Tumgik
lepusadiutrix · 8 days
Text
no more wishy-washy [#summerplaysongfic24]
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna Crescent (OC)
Block Hijau
Song: Summer Breeze - Mellowcle feat. Hatsune Miku
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Ditulis untuk mengikuti event song-fic writing collab summerplaysongfic24.
cw ❗kiss ❗
Tumblr media
***
Bagi Aether dan Yunna, tidak perlu membicarakan perasaan mereka dengan langsung. Satu-satunya alasan yang menahan mereka adalah masa depan yang tidak memiliki kejelasan. Meski begitu, mereka dapat memahami perasaan satu sama lain dengan baik, bahkan tanpa sepatah kata.
***
Dalam keheningan, keduanya berjalan menyusuri pesisir pantai. Sembari menautkan tangan, Yunna berjalan di samping Aether, sebuah senyuman terbentuk di bibir merah mudanya. Karena tidak ada suara yang terdengar kecuali hembusan angin dan deburan ombak, dia samar-samar bisa mendengarkan suara detak jantung laki-laki di sebelahnya. Suaranya membuat dia merasa tenang.
Berjalan-jalan di pantai pada sore hari, di hari terakhir musim panas, menjadi pilihan keduanya untuk menghabiskan waktu bersama.
Manik merah mudanya melirik ke arah Aether yang berjalan di sampingnya. Semburat warna dari matahari terbenam membuat rambut emasnya seolah berubah warna menjadi jingga. Aether terlihat berkilauan dengan cahaya matahari yang menyorot ke arahnya. Pemandangan itu berhasil membuat Yunna menahan napas dan tanpa sadar meremas tangannya sedikit lebih kuat.
Yunna menghela napas, dia terus kehilangan kesempatan untuk melakukannya, tetapi hari ini dia akan benar-benar melakukannya. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kakinya berhenti melangkah, menarik Aether yang sudah berjalan beberapa langkah di depannya, mundur kembali.
Aether membalikkan tubuhnya dan menatap Yunna penasaran. "Ada apa, Yunna?"
"Itu ...," Yunna menggantungkan kalimatnya, bingung bagaimana caranya mengatakan apa yang sedari tadi dia pikirkan. Tidak mungkin dia mengatakannya secara langsung, itu terdengar terlalu blak-blakan dan memalukan. "... sinar mataharinya cantik sekali. Warnanya membuat rambutmu jadi seperti berwarna oranye!"
"Hm? Begitukah?" Aether mendongakkan kepalanya sedikit, tangannya mengelus rambutnya pelan, lalu terkekeh pelan, "Haha, kelihatan aneh tidak?"
"Tidak sama sekali! Tapi, aku rasa kamu lebih cocok dengan warna emas."
Senyuman menghiasi wajah Aether ketika mendengar jawabannya. Sebuah suara tawa kecil keluar dari bibirnya. Matanya menyipit, menatap gadis berambut hitam di hadapannya dengan tatapan lembut. Dia membawa tangan yang masih bertautan dengannya mendekati bibirnya. Ibu jarinya mengelus punggung tangannya pelan, sebelum akhirnya bibirnya turun dan meninggalkan kecupan di buku jari gadis tersebut.
Angin sepoi-sepoi bertiup lembut ke arah keduanya, mengibarkan helaian rambut hitamnya. Suara deburan ombak mengalun lembut di udara, menyapu pasir yang mereka pijaki. Tatapan matanya terpaku kepada sepasang manik merah muda. Matanya memantulkan sinar oranye matahari terbenam, membuat matanya seolah-olah menyala.
Seakan memiliki pikiran sendiri, tangan kanannya bergerak ke arah pipinya, menangkup pipi putihnya. Walaupun tertutup oleh sarung tangan, tetapi Aether bisa merasakan kehangatan yang menguar dari pipinya. Hangat. Dia menyukainya.
"Ngomong-ngomong, aku tidak percaya musim panas sebentar lagi sudah selesai. Aku senang bisa menikmati musim panas kali ini denganmu!"
Matahari sudah hampir sepenuhnya terbenam, langit semakin menggelap, menandakan malam akan segera tiba. Tetapi, Yunna masih belum ingin berpisah dengan Aether, dia ingin menikmati saat ini lebih lama. Lagipula ada hal penting yang masih belum dia lakukan dan dia bertekad akan melakukannya sekarang. Tatapan matanya terpaku kepada sepasang manik emas milik laki-laki di depannya.
Mata yang selalu dipenuhi tekad, tidak peduli apapun yang terjadi. Mata yang berhasil membuatnya jatuh hati sejak pertama kali melihatnya. Mata yang dia harap hanya akan terus tertuju kepadanya. Mata yang ingin selalu dia lihat setiap hari— bahkan selamanya.
Yunna meraih kedua tangannya, menautkan jari-jari mereka bersama. Perasaan bahagia seketika menyapu tubuhnya, wajahnya terasa hangat karena merasa bahagia. Matanya menatap Aether dengan lembut.
Bersamaan dengan air yang menyapu kakinya, angin yang berembus pelan dan suara kicauan burung di langit, Yunna mencondongkan tubuhnya ke depan. Dia menatap matanya sejenak, sebelum akhirnya memutuskan menghapus jarak yang tersisa di antara mereka.
Dia menarik kembali wajahnya setelah memberikan kecupan singkat pada bibirnya. Akhirnya Yunna berhasil melakukan apa yang ingin dia lakukan sejak awal. Senyuman gugup terpatri, menunggu reaksi dari Aether yang masih bergeming.
"... eh?"
"M-maaf, aku terlalu tiba-tiba, ya? Aku pernah membaca sebuah adegan di novel romantis ketika sepasang kekasih berciuman saat matahari terbenam dan mereka berakhir bahagia."
"Ternyata begitu ... k-kedengarannya menarik, haha ...."
"Seharusnya aku minta izin dulu padamu dan tidak melakukannya secara mendadak ...."
Aether bisa merasakan wajahnya memanas. Walaupun singkat, tetapi dia tidak bisa menahan perasaan bahagianya yang meluap-luap. Dia menahan diri untuk tidak berteriak kegirangan atau berguling-guling di tanah karena malu. Terkadang sifat polos Yunna bisa sangat berbahaya untuk jantungnya.
Dia menghela napas, menahan diri untuk tidak langsung memeluknya. Bibirnya membentuk sebuah senyuman yang menenangkan. Meyakinkan Yunna kalau dirinya tidak merasa keberatan sama sekali dan dia tidak perlu merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, kamu tidak perlu merasa bersalah begitu. Aku hanya agak ... kaget, tapi aku suka kok."
"... sungguh?"
"Aku serius. Memangnya wajahku kelihatan tidak suka, ya?"
Yunna menatap wajah Aether beberapa detik, kemudian menggelengkan. Dia mengenalnya dengan cukup. Wajahnya tidak kelihatan seperti seseorang yang akan marah, tidak dengan senyuman lebar yang menghiasinya.
"Tidak .... Jadi, kamu benar-benar tidak keberatan?"
"Mhm, aku tidak keberatan sama sekali."
Matanya berkilat senang mendengar jawaban singkatnya. Dia memang bertekad untuk melakukan itu, tetapi dia sama sekali tidak memikirkan konsekuensi atau reaksi Aether ketika dia melakukannya. Namun, melihat tidak adanya penolakan darinya sekarang membuat Yunna merasa bahagia.
