kastelku
kastelku
662 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
kastelku · 5 years ago
Text
We grow. & beberapa hal, lebih baik dimaafkan. Disimpan sendirian.
5 notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Text
“Stop telling yourself that the grass is greener on the other side, because it’s not. It is greener where you water it. So take control of your life and start watering your own pastures and grow your own greener.”
— knowanoah (via meineluft)
8K notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Text
Mencuri Mimpimu
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sudah lama ingin menuliskan ini, pada akhirnya malam ini memberanikan diri untuk menulis setelah perenungan ini berputar-putar dalam angan selama beberapa hari terakhir. Terlebih dengan kejadian terakhir, membuat hati ini kembali terngiang pesan salah seorang teman yang sudah menikah:
“Kalau kamu sudah memutuskan untuk menikahi seseorang, berarti kamu harus siap pula untuk menikahi mimpi-mimpinya”
Bagi saya hadis di atas sudah seyogianya menjadi alarm yang kuat untuk para lelaki kelak jika menjadi seorang suami agar benar-benar memuliakan istrinya. Saya menjadi teringat akan novel Love Sparks in Korea tulisan Bunda Asma Nadia yang pernah saya baca beberapa tahun silam
“Kau mencuri mimpi-mimpiku dan aku suka” - Hyun Geun pada Rania Timur Samudra
Bayangkan saja, seorang wanita yang mungkin baru mengenalmu, masih menganggapmu sebagai orang asing dan orang lain dalam kehidupan, memberanikan diri menerima tawaranmu untuk hidup bersama, setelah sudah tentu melalui istikharah panjang. Dia yang selama ini hidup bersama mimpi-mimpinya, dia yang selama ini memiliki kebebasan untuk beraktivitas layaknya manusia lainnya pada akhirnya harus mengabdikan diri dalam kehidupan rumah tangga. Dia yang selama ini hidup nyaman bersama keluarganya, memilih keluar untuk berjuang bersamamu. 
Pada praktiknya memang sering demikian, pun ketika diskusi dengan ayah beberapa hari terakhir. Beliau berkata, dari pengalaman teman-temannya, kebanyakan adalah seorang istri yang nanti akan mengikuti suaminya. Jika nanti suaminya bekerja terlebih dahulu, maka setelah ritme kehidupan stabil dan menyesuiakan, istri baru bisa mengikutinya. Jika nanti suaminya melanjutkan pendidikan terlebih dahulu, dan menuntaskan semuanya, maka di situlah nanti istri menyusulnya mungkin baru beberapa tahun silam. Hal inilah yang cukup lumrah di kalangan teman-teman beliau, dan mungkin juga di kehidupan rumah tangga yang sudah terjadi pada umumnya. 
Dalam Buku Men are from Mars, Woman are from Venus, John Gray menuliskan bahwa memang salah satu karakter penduduk venus adalah nantinya ia akan banyak memberi selama hidupnya. Hingga bisa jadi sampailah nanti pada suatu fase bahwa penduduk venus sadar bahwa ia sudah terlalu banyak berkorban dalam hidup. Demikian pula penduduk mars akan sampai pada fase sadar bahwa ia selama hidupnya sudah banyak menerima, kebalikan dari penduduk venus. 
Barangkali sempat merasakan hidup di Swedia yang menjunjung tinggi equality, sedikit mengubah pola pikir saya tentang kesetaraan, bahwa kelak seorang istri pun berhak untuk berkarya bersama di masyarakat, mereguk pendidikan setinggi-tingginya, bertumbuh bersama-sama suaminya agar sama-sama menjadi orang yang bermanfaat. Bahkan Sayyidah Khadijah r.a. pun setelah menikah dengan Rasulullah tetap menjalankan semua bisnisnya yang kesemuanya dipergunakan untuk perjuangan dakwah Rasulullah. Namun sudah tentu tidak melupakan perannya sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. 
