Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
😊
Sabtu, 10 Desember 2016 - 09.35 AM Ceritanya ikut kursus calon pengantin se-SWK Cibeunying. Singkat cerita, sesi kedua ngebahas keluarga sakinah mawaddah warahmah. Disuruh diskusi sama calon suami, tentang 3 hal. 1. Kapan rencana nikah? Insya Allah tahun 2017. Alasannya? Karena menikah itu sunnah Rasul, dan menikah itu menyempurnakan agama. Hal yang baik tidak boleh ditunda lama-lama. 2. Prediksi meninggal umur berapa? 70 tahun. Alasannya? Insya Allah di umur 70 tahun sudah tuntas semua tanggung jawab kepada anak-anak. Dan Insya Allah bekal di akhirat sudah cukup. 3. Cita-cita di akhirat apa? Aku jawab: Masuk surga. Doi jawab: Ingin bertemu dan bersama-sama dengan istri di surga. Speechless, melting seketika. "Kenapa jawabnya gitu?" "Emang ga mau?"
5 notes
·
View notes
Text
JANGAN DI-GENERALISASI
“Katanya agama A begini, kok buktinya begitu?”
“Tuh kan apa gue bilang juga, ras dia mah begitu”
—
Timeline media social saya akhir-akhir ini dipenuhi oleh berbagai informasi yang berkaitan dengan demo 4 November 2016 kemarin, namun malah merembet pada penyebaran-penyebaran kebencian yang lain. Dan saya pribadi sangat gatal dan sudah lama ingin mengomentari hal ini. Semoga teman-teman yang membaca ini bisa memaknai dengan kepala dingin.
Saya tidak sedang membela satu agama, tapi saya membela orang-orang yang sudah berusaha menjaga nama baik agama serta ras juga suku nya.
—
Di zaman sekarang, banyak sekali orang dengan SEMBARANGANNYA men-GENERALISASI suatu kaum, suatu agama, suatu ras, hanya karena aksi seseorang.
Di timeline facebook saya, muncul sebuah postingan yang berisi video demo 4 November kemarin, sebut saja orang yang posting ini adalah si X. Dalam video ini, ditampilkan cuplikan video seorang pendemo yang tertangkap berbicara kasar (yang menurut saya sendiri pun tidak pantas untuk diucapkan) di kamera ketika live.
Lalu, caption yang ditulis X pada video ini berisi kurang lebih seperti ini (tidak sama persis). “Katanya agama ini cinta damai, kok ngomongnya kasar begitu, agama damai apanya? Gue pertanyakan kembali”.
Anda tau apa yang saya rasakan sebagai seorang penganut agama islam? Ketika saya membaca ini, saya sungguh sakit hati. Lebih sakit dari putus cinta. Saya tau, yang X maksud sebetulnya adalah orang yang ngomong kasar di video ini, tapi ketika dia men-generalisasi agama islam, maka dia sedang membicarakan seluruh orang islam, ya, seluruh penganut agama islam di dunia yang bahkan sedang diam di rumahnya. Yang semakin membuat saya sedih, adalah ketika si X ini adalah penganut sesama islam, dan juga dia adalah teman saya sendiri.
—
Sahabat yang saya cintai, saya disini ingin mengajak untuk sekedar berfikir menggunakan logika yang baik sebelum akhirnya berbicara ataupun memposting sesuatu.
Kamu menilai suatu agama berperilaku buruk hanya karena ada 1,2 atau bahkan 100 orang melakukan hal buruk di hadapan kamu. Semudah itukah?
Lantas saya tanya, apa agamamu? Jika kamu berasal dari agama X, dan saya memperlihatkan video 1 orang yang berasal dari agama X yang berpilaku brengsek, bolehkah saya menilai bahwa agama X ini brengsek? Lalu saya posting “Katanya agama X ini adalah agam kasih dan sayang, kok kelakuannya penganutnya brengsek? Agama macam apa ini?” bolehkah? Apakah dirimu ikhlas?
Lantas saya tanya, apa ras/sukumu? Jika kau berasal dari ras/suku Y, dan saya memperlihatkan kelakuan dari 1 orang yang sama sukunya denganmu namun dia menjadi keterlaluan, bolehkah saya menilai bahwa ras/suku Y ini keterlaluan? Lalu saya posting “Ras/Suku Y kelakuannya kok begini sih, ras/suku ini emang gak pantes ditiru. Menurut gue, harus dihapus nih ras/suku begini”. Bolehkah saya posting seperti itu? Apakah dirimu menerima?
Maaf, kalau saya pribadi, tidak terima. Karena saya dan banyak orang lainnya, sudah sebisa mungkin menjaga nama baik agama serta suku/ras yang saya anut. Stop men-generalisasi segala hal hanya dari 1 atau 2 hal saja.