Meski tidak romantis dan terkesan cepat, satu kecupan singkat di bibir, tetap akan menjadi kenangan yang berharga baginya. Dia membuang semua keraguannya, memutuskan bersikap impulsif demi melakukan itu. Karena, suatu hari nanti, dia mungkin tidak akan bisa melakukannya lagi.
Kini matahari sudah sepenuhnya tenggelam. Bulan purnama yang mengeluarkan cahaya perak tergantung di langit. Bintang-bintang mengelilingi bulan, berkedip-kedip di gelapnya langit malam. Sebuah cahaya dengan ekor panjang tiba saja melintasi di antara bulan dan bintang.
"Bintang jatuh ...," gumam Yunna pelan, matanya mengikuti arah bintang berekor tersebut melesat.
Ibunya pernah bercerita kalau bintang jatuh bisa mengabulkan permohonan seseorang. Karena itu, sejak kecil, setiap kali melihat bintang jatuh, Yunna selalu membuat permohonan. Dia tidak ingat berapa kali atau berapa banyak permohonannya yang terkabul.
Jika bintang jatuh memang bisa mengabulkan permohonan, maka Yunna berharap dia bisa menikmati musim panas selanjutnya bersama Aether.
Sebuah keraguan dan kegelisahan tiba-tiba muncul di hatinya. Tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan membuatnya gelisah.
Bisakah dia menyambut musim panas berikutnya bersama Aether?
Aether menatap sendu, "Yunna," panggilnya lembut. Meski tidak mengatakannya secara langsung, tetapi Aether tahu apa yang sedang dipikirkannya, karena dia juga merasakan hal yang sama. Dia mengkhawatirkan hal yang sama.
Bagaimana kalau suatu hari nanti dia harus pergi dari Teyvat meninggalkan Yunna?
Pertanyaan itu selalu mengganggunya. Belum ada jawaban pasti yang bisa menjawab pertanyaannya. Ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi. Namun, daripada memusingkan diri dengan hal yang belum jelas, Aether lebih baik menghabiskan waktunya untuk Yunna. Dia menangkup kedua pipi Yunna, sebagai kode agar Yunna menatap ke arahnya.
"Jangan memikirkan itu sekarang, lebih baik kita nikmati saja malam terakhir musim panas ini," ujar Aether dengan nada tenang. Wajahnya perlahan mendekat, kemudian menempelkan bibirnya padanya dengan lembut.
0 notes
lepusadiutrix · 8 days
Text
the dream isn't over yet— but this isn't a dream. [#summerplaysongfic24]
Pair: Dan Heng (Honkai Star Rail) x Yurinna (OC)
Block Hijau
Song: Navillera - GFriend
Honkai Star Rail © Hoyoverse
Story © Crescent
Ditulis untuk mengikuti event song-fic writing collab summerplaysongfic24.
Tumblr media
***
Seperti kupu-kupu yang terbang, angin yang bertiup jauh, Yurinna berharap bisa menyampaikan perasaannya pada Dan Heng. Perasaan yang awalnya hanya sebatas kagum dan terima kasih, kini semakin mekar menjadi lebih dalam. Selangkah demi selangkah akan dia ambil untuk membuatnya menjadi kenyataan.
***
『 Kembali di titik awal
Mari kita sedikit mempercepatnya
Biarkan aku menenangkan diriku
Dan aku akan maju ke depan 』
Saat pertama kali bertemu, Yurinna tahu kalau ada sesuatu yang istimewa dari Dan Heng. Ketika matanya tanpa sengaja bertatapan dengannya, setitik harapan yang hampir pupus seolah kembali tumbuh. Pada waktu itu, dia tidak menyangka kalau Dan Heng akan mengulurkan tangan ke arahnya.
Langit biru cerah yang terhampar di atas kepala, beberapa gumpalan awan putih menggantung seolah menghiasi. Matahari sudah tepat berada di puncaknya, menyorotkan sinar hangat yang hampir terasa panas dan menyilaukan. Namun, angin yang berembus pelan mampu menjadi penyeimbang suhu yang panas.
Angin berembus membuat dedaunan saling bergesekan menciptakan alunan lembut di udara. Suara kicauan burung yang terbang dari satu tempat ke tempat lain dan suara jangkrik yang mengerik terdengar bersahutan. Orang-orang yang berlalu lalang sembari mengobrol menjadi pelengkap suasana.
"Waktu itu apakah langitnya secerah ini ya?" gumam Yurinna tanpa sadar, suaranya kecil hampir tidak terdengar. Dia mendongakkan kepalanya untuk menatap langit, meski tidak sampai lima detik dia langsung mengalihkan wajah. Sinar mataharinya terlalu menyilaukan dan menyengat, matanya akan terbakar jika menatap lebih lama.
Dan Heng yang berjalan di samping Yurinna seketika menoleh, pendengarannya cukup tajam dan dia tidak sengaja mendengarkan suara Yurinna bergumam. Pertanyaannya berhasil membuat Dan Heng penasaran sekaligus bingung. Waktu yang mana yang dimaksud olehnya?
"Apa maksudmu, Yurinna?"
"Ah, itu ...," Yurinna melirik ke langit untuk beberapa saat, kemudian kembali menatap Dan Heng, "Bukan apa-apa kok, aku hanya teringat saat kamu pertama kali menyelamatkanku. Ternyata sudah cukup lama."
Matanya sedikit membulat mendengarkan jawaban Yurinna. Dia tidak menyangka gadis itu akan tiba-tiba bernostalgia saat mereka pertama kali bertemu, titik awal yang membawa mereka hingga ke saat ini. Memang itu sudah terjadi cukup lama, tetapi Dan Heng bisa mengingatnya dengan jelas.
Walaupun sebenarnya saat itu Dan Heng sama sekali tidak menyangka, kalau kucing hitam yang dia selamatkan ternyata bisa berubah wujud menjadi manusia.
Dan Heng menganggukkan kepalanya singkat, "Begitu, aku paham." Dia terdiam sejenak memikirkan perkataan apa yang harus dia katakan lagi. "Mungkin ... waktu itu langitnya juga secerah ini."
"Hehe, iya kan? Benar-benar takdir! Aku senang karena berkat hal itu, aku bisa bergabung dengan Astral Express dan memulai ekspedisi perintisan! Kita sudah singgah di berbagai macam tempat, tapi perjalanan kita masih sangat panjang."
"Benar, ekspedisi perintisan ini masih jauh dari kata selesai."
Setiap permulaan selalu memiliki akhir. Suatu hari nanti, ekspedisi perintisan pasti akan mencapai akhirnya. Maka dari itu, Yurinna memutuskan dia ingin menghabiskan waktunya dengan sebaik-baiknya. Memori bersama anggota Astra Express yang lain, terutama Dan Heng, akan menjadi kenangan yang paling berharga.
Tetapi, bagi Yurinna, hari dimana ekspedisi perintisannya di Astral Express bagi hari mimpi indahnya akan berakhir.
Setelah itu, apa yang harus ia lakukan? Kemana ia harus pergi? Adakah tempat yang bisa ia tinggali?
Yurinna sudah lama memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu, masih belum ada jawaban yang bisa menjawab. Daripada belum ada, lebih tepatnya dia sudah memikirkan satu jawaban, namun dia tahu itu adalah keinginan yang egois. Belum tentu orang itu memikirkan hal yang sama dengannya, kan?
"Mhm! Aku ingin menikmati waktu lebih lama bersama dengan semua kru Express, berkat bantuan March, aku bahkan sudah membuat album kenangan~"
"Hm? Album kenangan?" beo Dan Heng tertarik, dia terlihat mencoba mengingat sesuatu, "Ah. Jangan-jangan buku merah tanpa judul yang ada di rak arsip itu milikmu?" tanyanya memastikan.
