Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Coaching Class #1: Cerita Pendek

[CERPEN ITU SENI!] Minggu lalu (10/3/19), Literaksi berkesempatan untuk berguru tentang cerpen langsung dari ahlinya, Kak Abdul Hadi. Kak Hadi merupakan seorang mahasiswa yang juga cerpenis dan saat ini berdomisili di Jogja. Kemarin sudah lihat story Instagram kami tentang Kak Hadi, kan? ;)

Dari "Coaching Class #1: Cerita Pendek" ini, kami mendapat banyak pengetahuan baru. Kak Hadi berpesan, agar jangan meremehkan tulisan kita, meski menurut kita jelek, tapi bisa jadi justru berharga buat orang lain. Jangan remehkan tulisan yang bersumber dari kenangan-kenangan kecil kita, karena banyak karya besar justru lahir dari kenangan-kenangan kecil dalam hidup. Harus diingat juga, kalau cerpen itu seni. Bebas. Tidak ada aturan khusus. Bisa jadi hanya bentuk dialog langsung, tanpa ada penjelasan, atau sebaliknya. Yang penting, kunci menulis cerpen adalah: FOKUS PADA KONFLIK, JANGAN MELEBAR & BERTELE-TELE.
Kalau sekiranya banyak konflik, jadikan novel. Selain itu, cerpen itu soal kreativitas: bagaimana penulisnya bisa menyuguhkan hal-hal yang dilihat setiap hari menjadi tulisan yang apik, sudut pandang yang unik, dan fresh! Saat menulis cerpen, penulis tidak mengikutkan emosinya saat menulis, melainkan emosi tokoh yang "bermain" dalam cerita. Fenomena ini dikenal dengan istilah penulis mati. Ini demi totalitas dalam berkarya, hehe. Oiya, Jangan sedih kalau belum ada yang memberi apresiasi saat membaca karya kita. Ingat baik-baik bahwa tulisan kita bukannya jelek, hanya belum bertemu dengan pembaca yang tepat. Ini soal segmen pembaca, Bung! Jangan berhenti berlatih :)
Terakhir, seperti kata Stephen King,
"If you want to be a writer, you must do 2 things above all others: read a lot and write a lot."
Salam Literaksi, #salamliterasi. Sampai jumpa lagi di CC#2!

#KomunitasLiteraksi#mudabisafoundation#CoachingClassLiteraksi#kelasmenulisjogja#menuliscerpen#komunitasjogja#komunitasmenulis#komunitasliterasi#yogyakarta
1 note
·
View note
Text
Impian
Oleh: Affinsyah Arrafiqah Rahmah
Seorang gadis SMA baru saja turun dari angkutan umum yang mengantarkannya pulang ke rumah. Ia berjalan sangat pelan sambil menundukkan kepalanya, menatap sepatu ketsnya yang bergesekan dengan jalan. Pikirannya sangat berkecamuk hingga ia tidak sadar bahwa dirinya sudah berada di depan pagar rumah berwarna hijau tua. Rumahnya.
Ayara Prisha, nama gadis itu. Ia membuka pintu dengan cepat tanpa mengucapkan salam, tentu saja ibunya menjadi kaget.
“Mana salamnya?”
“Assalamu’alaikum.” Jawabnya dengan suara sangat lemah seperti anak yang belum makan seharian.
“Nah gitu dong. Wa’alaikumsalam.” Ibunya tersenyum dari arah dapur karena sedang sibuk memasak untuk makan siang.
Alih-alih berbincang kembali dengan ibunya, ia justru langsung masuk ke kamarnya. Lebih tepatnya, mengunci diri di dalam kamar. Tak lama kemudian, terdengar suara musik keras yang sangat memekakkan telinga datang dari arah kamar Ayara. Lagu-lagu K-Pop kesayangannya.
Iringan lagu tersebut membuat pikiran Ayara terbang kemana-mana, kemudian sampai pada suatu momen yang tidak bisa ia lupakan hingga hari itu.
“Sebentar lagi kamu akan lulus SMA, kemudian kuliah. Kamu sudah tahu ingin kuliah di jurusan apa?” tanya seorang lelaki paruh baya berumur 51 tahun yang sedang duduk menghadap layar televisi.
“Aku ingin kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra Korea, yah. Atau sekolah fotografi.” Ayara memandang ayahnya dengan mimik wajah penuh berharap.