Hal inilah yang barangkali menjadi perenungan, sekaligus mungkin sempat menjadi ketakutan jika kelak kita menikah, apakah kita hanya sekedar menjadi pencuri mimpi-mimpinya, ataukah kita justru membantu melangitkan mimpi-mimpinya? 
Pertanyaan ini terus terngiang mengingat betapa besarnya pengrobanan istri kita kelak di awal pernikahan, terlebih nanti saat sudah memilki anak, bagaimana ia harus menjalankan perannya sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, membagi waktu dengan urusan rumah tangga, melayani suaminya, juga jika ia beraktivitas di luar harus mampu menyeimbangkannya. Barangkali sebab inilah Allah menciptakan wanita sebagai makhluk yang multi-tasking, yang terkadang saya sendiri masih dibikin takjub melihatnya, tidak usah jauh-jauh yaitu ibu saya sendiri. 
Semoga tulisan ini senantiasa menjadi pengingat bagi para lelaki khususnya, agar kelak jika terbersit keinginanmu untuk menyakiti istrimu, jika kelak ternyata ada konflik antara dirimu dan pasanganmu, ingatlah tentang bagaimana saat kamu mengajaknya keluar dari istana nyamannya utnuk membersamaimu. Ingatlah bagaimana ketulusan dan keikhlasannya menunda mimpi-mimpinya untuk mewujudkan mimpi-mimpi baru bersamamu. Ingatlah, bahwa bilamana ketaatan istri adalah surga baginya, namun itu bukan menjadi alasanmu untuk bertindak semena-mena. 
Jika dalam kitab Raudhatul Muhibbin, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menulskan bahwa:
Hanya dengan cinta yang dapat menjadikan setiap permulaan menuju pada penyelesaian.
Maka semoga kelak dalam pernikahan:
Hanya dengan cinta yang dapat menjadikan apa-apa yang telah terlihat selesai, kembali menjadi awal untuk memperjuangkan dalam mahligai ikatan
Selamat berkontemplasi, Selamat berefleksi. Semoga kita semua tidak henti dan lelah-lelahnya untuk selalu mengukir sabar. Untuk selalu mengukir prasangka yang baik kepadaNya. 
Malang, 25 April 2020 02.20
2K notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Text
Dosa pertama setelah seorang hamba berdoa adalah ia ragu bahwa doanya tidak akan diterima. Allah itu Maha baik, maka segala ketentuan dan pemberiannya adalah baik. Semuanya.
Dia tau sejauh apa kamu keluar dari jalanmu, Dia juga tau sedalam apa jurang yang kamu masuk kedalamnya, pun Dia juga tau sehitam apa masa lalu mu. Tapi begitulah Allah, pintu ampunan dan rahmatnya selalu terbuka, saat tertutupnya ketika kematianmu datang.
Mereka yang lalai saja masih Allah berikan rezeki, sudah pasti mereka yang taat padaNya tidak akan pernah Allah biarkan. Hanya soal waktu, sabar, dan syukur.
Pastikan hatimu yakin, bahwa doa-doamu akan ada masanya Allah berikan dan kabulkan, sesuai permintaanmu atau lebih baik dari yang kamu minta. Seyakin hatimu berdoa meminta, maka sudah seharusnya seyakin itu pula Allah akan memberikan yang terbaik untukmu.
Jangan lupa berdoa.
@jndmmsyhd
2K notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
This potted plant pup has some advice about growing in a healthy way! 🌱✨ You have to balance your growth with taking care of your roots! 
Chibird 2020 Calendar | Patreon | Webtoon 
10K notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Text
Jangan Bilang
“Jangan bilang mbak anaknya ayah-ibu ya.”
Sudah sampai di tahap ini, akhirnya. Saking banyaknya kenalan ayah-ibu, setiap ada urusan tentang “diriku sendiri” jadi sering bilang, “Jangan bilang mbak anaknya ayah-ibu ya, mbak sendiri aja.”