"Iya— tunggu, kok tahu?!"
"... aku mengenali dan hafal hampir semua buku di ruang arsip. Tentu saja, jika ada satu buku tidak berjudul yang belum pernah aku lihat, aku akan langsung mengenalinya."
"Benar juga sih ... Dan Heng kan memang memiliki ingatan yang bagus, aku tidak heran kamu bisa menghafal tumpukan buku di arsip." Yurinna mengangguk-angguk paham, kemudian telinganya menegang saat dia menyadari sesuatu. "Kamu belum membaca isinya, kan???" tanya Yurinna sedikit panik.
Sebenarnya tidak apa-apa meski Dan Heng sudah membacanya, hanya saja catatan yang dia tulis di dalamnya sedikit memalukan. Lagipula, dia berencana untuk memperlihatkannya kepada Dan Heng saat dia sudah menyelesaikannya. Namun, berbeda dengan kata hatinya, mata merah mudanya menatap Dan Heng penuh harap, benar-benar berharap Dan Heng belum membukanya.
"Belum, kan ...?" ulangnya.
"Belum, tenang saja, aku bahkan tidak menyentuh—"
Tanpa menunggu Dan Heng menyelesaikan perkataannya, Yurinna sudah memotongnya karena terlalu bersemangat, "Bagus! Soalnya aku belum selesai menyusun isinya, nanti kalau sudah selesai akan aku perlihatkan padamu, Dan Heng,"
Dan Heng tidak bisa menahan sudut bibirnya untuk tidak terangkat, dia memang sudah memiliki firasat kalau buku yang ditemukannya adalah milik Yurinna. Jadi, dia tidak membukanya tanpa seizinnya. Reaksi Yurinna yang panik, terlihat sedikit kucu di matanya.
"Baiklah, aku menantikannya."
Dan Heng berkedip, menatap seekor kupu-kupu hinggap di telinga Yurinna, kupu-kupu itu mengepakkan sayap perlahan. Mata Dan Heng tertuju pada kupu-kupu yang hinggap di telinga kucing Yurinna dengan tenang. Kupu-kupu itu berwarna merah muda— sama seperti warna mata Yurinna.
"Yurinna, ada kupu-kupu di telingamu," ucap Dan Heng masih menatap kupu-kupu merah muda itu.
"Eh?" Yurinna mendongak sedikit, meski percuma saja dia tetap tidak bisa melihatnya, "Pantas telingaku terasa agak geli, ternyata ada kupu-kupu ya. Tapi, kenapa dia hinggap di telingaku?"
"Sepertinya dia sedang beristirahat atau mungkin dia tertarik denganmu? Ada banyak kemungkinan."
"Kupu-kupu bisa merasa lelah juga? Menarik sekali, aku baru tahu."
Fakta bahwa kupu-kupu hinggap di bahunya karena kelelahan membuat Yurinna terpukau, selama ini dia berpikir kupu-kupu hanya mendekati bunga untuk mengambil nektar. Di sisi lain, kupu-kupu juga membantu proses penyerbukan bunga.
Dia ingin bisa menjadi seperti kupu-kupu, terbang mendekati bunga yang disukainya dan membantu proses penyerbukan bunga tersebut.
Tetapi, dia tidak seberani itu, hanya berdiri di dekat Dan Heng saja sudah membuatnya gugup. Yurinna sudah merasa cukup dengan keberadaannya. Meski begitu, Yurinna ingin menjadi sedikit lebih berani dan menunjukkan perasaannya yang sebenarnya kepada Dan Heng.
Dia juga ingin tahu apa yang sebenarnya dirasakan Dan Heng, apa yang dipikirkan Dan Heng, dan apa yang ingin dilakukan Dan Heng.
"Ngomong-ngomong ... kamu mau aku foto? Kamu bisa menyimpannya di album koleksimu."
"Benarkah? Terima kasih, Dan Heng!"
『 Mari kita memulai sesuatu yang baru,
kamu dan aku
Cinta yang aku irikan,
jangan mengecewakanku
Aku akan menunjukkan padamu
apa yang ku rasakan
Aku tidak akan menunggu lebih lama lagi 』
0 notes
lepusadiutrix · 3 months
Text
Permohonan
Pair: Wise (Zenless Zone Zero) x Yulla (OC)
Zenless Zone Zero © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
"Loh? Sejak kapan ada pohon bambu begini?" tanya Yulla sembari memperhatikan pohon bambu yang berada di dekat pintu masuk Random Play. Dia berjalan mendekati meja resepsionis.
Sebuah pohon bambu hijau berukuran sedang diletakkan tepat di samping pintu masuk, siapapun yang memasuki toko pasti dapat melihatnya. Beberapa kertas kecil berwarna-warni terlihat menggantung, menghiasi tangkai-tangkai bambu. Ketika diperhatikan, ternyata kertas-kertas tersebut berisi tulisan orang lain tentang harapan.
Keberadaan pohon bambu dengan warna yang sangat mencolok itu langsung menarik perhatian Yulla. Ini pertama kalinya dia melihat ada tanaman di dalam toko video dan sepertinya berhasil menarik perhatian para pelanggan lain juga. Ada pelanggan yang sedang menulis, ada yang baru mengambil kertas, ada yang sedang berebut pena dan ada yang baru saja menggantungkan kertasnya.
Setelah dilihat-lihat lagi, hari ini toko terlihat lebih ramai daripada biasanya. Dia menyimpulkan mungkin mereka tertarik dengan pohon bambu tersebut.
Wise yang baru saja selesai berbicara dengan salah satu pelanggan menyadari keberadaan Yulla yang sedang mengobrol dengan Bangboo No.18. Dia tersenyum kecil dan berjalan ke arahnya.
"Yulla, sudah datang?"
Gadis yang terpanggil namanya seketika mengalihkan wajahnya ke arah Wise. Senyuman kecil merekah di wajah sembari menganggukkan kepalanya,"Oh, Kak Wise! Iya, aku langsung datang setelah Belle nge-chat, katanya ada hal menarik yang mau dia tunjukkan."
"Haha, iya, seperti yang kamu lihat," Wise menunjuk ke arah pohon bambu yang dipenuhi oleh gantung kertas berwarna, "Aku kepikiran memasang bambu dan menyediakan kertas untuk menulis permohonan buat setiap pelanggan yang datang. Kebetulan juga aku nemu pohon bambu sih."
Yulla memiringkan kepalanya dengan bingung, rasanya dia tidak asing dengan penjelasan Wise. Tangannya memegang dagunya, mencoba untuk mengulik ingatannya. Sementara Wise yang melihat itu hanya terdiam saja, membiarkannya berpikir keras. Baru setelah beberapa menit memutar otak, Yulla menepuk tangan pelan, berhasil menemukan jawaban kebingungannya.
"Ini bukannya mirip kayak mimpi yang aku ceritain beberapa hari lalu ya?" tanya Yulla penasaran.
"Tepat sekali."
"Heee ... aku nggak nyangka kalian bakal beneran bikin, padahal aku cuman ngomong iseng doang loh?"
"Soalnya kamu keliatan semangat banget waktu cerita dan Belle juga keliatannya tertarik. Yaa, tidak rugi juga sih, soalnya toko jadi lebih ramai karena banyak pelanggan yang tertarik."
"Begitu ya? Kalau gitu bukankah seharusnya aku dapat sesuatu? Kan aku sudah bikin toko ramai!"