—
Mari sejenak saya ajak berfikir menggunaka logika, kita bicara tentang sekolah.
Setiap sekolah di seluruh dunia bertujuan untuk mengajarkan ilmu, bukankah benar begitu? Bahkan sekolah yang anda ikuti juga mengajarkan berbagai ilmu setiap harinya bukan?
Lantas, kenapa di setiap sekolah, termasuk sekolah anda dulu, ada anak yang dianggap bodoh dan tidak berilmu, namun di sisi lain, ada pula yang pintar dan paham ilmunya. Pertanyaannya, dalam kasus anak yang dianggap bodoh, apakah sekolahnya yang salah atau anaknya yang tidak belajar?
Dan lalu, ketika dia disebut bodoh, apakah dia masih dianggap sebagai siswa sekolah tersebut? Tentu dia tetap anak sekolah tersebut. Mau seburuk apapun, sudah pasti, identitasnya akan menuliskan bahwa dia siswa sekolah tersebut. Maka, sekolah tersebut akan menanggung apapun perilaku anak tersebut diluar sekolah.
Selanjutnya, menurutmu, pantas tidak kita menyebut sekolah itu adalah sekolah yang hancur, sekolah yang brengsek, sekolah yang bodoh, hanya karena kita melihat ada anak yang tidak berilmu karena kelakuannya sendiri?
Anggaplah di sekolah tersebut ada 300 siswa. Ketika kita membuat status “Sekolah X ini kelakuannya bego banget, masa ada anak gak ngerti soal logaritma, sekolah macam apa ini?” hanya karena kamu nanya 1 anak dan dia tidak paham, apa perasaan 299 siswa lain yang bisa mengerjakan soal yang 1 anak tersebut tidak bisa jawab?
Dan bayangkan perasaan 299 siswa lain ketika dia membaca komen-komen pada status tersebut yang bernada “hahaha, emang bego nih sekolah X. Kelakuan anak-anaknya gak bener”, “emang cupu sih, gituan aja gak bisa”. Menurutmu, bagaimana perasaan orang-orang yang sudah berjuang namun dicemoohi orang-orang yang bahkan kemungkinan tidak kenal dirinya?
Tolong fikirkan Men-generalisasi semua hanya karena kelakuan 1 orang, itu sama saja anda tidak menganggap orang-orang yang sudah berjuang agar tidak dicemooh.
—
Agama, ras/suku, tentu dia mengajarkan nilai-nilai kebaikan bagi seluruh orang yang menjadi bagiannya, seperti sekolah.
Agama apapun yang ada di muka bumi, dia mengajarkan seluruh umatnya untuk berbuat kebaikan. Lantas, ada segelintir orang yang tidak melakukan kebaikan. Pertanyaannya, salah agamanya, atau orang yang tidak belajar dari agamanya?
Ras/suku apapun yang ada di muka bumi, dia mengajarkan nilai serta prinsip dalam ras/sukunya untuk menjadi manusia yang baik. Lantas, ada segelintir orang yang berprilaku merusak. Pertanyaannya, salah ras/sukunya, atau orang yang tidak belajar prinsip kehidupan yang diajarkan oleh ras/sukunya?
—
Mari sejenak saya ajak berfikir menggunakan logika,
Dari yang saya pelajari, dalam sebuah survey, dari data sebanyak 100%, bakal ada kemungkinan galat atau error, dan itu hanyalah sangat kecil, bisa jadi dibawah 5%, makadia tidak dianggap sebagai representasi data tersebut.
Lantas wajarkah jika ada manusia yang melenceng dari perilaku agamanya atau suku/rasnya? WAJAR sekali, karena dia adalah bagian dari error, dia adalah bagian yang tidak memelajari identitas dirinya sendiri.
Manusia tidak pernah bisa memilih lahir di agama apa, pada ras atau suku apa dia dilahirkan. Maka sebetulnya itu tak menjadi masalah, selama mereka memahami agamanya, prinsip ras atau sukunya, seharusnya semua berjalan baik dan lancar.
—
Kawanku, sudahlah, jangan pernah men-generalisasi segala halnya. Jangan termakan media-media yang men-GENERALISASI segala halnya karena dia punya kepentingan lain.