Mungkin bagi sebagian orang ini hal remeh-temeh dan biasa saja, tapi buat saya ini sebuah pencapaian. Aku akui, ada banyak hal yang mengantarkanku hingga di titik ini karena “siapa ayah-ibuku”. Karena itu, saya nggak mau lagi.
Bukan, bukan nggak bersyukur atas segala kemudahan yang aku dapatkan. Tapi, aku harus mulai belajar untuk berdiri di atas kakiku sendiri.
Sesederhana bolak-balik rs sendirian, antre lama sendirian, check-up sendirian, ambil data kunjungan sendirian, etc. Sepele bukan? Tapi, dulu tidak begitu. Dulu, saya nggak perlu capek-capek nunggu lama kalau mau periksa dokter. Dokternya kenal ayah-ibu, perawatnya kenal ayah-ibu. So? Ya, kalian pasti paham. Apalagi saya nggak suka banget dengan aktivitas “menunggu”. Tapi, sekarang nggak lagi. Saya harus mulai belajar, untuk bersabar, untuk menunggu, untuk mengalah. Benar, hidup nggak selamanya tentang kamu, nggak berputar di kamu aja. Bersyukur sekali akhirnya sampai di titik ini.
Aku sudah besar ternyata, nggak boleh terus-terusan manja & berlindung di naungan ayah-ibu. I’m so proud sama diriku sendiri. Hebat Assyifa, lanjutkan!🌹
Banjarnegara, 30 Desember 2019
0 notes
kastelku · 5 years ago
Text
Dengan berjalannya waktu, setiap dari kita bertumbuh dengan lika-liku dan lukanya masing-masing. Ada yang merasa semakin terasing, ada pula yang mencoba menaklukan diri untuk tidak merasa paling. Ada yang terlihat kuat, siapa sangka ia yang paling rapuh dan paling sering bersimpuh. Ada yang tetap teduh, meski ujian hidupnya begitu riuh. Ada yang merasa bahagia, walaupun sebenarnya terluka.
Dengan segala yang telah dilalui, satu yang pasti, setiap dari kita kelak akan merasakan mati. Apa yang ada dibenakmu tentang kematian? Menakutkan dan mengerikan? Atau justru penuh kerinduan?
Semoga, rindu yang ada di benakmu. Karna mati berarti bertemu dengan Ia yang selama ini dicinta. Yang bertahun-tahun lamanya hanya bisa merasakan kasih sayang tanpa bisa melihat wajahNya. Semoga kelak Ia membukakan tabir hijab itu di surga. Adakah yang lebih indah dari melihat Allaah?
“Wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” [Qs. Al-Qiyamah: 22-23]
Untukku, untukmu dan untuk semua yang sedang memperjuangkan apapun dalam hidup.. Semoga rahmat Allaah senantiasa tercurah kepada kita dan kedua orangtua kita. Semoga berkah Allaah terlimpah pada setiap langkah. Semoga kita dipertemukan dengan pintu-pintu kebaikan dan keselamatan. Allaah yubarik fiikum❤️
Köln, 365/365. 04.17 CET
3 notes · View notes
kastelku · 5 years ago
Text
Belum Cukup
Bukan, bukan tentang isecurity. Tapi, tentang aku yang "belum cukup" dan masih harus terus belajar.
Perjalanan di tahun ini mengubah banyak cara pandangku dalam menjalani hidup.
Aku masih jauh sekali dari cukup, ternyata.
Aku belum cukup kuat; menahan beban yang ada di hati, pundak, dan kepala. Masih harus sering rehat dan mengambil jeda.
Aku belum cukup sabar; menjalani realita yang seringnya tak sejalan dengan mimpi yang gempita.
Aku belum cukup kokoh; menahan amarah, hati yang patah-patah, dan prinsip yang sering goyah.
Aku belum cukup tangguh; terus bertahan dan bersusah payah meski kadang lelah.
Aku belum cukup pantas; menjadi seorang anak, kakak, sahabat, dan teman perjalanan yang bijaksana.