"Minta bayaran nih ceritanya?"
"Hehe~"
"Boleh deh, nanti aku traktir."
Mendengar jawaban tersebut membuat Yulla seketika tersenyum lebar, mata merah mudanya berkilat oleh rasa semangat dan tidak sabar. Memangnya siapa sih yang tidak senang kalau ditraktir?
"Beneran ya! Nanti aku tunggu loh!"
"Iya, iya."
"Asik!"
Wise terkekeh pelan melihat reaksi antusias gadis di hadapannya. Ekspresi antusiasnya membuat Wise kembali teringat ketika Yulla menceritakan mimpinya. Lalu, dia juga ingat kalau Yulla bilang dia ingin mencoba untuk menulis permohonan seperti itu.
"Oh iya, kamu tidak mau coba buat tulis permohonanmu juga?"
"Iya juga, kebetulan aku sudah kepikiran mau nulis apa!"
"S-secepat itu?"
"Aku gitu loh."
Tanpa membuang waktu, Yulla langsung melesat pergi ke arah meja yang ada di samping pohon bambu. Untungnya sudah tidak ada siapapun lagi di sana, dia bisa menulis permohonannya dengan tenang. Yulla mengambil sebuah kertas kecil berserta pena dan langsung menulis sesuatu di atasnya.
Wise yang ditinggalkan begitu saja hanya bisa menghela napas dan tertawa kecil, lalu berjalan mendekati Yulla. Rasa penasaran akan apa yang ditulis olehnya meningkat, dia mencoba untuk mengintip daru bahunya. Namun, belum sempat membaca Yulla sudah bangun dan mengangkat kertasnya.
"Sudah selesai!"
"Cepet banget. Kamu nulis apa memangnya?"
Yulla menyembunyikan kertas, "Ada deh, nanti baca aja sendiri!" Dia mengalihkan perhatiannya ke pohon bambu di sampingnya, mencoba mencari tempat kosong untuk menggantungkan kertas miliknya. Dia berseru pelan ketika akhirnya menemukan ranting bambu yang belum terlalu penuh. Tangannya langsung bergerak untuk menggantungkan kertas miliknya di sana.
Ketika Yulla selesai menggantungkan kertasnya, Wise mencondongkan tubuhnya untuk membaca apa yang tertulis di kertasnya.
「Semoga kakak, Kak Wise dan Belle selalu sehat dan bahagia」
Perasaan haru muncul di dalam hatinya ketika membaca kalimat singkat tersebut. Padahal orang lain biasanya akan menuliskan apa yang mereka ingin, tapi dia malah mengharapkan kesehatan dan kebahagiaan orang lain daripada dirinya sendiri. Rasanya dia ingin mengatakan kalau Yulla seharusnya juga memikirkan dirinya. Namun, dia mengurungkan niatnya karena mendapatkan ide yang lebih baik.
Tangannya tanpa sadar terulur ke puncak rambut hitam milik gadis tersebut, dia mengelus kepalanya perlahan, "Pikiranmu memang sulit ditebak, Yulla."
"Apa sih tiba-tiba banget, rambutnya acak-acakan nanti," protes Yulla.
Wise tersenyum iseng dan menjawab acuh tak acuh, "Nanti aku sisirin."
Meski ini bukan pertama kalinya, tapi rasanya dia tetap tidak terbiasa menerima perlakuan ini. Padahal kakaknya juga sering mengelus kepalanya, tapi rasanya berbeda saat Wise yang melakukannya. Saat telapak tangannya menyentuh rambutnya, perutnya terasa tergelitik seperti ada kupu-kupu yang beterbangan.
Yulla berdeham pelan, berusaha mengatur detak jantungnya. Pipinya terasa hangat, semoga saja tidak sampai memerah. Dia menghentikan tangan Wise mengelus kepalanya, "Udah ah, aku mau ketemu Belle dulu," ucapnya. Tanpa menunggu jawaban dari Wise, Yulla sudah melengos pergi ke ruang khusus staff toko.
Lagi-lagi Yulla pergi begitu saja. Tapi, kali ini Wise merasa puas karena tahu apa yang membuatnya tiba-tiba pergi. Wise menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah lakunya, sebelum akhirnya kembali menatap ke arah pohon bambu di hadapannya.
Baru tadi pagi pohon bambu tersebut masih berwarna hijau, tapi sekarang sudah dipenuhi oleh gantungan kertas yang berisi permohonan orang-orang. Dia sendiri belum menggantungkan kertas miliknya karena sejak tadi sibuk menyapa pelanggan. Sekarang sudah siang hari dan tidak terlalu banyak pelanggan di toko.
Tangannya mengambil selembar kertas dan sebuah pulpen, dia langsung menulis permohonannya di kertas.
「Aku harap Yulla selalu dikelilingi oleh kebahagiaan」
Matanya membaca hasil tulisannya sendiri sembari tersenyum puas, lalu dia menggantungkan kertas tersebut tepat di samping kertas yang digantungkan oleh Yulla.
0 notes
lepusadiutrix · 3 months
Text
[Reupload] Reckless
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
Wajah si gadis terlihat pucat, dia menatap panik ke arah figur di depan mata yang terlihat dipenuhi luka. Tentunya dia merasa bersalah karena dia menjadi salah satu penyebab dia terluka seperti itu. Seandainya saja tadi dia lebih fokus dengan sekitarnya— jadi dia tidak perlu tidak sengaja menginjak sebuah jebakan dan menyebabkan Aether yang berada di samping nya, refleks segera menolong dirinya.
Bahkan teman melayang berambut putih milik si pengembara tidak terlihat kalah pucat nya, melihat rekan seperjalanannya yang dipenuhi luka-luka karena menyelamatkan Yunna. Suara rengekan dan ceramah terus-menerus dikeluarkan nya selama gadis berambut hitam tersebut berusaha mengobati Aether, membuatnya merasa semakin bersalah karena ceroboh tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.
"Paimon kan udah bilang kalian berdua harus berhati-hati karena di sini banyak jebakan! Nggak dengerin Paimon sih, jadinya malah begini kan—"
"Paimon, tenanglah, luka segini sih kecil," sela Aether dengan nada tenang, senyuman kecil terplester di wajahnya berbanding terbalik dengan tubuhnya yang dipenuhi goresan-goresan luka.
"Gimana Paimon bisa tenang?!" seru Paimon sembari mencak-mencak di udara, "Yunna juga! Paimon tahu kamu senang sekali karena setelah sekian lama akhirnya bertemu Aether, tapi kamu tetap harus memperhatikan lingkungan sekelilingmu! Kalian berdua ini benar-benar ya! Apa jadinya coba kalau Paimon nggak ada di sini buat mengawasi kalian!"
"Uh ... iya ... aku minta maaf, Paimon. Sebagai permintaan maaf nanti aku belikan puding slime, ya?"
"Oke— Tunggu ... Yunna mencoba untuk menyogok Paimon, ya?! Hmph, itu nggak bakal berhasil!"
"Bukan hanya satu puding loh, aku akan mentraktirmu tiga puding."
Seolah melupakan apa yang dikatakannya beberapa detik sebelumnya, mata Paimon segera berkilauan senang mendengar tawaran menggiurkan dari Yunna, "Deal!" Dia segera mengatupkan mulutnya, menatap Aether yang masih diobati oleh Yunna dengan tenang.
