet, kembang api, sate dan jagung bakar. Hal ini nampaknya berbeda jauh dengan beberapa tahun belakangan ini, karena sekarang aku lebih suka menikmati tahun baru dengan merayakannya secara diam-diam. Berkontemplasi dan menyusun mimpi – mimpi kecil, lebih menyenangkan bagiku. Meskipun hal itu sering juga aku lakukan, kapanpun tanpa harus menunggu pergantian tahun. Aku pernah mendengar, bahwa memang manusia cenderung menunggu momen untuk melakukan perbaikan. Tapi gapapa, sah – sah saja. Berangkat dari alasan apapun yang menjadi starting point kita, semoga dapat selalu mengantarkan kita menuju ke tujuan.
Setiap tahun memiliki maknanya tersendiri. Tahun 2020 boleh dibilang menjadi tahun yang akan diingat oleh setiap orang yang mengalaminya. Bukan hanya karena angkanya yang cantik, tapi mungkin lebih ke rentetan kejadian di dalamnya yang banyak mengubah tatanan kehidupan. Tapi, aku tak pernah sedikitpun membenci tahun ini, karena begitu banyak hal baik yang aku pelajari. Tahun 2020 adalah turning point dalam hidupku.
Belajar melepaskan.
Di tahun ini, aku banyak belajar melepaskan egoku yang tidak ingin terlihat buruk di mata orang lain. Aku belajar melepaskan sifat-sifat tidak baik yang selalu aku beri validasi benar. Aku belajar melepaskan atribut keangkuhan di depan Tuhanku, karena aku hanyalah manusia yang lemah tanpaNya. Aku belajar melepaskan sesuatu yang belum menjadi takdirku.
Tahun 2020 menyadarkanku, bahwa dalam "bertumbuh" tidak hanya ada bertambah, namun terkadang ada yang harus berkurang dan berubah, salah satu yang menjadi sebabnya yaitu karena melepaskan.
Belajar menjaga diri.
Dihadapkan dengan realita yang tidak sesuai ekspektasi, membuat aku belajar untuk mengelola reaksi diri dalam merespon “kekecewaan”, pun berusaha untuk tidak memberi makan ekspektasi agar ia tidak tumbuh terlalu besar. Dihadapkan dengan pengkhianatan, membuatku belajar untuk lebih berhati – hati dalam berteman dan memberi kepercayaan. Dihadapkan dengan kerepotan karena selalu berkata “iya”, membuatku belajar untuk menyadari kapasitas diri. Dihadapkan dengan rasa ingin dibutuhkan, membuatku belajar untuk merasa cukup dengan diriku sendiri. Semua itu membuatku belajar untuk lebih menjaga diri.
Di tahun ini, banyak peristiwa yang menyadarkanku untuk mengutamakan diriku terlebih dahulu. Bukan tentang egois, tapi karena tidak akan ada orang yang mampu menjagaku sebaik aku menjaga diriku sendiri.
Belajar berserah.
Jika tahun 2019 poin utamaku adalah “Belajar menerima”, kali ini di tahun 2020 “Belajar berserah” adalah poin yang aku garis bawahi. Bagiku, menerima dan berserah adalah 2 hal yang berbeda. Menerima adalah langkah awal  dalam menyadari bahwa segala apa yang sudah terjadi tidak bisa kita hindari. Sedangkan Berserah adalah the next level dari menerima. Berserah adalah ketika kita betul – betul mempercayakan segalanya pada Tuhan dan tidak meragukan apapun takdir dan rencanaNya.
Bagiku, berserah adalah ketika kita tidak lagi mengharapkan apapun (dari yang sudah diusahakan) selain ridho-Nya.
Tahun 2020 menjadi tahun yang sangat unpredictable. Aku menemukan banyak “keajaiban” yang terjadi setelah aku berserah. Banyak hal – hal baik yang tidak aku harapkan sebelumnya, bahkan terjadi dalam hidupku. Di tahun ini, aku belajar banyak untuk tidak lagi menuntut dalam berdoa, untuk tidak lagi “mengarahkan” Tuhan, dan untuk selalu berpegang teguh pada janjiNya, bahwa setiap apa yang Ia rencanakan untuk kita, akan selalu membawa kita menuju kebaikan.