“Ngapain kamu kuliah jurusan itu? Kamu kuliah di Bahasa Korea karena Oppa-Oppa koreamu itu kan? Nyanyi-nyanyi, nari-nari nggak jelas. Buat apa, Nak.. Kan Ayah sudah bilang, hal seperti itu sama sekali nggak ada manfaatnya buat kamu. Itu banyak mudharatnya, Nak.. Dalam agama Islam dilarang umat muslim mengikuti orang-orang kafir. Musik itu haram.. Kan kamu sudah tahu hukumnya.” nada bicara Ayahnya tiba-tiba naik drastis, memperlihatkan amarah yang tersembunyi.
“Tapi, Yah, aku ingin kuliah disana bukan karena mereka. Aku ingin belajar tentang budaya Korea. Aku ingin belajar bahasa Korea. Kan nggak ada salahnya kalau aku bisa menguasai bahasa asing selain Bahasa Inggris?” Ayara terbawa emosinya. Air matanya mulai berlinangan.
“Ya kalau kamu ingin belajar bahasa asing, alangkah lebih baik kamu belajar bahasa Arab. Bahasa Arab digunakan dalam kehidupan kita sebagai umat muslim, dalam bacaan sholat, dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Lebih baik kamu belajar itu saja, bisa menambah pahala. Sebenarnya Ayah bukannya melarang kamu. Ayah hanya memberikan nasehat agar kamu tidak melenceng dari ajaran agama, Nak. Ayah ingin kamu bermanfaat di dunia dan akhirat.” Ayahnya menghela napas dalam-dalam dan beranjak dari tempat duduknya, berlalu begitu saja.
Ayara tahu, kalau sudah begitu, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya harus menuruti perkataan ayahnya. Tapi, bagaimana bisa? Kuliah di jurusan Bahasa Korea adalah impiannya. Hasratnya untuk berkuliah disana sangat besar, yang ia sendiri sulit untuk membendungnya.
Ayara beranjak dari ruang tengah, kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia merasa lelah. Bukan badannya, tapi pikirannya. Semakin ia pikirkan impiannya, ia tetap saja tidak bisa merubah keadaan.
Karena impiannya hanyalah sebuah impian.
0 notes
Quote
Jadi gimana caranya, kita membuat sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang bisa dinikmati.
Muhammad Abdul Hadi, 2019.
0 notes
Text
Definisi Langkah
oleh: Afni Yuliyanti
Dua cangkir kopi yang sedari tadi terhidangkan di atas meja pun bertanya2 dengan apa yang dilakukan oleh orang yang memesannya. Tak ada yang salah dengan pesanannya, pun tak ada yang salah dengan alasan dua cangkir kopi itu teracik hingga terhidangkan di atas meja yang dipesan oleh sepasang muda mudi yang duduk termenung. Kopi hitam pun bertanya pada kopi capucino, "hey, apa kamu melihat apa yang ku lihat ?" Ujarnya. Kopi capucinopun menjawab "ya, aku melihat apa yang kau lihat, dan aku mengamati apa yang kamu amati."
Hmmm,, bagaimana mungkin mereka menjadi seperti ini sekarang, bukankah dulu mereka tidak seperti ini ?" Ujar kopi hitam.
"Aku pun tak tahu, ada apa dengan mereka ? Mengapa pemesan kita sudah tak lagi seakrab dulu, tak lagi terucap kata2 indah, dan tak lagi saling tatap, bahkan ku tahu dahulu mereka saling tatap sampai ke hati." Ujar kopi capucino.
"Dan kini kita hanya sebagai alasan pertemuan mereka melangkahkan kaki ke kedai ini untuk mengulang apa yang mereka sering lakukan dulu. Bahkan dengan pesanan yang masih sama, kita dipesan, dan hadirnya kita disini untuk melihat mereka bahwa mereka telah berbeda". Ucap kopi hitam.
"Akankah langkah mereka kemari hanya untuk itu ? Akankah mereka akan kembali seperti dahulu saat pertama kali mereka memesan kita berdua ? Aku berharap seperti itu." Khayal kopi capucino dengan aroma khasnya.
Yogyakarta, 16 Maret 2019.
0 notes
Text
Hilang
oleh: Firly Annisa L.