Yunna akhirnya bisa mengobati Aether dengan tenang, jari-jarinya dengan telaten mengoleskan salep herbal di beberapa luka gores di bagian tangan Aether. Meskipun ilmu pengobatan nya masih belum sehebat Barbara— tapi setidaknya dia masih bisa mengobati luka-luka ringan seperti luka gores. Selesai mengoleskan obat di bagian tubuh serta tangan Aether, fokusnya kini beralih ke wajah pemuda di hadapannya.
Tangannya bergerak pelan, meraih wajahnya dan menangkup kedua pipi nya. Yunna menatap manik emas milik Aether dengan lekat-lekat. Sementara yang ditatap hanya memberikan senyuman lembut, seolah-olah mengatakan kecelakaan sebelumnya bukanlah apa-apa dan jangan terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. Pipinya terasa menghangat melihat senyuman Aether yang melelehkan hatinya.
Semakin lama dia menatap wajah Aether, perasaan Yunna semakin aneh. Dia merasa manik emas nya terlihat sangat indah dan berkilauan. Barangkali efek sudah lama tidak bertemu dengan pemuda di hadapannya, dia bersumpah mata milik Aether terlihat lebih cantik dari biasanya. Sebab semakin lama dia menatap mata emas tersebut, semakin dia merasa kalau mata Aether membuat dirinya terpesona.
Sepasang manik emas yang nampak seperti madu, terlihat murni dan memberikan kesan hangat. Sinar dari terik matahari yang bersinar cerah sekali menambahkan efek berkilauan pada matanya. Jika diibaratkan, matanya mirip seperti permata— tidak, bahkan lebih cantik dari permata manapun yang pernah dilihatnya. Tidak ada permata di dunia ini yang bisa menyaingi keindahan mata Aether.
Di balik mata emas yang menyembunyikan seribu rahasia, Yunna bisa merasakan mata Aether yang menatap tulus ke arah nya. Tatapan mata Aether rasanya berbeda jika dibandingkan dengan orang lain. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, tapi dia menyukainya. Sangat menyukainya.
Gadis itu terdiam, tangannya masih menangkup kedua pipi Aether, dirinya terlena mengagumi kedua manik emas di pelupuk mata. Mungkin dia hanya merasa rindu setelah berbulan-bulan tidak bertemu dengan Aether. Sementara perasaan nya kepada Aether semakin meluap selama jangka waktu yang cukup lama itu. Tidak heran jika orang-orang sering menyebut Yunna budak cinta, karena cara dia menatap mata Aether saat ini seperti seseorang yang sedang menatap benda paling berharga di alam semesta.
"Cantik ...," gumamnya tanpa sadar.
Butuh waktu beberapa detik bagi Yunna untuk menyadari apa yang terjadi. Rona merah perlahan merayap ke pipinya, dia menahan napas sejenak.
Di sisi lain Aether tidak bisa menahan dirinya untuk tidak terkekeh pelan mendengar gumaman Yunna dan dia menyadari rona merah yang menghiasi pipi sang gadis. Sedari tadi dia sengaja tidak mengatakan apapun dan membiarkan gadis itu mengagumi matanya, tapi dia sudah tidak tahan lagi. Sesuatu di dalam dirinya mengatakan dia harus menjahilinya.
Mengikuti keinginan hati, Aether membuka mulut, "Oh ya? Bukankah harusnya sekarang kamu mengobati luka, kok malah mengagumi mataku? Aku sekarat nih," celetuknya jahil.
Pipinya semakin memerah mendengar celetukan Aether, meski memang itulah kenyataannya. Jarinya spontan mencubit kedua pipi Aether.
"Jangan bicara aneh-aneh!"
"A-aduh! Iya, iya, maaf!"
Helaan napas terdengar, dia melepaskan cubitan dari pipi Aether. "Lagipula kenapa kamu tiba-tiba bertindak ceroboh dengan menyelamatkanku? Maksudku ... aku bisa menyelamatkan diriku sendiri, kamu nggak perlu sampai melakukan hal seperti itu, kan?"
Mendengar pertanyaan Yunna membuat dirinya memiringkan kepala, "Kenapa?" beo Aether. Matanya terpejam sejenak, mencoba merangkai kata-kata yang bertebaran di pikirannya, sebelum akhirnya terbuka dan menatap Yunna hangat.
"Bukankah jawabannya sudah jelas? Instingku mengatakan aku harus melindungimu, meski aku tahu kamu bisa melindungi dirimu sendiri, tapi aku tetap saja ingin melindungimu. Sudah lama sekali sejak aku tiba di Teyvat ... aku mengembara kesana-kemari, dari satu negara ke negara lainnya. Menyelesaikan masalah dan menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan bantuan— meski aku tidak mengenal mereka. Jadi, sudah sewajarnya aku menyelamatkanmu, salah satu orang yang berharga di hidupku, sejak aku tiba di tempat ini."
Aether menghela napas pelan, "Lagipula aku masih merasa perasaan bersalah karena gagal melindungi dia saat itu, aku nggak mau mengulangi kesalahan yang sama dengan gagal melindungimu juga," ujarnya, di sana tersirat nada sedih dengan sedikit penyesalan. Untuk sesaat senyumannya terlihat masam, tapi dia segera mengembalikan senyuman lembutnya.
Yunna terpana mendengar jawaban Aether, sampai-sampai dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Jantung berdebar kencang. Gawat. Rasa sukanya kepada Aether semakin bertambah. Rasanya seolah ada ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya, membuatnya merasa tergelitik. Mengabaikan perasaan malu nya, Yunna mulai mengoleskan salep di beberapa luka gores di wajah Aether.
"Nyebelin banget. Kamu harusnya jangan mengatakan hal seperti itu sambil tersenyum. Nggak adil."
"Tapi kamu suka, kan? Haha."
"Yah ... bukannya aku nggak suka juga sih. Iya, aku suka, tapi jangan sampai bersikap ceroboh begitu apalagi sampai membahayakan dirimu sendiri. Malah kamu yang bikin aku khawatir, Aether."
"... maaf."
"Hey— kamu nggak perlu minta maaf, malah seharusnya aku yang berterimakasih padamu. Terimakasih ya ... sudah menyelamatkan ku. Lalu tentang dia ...." Yunna menggantungkan kalimatnya, dia langsung merengkuh tubuh Aether dan memeluknya erat, "Aku yakin dia tahu kamu sudah berusaha yang terbaik untuk melindunginya, tapi takdir memang sedang tidak berpihak kepada kalian. Jadi, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri Aether ... kalian berdua pasti akan bertemu kembali suatu hari nanti."
Tawa kecil lolos dari mulutnya, dia membalas pelukan Yunna, tangannya bergerak dan mengelus punggungnya pelan. Kata-kata Yunna yang mungkin terdengar sederhana sebenarnya sangat berdampak pada Aether. Gadis itu sekali lagi menyadarkan dirinya kalau dia tidak seharusnya terus-menerus dimakan oleh perasaan bersalahnya. Dia harus terus bergerak ke depan sambil terus mencari dia, tidak peduli sejauh apapun dia harus mengembara.
Tapi untuk saat ini, Aether merasa dia ingin berhenti sebentar. Dia ingin menikmati waktunya bersama Yunna, karena dia adalah salah satu orang yang bisa menjadi tempat sandarannya di kala Aether merasa lelah dengan apa yang dihadapi. Rasanya perasaan lelah Aether hilang begitu saja begitu dia bertemu dan menghabiskan waktu bersama dengannya.