Aku belum cukup ikhlas; menerima bahwa tidak semua tanya harus beserta pasangannya, jawaban.
Aku belum cukup baik; menjadi seorang hamba yang "senantiasa" bersyukur. Masih mempertanyakan dan meninggalkan, tapi enggan meminta penuh pengharapan.
Tuhan, terima kasih untuk setiap rasa "belum cukup" yang hadir.
Terima kasih sudah memberi pengingat bahwa "merasa cukup" pun tak selamanya baik (jika berakhir dengan keangkuhan).
Terima kasih sudah memberi kesempatan untuk terus belajar dan berproses menjadi "cukup".
Semoga nanti, tiba waktunya kembali, segala sesuatunya telah Engkau cukupkan.
Banjarnegara, 29 Desember 2019
0 notes
kastelku · 6 years ago
Photo
Tumblr media Tumblr media
782K notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
Tumblr media
Hidup bukan arena perlombaan
Setiap kita tidak terlahir untuk dipersiapkan menjadi petarung. Tidak terlahir untuk menginjak orang lain demi menjadi pemenang.
Selama ini dunia yang kita huni layaknya arena lomba. Siapa yang lebih cepat lebih baik, siapa yang bisa mengejar yang lain lebih baik, siapa yang pertama sampai lebih dulu lebih baik.
Selama ini dunia yang kita huni tidak mengajari kita untuk mengalah, tidak mengajari kita untuk menerima kegagalan, tidak mengajari kita untuk memaafkan keterlamabatan. Tetapi melatih kita untuk mengalahkan jutaan manusia lain.
Bagaimanapun caranya kita harus terlahir menjadi seorang pemenang. Harus menjadi yang paling pintar, paling cantik, paling terkenal, paling hebat, paling sukses, dan paling memiliki segalanya.
Kita tidak boleh lembek, kalau kita lembek jutaan orang akan menginjak kita dan mendahului kita. Kita harus berlari sekencang mungkin, menghalangi siapa saja yang berusaha mengejar kita.
Bertahun-bertahun hingga usia kita sekarang, barangkali kita mendefinisikan hidup seperti ini. Hidup dalam bayang-bayang sebuah perlombaan yang tak kunjung henti.
Kita selalu merasa kalah cepat dari yang lain, merasa tertinggal, merasa semua yang kita lakukan terburu-buru karena kita ingin mengejar yang lain.
Padahal satu-satunya orang yang perlu kita kalahkan di dunia ini hanyalah diri kita sendiri. Kita tidak sedang berlomba melawan siapapun.
Pemenang yang sebenarnya adalah ia yang mampu menerima segala kekurangannya, kelambanannya, ketertinggalannya, kegagagalannya, dan kemarahanya.
Pemenang yang sebenarnya adalah ia yang mampu melatih kesabarannya, saat dunia yang ia huni tidak sedang berjalan sesuai dengan yang ia harapkan.
Pemenang yang sebenarnya adalah ia yang mampu menyadari prosesnya, ikhlas menjalani jatuh bangunnya, dan memaafkan diri sendiri atas setiap hal yang tidak mampu ia miliki.
Pemenang yang sebenarnya bukanlah soal siapa yang paling cepat, tetapi soal siapa yang sudah mempersiapkan diri ketika gilirannya nanti sudah tiba.
—ibnufir
587 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
kapan kali terakhir mendoakan kedua orang tua setulus hati ? memintakan banyak sekali kebaikan untuk keduanya ? merunduk, malu, mengaku, sebab belum juga bisa membalas seluruh kebaikan keduanya kepada kita, ah barangkali tak akan bisa. Air mata yang menetes dalam heningnya doamu untuk keduanya, doa yang hadir dari ketulusan hati, semoga Allaah mewujudkannya! Menitipkan keduanya kepada Allaah, sebab hanya Allaah sebaik-baiknya dalam menjaga, sempurna dalam membalas kebaikan. Semoga kelak, Allaah izinkan kita menjadi satu dari tiga amalan yang tak terputus untuk keduanya. Dan semoga, kelak Allaah izinkan berkumpul kembali di SurgaNya.
