Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
part 2 ceritanya
Entah apakah rasa tidak bersyukur yang mulai pudar atau hanya karena hati ini termakan iri (sama aja ga bersukur) dengan senopati yang akhirnya menjadi pihak ketiga yang harus saya cemburui (setelah Mas Andi dan Rizki) karena mendapat lebih banyak perhatian ibu dan ayah.
Dua bulan libur panjang bukan waktu yang singkat. Sangat lama. Dan itu semua adalah liburan paling “kosong” yang pernah aku jalani. Beberapa kali, lebih dari dua kali, ibu dan ayah menjanjikan liburan setelah “semua ini” selesai. Apa “semua ini” ? Awalnya terasa sepele, aku sudah hampir 20 tahun, gak mungkin hanya menunggu orang tua untuk ngajak liburan, bisa ajak siapa kek. Okelah, aku toleransi. Tapi lama kelamaan, janji mereka yang tidak kunjung dipenuhi untuk menemani anaknya ini malah bikin muak. Mereka ke rumah sakit jiwa pun aku bertekad mati ingin ikut. Gak apa lah, sekedar ngeliat pohon dan alam Cisarua (dikit) buat refreshing, walau pada akhirnya melihat mereka ngurus senopati (lagi).
Kenapa gak pergi jalan sendiri aja? Sama Hafizh, Roffi, Ajel, ato Erdiva? Udah gede lagian juga. Sudah. Meskipun agak sulit karena satu dan lain hal dan kebanyakan gak bisa main keluar karena harus menjaga Mbak Sekar dan ketambahan Embah di rumah karena ibu dan ayah harus mengurus senopati sampai jam 1 pagi. Toh yang mereka tanamkan dari dulu adalah kebersamaan. Satu ga bisa liburan, yang lain juga ga liburan.
Haha, lucu. Menyalahkan perusahaan sendiri hanya karena ibu dan ayahnya “direbut” dan tidak bisa liburan bareng.
Maafin Dinda Ya Allah. Ini bukan suatu tulisan rasa tidak bersyukur. Hanya tulisan pengaduan layanan masyarakat. Dinda sehari hari makan dari Senopati. Bisa punya banyak uang dan traktir temen temen juga dari Senopati. Dinda juga akan terus mendoakan agar senopati dan seisinya (pasti ada ibu dan ayah) senantiasa bahagia dan sukses, aamiin. Maafin Dinda ya Allah, cuman kangen kehidupan yang dulu (tapi gamau balik kayak dulu lagi juga hehe). Kangen ibu dan ayah aja sih. Aneh, padahal satu rumah.
1 note
·
View note
Text
Ibu, Ayah, dan Senopati
Senopati Satria Sakti, Senopati berarti Pak Seno pemilik dan penyuntik dana/modal perusahaan outsourcing ini yang merupakan ‘Pati’ atau Perwira Tinggi. Satria yang bermakna penjaga atau pelindung dari kata ‘Ksatria’. Lalu sakti, entah apa arti tersendiri setelah diselipkan pada nama perusahaan ini, sakti adalah kemampuan yang di luar nalar menurutku.
Entah karena sebuah kebetulan atau bagaimana Seno juga adalah nama dari Mbah Kakung atau kakek dari ibu yang sudah lama tiada: Gatot Suseno, maka perusahaan ini juga rasanya milik kami langsung.
Senopati menjadi salah satu penyokong dana terbesar pada keluarga kami, rizki yang luar biasa Allah berikan serta wujud tercapainya mimpi dari ibu dan ayah yang sudah lama ingin membuka perusahaan. Namun, akhir-akhir ini rasanya malah Senopati yang sudah merebut sesuatu dariku.
Senopati bak tanaman atau anak yang dirawat dari kecil oleh ibu dan ayah, sama seperti ketika mereka merawat aku dan Mbak Sekar. Kadang bunganya mekar dan cantik, kadang setelah itu si bunga tumbuh jadi buah, malah kadang dia layu hingga kering. mati. Kejayaan senopati adalah udara segar buat ibu dan ayah, kemunduran atau kegagalannya (kadang) menjadi asap pabrik juga untuk mereka (sesak untuk dihirup). Kejayaan dan keberhasilan senopati juga berarti tanda kehidupan kami akan baik-baik saja, tanda dompet ibu tebal dan rekening ayah yang digitnya bisa hampir menyentuh ratusan juta hingga miliyaran. Iya, miliyar.
Dari senopati, ayah dan ibu menolong banyak sekali kepala keluarga yang kesusahan atau sekedar di-PHK bahkan hingga dikeluarkan dari outsourcing sebelumnya karena performanya yang sudah menurun. Beberapa kepala keluarga ini beragam responnya. Berterima kasih hingga sujud pada ibu dan ayah, menunjukkan loyalitas dengan terus bersama senopati apapun proyeknya, tapi tidak jarang juga balik menginjak dan menusuk ibu dan ayah yang padahal sudah menolong dia. Itu para kepala keluarga yg mereka tolong. Lantas, bagaimana dengan kepala saya sendiri?
1 note
·
View note
Text
rapat, renggang, rapat, renggang, rapat, renggang, renggang, renggang..renggang….renggang..
0 notes
Text
Dear, Hafizh
I never hug a man for so long like I did to you, even to my own dad. i keep thinking, ”why can i stuck with him? why he chase me so bad? why i can't stop loving him?” in each question i asked myself, my love and feeling for u continues to grow and more powerful.
I’m such a weak, moody, stubborn girl, but God has given me a sweet gentleman like u that always makes sure i’m ok in every steps i have. there’s no words can describe how grateful i am to have u, even though u still feel less of giving, but what i really need from u is ur support, hug, and service. so, thank you
thank you for your warm hug
thank you for being my man for all seasons
thank you for always make sure i’m ok
thank you for every kind of service u given to me
i love u in every second of time.
ur beloved middle school crush, Dinda.

1 note
·
View note