Kita semua tahu, beberapa waktu lalu ada kasus seorang pejabat yang sempat menyakiti hati muslim atas perkataanya. Sebagai muslim, saya juga merasa tersakiti. Namun lantas apakah saya langsung berhak untuk menulis “Agama si X ini brengsek, liat kelakuan umatnya”, atau “liat ras/suku si Y, bodoh sekali kelakuannya”? TENTU TIDAK! Dia hanya 1 orang. Tidak sah bagi saya menilainya atas sebuah agama atau ras/suku hanya karena perilaku 1 orang. Karena saya juga mengenal orang dengan agama yang sama dan juga ras yang sama. Mereka berprilaku baik pada saya. Lantas kenapa anda tidak menilai ras dan agama seseorang dari kebaikannya? Maka saya fikir tidak pantas saya menjudge dari hal tersebut.
Lalu, kita juga tahu, kemarin ada demo aksi damai. Lantas, ada 100-200 orang yang tiba-tiba melakukan kerusuhan, juga ada beberapa orang yang masuk kamera sambil berbicara kasar bahkan teriak “Bunuh, bunuh”. Sebagai seorang muslim, saya juga menyayangkan hal tersebut. Namun lantas apakah kita berhak menulis “Kelakuan penganut agama ini bangsat banget. Gimana sih ini ajarannya?”. TENTU TIDAK! Kamu harus liat juga, sisa penganut agama yang sama yang malah melindungi polisi dari serbuan kawan-kawannya sendiri. Maka saya fikir, tidak pantas saya menjudge agama tersebut.
CUKUP! Jangan men-GENERALISASI segala hal.
Kamu bilang muslim jahat karena ada orang muslim berbuat jahat. Please!
Besok saya bawa kamu ke Amerika. Lebih banyak penganut agama, ras/suku apa yang tercatat sebagai kriminal?
Besok saya bawa kamu ke Arab. Lebih banyak penganut agama, ras/suku apa yang tercatat sebagai kriminal?
Besok saya bawa kamu ke Thailand. Lebih banyak penganut agama, ras/suku apa yang tercatat sebagai kriminal?
Besok saya bawa kamu ke Cina. Lebih banyak penganut agama, ras/suku apa yang tercatat sebagai kriminal?
Lantas, kalau kamu boleh men-judge agama/suku/ras karena penganutnya, bukan kah semua agama/suku/ras di seluruh dunia berarti buruk? Padahal mereka berbuat buruk bukan atas suruhan agamanya, sukunya, atau rasnya, tapi karena kebodohan mereka sendiri.
—
Hari ini, kamu posting seseorang karena agama atau rasnya. Saya takut, besok-besok, otakmu masih berfikir tanpa logika, masih berpikiran dangkal. Besok-besok, masih ada orang yang men-generalisasi dari hal-hal yang tak jelas
“Negara Indonesia ini, katanya ramah. Nih liat di kampung ini, kemaren siang ada 2 orang berantem sambil ngomong kasar. Ramah apanya? Orang Indonesia kasar-kasar, hancur! Bullshit!” Kata mereka yang men-Generalisasi hanya dari perilaku 2 orang. Apakah kamu terima sebagai warga negara Indonesia yang selalu mencoba menjaga nama baik negara ini?
“Liat kelakuan orang ini, brengsek sekali. Dia ini zodiaknya Taurus. Semua yang zodiaknya Taurus, brengsek orangnya” Kata mereka yang men-generalisasi dari jenis zodiaknya.
“Liat kelakuan orang ini, sungguh memalukan. Dia ini ukuran sepatunya 43. Emang, orang-orang yang sepatunya 43 itu suka bikin malu” Kata mereka yang men-generalisasi dari ukuran sepatunya.
Coba, apa lagi? Gaya rambut? Merk motor? Jumlah saku celana? Jumlah mantan? Yuk, berfikir jernih.
Jika itu menurutmu tidak logis, lantas apa yang membuatmu berfikir, bahwa perilaku dari 1-2 orang yang buruk juga mewakili semua hal yang dia anut?
Saya khawatir, kamu memposting hal negatif tersebut hanya karena kamu terbawa emosional, atau kamu juga hanya ikut-ikutan sehingga seolah kamu bagian dari yang peduli, biar keliatan update.
Padahal, tanpa sadar, kamu sedang menyebarkan aib saudara kamu sendiri. Dan comment-comment orang pada postingmu, adalah ladang dosa yang kau ciptakan sendiri untuk orang-orang bergibah ria tanpa batasan di social mediamu.
Kelak bagi yang percaya syurga dan neraka, hal-hal yang begini juga diperhitungkan sebagai amal baik dan buruk kita.
—
Saya berusaha tidak menghina agama apapun, karena saya punya teman dari berbagai agama, dan mereka semua baik. Saya juga berusaha tidak menghina ras/suku apapun, karena saya punya teman dari berbagai ras/suku, dan saya tak memiliki masalah besar dengan mereka. Menghina sebuah agama ataupun ras/suku, sama dengan menghina teman sendiri. Dan jujur, saya akan sangat tak enak pada mereka.