Baik Aether maupun Yuna tahu mereka memiliki perasaan yang sama kepada satu sama lain, tapi pada akhirnya mereka memutuskan ini bukan waktu yang tepat untuk mereka melangkah lebih jauh. Setidaknya untuk sekarang, mereka hanya ingin menjalani hubungan yang seperti ini terlebih dahulu. Lebih dari sekadar teman tapi juga tidak pacaran.
"Oh, iya, ngomong-ngomong dimana Paimon?"
0 notes
lepusadiutrix · 3 months
Text
[Reupload] Pernyataan Yang Tidak Tersampaikan | Lokal AU
Pair: Aether a.k.a Angkasa (Genshin Impact) x Yunna a.k.a Bulan (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
Angkasa menyelipkan rambut hitam sang gadis yang sedang tertidur lelap ke belakang telinganya, menampakkan wajah tenang terlelap dalam mimpinya. Kelopak matanya tertutup erat menyembunyikan manik merah muda miliknya. Deru napasnya terdengar lembut, dia mendengkur pelan seperti anak kucing. Melihat pemandangan itu berhasil membuat Angkasa tertawa kecil, berpikir bahwa gadis itu— Bulan, pasti sangat mengantuk sampai-sampai tertidur di kelas pada jam istirahat.
Satu tangannya bertumpu ke atas meja, sementara tangan lainnya masih membelai lembut rambut hitam Bulan. Padahal tadinya dia berniat untuk mengajaknya pergi beristirahat ke kantin bersama, tapi melihatnya tidur sepulas itu membuat nya mengurungkan niatnya. Dia tidak cukup tega untuk membangunkan Bulan dari alam mimpinya. Senyuman kecil merekah di wajahnya yang masih memperhatikan wajah tertidur gadis di hadapannya.
Helaan napas pelan terdengar, Angkasa akan membiarkan Bulan tertidur untuk beberapa menit lagi. Mau bagaimanapun juga setelah jam istirahat berakhir dia tetap harus membangunkannya, tapi untuk sekarang biarlah dia tertidur dengan nyenyak. Kebetulan sekali kelas memang sedang sepi, jadi Bulan bisa beristirahat dengan tenang.
Sekali lagi Angkasa memfokuskan atensi nya kepada Bulan, meski kelopak matanya tertutup, dia masih tetap sangat cantik. Jari-jarinya masih menyisir pelan rambut hitamnya, tapi semakin lama dia menatap wajahnya, dia merasa perutnya terasa aneh. Rasanya seperti ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perut Angkasa. Tanpa angin tanpa hujan, hasrat untuk menyentuh pipi halus Bulan muncul pada dirinya.
Pipi halus yang sedikit dihiasi rona merah, membuatnya terlihat mirip seperti boneka. Jari Angkasa beralih dari rambut nya untuk menyentuh pipinya, gerakan lembut dan hampir tidak akan menganggu tidur gadis tersebut. Dia membelai pipinya dengan sangat hati-hati berusaha agar tidak sampai membangunkannya.
Perasaan yang terus-menerus memenuhi dirinya semakin lama semakin meluap, hingga rasanya dia tidak bisa menahannya lagi. Dia ingin mengungkapkan perasaannya, namun perasaan takut akan reaksi yang akan didapatnya membuat Angkasa memutuskan untuk tidak mengungkapkannya. Setidaknya tidak untuk sekarang, dia masih ingin menunggu waktu yang tepat.
Senyuman kecil merekah di wajahnya, "Aku menyukaimu," ucap Angkasa begitu saja. Jarinya masih membelai pipi Bulan, sementara gadis tersebut belum menunjukkan tanda-tanda akan terbangun dari mimpi indahnya.
"Haha, aku payah sekali, ya? Aku nggak bisa bilang kalau 'aku menyukaimu' secara langsung."
"Tapi, sungguh, aku benar-benar menyukaimu ... tolong jangan jatuh cinta pada orang lain, setidaknya sampai aku punya keberanian untuk mengatakannya langsung di hadapanmu, Bulan."
0 notes
lepusadiutrix · 3 months
Text
[Reupload] Summer | School AU
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
Yunna menjatuhkan kepalanya ke atas meja, tangannya bergerak untuk mengibas-ngibaskan seragam sekolah. Keringat bercucuran di dahinya. Tubuhnya terasa meleleh seperti es krim, musim panas ini benar-benar menyiksa. Bahkan dua kipas angin yang menyala di kelasnya pun tidak berpengaruh menghilangkan hawa panas karena musim panas.
"Hngh ... panas ... aku mau makan yang dingin-dingin ... tapi males pergi ke kantin ...," keluh Yunna masih menidurkan kepala di atas meja, dia menatap jendela di sampingnya. Matahari seakan bersinar lebih cerah dan lebih panas dari biasanya, tidak terlihat sedikitpun awan menggantung di langit. Benar-benar hari yang cerah.
Menghela napas pelan, Yunna sama sekali tidak berniat untuk bangkit dari tempat duduk. Selain karena dia malas, dia juga tidak memiliki tenaga untuk berjalan. Padahal dia tidak melakukan apapun, tapi suhu yang terlalu panas membuat tenaganya seolah terkuras begitu saja.
"Uh ... harusnya tadi aku titip saja beli minuman dingin ke Noelle ...."
Tepat setelah mengatakan itu, tiba-tiba saja sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Membuat nya tersentak kaget dan segera terbangun, "D-dingin!"
Matanya kemudian melihat pemuda berambut pirang yang berdiri di samping mejanya, memegang sebuah kaleng soda dingin. Dia terkekeh kecil setelah berhasil membuat si gadis kaget setengah mati. "Hehe, maaf, aku nggak berniat mengagetkanmu sampai seperti itu," ujarnya seraya menaruh kaleng minuman di meja Yunna.
Melihat kaleng soda dingin tersebut mengurungkan niat Yunna untuk memprotes aksi Aether sebelumnya. Tangannya segera menyambar kaleng itu dan membuka penutup nya, kemudian meminum seperempat isi kaleng.
Yunna menghela napas lega, melemparkan senyuman cerah pada Aether, "Makasih, buat minumannya!"
"Bukan masalah," jawab Aether, dia mendudukkan dirinya di kursi di depan meja Yunna, "Aku sudah sadar sejak jam pertama tadi kamu terlihat kepanasan, makanya aku membelikan mu itu," lanjutnya.
"Kelihatan jelas sekali, ya?" Yunna bertanya dengan polosnya, dia kembali meneguk kaleng soda di tangannya.
Aether mengangguk singkat sebagai jawaban. Tangannya bergerak ke depan, menyelipkan helaian rambut Yunna ke belakang telinganya.
Untuk beberapa saat keheningan menyelimuti keduanya. Aether menumpukan dagu di atas telapak tangannya, manik emas nya menatap Yunna yang sedang menikmati minuman dingin di tangannya dengan bahagia. Wajah gadis tersebut terlihat berseri-seri seperti anak kecil yang mendapatkan permen.
Dari luar jendela terdengar suara angin musim panas yang berhembus lembut memasuki ruangan kelas, mengisi kesunyian di ruangan kelas yang hanya diisi kedua insan itu. Baik Aether maupun Yunna tidak berniat membuka suara, tenggelam dalam kegiatan masing-masing.
Meski tanpa mengatakan apapun, mereka berdua sebenarnya sama-sama menikmati kehadiran satu sama lain. Tanpa perlu mengucapkan satu kata, mereka sudah cukup hanya dengan berdiam seperti ini. Setiap kali tidak sengaja bertatapan, keduanya akan tersenyum sebelum akhirnya tertawa kecil.