Itulah 3 dari sekian banyak pesan yang dibawa oleh 2020 kepadaku. Doaku untuk 2021 masih tidak jauh berbeda dengan doaku di setiap pergantian tahunnya. Semoga 2021 menjadi tahun yang lebih menenangkan dan menyenangkan, untukku dan semuanya.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Proses menerima.
Dalam proses belajar menerima segala ketentuan dalam kehidupan, tentu saja akan selalu ada yang membuat dadamu sesak. Belakangan ini, aku mendapat pembelajaran berarti dari ucapan seseorang yang baru pertama kali ku temui. Dia melontarkan beberapa kalimat tentangku, yang ia pikir tidak sesuai dengan standarnya, dan tidak seideal pada umumnya. Saat itu, hatiku menyangkal, “Es, itu cuma becanda ko”. Aku berusaha tersenyum disaat ia terus saja membahas tentang diriku, sampai akhirnya aku betul – betul merasa tidak nyaman. Setiap kali mengingat perkataannya, aku merasakan sebuah luka yang semakin menganga di dalam diriku, yang membuat aku menangis kesakitan, bahkan sampai sekarang saat aku menuliskannya.
Menjadi Esti Kartika adalah hal yang secara pelan – pelan aku syukuri. Ada kalanya aku begitu percaya terhadap diriku sendiri, dan tak jarang juga aku merasa begitu tidak ada apa-apanya. Aku sadari, perasaan ini kerap muncul akibat dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
Ada satu perspektif dari The Heart of Menjadi Manusia, Kak Adam Alfares Abednego, yang akhir – akhir ini menjadi kendali untuk diriku. Ia mengatakan :
“Dampak dari 'Membandingkan’ diri itu hanya ada 2; Yang pertama, kita akan merasa diri kita lebih hebat dari orang lain; dan yang kedua, kita akan merasa orang lain lebih hebat daripada kita. Di keduanya, kita akan tetap merasa kalah. Karena ketika kita merasa diri kita lebih hebat, lama kelamaan kita akan terbentuk menjadi pribadi yang angkuh, dan ketika kita merasa orang lain lebih hebat dari kita, maka kita akan tertekan dan terjebak di relung kehebatan dan pencapaian orang lain.”
Aku mencoba menarik kesimpulan. Jika nyatanya, dengan membandingkan diri ternyata kita tidak memenangkan apapun, jadi untuk apa masih terus melakukannya? Hidup ini bukanlah kompetisi, bukan soal siapa yang paling cepat dan hebat. Bukankah setiap orang sudah memiliki garis lintasan masing – masing? Untuk mencapai finish yang kita miliki, kita tidak bisa berlari di garis lintasan orang lain. Kita harus tetap berada pada lintasan milik kita sendiri.
Pun, tak perlu memaksakan diri untuk berlari. Jika dengan berjalan akan membuat kita selamat sampai tujuan, berjalanlah. Kamu tidak lamban, kamu sedang menikmati dan memaknai perjalanan. Lagipula, hidup ini adalah serangkaian perjalanan bukan pelarian, kan?
Mari kita belajar dari Tuhan tentang penciptaan langit dan bumi yang tidak Ia selesaikan dalam 1 hari (QS. Hud:7, Al-A’raf:54). Tuhan dengan segala Maha-Nya, tentu saja mampu menciptakan segala sesuatu dengan amat cepat. Namun, dalam penciptaan langit dan bumi, Tuhan menitipkan sebuah pesan untuk kita, bahwa segala sesuatu harus melalui sebuah proses yang tidak singkat. Tuhan juga memberikan kita pembelajaran untuk dapat menghargai segala proses yang kita lalui, dan tidak tergesa-gesa untuk menyelesaikannya.
Belajar menerima juga membutuhkan sebuah proses. Semoga, semakin hari kita akan mampu merasa cukup. Kalo kata Kak IId, Semoga perasaan “cukup” itu datang bukan karena kita dalam keadaan lebih, atau bukan karena akhirnya sesuatu berhasil kita penuhi, tapi semoga... rasa cukup itu datang dari kesadaran untuk tidak lagi merasa kurang akan hal – hal yang sudah kita miliki.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Cuma punya diri sendiri.