@menyapamentari 🌻
176 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
"Meskipun badai pikiran mungkin terjadi di kepalamu, kau tetap tampak seperti orang paling tenang di bumi jika kau tahu di mana harus menarik garis antara pikiranmu dan sejauh mana kau bertindak atasnya "
Najwa Zebian- Mind Platter
8 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
"Sepaham-pahamnya kamu dengan kehidupan orang lain, akan selalu ada ruang yang tak pernah kamu ketahui di hidupnya"
Pernah nggak, kamu merasa begitu akrab dengan seseorang. Sampai-sampai kamu tak ragu bergumam 'saya tau semua tentang dia'. Seolah-olah apa yang selama ini ia sembunyikan, tak dapat lagi ditutupi jika kepadamu.
Sekarang coba tanyakan pada dirimu. Sudah sebagaimana pahamkah kamu terhadap orang-tuamu sendiri? Bukankah setiap harinya selalu bersama? Bukankah kamu menginginkannya bahagia? Jika iya, coba sebutkan apa yang benar-benar bisa membuatnya bahagia?
Kamu boleh jadi sadar bahwa kedua orang-tuamu sedang senang, namun pahamkah kamu dengan apa yang ia sembunyikan saat itu? Keperluan yang sedang dihemat2, belanja yang sedang dicukup-cukupi, lapar yang sedang ditahan2 dan sebagainya.
Pernah nggak, kamu mengenal pasanganmu sendiri. Tentang apa yang bisa membuatnya tertawa lepas, bercerita deras, dan hal yang membuatnya bahagia. Tentang apa yang benar2 dia harapkan darimu? Yang mungkin selama ini salah untuk kamu sangkakan.
Kamu bergumam mengenalnya, dan mampu membahagiakan. Padahal kamu tak benar2 tahu. Kamu bekerja keras tanpa kenal waktu, padahal yang ia inginkan hanya temu. Berbincang dan didengarkan. Bercerita dan bercanda.
Sebagaimana dalam hubunganmu yang terdekat. Di lingkungan keluargamu sendiri. Yang masih banyak 'celah' tak kamu pahami. Lalu bagaimana bisa kamu mengenali kehidupan orang lain, yang tak pernah ada hubungan darah sebelumnya?
Mereka yang tampak oleh kita 'serabutan' bekerja peras keringat penuh tenaga. Ada yang mengayuh becak meski penumpang jarang ada, ada yang sibuk menawarkan koran di tengah terik matahari yang membakar. Ada yang sibuk berjuang menahan bau sampah yang dibuang tanpa aturan dan sebagainya.
Mungkin ada yang menilainya 'tak punya masa depan, malas dan semacamnya' padahal kita tak pernah tahu sudah sebatas mana mereka berjuang. Tentang bagaimana setiap harinya mereka berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Terima pekerjaan apapun selagi halal agar dapur bisa ngepul. Serta perjuangan2 lain yang mereka sembunyikan.
Mengenai apa yang kita tahu, hanya sedikit daripada apa yang mereka sembunyikan. Itulah mengapa soal penilaian, sekelas Umar bin Khattab pun begitu berhati2 dalam menilai seseorang. Setidaknya ada 2 syarat sebelum menilai orang lain. Pertama, tau keadaan malam dan siangnya, dan kedua pernah safar bersamanya.
Maka sepaham-pahamnya kamu dengan kehidupan orang lain, akan ada selalu celah yang tidak kamu ketahui tentangnya.
Maka berhatilah-hatilah dalam menjatuhkan penilaian.