Aku terbangun. Sorot mentari yang mulai menyelinap jendela kamarku. Sungguh mengganggu tidurku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Astagah bodoh sekali aku, kenapa aku bisa lupa bahwa Alan memintaku untuk menemuinya pagi ini?" Aku berteriak. Mengacak-ngacak rambutku.
Setengah jam kemudian aku baru sampai di sebuah kafe tempat janjianku dengan Alan. Aku celingukan mencari rambut kribo milik Alan. Nahas, sudah aku duga pasti dia sudah pergi ke bandara. Sial, uangku telah hangus begitu saja dibawanya. Perjanjiannya kini telah batal begitu saja.
Aku keluar dari kafe dengan penuh amarah. Aku tendang kerikil yang ada di depanku. Menggerutu sepanjang jalan. Tiba-tiba salah satu mahasiswa menabrakku. Sepertinya ia sedang buru-buru.
"Heii, jalan pakai mata dong."
"Mmaaf, saya buru-buru. Saya harus pulang secepat mungkin karena gunung." Napasnya terengah-engah.
"Iya gunungnya kenapa?"
"Meletus. Gunung merapi meletus." Orang itu lalu berlari mencari ojek untuk pulang ke rumahnya.
Sementara aku terdiam cukup lama. Badanku serasa kaku. Mulutku membisu. Pikiranku saat itu hanya satu, Ibu.
Sudah beberapa bulan aku tidak pulang ke rumah. Aku lebih baik mengekost daripada tinggal bersama ibu. Aku pulang jika aku butuh uang. Ya, seperti ketika perjanjianku Alan, uang yang ia bawa lari adalah uang hasil aku menjual perhiasan ibu dan menggadaikan rumah. Aku ingat, bagaimana ibu menangis menahan kakiku untuk tidak melakukan itu. Aku ingat masa-masa ketika aku durhaka padanya.
Waktu seakan terhenti saat orang tadi mengatakan bahwa gunung merapi meletus. Rumahku ada di bawah kaki lereng gunung itu, lalu bagaimana dengan ibuku? Apakah ia akan baik-baik saja?
Tak perduli dengan terik mentari yang sudah meninggi. Aku berlari semampu yang aku bisa. Berlari dan terus berlari sampai aku benar-benar menemukan ibu. Entah mengapa aku tak berpikiran untuk mencari ojek untuk mengantarkanku. Yang ada dipikiranku saat ini adalah ibu. Hanya ibu. Bisa saja aku tak peduli akan hal itu, tapi entah mengapa hatiku sakit. Jiwaku teriris apabila ibu tak bisa aku selamatkan.
***
"Aku bisa, aku pasti bisa menyelamatkannya. Ibu... Ibu..
Seisi ruangan tertawa. Melempariku dengan sebuah bolpoin. Saat itu aku terbangun dan aku tersadar. Itu hanyalah sebuah mimpi. Aku hanya bisa menunduk malu.
Tiba-tiba ponsel bergetar. Ku lihat sebuah pesan masuk. Tak tahu dari siapa. Ku buka pesan itu yang berisi, Ibumu telah meninggal akibat serangan jantung. Saat itu juga, air mataku berhasil lolos.
Yogyakarta, 16 Maret 2019.
0 notes
Text
Membangun Mimpi dengan Bermimpi
oleh: Shalma Syahara
Matahari sudah mulai condong sedikit kebarat,awan pun sudah menonjolkan sedikit warna jingga tenang nya,ya waktu sudah menunjukan pukul 17.15 waktu indonesia bagian barat,suara mesin motor menderu perlahan lahan, menadakan sipengendara kelelahan dalam menambah tenaga kecepatan motor,kuintip dari sudut jendela ruang tamu ternyata sipengendara motor itu ayahku, sementara di ruang tamu berkumpul keluarga dari bundaku, ada paman dan bibiku, juga om ku bersama tanteku, sedari pukul 15.00 tadi,sebelum sang langit menunjukan keindahan nya.
Ayahku pun berjalan dari garasi ke dalam rumah,semua keluarga yang sedari tadi ngobrol bercakap cakap ringan seketika diam,hening,entah mengapa. Aku tak terlalu ingin tau ataupun bertanya tanya dengan permasalahan orang dewasa,lalu anak umur 11 tahun ini pergi dari rumah untuk bermain ke rumah sahabat nya, hanya berbeda blok saja waktu itu,dulu aku tinggal di perumahan griya tepat nya di bogor jawa barat,tempat nya asri,masih banyak pohon pada waktu itu.