Well, kadang memang ada orang yang menyebalkan yang bahkan saya tidak suka, bahkan bukan kadang lagi, PASTI ADA orang menyebalkan. Tapi itu karena dirinya sendiri, karena pribadinya memang buruk, tidak pantas saya menghina kaumnya yang tidak berbuat apapun pada saya.
Stop menyebar aib orang, stop men-generalisasi. Jika kau melihat kekurangan dari temanmu, maka cara terbaik adalah memberi tahunya personal, bukah malah menyebar aibnya di media social.
Bahkan sekedar ngeshare postingan yang berisi bencian, tanpa caption apapun, sudah menunjukan jati dirimu yang senang untuk mengajak orang untuk membenci orang lain. Jangan menjadi bagian negara ini yang juga turut memecah belah.
Saya tau, kadang kita gatel liat kelakuan orang yang menurut kita itu “bodoh”. Tapi ya bukan berarti kamu bebas nyebarin keburukannya kan? Jadilah manusia yang berfikir pintar, menggunakan logika. Jangan share-share kebencian di timeline.
Kita boleh menyebarkan info tentang sesuatu, tapi tidak untuk mengajak membenci. Tapi mengajak untuk lebih memahami informasi yang ada. Hari gini ngajak membenci? Hellaw, kemana aja iyey selama pelajaran PPKN waktu SD?
Jadi inget kata-kata pidibaiq kemaren ngobrol
Semua agama mengajarkan kebaikan. Maka ketika kamu menghina agama lain, sebetulnya kamu sedang menghina agamamu dan juga menghina dirimu sendiri

—
Saya juga tidak gelap mata. Kelak jika orang yang satu agama, satu suku, satu ras dengan saya melakukan tindak kejahatan, maka saya juga sepakat bahwa dia harus ditindaklanjuti. Tidak lantas karena sama identitas, saya jadi bela mati-matian,
Saya ingat seseorang pernah berkata,
Kita berhak meminta kebenaran. Tapi jika meminta kebenaran dengan cara salah, maka siapapun dia, tetap melakukan kesalahan, dan harus ditindaklanjuti.
—
Sekali lagi, terima kasih bagi teman-teman yang membaca ini. Saya tahu, social media memang tempat untuk bebas berpendapat, tapi bukan berarti isi pendapatnya bebas, harus mengerti norma dan etika.
Mari bersama merubah diri, saya juga sama-sama masih belajar, tiada sempurna. Hayu lah, kita bareng-bareng menjaga diri. Saya mengingatkan, lantas kamu juga mengingatkan. Karena manusia tempat salah dan perlu diingatkan.
Dan terakhir, untuk para wanita, jangan generalisasi “semua cowok sama” ya, ada kok laki-laki yang siap untuk menjadi pasangan kamu, apa adanya. Iah, kamu. Iah, bener, kamu, yang lagi baca ini. Nanti saya message yah. (Sebetulnya salah satu inti obrolan ada di paragraf ini).
Hatur nuhun
JANGAN DI-GENERALISASI Bandung, 8 November 2016
80 notes
·
View notes
Text
17/9
17/9/08 Aku, putih abu. Kamu, mahasiswa baru.
3 notes
·
View notes
Text
Mengapa Allah Tidak Menghukum Kita?
بسم الله الرحمن الرحيم
ﻗﺎﻝ أﺣﺪ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻟﺸﻴﺨﻪ : كم ﻧﻌﺼﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻳﻌﺎﻗﺒﻨﺎ ؟ Seorang santri bertanya kepada gurunya: Berapa kali kita durhaka kepada Allah dan Allah tidak menghukum kita?
ﻓﺮﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺦ : كم ﻳﻌﺎﻗﺒﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻧﺖ ﻻ ﺗﺪﺭﻱ ؟ ﺃﻟﻢ ﻳﺴﻠﺒﻚ ﺣﻼﻭﺓ ﻣﻨﺎﺟﺎﺗﻪ ؟ ﻭﻣﺎ ﺍﺑﺘﻠﻲ أﺣﺪ ﺑﻤﺼﻴﺒﺔ ﺃﻋﻈﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﻗﺴﻮﺓ ﻗﻠﺒﻪ Lalu gurunya menjawab: Berapakali Allah menghukummu sedangkan kamu tidak mengetahuinya? Bukankah dihilangkan darimu rasa manis bermunajah kepada-Nya? Tidak ada cobaan yang lebih besar menimpa seseorang dari kerasnya hati.