Arika Saputra | 16 sep 19
865 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
Orang yang mampu menjaga dirinya dari hal-hal yang buruk, dari hal-hal yang tidak baik, dari yang keliru, dan dari apapun yang diharamkan, 
tentu akan menjadikan dirinya mampu untuk menikmati apa saja yang baik, apapun yang halal, menikmati amal sholih, dan segala kebaikan.
Maka, ketika ada kebaikan-kebaikan yang menjadikan kita resah melihatnya, ketika masih ada ibadah yang kita tidak dapat nikmati ketika melakukannya, merenunglah.
Bisa jadi selama ini kita belum mampu menjaga diri sendiri. Menganggap semuanya baik-baik saja. Menikmati segalanya. Hingga jadikan diri kita melupa bagaimana rasanya nikmat dalam beribadah.
732 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
Masih ingatkah?
"Seseorang yang benar-benar ingin menetap, tanpa kau meminta jangan pergi; Ia akan tetap tinggal."
Masih ingatkah pada tatap pertama kau melihatku, saat pertama kau memberanikan diri untuk menghampiriku, saat pertama kau berbicara denganku.
Ketika itu aku tidak mengenalmu, aku hanya berani menatapmu dari kejauhan.
Ya, aku adalah orang yang kau bangunkan lamunannya. Kau kenyataan yang hadir tanpa berani aku kejar sebelumnya.
Masih ingatkah saat pertama kali kau menyatakan perasaanmu?
Aku menampar wajahku berkali-kali untuk memastikan bahwa ini bukan khayalanku. Tapi sial, aku memang tidak sedang berkhayal. Sakit rasanya.
Sama sakitnya saat terakhir kali kau mengatakan bahwa kita sekarang selesai. Aku menampar wajahku berkali-kali. Tapi lagi-lagi sial, aku sedang tidak berkhayal.
Kau datang dengan sejuta harapan, kau pula yang akhirnya pergi dengan sejuta pertanyaan.
Jika nanti suatu hari kau ingat pernah mengejarku, semoga kau pun tidak menyesal pernah meninggalkanku.
Aku tidak akan jatuh pada perasaan yang sama, saat kau berpikir aku tempat terbaik untuk kembali.
Meski melepaskanmu adalah hal yang tak pernah siap aku lakukan.
—ibnufir
251 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
Untuk kalian berdua
"Kenapa sih, kok kamu sering pulang?" selaku dalam keheningan malam, kepada seorang teman yang rasanya baru kemarin kembali dari kampung halaman.
"Kamu nggak bakal tahu, kan bukan perantau" jawabnya agak ketus.
Iya, aku memang tidak tahu. Hingga kini, aku hanya bisa menerka. Mengingat-ingat tentang kisah guru SMA-ku dulu yang merantau dan pulang kampung tanpa sepengetahuan kedua orang tua. Air mata beliau meleleh saat mengetahui keadaan mereka sedang tidak baik-baik saja. Makanan mereka "seadanya." Berbeda dengan saat beliau pulang dan mendapat suguhan hidangan nikmat. Guruku yang masih mahasiswa tak tahu hingga Allah perlihatkan padanya kasih sayang orang tua yang amat besar terhadap anaknya. Mereka rela berkorban demi kesuksesan sang anak kelak melalui sarana pendidikan.
Mungkin, itulah mengapa temanku itu sering pulang ke kampung halaman. Bukan untuk dirinya, tapi teruntuk kedua orang tua yang-alhamdulillah-masih sehat. Mencurahkan sedikit waktunya kepada dua sosok yang dulu (hingga sekarang (?)) memberi perhatian secara fulltime. Dua puluh empat jam mereka membersamai. Membangunkan waktu sholat subuh sampai menidurkan tatkala malam semakin gelap. Mengajarkan kebiasaan yang dapat memupuk iman. Mendoakan dan mendirikan sholat saat mayoritas mata terpejam.
Maka, tak ada alasan bagi kita untuk menolak permintaan orang tua. Bagi lelaki, dirinya adalah milik sang bunda sebelum maupun sesudah berumah tangga. Terbesit sebuah ketakutan dalam dada. Berapa lama waktuku yang tersisa bersama mereka? Padahal belum banyak yang bisa kuberi. Berterima kasih pun masih malu-malu, menjaga gengsi.
