kembaraven

[kembaraven]

Kupikir, Mei 98 adalah akhirnya. Kupikir, hari dimana demokrasi kembali digaungkan adalah jejak awal dari kejayaan suara rakyat; kembali ke tahta emas miliknya sebagai kedudukan tertinggi. Biang kerok biadab yang melegalkan senjata api di tiap celah tersembunyi berhasil dipukul mundur.

Kupikir, harga diri yang tercerai-berai berhasil ditata kembali. Banyak orang menyungging senyum kala memungut pecahannya. 26 tahun memikul pecahan besar dari ruang yang bahkan belum sempat terisi penuh. Mungkin kita yang kelewat lelah, atau malah terlanjur buta hingga terlena.

Sadarkah kau, bahwa waktu berderak seiring dengan langkah yang bahkan tak sempat kita perhatikan? Mata yang terlanjur sayu ditempa layar komputer, telinga yang berjuang menangkap intisari di tengah rapat perusahaan, kaki yang kelewat sering menapaki jalan yang sama tiap harinya.

Sadarkah kau, bahwa kita terlanjur berjuang mempertahankan apa yang kita punya? Hingga tak pernah punya celah untuk melihat ke luar gelembung transparan yang perlahan kering dijarah mereka yang terlanjur nyaman? Sadarkah kau, bahwa kita dipaksa bertahan dalam bola yang lama-kelamaan tak lagi bisa kau pijak dasarnya, oleh mereka yang hidup dengan menggulir gelembung transparanmu? Sadarkah kau, bahwa mereka menanti ujung hidupmu, memaksamu hidup setengah tenggelam, memaksamu untuk terluka, hanya agar mereka bisa tetap ada di tempatnya?

Sadar kah kau, bahwa ruang yang dulunya kita isi bersama-sama, sebenarnya hanya sekelebat kepalsuan agar kau tak lagi bertanya, tak lagi berteriak, tak lagi mengarahkan belatimu pada mereka?

Kita hampir tenggelam. Gelembung kita penuh dengan air yang sengaja mereka pompa hingga nyaris tak bisa bernafas. Untuk sekali saja, cobalah pecahkan gelembungmu, lihatlah kenyataan yang terjadi di balik gedung hijau super megah di tengah ibukota yang pernah bisa kita banggakan. Sekali lagi, ayo bangkit bersama-sama. Berenanglah ke pinggiran. Kejar mereka. Hancurkan tahta palsu yang sengaja mereka buat untuk menipu.

Sekali lagi setelah 26 tahun. Entah apa hasilnya nanti, sekali lagi. Ini tanah air kita, bukan mereka. Untuk yang hari ini, besok, lusa, atau bahkan untuk dekade selanjutnya, MERDEKA ATAU MATI!