Aku pun bermain hingga lupa bahwa waktu sudah menunjukan pukul 21.00, tiba tiba aku di hampiri oleh pakde ku kakak dari ayah ku, lalu aku pamit dengan sahabat ku yang bernama sufi.
Di dalam mobil aku bertanya tanya,ini mau kemana? ,mengapa bunda menangis? Mengapa rahang paman terlihat keras dan kaku yang menandakan bahwa ia sedang marah? Mengapa paman dari ayah ku juga seperti menahan tangis? Seolah aku melihat bahwa permasalahan ini juga menyangkut pautkan diri ku.
Akupun terbangun,kulihat ke arah jendela kami masih di perjalanan,didalam mobil suasana hening,ku tengok ke arah bunda,tertidur dalam keadaan muka sembab,ku tengok hand phone Nokia c3 ku,banyak telfon masuk dari teman teman,ku telfon marta tetanggaku di angkat dan kami pun bercerita.
Sampai di jakarta kami pun merapikan barang bawaan yang kami bawa dari bogor,semakin lama aku semakin paham apa masalah yang sebenarnya terjadi,tak perlu ku jelaskan panjang lebar,awal dari cerita ini sudah sangat jelas sekali menggambarkan.
Sudah 1 bulan kami di jakarta,kami di rumah bude,kakak dari bunda ku,waktu itu hari minggu,aku ingat sekali aku,bude,tante pakde serta adik ku mengantar bunda ke bandara soekarno hatta,bunda lebih dulu pergi ke yogyakarta,untuk mencari tempat tinggal serta sekolah dasar untuk melanjutkan ku ke sekolah kelas 6 SD dan adik ku kelas 2 SD.
5 bulan berlalu,aku dan adik tinggal di rumah budeku yang di jakarta,akhirnya kami pun ikut menyusul bunda ke yogyakarta,dengan di antar bude,paman,dan kakak sepupuku kami berangkat naik avanza,perjalanan pun di mulai,dan kami berangkat pukul 9.00.
Matahari pun sudah menunjukan lelahnya,ia tenggelam di gantikan piket oleh bulan, yang jaga malam ini dan kamipun sampai di kota purbalingga, tempat tinggal mertua nya paman ku, aku memanggil beliau pun mbah putri dan mbah kakung, disana beliau punya empang yang isinya ikan mas, katanya sih ikan betina nya lagi hamil.
Kamipun menyantap ikan yang tadi kami pancing, telur nya banyak dan telurnya di goreng, yang makan pakde ku karena hanya beliau yang doyan, katanya di nikmati dengan sambal dan nasi hangat menambah kenikmatan saat menyantap telur gpreng nya, hari semakin terik ,perut keadaan kenyang, keringat mengucur pelan, tanda matahari sudah tepat di atas kepala, waktunya kami bersiap siap berberes melanjutkan perjalanan ke yogyakarta.
Kamipun pamit dengan haru, aku mengucapkan terimakasih mbah, dan kamipun melanjutkan perjalanan dalam perjalanan ke jawa sepanjang jalan itu kami melihat sawah, dan ada gunung mengerucut indah, udara pun sudah mulai teduh, dengan izin kepada paman, aku meminta bahwa jendela mobil untuk di buka, paman pun mengiyakan.
Sampai di yogya itu sore jam 16.30, tepat di depan ruko berukuran tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil juga kami berhenti, keluar wanita cantik yang kami rindukan,ya bundaku, kamipun berpelukan, adikku menangis, dan kamipun melanjutkan perjalanan ke rumah baru kami, ya kami menetap di kota nyaman ini, kota Yogyakarta, dengan adik dan bunda yang naik becak kamipun mengikutinya dari belakang.
6 tahun pun berlalu, sekarang aku menempati bangku sekolah menengah atas kelas akhir, dan adik ku SMP kelas 2, aku sedang mempersiapkan untuk masuk untuk bertarung di perguruan tinggi negri. Waktu begitu cepat berlalu, kelulusan pun berlangsung sambil menunggu hasil test ku di salah satu universitas akupun ke jakarta,menjadi volunteer kasih palestina cabang jakarta, yaa menjadi relawan selama bulan puasa tentunya.