إﻥ أﻋﻈﻢ ﻋﻘﺎﺏ ﻣﻤﻜﻦ أﻥ ﺗﺘﻠﻘﺎﻩ ﻫﻮ ﻗﻠﺔ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ إﻟﻰ أﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺨﻴﺮ Sesungguhnya hukuman yang paling besar dan mungkin kamu temui adalah sedikitnya taufiq kepada perbuatan baik.
ألم ﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻚ ﺍلأﻳﺎﻡ ﺩﻭﻥ ﻗﺮﺍﺀﺓ القرآﻥ ؟ Bukankah telah berlalu hari-harimu tanpa bacaan al-Quran?
ألم ﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﻠﻴﺎﻟﻲ ﺍﻟﻄﻮﺍﻝ ﻭﺃﻧﺖ ﻣﺤﺮﻭﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ؟ Bukankah telah berlalu malam-malam yang panjang sedangkan engkau terhalang dari shalat malam?
ألم ﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻚ ﻣﻮﺍﺳﻢ ﺍﻟﺨﻴﺮ وﺭﻣﻀﺎﻥ وست من ﺷﻮﺍﻝ وﻋﺸﺮ ﺫﻱ ﺍﻟﺤﺠﺔ ﺍﻟﺦ، ﻭﻟﻢ ﺗﻮﻓﻖ إﻟﻰ ﺍشتغاﻟﻬﺎ ﻛﻤﺎ ﻳﻨﺒﻐﻲ؟ أﻱ ﻋﻘﺎﺏ أكثر ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ؟ Bukankah telah berlalu musim-musim kebaikan, Ramadhan, enam hari Syawal, sepuluh hari Dzul Hijah dan lain sebagainya, sedangkan engkau tidak mendapatkan taufik untuk memanfaatkannya sebagaimana mestinya? Hukuman mana lagi yang lebih banyak dari ini?
ألا ﺗﺤﺲ ﺑﺜﻘﻞ ﺍﻟﻄﺎﻋﺎﺕ ؟ Tidakkah engkau merasakan beratnya ketaatan?
ألا ﺗﺤﺲ ﺑﻀﻌﻒ أﻣﺎﻡ ﺍﻟﻬﻮﻯ ﻭﺍﻟﺸﻬﻮﺍﺕ ؟ Tidakkah engkau merasa lemah di hadapan hawa nafsu dan syahwat?
أﻟﻢ ﺗﺒﺘﻠﻰ ﺑﺤﺐ ﺍﻟﻤﺎﻝ ﻭﺍﻟﺠﺎﻩ ﻭﺍﻟﺸﻬﺮة ؟ Bukankah engkau diuji dengan cinta harta, kedudukan dan popularitas?
ﺃﻱ ﻋﻘﺎﺏ أﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ؟ Hukuman mana yang lebih dahsyat dari itu?
ألم ﺗﺴﻬﻞ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﻐﻴﺒﺔ ﻭﺍﻟﻨﻤﻴﻤﺔ ﻭﺍﻟﻜﺬﺏ ؟ Bukankah engkau merasa ringan untuk berghibah, namimah dan dusta?
أﻟﻢ ﻳﺸﻐﻠﻚ ﺑﺎﻟﻔﻀﻮﻝ ﻭﺍﻟﺘﺪﺧﻞ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻌﻨﻴﻚ ؟ Bukankah engkau tersibukkan untuk campur-tangan pada hal-hal yang tidak bermanfaat untukmu?
ألم ﻳﻨﺴﻴﻚ ﺍﻵﺧﺮﺓ ﻭﻳﺠﻌﻞ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ أﻛﺒﺮ ﻫﻤﻚ ؟ Bukankah akhirat dilupakan dan dunia dijadikan sebagai tujuan utama?
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﺬﻻﻥ. ﻣﺎ ﻫﻮ إﻻ ﺻﻮﺭ ﻣﻦ ﻋﻘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ Ini adalah tipuan! Tidaklah itu semua kecuali bentuk hukuman dari Allah.
احذر ﻳﺎ ﺑﻨﻲ، فإن أﻫﻮﻥ ﻋﻘﺎﺏ اﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﺤﺴﻮﺳﺎ فى ﺍﻟﻤﺎﻝ ﺃﻭ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﺼﺤﺔ Hati-hatilah anakku. Sesungguhnya hukuman Allah yang paling ringan adalah yang terletak pada materi, harta, anak dan kesehatan.
ﻭإﻥ أﻋﻈﻢ ﻋﻘﺎﺏ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ Sesungguhnya hukuman terbesar adalah yang ada pada hati.
ﻓﺎﺳﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﻟﺬﻧﺒﻚ Maka, mintalah keselamatan kepada Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu.
ﻓﺎﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻳﺤﺮﻡ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ﻟﻠﻄﺎﻋﺎﺕ ﺑﺴﺒﺐ ﺍﻟﺬﻧﺐ ﻳﺼﻴﺒﻪ Sesungguhnya seorang hamba diharamkan taufiq untuk melakukan ketaatan karena sebab dosa yang menimpanya.
أو كما قال أو ما في هذا معناه
129 notes
·
View notes
Conversation
A: Download-in Pokemon Go ih.
Q: (dalam hati) lah tumben, biasanya dia orangnya ga suka ikut ikutan yang hits.
A: Gimana caranya? Ga ada di Play Store.
Q: Tumbenan mau main game yang lagi hits.
A: Pingin tau weh. Siapa tau ketemu mantan kamu pas lagi main.
Q: Temu mantan lau kali ah *toyor* *ngaleos*
0 notes
Conversation
Gak Mau!
Q: Nanti namanya kalo cowo ada ***** nya ya.
A: Gak mau!
Q: Ih, kenapa? ☹️
A: Gak mau! Itu kan nama mantan kamu.
0 notes
Conversation
A : Nanti kalo udah nikah, aa pake cincin ga?
Q : Ya iya atuh, biar nandain aa teh udah nikah.
A : Oh gitu?
Q : Iya. Eh tapi kan di Islam mah cowo ga boleh pake emas ya?
A : Iya, itu paham.
Q : Euh atuh gimana? Nanti ada yang deketin aa kan ga tau kalo aa udah nikah.
A : Saling percaya aja atuh. Percaya ga sama aa?
Q : Percaya mah sama Allah.
A : Kalo udah percaya sama Allah, berarti harus percaya juga sama suami.
Q : Sa ae lau.
0 notes
Conversation
Q : A, aku mau tunangan juga atuh biar kayak yang lain. Kayak temen-temen aku.
A : Ih, ngapain?
Q : Iya biar kayak yang lain.
A : Mending juga langsung nikah atuh, sayang. Tunangan mah bisa putus. Kan kalo udah nikah, udah sah. Lagian tunangan mah ga ada di Islam. Kalo emang serius, langsung dipinang aja.
Q : Terus kenapa aa ga meminang aku?
A : Kan mau ini teh, nunggu modalnya dulu kekumpul.
Q : Ya kan seengganya kalo udah tunangan udah terikat.
A : Oh, kayak DP buat motor/mobil itu ya? Terikat. Tinggal dicicil. Terus kalo ga kuat nyicilan, dijabel. Mau?
Q : Engga, a. Nuhun.
A : Iya, makanya. Nanti mah langsung cash aja, biar ga kepikiran.
Q : Korelasinya gimana ya? *dalam hati*
0 notes
Conversation
Q : Nanti sebelum kita nikah, aku mau traveling sendiri ya?
A : Kapan?
Q : Ya, 3 minggu menjelang akad deh.
A : Berapa lama?
Q : Dua minggu cukup.
A : Oooh, biar apa traveling sendiri kayak gitu?
Q : Gak tau, ingin aja.
A : Iya udah gapapa.
*2 hari kemudian*
Q : Barusan aku nyari hotel buat traveling nanti, tapi tiket keretanya belum bisa dipesen.
A : Loh, buat apa emang?
Q : Ih gak inget aku minta apa sebelum kita nikah?
A : Apa?
Q : Aku mau traveling sendiri dua minggu.
A : Gak! Ngapain sih? Nanti aja bareng sama aku. Nanti kamu kenapa kenapa lagi di sana. Mending juga istirahat sebelum hari H.
*sad*
0 notes
Text
Kejarlah mimpimu! Chase your dream! Atau apalah ungkapan semacam itu untuk mewujudkan mimpi. Mungkin ada beberapa orang -salah satunya saya- yang harus mengubur mimpi mereka dalam-dalam. Menaruh kembali impian yang sudah diraih oleh tangan. Pintu penghalangnya sudah dibuka. Tapi, itu semua harus terkubur. Mimpi yang sudah lama diidamkan. Berhasil melalui serangkaian tes untuk mendapat kerja di luar kota. Sudah semangat 45 mempersiapkan semuanya. Ketika 1 langkah menuju itu semua, halangan rintangan yang datang semakin datang mendera. Bagai batuan yang runtuh di mulut gua. "Di Bandung aja." Ah, kembali terulang lagi. Mengorbankan keinginan hanya untuk segelintir kepentingan yang lain. Mengubur impian untuk alasan lain. Tetapi, tidak pernah dihargai.
0 notes
Quote
Umur segini tuh udah ga jaman baper, jamannya japer.