Semakin sadar, selama ini memang tidak pernah punya siapa-siapa, selain diri sendiri. Semua sibuk jaga diri masing-masing, karena memang tak ada orang lain yang mampu menjaga sebaik dirinya sendiri.
Pun sebenarnya, egois sekali kalau sampai meminta orang lain buat jagain, karena yang sebenernya dibutuhkan bukan dijagain, tapi cukup ditemenin.
Dan sebaik-baik yang menemani, tidak harus yang bisa menjadi tempat untuk kembali. Tak harus mereka yang tidak meninggalkan saat diri sedang terjun bebas menuju titik nol. Tapi, cukup mereka yang mampu memberikan sentuhan lembut, pada bagian dari diri yang selama ini mengeras karena sembunyikan banyak beban.
Iya, terkadang yang dibutuhkan adalah ... cukup ada yang bisa elus-elus pundak.
Tapi kalau gak ada, gapapa. Pertanda harus jadi lebih kuat, dan semakin baik dalam menjaga diri.
Tuhan kasih kita 2 tangan. Kalau gak buat berdoa, ya bisa juga buat ngusap dada sendiri sambil bilang "gapapa, terima ya".
Jaga diri ya. Karena gak akan pernah punya siapa-siapa selain diri sendiri.
- Selasa, 9 Juni 2020 | 23:54
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Udahan yu bikin orang lain jadi gak nyaman-nya!
Bisakah kita, untuk membiarkan orang lain berani menjadi dirinya sendiri? Sudah seberapa sering kita membuat orang lain ketakutan untuk menunjukkan siapa dirinya?
Sadarkah?
“Kepo banget sih!” — darimu, membuat orang lain jadi malu bertanya.
“Alay ih!” — darimu , membuat orang lain jadi canggung berekspresi.
“Baperan amat jadi orang!” — darimu, membuat orang lain jadi sungkan merasa.
“Dasar bucin!” –darimu, membuat orang lain jadi enggan belajar mencintai.
“Pasti modus doang!” –darimu, membuat orang lain jadi segan untuk membantu dan berbuat baik.
Melakukan hal yang buruk, dimaki habis — habisan.
Melakukan hal yang baik, malah dibilang ‘tumben’.
Apa — apa yang keluar dari mulut kita, akan sangat memiliki kemungkinan untuk bisa mempengaruhi orang lain. Secara tak sadar, perkataan kita bisa menjadi alasan orang lain berubah. Maka, jangan sepelekan kalimat kita.
Jadi, bisakah mulai sekarang kita belajar? Untuk lebih berhati — hati dalam berbicara. Untuk berhenti memberi label pada orang lain. Untuk menerima dan menghargai perbedaan dengan orang lain. Untuk mendukung orang diluar diri kita menjadi dirinya sendiri dan berbahagia atas pilihannya.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Baca ini saat kamu mulai goyah.
Bukankah kamu sendiri yang mengatakan, bahwa bongkahan batu tidak akan lebih berharga sebelum dipukul dan dipecah untuk menjadi permata?
Bukankah kamu sendiri yang menyatakan, bahwa pesawat udara harus melawan gaya tarik bumi, dan mengalami turbulensi terlebih dahulu sebelum dapat mendarat di bandara dengan aman?
Bukankah kamu sendiri yang menceritakan, bahwa Tan Malaka selalu menggaungkan 3 kali pengulangan kata terbentur, barulah terbentuk disebutkannya kemudian?
Bukankah kamu sendiri yang meyakinkan, bahwa kamu bisa melangkah lebih jauh ke depan. Lalu mengapa, kini berangsur berhenti dan mundur perlahan?
Ingatkah saat kamu jatuh? Berulang kali kamu berusaha untuk berdiri, berjalan kembali, dan akhirnya sampai di titik ini.
Untukku dan untukmu. Semoga lelah yang menghampiri, tak akan cukup kuat untuk menghentikan ayunan langkah kaki. Semoga semangat yang masih dimiliki, selalu mampu untuk menguatkan hati.