Dari situlah aku bertemu teman yang sekarang menjadi sahabat ku, alisa namanya, teman berbisnis ku hingga sekarang, karena setelah selesai S1 pendidikan bahasa indonesia aku memulai usaha dari toko kue,toko baju,dan sekarang aku membuka wedding gallery, setelah lulus sembari membuka usaha sampingan aku khursus MUA dan sahabatku alhamdulillah berbakat dalam menjahit, Kamipun membuka usaha bersama, setelah ini aku akan melanjutkan untuk S2 dengan hasil jeripayahku sendiri.
Dan bundaku sekarang tinggal menikmati hasil yang beliau dulu usahakan,dan adik ku satrio herlambang, sekarang dia sekolah pendidikan untuk menjadi TNI angkatan udara.
Yogyakarta, 16 Maret 2019.
0 notes
Text
Siapa Kami?
Latar Belakang Komunitas Literaksi
Remaja merupakan salah satu fase di dalam kehidupan manusia yang penting. Pada masa ini, orientasi pergaulan mereka mulai bergeser dari orangtua ke teman sebaya. Hal ini membuat remaja rentan terhadap pengaruh-pengaruh negatif akibat pergaulan di lingkungan yang buruk atau diperkenalkan terhadap kegiatan-kegiatan yang negatif. Selain itu, pengaruh globalisasi dan derasnya arus informasi di dunia maya membuat remaja semakin dekat dengan berbagai hal yang dapat berdampak negatif pada dirinya. Oleh karena itu, remaja perlu mendapatkan ruang gerak yang mampu memberdayakan energi berlebihnya ke arah yang lebih positif. Dari berbagai jenis potensi yang ada pada remaja yang dapat dijadikan sarana positifnya dalam bergerak, potensi literasi merupakan salah satunya.
Kata ‘literasi’ berasal dari bahasa Inggris “literacy” yang memiliki makna ‘kemampuan untuk membaca dan menulis’. Sedangkan menurut Ubedilah Badrun1), budaya literasi mencakup budaya membaca, budaya menulis, budaya berdiskusi dan budaya riset. Pada sumber yang lain, literasi merujuk pada gerakan mencerdaskan masyarakat dengan kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan kata ‘aksi’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna ‘tindakan.’ Berdasarkan makna di atas, maka kata ‘literaksi’ yang merupakan akronim kata ‘literasi’ dan ‘aksi’ bermakna budaya literasi yang digalakkan melalui kegiatan baca, tulis dan diskusi.
Pentingnya budaya literasi di kalangan pelajar salah satunya berangkat dari sebuah kajian oleh Organization for Economic Cooperation and Development (EOCD) yang bertajuk What Students Know and Can Do: Student Performance in Reading, Mathematics, and Science Program for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009. Kajian ini menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi 57 dari 65 negara yang dikaji mengenai budaya literasi di kalangan pelajar. Sedangkan pada 2006, studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang melibatkan pelajar menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara.
Melalui Komunitas Literaksi, remaja diharapkan dapat menumbuhkan, mengembangkan dan mengoptimalkan potensi dan energi mereka ke dalam budaya literasi yang meliputi aktivitas baca, tulis, dan diskusi. Dengan budaya inilah, remaja diharapkan dapat menjadi remaja yang kreatif dan produktif serta bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Sejarah Komunitas Literaksi
Pada mulanya, komunitas menulis yang didirikan pada Februari 2010 ini diresmikan dengan nama Komunitas Penulis Pelajar (KPP) dalam acara perdananya, Festival Bulan Menulis, di salah satu ruangan di Kompleks Balai Kota Yogyakarta. Dalam perkembangannya, KPP menyelenggarakan berbagai kegiatan yang mengusung tema kepenulisan. Mulai dari Festival Bulan Menulis, Angkringan Bikin Buku, Pena Kreasi Ramadhan, Travel Writing Class, dan belasan program lainnya. Berbagai program ini mampu menarik lebih dari 100 remaja untuk bergabung dan mengikuti program-program tersebut.
Akan tetapi, karena kendala pengelolaan di internal KPP, berbagai program tersebut tidak dapat bertahan lama atau mencapai target yang diusungnya. Alhasil, para remaja yang telah bergabung satu persatu mulai tidak menunjukkan dirinya.
Berbekal keinginan untuk mengelola komunitas secara profesional dan terarah, para pegiat komunitas ini mulai mencanangkan adanya perubahan nama komunitas sebagai perwujudan tekad yang kuat untuk ‘menyelamatkan’ komunitas. Pertimbangan perubahan nama ini mencakup beberapa hal.