Kido - Kepada dirinya sendiri
0 notes
Text
Penat dengan segala rutinitas. Sepertinya aku butuh pergi ke suatu tempat. Sendiri. Kemana? Mungkin menyepi ke Bromo, atau bermain di rangkaian pantai di Yogyakarta. Atau mungkin keliling kota Bandung. Desa di Garut mungkin bisa jadi pilihan. Ah, bagiku sama saja. Pegunungan, pantai, kota, atau desa. Sama-sama anugerah yang diberikan Sang Pencipta.
0 notes
Text
Maaf, sayang, jika aku selalu membuatmu marah. Mungkin caraku salah di matamu. Tapi, percayalah aku ingin kamu bahagia. Maaf, sayang, jika aku selalu merajuk padamu. Aku hanya butuh ingin didengar olehmu. Maaf, sayang, jika manjaku mengganggumu. Aku hanya ingin kau menjadi sandaranku. Maaf, sayang, jika aku selalu menyusahkanmu. Aku percaya kau adalah orang yang tepat untuk ku andalkan. Maaf, sayang, jika aku selalu mendebatmu. Aku hanya ingin pendapatku kau terima. Sayang, jika kau bosan dengan semua sikapku, jangan ragu untuk utarakan. Jika kau bosan denganku, mungkin kita butuh jeda sebentar. Seperti koma, bukan titik. Tapi, kuharap kau tidak bosan dengan adaku. Bandung, 24022016 - 20:38
0 notes
Text
MAJALAH PRIA DEWASA ITU ...
dapat postingan dari temen, yang membuka perspektif lain yang menarik, baca sampai selesai yaa.. biar ga salah persepsi
Bertemu ex redaktur salah satu majalah popular di Indonesia. Kami berbincang banyak hal, di antaranya topik yang lagi trending. Awalnya, saya tidak menduga obrolan menuju sana. Saya cuma mendengarkan, lalu surprise di bagian akhir.
“Mas tahu majalah X?” katanya sambil menyebut merek majalah pria. Saya mengiyakan, walau tak pernah membeli dan membuka isinya.
“Konsumennya cuma 40 persen yang normal. Maksudnya yang benar-benar laki.”
“Lho, yang 60 persen?”
“Ya gitu. Lekong.”
“O ya? Tahu dari mana?”
“Kan kita survei, Mas. Dari situ ketahuan.”
“Caranya?”
“Pertanyaan-pertanyaan yang kita berikan itu pertanyaan ‘jebakan.’ Misal, dalam sebulan, ada alokasi biaya perawatan tubuh nggak? Misalnya, spa, treatment ke salon, semacam itu.”
“Pertanyaan lain?”
“Apa yang dia suka dari perempuan? Kalau yang normal, ya mukanya. Bagian tubuhnya. Yang lekong itu jawabnya fashion. Baju, tas, sepatu. Model-model gitu.”
“Terus, hasil surveinya buat apa?”
“Itu kaitan dengan wajah majalah. Bagaimana desain cover-nya, rubrik-rubriknya apa saja. Itu juga sebabnya, di halaman-halaman majalah itu banyak gambar cowok sixpack, berotot. Karena yang lekong-lekong suka melihat yang begituan. Redakturnya aja banyak yang lekong, Mas. Jadi mereka ngerti selera kaumnya.”
Sedang heboh tema LGBT. Saat sebagian orang sibuk dengan meme “LGBT itu penyakit,” saya lebih tertarik melihat dari angle yang lain: bisnis. Kenapa seolah-olah dunia bisnis tidak ambil pusing dengan penolakan-penolakan yang ada? Bukan hanya nama-nama kecil, tapi juga merek-merek gadang di dunia.
Facebook, Whatsapp, LINE, Starbucks.
Kenapa mereka tidak peduli, malah aktif mendukung dan mempromosikan? Apa mereka tidak khawatir “mencederai” loyalitas existing customer?
Pertanyaan ini terjawab dari kasus 60 persen lekong pembaca majalah X. It’s all business. It’s all about money.
Bisnis tidak akan ada jika tidak ada demand. Demand itu antara dua: kebutuhan atau keinginan. Selagi masih ada kebutuhan, bisnis akan hidup. Selagi masih ada keinginan, bisnis akan jalan. Dalam hal apa pun.
Fakta bahwa merek-merek besar mengampanyekan LGBT menunjukkan mereka tengah merangkul segmen ini. Jumlahnya makin besar. Bertambah terus dan terus. Jika mereka bersikap kontra, it’s bad for their business. Mereka bisa kehilangan uang. Kesempatan untung lebih banyak.
Dari titik inilah, kita perlu menyimpulkan: siklus ini perlu distop dengan cara yang sistematis. Kita tidak akan bisa menghentikan ini dalam waktu singkat, sebab LGBT telah memperjuangkan keberadaan mereka puluhan tahun. Main halus. Pelan-pelan. Itulah yang membuat kaum agamawan terkejut, karena mereka selama ini nampak ditolak masyarakat. Nyatanya LGBT tumbuh dalam gelap, dan berani unjuk gigi saat sudah besar.