Aether menatap wajah Yunna lekat-lekat. Menyadari gaya rambut gadis di hadapannya agak berbeda hari ini, rambutnya dikuncir kuda, padahal biasanya dia hanya menggerai rambut dan mengikatnya dengan pita putih. Berkat hal itu, leher jenjangnya yang mulus dapat terlihat jelas. Dia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana jika dia menyentuh lehernya itu secara langsung? Atau bagaimana jika dia menciumnya sekarang?
Segera setelah pertanyaan terakhir melintas di kepalanya, Aether segera menggelengkan kepala dan berusaha menghapus pertanyaan terakhir. Dia mengalihkan wajahnya ke samping, tangan menutupi sebagian wajahnya yang sedikit memerah.
Benar-benar berbahaya sekali, bisa-bisanya aku berpikir seperti itu! Sadarlah Aether! Ingatlah kalian belum resmi pacaran, belum resmi!
0 notes
lepusadiutrix · 3 months
Text
[Reupload] Jealous
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Cw ❗kiss on the cheek ❗
Tumblr media
"Eh, pasangan?" beo Yunna kebingungan.
Pasalnya dia yang sedari tadi sedang menikmati pemandangan Liyue sambil menunggu seseorang, tiba-tiba saja didatangi oleh seorang laki-laki asing. Laki-laki itu kemudian bertanya apa dia sudah memiliki pasangan atau belum, karena dia merasa tertarik kepadanya. Yunna yang mendadak mendapatkan pertanyaan seperti itu jelas tidak tahu harus menjawab bagaimana.
Dia tidak ingin terlalu percaya atau semacamnya, tapi ketika mendengar pertanyaan itu, pikirannya langsung mengarah pada satu orang. Laki-laki bersurai pirang yang dikepang dengan manik mata emasnya yang secerah matahari—Aether. Namun, dia cukup tahu diri untuk tidak menyebutkan nama sang pengembara. Sebab hubungan mereka sendiri bahkan belum jelas statusnya.
Teman? Tapi hampir setiap orang yang mengenal mereka akan sepakat mengatakan, hubungan mereka terlihat terlalu mesra hampir seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih. Pacar? Keduanya bahkan tidak pernah membicarakan mengenai perasaan pada satu sama lain, lebih tepatnya belum berani untuk mengungkapkan perasaan.
Jadi, jika ada seseorang yang bertanya kepada Yunna mengenai hubungannya dengan Aether, dia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.
"Benar. Apakah anda sudah memiliki pasangan? Karena kalau tidak, saya tertarik sekali untuk berkenalan dengan nona." Laki-laki itu bertanya sekali lagi. Matanya menatap penuh harap pada Yumna, senyuman ramah merekah di wajahnya.
"Ah, anu—"
Drap!
Drap!
Belum sempat menjawab, perkataan Yunna terpotong oleh derap langkah kaki yang berjalan cepat mendekati nya. Bahkan tanpa menolehkan wajah, dia sudah sangat mengenal pemilik langkah tersebut. Si pemilik langkah— Aether berhenti tepat di belakang nya. Detik berikutnya Aether melakukan hal yang sama sekali tidak pernah diduganya.
Tangan Aether bergerak melingkari leher nya, menarik tubuhnya agar lebih dekat. Kemudian dia mendekatkan wajahnya ke pipi si gadis, bibirnya menempel dengan lembut, mengecup pipinya singkat.
Setelah hampir lima detik ketiganya terdiam, Aether menarik tubuhnya menjauh dari Yunna. Namun tangannya masih setiap memeluk leher si gadis. Dia melemparkan senyum ramah kepada laki-laki asing itu, "Permisi, tapi nona ini adalah partner perjalanan saya, tolong jangan mengganggu nya lagi," ujarnya dengan nada ramah.
0 notes
lepusadiutrix · 4 months
Text
Istirahat.
Pair: Dan Heng (Honkai Star Rail) x Yurinna (OC)
Honkai Star Rail © Hoyoverse
Story © Crescent
Cw ❗ kissing ❗
Tumblr media
Seperti hari-hari biasanya, Yurinna menemani Dan Heng melakukan pekerjaannya di kamarnya. Awalnya dia membantu sedikit pekerjaannya untuk mengelompokkan data, tapi kemudian Dan Heng malah menyuruhnya untuk duduk diam. Dia bilang dia yang akan menyelesaikan sisa pekerjaannya dan berterima kasih atas bantuannya, pekerjaannya jadi sedikit lebih cepat.
Yurinna menghela napas bosan, itu sudah hampir satu jam yang lalu, Dan Heng masih belum juga menyelesaikan pekerjaannya. Padahal ini sudah lewat jam makan siang, namun Dan Heng masih berkutat dengan tumpukan buku dan kertas di meja kerjanya. Bahkan Kondektur Pom-pom sudah beberapakali memanggil mereka untuk segera makan siang.
Dia jadi mempertanyakan, sebenarnya maksud dari pekerjaan yang sedikit lebih cepat itu apa?!
"Dan Heng?" panggil Yurinna pelan berusaha untuk tidak mengganggu.
Saat mendengar namanya terpanggil, Dan Heng seketika menghentikan pekerjaannya dan mengangkat wajah untuk menatap Yurinna. Dia menganggukkan kepalanya pelan menandakan dia mendengar suaranya, "Hm?"
"Kamu bilang pekerjaanmu sudah hampir selesai, tapi ini sudah satu jam berlalu dan kamu masih belum selesai juga," cibir Yurinna tidak senang.
Dan Heng terdiam sebentar berusaha memikirkan jawabannya, dia melirik ke arah tumpukan kertas di mejanya. Pekerjaannya memang sudah tinggal sedikit, kalau dia mau dia bisa saja menyelesaikannya kurang dari 10 menit. Hanya saja Dan Heng terlalu menikmati kehadiran Yurinna yang duduk di sampingnya, dia ingin menghabiskan waktu lebih lama, karena itulah dia menyuruhnya untuk berhenti membantunya.
Matanya kembali beralih untuk menatap Yurinna, "Tidak, pekerjaanku sebentar lagi selesai, tenang saja."
"Sungguh? Kamu tahu, kamu bisa meminta bantuanku tahu? Aku akan membantumu sebisaku!"
Sudut bibir Dan Heng terangkat membentuk senyuman kecil, "Aku sudah bilang sebelumnya, kamu sudah cukup membantuku," jawabnya. "Meski begitu ...."
"Hm?" Yurinna bergumam pelan menunggu Dan Heng menyelesaikan perkataannya, dia menatapnya penasaran.
Dan Heng tiba-tiba saja berdiri dari kursinya dan berdiri tepat di hadapan Yurinna. Tatapan matanya seolah-olah bisa menembus tubuhnya. Yurinna mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tenang Dan Heng, dia tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya di balik wajah tanpa ekspresi itu.
Tanpa mengatakan apapun, Dan Heng berjalan semakin dekat ke arahnya. Dia membungkuk sedikit, tangannya bergerak ke bawah pahanya dan langsung mengangkat tubuh Yurinna. Dan Heng meletakkan tubuh Yurinna di atas meja. Manik hijau lautnya menatap lekat-lekat iris merah muda yang tengah menatap kebingungan ke arahnya.
Napas Yurinna tercekat ketika Dan Heng tanpa aba-aba mengangkat tubuhnya dan mendudukkan dirinya di atas meja. Dia mengangkat tubuhnya dengan sangat mudah tanpa kesulitan sama sekali.
"Kamu selalu mencoba untuk membantuku ...."