Pertama, kata-kata ‘pelajar’ yang ada di dalam nama Komunitas Penulis Pelajar dianggap mengekslusifkan target dari komunitas ini. Selain itu, kata-kata ini juga disinyalir membuat para anggotanya hanya aktif ketika mereka masih pelajar sehingga setelah mereka lulus SMA/SMK, mereka menjadi tidak aktif kembali di komunitas ini. Kedua, penyebutan ‘Komunitas Penulis Pelajar’ dianggap terlalu panjang dan tidak praktis. Kata-kata tersebut juga dirasa terlalu kuno di kalangan remaja. Ketiga, penyebutan kata ‘penulis’ dianggap membuat persepsi bahwa satu-satunya produk dari komunitas ini adalah buku. Padahal, berita atau blog juga merupakan produk dari aktivitas menulis.
Berdasarkan ketiga pertimbangan di atas, ditambah masukan dari pihak-pihak lain, para pegiat komunitas ini sepakat mengubah nama ‘Komunitas Penulis Pelajar’ menjadi ‘Komunitas Literaksi’ pada akhir tahun 2014.
Apa itu Komunitas Literaksi?
Sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi, khususnya kepenulisan, yang memiliki fokus dalam pembentukan remaja kreatif dan produktif melalui kegiatan baca, tulis dan diskusi.
Visi
Menumbuhkan, mengembangkan dan mengoptimalkan potensi remaja dalam minat dan keterampilan literasi yang meliputi aktivitas membaca, menulis dan berdiskusi
Misi
Menyelenggarakan pelatihan kepenulisan yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan dan unsur estetika yang didasari pada nilai-nilai Pancasila yang luhur
Menghadirkan iklim yang kondusif bagi remaja untuk belajar menulis
Membangun faktor-faktor internal dan eksternal menulis bagi remaja agar dapat menjadi penulis profesional
Mempersiapkan SDM komunitas untuk mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional
Mengedepankan profesionalisme organisasi pada kiprah perjalanan komunitas dan di setiap pengambilan keputusan
Membekali remaja dengan kemampuan non-menulis
Menjadikan aktivitas komunitas sebagai sarana mengembangkan diri bagi remaja
Tujuan
Membudayakan literasi di kalangan remaja
Membentuk remaja yang kreatif dan produktif dalam membudayakan literasi
Menjadi wadah yang menyenangkan bagi remaja untuk membudayakan literasi
Mendampingi remaja dalam berbagai kegiatan yang berorientasi positif
Dalam lima tahun, Komunitas Literaksi memiliki niatan untuk menghasilkan hal-hal sebagai berikut.
Seribu judul buku dengan genre apapun yang ditulis oleh remaja
Dua ratus remaja penyelenggara aktif berbagai program Komunitas Literaksi
Seratus remaja penulis tingkat mahir dengan kapasitas menjadi pembicara dan mentor untuk berbagai agenda Komunitas Literaksi dengan unsur kepenulisan
Lima ratus remaja promotor aktif budaya membaca dengan minimal tiga remaja di masing-masing sekolah menengah di kota Yogyakarta
Program/Sarana
Dalam lima tahun ke depan, Komunitas Literaksi berencana menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di bawah ini.
Reading Campaign : Program penyebarluasan budaya literasi di kalangan remaja dengan sarana kampanye di media sosial
Youth Writing Camp : Program sayembara menulis buku yang berisi rangkaian kegiatan berupa kemah dan workshop kepenulisan selama 3 hari 2 malam dalam rangka mencapai target 1000 naskah buku oleh remaja.
Kelas Rutin Literaksi : Program rutin dalam rangka berbagi dengan unsur utama diskusi seputar dunia literasi, khususnya kepenulisan, yang akan diadakan sebanyak tiga kali dalam sebulan
Community Roadshow : Program kunjungan tim Komunitas Literaksi ke berbagai sekolah menengah di Yogyakarta dalam rangka memperkenalkan Komunitas Literaksi serta memberikan pengetahuan dan inspirasi kepada remaja untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya literasi
Coaching Class : Program tindak-lanjut dari program Community Roadshow bagi remaja yang tertarik untuk mengembangkan minat di bidang kepenulisan dan berkarya bersama
2 notes
·
View notes