Kita memang perlu menyatakan sikap. Namun bersikap kasar, keras, mengatakan bahwa mereka itu “penyakit” itu kontraproduktif. Mereka bisa depresi, karena terus-menerus dianggap busuk, tak punya harapan. Bisa juga menghidupkan sistem pertahanan. Seperti menekan bola dalam air. Makin ditekan, makin besar pula perlawanan. Makin kebas dan mantap untuk menyimpang.
Catat ini baik-baik: semua orang berhak mendapatkan dakwah, termasuk LGBT. “Arus penolakan” yang kita lihat sekarang membuat mereka makin represif. Padahal, yang seharusnya dilakukan:
Edukasi, lalu solusi.
Sebenarnya, ini rumus content marketing. Bukan mencaci dan mengutuk. Tak akan ada nasihat yang diterima jika disajikan dengan pola “benci dan melaknat.”
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Q.s. Ali Imran [3]: 159).
Untuk orang-orang yang hatinya telah disentuh dakwah, dan masih merasakan indahnya Islam, selalu ingat:
Dulu, kita pun dapat hidayah lewat kata-kata yang lembut.
Karenanya, ajak LGBT memahami bahwa orientasi seksual mereka adalah ujian dari Allah. Jika mereka bisa menyikapinya dengan sabar, taat pada syariah Allah, hidup lurus sesuai sunnah Nabi, surga balasannya.
Dari Atha’ bin Rabbah, dia berkata, Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku, “Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni surga?”
Aku menjawab, “Ya.”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Saw. seraya berkata, "Sesungguhnya aku sakit ayan dan auratku terbuka. Maka berdoalah bagi diriku.”
Beliau Saw. berkata, “Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah surga. Dan, apabila engkau menghendaki, engkau bisa berdoa sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat.”
Lalu wanita itu berkata, “Aku akan bersabar.”
Dan ia berkata lagi, “Sesungguhnya auratku terbuka. Maka doakanlah aku agar auratku tidak terbuka.”
Maka Nabi Saw. berdoa untuk wanita itu.
Jika ayan saja dihadiahi surga, apalagi cobaan orientasi seksual? Harus optimis. Nggak boleh su'uzhan pada Allah. Ajak mereka mengingat kematian, akhirat, dan indahnya ganjaran dari Allah kelak.
Jangan berharap hasil, tapi sampaikan dengan baik.
Sisanya, serahkan pada Allah. Karena yang membolak-balikkan hati adalah Dia. Bukan kita.
Allahu a'lam.
44 notes
·
View notes
Text
ini endorse yeah?
My First D'Eyeko Premium Lash
Mata.. Mata itu buat aku bagian yang sensitif dan penting. Ga cuma bisa dipake liat dan nerima informasi di sekitar kita. Tapi mata itu buat nyampein informasi juga loohh. Dari makian sampe rayuan bisa kamu sampein lewat mata. Hebat yahh!
Aku orangnya ga suka dandan berlebihan, malah kadang cuek banget. Tapi ada satu bagian muka yang aku pengen banget dandanin abis - abisan. Mata aku kurang seksi jadinya gara - gara bulu matanya pendek - pendek. Dan aku suka iri banget sama pacar yang bulu matanya lentik banget. Jadi sebel sendiri kalo lagi jalan ngerasa kurang kece, kurang unyu :(
Kemaren - kemaren temenku pake bulu mata dari D'Eyeko. Katanya enak dan nyaman banget dipake. Cocok banget buat newbie kaya aku. Awalnya sih males buat nyoba pake bulu mata palsu. Soalnya kebayangnya tuh ribet banget. Kalo lagi jalan takutnya ada angin topan gimana kan?
Tapi setelah liat dia pake dan emang keliatanya nyaman jadi kepengen juga. Apalagi tau kalo bulu mata D'Eyeko dibuat 100% Handmade. Akhirnya pake juga deh bulu mata palsu. Daaannnn, perkiraan aku salah banget. Bulu mata dari D'Eyeko ini emang nyaman dan cocok banget deh buat yang baru seneng pake bulu mata palsu. Gasalah sama embel - embel premium eye lash-nya. Dan yang bikin makin enak dipake, bulu mata ini dibuat dari natural hair.
My first eye lashes from D'Eyeko… Ga ngecewain dan ga bikin kapok buat pake bulu mata palsu. Jadi makin kece dan unyu deh kalo jalan. Dan gausah iri - irian lagi sama pacar gara - gara bulu mata :))
1 note
·
View note