Bonus kutipan yang begitu aku sukai,
“Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak kesabaran (yang kau jalani) yang akan membuatmu terpana, hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.” — Ali bin Abi Thalib.
Ditulis waktu ikut neduh di pecel lele jalan cisangkuy.
- 1 Agustus 2018
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Bingung.
Katanya, memulai kembali adalah hal yang terberat. Nyatanya, memulai kembali ternyata tidak lebih sulit dari mencoba bertahan dalam suatu fase yang endingnya kamu sudah tahu kemungkinan jawabannya. Ya, antara meninggalkan atau ditinggalkan.
Lalu, apa sebenarnya yang masih menjadi alasan untuk meneruskan? Jika pada kenyataannya, tidak ada orang lain yang mampu menjagamu sebaik kamu menjaga dirimu sendiri.
Kebiasaan, mengorbankan diri untuk hal yang kamu saja tidak tahu akan berakhir baik atau tidak. Terus, kalau udah setengah jalan gini, bingung.
Mau dilanjut, takut didepan sana ada lubang yang sama. Mau berhenti, takut sebentar lagi sampai. Mau putar balik, takut gak cukup kuat.
Memang harusnya dulu gak pernah memulai. Biar gak bingung. Eh tapi namanya manusia, belum tahu rasanya kalau belum nyoba. Sekarang, mau menyalahkan siapa? Mau jadi pihak yang mana?
Argh!
Benci kalau udah disuruh milih. Karena duka akan selalu ikut serta di dalamnya.
0 notes
kartikaesti · 5 years ago
Text
Insecure!
Malam selalu menjadi tempat yang paling riuh bagi Si insecure. Pikiran — pikiran buruk yang tidak sempat terpikirkan sedari siang, sering tiba — tiba muncul di kepala.
“Kenapa sih gak pernah bisa berhasil kaya orang lain?”
“Rasanya aku emang gak pantes.”
“Enak ya jadi orang cakep, apa — apa dihargai. Lo bakal aman terus.”
“Em, kayanya aku gak bakal terpilih, udah deh gak jadi ikutan.”
“Kayaknya emang gak ada yang bisa dibanggain dari diri aku.”
Semua kalimat itu, sepertinya layak dinobatkan menjadi senjata tajam paling mematikan di dunia. Jika kita sering memiliki pikiran seperti itu, seharusnya kita sudah ditangkap polisi. Karena tanpa sepengetahuan siapapun, kita selalu membawa dan menyimpan senjata itu setiap hari, di dalam kepala. Lalu meledakannya sendiri di dalam pikiran.
Efeknya?
Semangat yang sebelumnya setiap hari selalu disiram, harus rela jadi layu.
Tekad yang selama ini disuapi makan dan dibesarkan, ikut — ikutan mati dan terbunuh.
Percaya diri yang selama ini susah payah dibangun pun, akan kembali rubuh.
Selama fokusnya masih ke orang lain, dan bukan ke diri sendiri, selama itu juga rasainsecure itu tidak akan hilang. Bagaimana bisa hilang, selama ini kita selalu membandingkan dengan yang bukan diri kita. Padahal kuncinya ada di menerima dan merasa cukup akan diri kita sendiri. Tidak ada sama sekali urusannya dengan hidup orang lain. 
Selama ini, kita terlalu sibuk menonton hidup orang lain, sampai — sampai sisi baik yang ada di diri kita, luput dari mata kita sendiri. Sampai kita tidak menyadari, bahwa apa yang kita lakukan itu justru yang membuat kita semakin tertinggal dengan orang lain. Karena saat merasa insecure, kita seringnya malah memilih untuk duduk di kursi penonton. Terdiam, merasakan takut dan sedih sendirian, sampai film orang lain itu selesai.
Hey si tukang Insecure!!!
Tuhan sudah berjanji, jika kamu bersyukur, Tuhan pasti akan melipatgandakan nikmatNya untuk kamu. Dan kamu tahu kan, Tuhan tidak akan pernah ingkar? Jika bersyukur adalah hal yang baik, mengapa tidak melakukannya lebih banyak lagi?
ditulis waktu itu pas lagi insecure bgtttt
- 10 Februari 2020
0 notes