Anak-anak adalah titipan dari Allah sebagai penyejuk hati. Siapa tahu, kehadiran kita menyembuhkan lara dan membakar semangat mereka dalam riuh-rendahnya kehidupan. Melalui kita, Allah ingatkan orang tua agar jangan patah semangat dan senantiasa optimis memandang ke depan. Oleh karena itu, jangan cemberut mulu waktu di kampung halaman!
6.05 | 19 Sept 2019
108 notes · View notes
kastelku · 6 years ago
Text
Dulu aku termasuk di antara yang takut akan kematian tapi sering menjadikan kematian sebagai bahan lelucon. Dulu aku bilang dengan tanpa merasa bersalah “Jangan mati dulu ah, kan belum nikah, kan belum kuliah, kan belum ini lah itu lah”. Dulu, dunia begitu memanjakan mata.
Dulu mengenal Allah hanya sebagai formalitas, mengenal Allah jika ada keinginan. Dulu tahu jika melakukan dosa adalah larangan Allah, tapi tetap begitu nyaman melakukannya. Dulu, hati ini begitu keras terhadap kebenaran.
Dulu, begitu bangga memperlihatkan kecantikan diri (tentunya merasa sok cantik) sebab dulu belum mengenal bagaimana cara mensyukuri wajah yang telah Allah karuniakan. Dulu, pernah menjadi bagian dari yang berlomba-lomba supaya menjadi pusat perhatian. Dulu, rasa malu itu masih tertutupi kabut tebal.
Dulu, tidak tahu bahkan tidak mau tahu tentang perjalanan yang akan di tempuh setelah kematian. Sekarang, setelah tahu bahwa jika kita khusnul khotimah ada malaikat yang akan menjemput kita, membawa kita ke langit bertemu malaikat yang senang ketika kita melewatinya, hingga kita mendengar suara Allah, dimana jika Allah sudah mengijinkan kita menjadi penghuni surga, kita akan kembali di bawa turun ke alam kubur untuk menanti hari kiamat dan disana kita akan ditemani oleh amal shaleh kita yang kitapun akan di perlihatkan keindahan surga dan seisinya. Sekarang, ada bahagia luar biasa dengan janji Allah yang meski belum mampu merasakannya.
Dulu, begitu banyak pembelajaran untuk di ambil hikmahnya. Begitu banyak alasan untuk berpegang teguh dengan pilihan hidup yang telah Allah pilihkan saat ini. Jangan merasa sudah baik, jangan merasa ingin terlihat shalihah sebab tugas kita adalah menjadi shalihah (hanya di hadapan-Nya) sekali lagi menjadi bukan terlihat. Jangan berhenti belajar, jika hatimu lembut yang akan kau rasakan adalah senantiasa haus terhadap ilmu sebab ilmu adalah pemandu amal, sebab ilmu adalah pengokoh iman. Jangan lelah mengamalkannya, jangan merasa mampu sendirian sebab semua daya dan upayamu adalah pertolongan-Nya. Jaga hatimu baik-baik dari musuh besar bernama riya’ dan ujub. Yakinkan dirimu bahwa kau jauh lebih mulia di banding syaithan-syaithan yang membisiki dan mencoba mengganggumu dari arah mana saja.
Kepada diri, teruslah bersiap untuk pulang. Sebab kapan kita akan pulang tidak akan terduga, kita tidak tahu kapan akan di jemput. Maka, buatlah kebiasaan baik, senantiasalah berkebaikan supaya kita pantas bertemu dengan Allah yang selalu menjadi ingin dan tujuan terbesar dalam hidup. Bi idznillah.
Sepenuh hati, untuk nasehat diri. Jakarta, masih di hari kedelapan bulan Februari.
249 notes · View notes