Rasanya ada satu tali kesabarannya yang putus. Yurinna menyipitkan matanya dengan kesal, dia menarik napas dalam-dalam, "Tentu saja! Menurutmu sudah berapa tahun aku mengenalmu? Kamu selalu bekerja, bekerja dan bekerja— bahkan sampai melewatkan waktu istirahatmu! Kalau bukan aku yang memaksamu, kamu mungkin akan bergadang semalaman, kan? Lalu, kalau bukan aku yang mengingatkan, kamu pasti sudah melewatkan waktu makan siang!" omelnya panjang lebar.
Yurinna mengulurkan tangannya untuk menangkup kedua pipi Dan Heng, dia menatapnya lekat-lekat. Melihat mata hijaunya membuat rasa sebalnya sedikit hilang, tapi dia tetap saja kesal. Jarinya mencubit pipinya pelan dan mengunyel-unyelnya seperti adonan kue. Pipinya sangat lembut dan hangat.
Sementara Dan Heng tertawa kecil mendengar kata-katanya, merasa omelan-omelan Yurinna terdengar lucu. Meski begitu, Dan Heng tidak bisa membantah omelannya, semua yang dikatakannya benar.
Dan Heng membiarkan kedua tangannya memainkan pipinya, tangannya yang menyentuh pipinya terasa nyaman. Dia memutuskan untuk mencondongkan tubuhnya lebih dekat, Yurinna yang duduk di meja membuat tingginya sepantaran dengannya. Dari jarak ini, Dan Heng bisa melihat dengan jelas setiap bagian wajahnya.
"Kamu senang memainkan pipiku begini, hm?" gumamnya, suaranya menjadi lebih rendah dan serak, matanya berkilat dengan jahil. Dan Heng perlahan bergerak semakin mendekat, kini berdiri tepat di tengah kedua kaki Yurinna. Kedua tangannya dia letakkan masing-masing di pinggir kakinya, membuat gadis itu terjebak di antara tubuhnya dengan meja yang didudukinya.
Jelas sekali Dan Heng tidak merasa keberatan dengan Yurinna yang memainkan pipinya seperti itu.
Jari-jari yang sebelumnya asik mencubit dan mengunyel-unyel pipi pria di hadapannya seketika terhenti. Tubuhnya membeku saat menyadari betapa dekatnya jarak mereka berdua. Yurinna sangat yakin tadi dia melihat sekilas mata Dan Heng berkilat jahil.
Dia menelan ludah dengan gugup. Padahal biasanya dia tidak pernah gugup kalau menjahili Dan Heng, sebab memang sudah kebiasaannya. Tapi setiap kali Dan Heng membalas perbuatan jahilnya, Yurinna selalu merasa gugup dan malu.
Yurinna memalingkan wajahnya ke samping, berusaha menenangkan jantungnya yang berdetak kencang. Setelah beberapa saat, dia memberanikan dirinya untuk menatap Dan Heng kembali yang tepat berada di hadapannya. Tangannya kini hanya terdiam, lalu menangkup pipinya dengan lembut.
"Pipimu rasanya lembut dan hangat, kamu tidak keberatan?"
"Tidak juga ... tapi kamu belum meminta izinku untuk menyentuh pipiku ...."
"Kalau begitu kenapa kamu tidak menghentikanku? Kamu seharusnya menghentikanku daritadi."
"Karena aku suka saat tanganmu menyentuh pipiku seperti ini, jangan berhenti."
"Kamu sengaja menggodaku begini, ya? Sejak kapan kamu—"
"Reaksimu lucu, Yurinna."
"... kadang-kadang kamu bisa menyebalkan, Dan Heng."
Melihat ekspresi Yurinna dan bibirnya yang sedikit maju ke depan membuat Dan Heng terkekeh geli. Dan Heng mencondongkan wajahnya semakin mendekati Yurinna, "Bukankah kamu sama saja?"
Gadis tersebut membeku kaget ketika wajah Dan Heng kini hanya berjarak beberapa centimeter darinya. Hembusan napasnya yang hangat menyapu wajahnya dengan lembut. Dekat sekali. Terlalu dekat. Jaraknya dengan Dan Heng terlalu dekat, kalau dia bergerak sedikit saja bibir mereka bisa langsung bersentuhan.
Sekali lagi Yurinna memalingkan wajahnya, semakin lama dia menatap wajah Dan Heng, dia merasa dorongan itu semakin kuat. Dorongan yang seolah berkata kepadanya untuk menempelkan bibirnya kepadanya. Tentu saja godaan itu hampir membuat Yurinna terlena, jika saja dia tidak ingat kalau dia tidak boleh menciumnya tanpa izin.
Kenapa Dan Heng harus begitu dekat?!
Bagaimana kalau aku kalah dengan keinginanku sendiri?!
Apakah dia tahu seberapa besar pengaruh sikapnya ini padaku sekarang?!
Curang sekali.
Dimana Dan Heng yang biasanya bersikap tenang itu?
Pikirannya terasa berkabut, Yurinna tidak bisa berpikir jernih, tidak dengan jarak sedekat ini. Dengan ragu-ragu dia melirik ke arah Dan Heng, jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Yurinna benar-benar tidak tahu apakah dia boleh melakukan ini, tapi ... dia ingin mencobanya. Dia menelan ludah gugup.
"Dan Heng ...."
Dan Heng terdiam ketika mendengar namanya keluar dari bibirnya, tangannya menggenggam erat pinggiran meja, "Kalau kamu memanggil namaku seperti itu lagi ... aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, Yurinna."
"Apakah begitu? ... lagipula tidak ada siapapun selain kita di sini. Tuan Welt, Nona Himeko, March dan Stelle pasti masih lama," balas Yurinna pelan, tangannya bergerak ke arah pundaknya, kemudian melingkari lehernya. Sudahlah. Dia sudah tidak peduli lagi. Dia akan melakukan apapun sesuai dengan apa yang dikatakan hatinya.
Balasan singkat itu berhasil membuat Dan Heng terdiam, belum lagi tangannya yang memeluk lehernya membuat dia semakin tergoda. Memang sedang tidak ada siapapun di kereta selain mereka berdua dan Kondektur Pom-pom, mereka tidak perlu khawatir akan terkena masalah jika ataupun takut jika seseorang tiba-tiba masuk.
Dan Heng menatap Yurinna dalam-dalam, mencoba memastikan jawaban gadis itu. "Kamu yakin ...? Aku benar-benar boleh melakukannya?" tanyanya. Meski dia tahu apa jawabannya nanti, tapi Dan Heng ingin mendengarnya langsung dari mulutnya.
Yurinna mengangkat wajahnya, menatap Dan Heng dengan yakin, dia menganggukkan kepalanya pelan, "... boleh."
Tepat saat itu juga, Dan Heng langsung menempelkan bibirnya dengannya. Dia menciumnya tanpa keraguan sedikitpun. Matanya tertutup lembut, perlahan tenggelam dalam kelembutan bibirnya. Meski masih ada konsekuensi seseorang akan melihat mereka, tapi dia peduli. Dia sangat menginginkannya di sini, saat ini juga.
Sementara Yurinna mengeratkan tangannya di sekitar lehernya, dia ikut menutup matanya dan menikmati ciuman itu. Dia tidak bisa percaya ini. Mereka benar-benar melakukan ini. Walaupun ini bukan pertama kalinya, namun Yurinna tetap saja merasakan perutnya tergelitik. Kupu-kupu seolah-olah beterbangan di dalam perutnya, membuat dia merasa malu dan hangat.
Dan Heng memiringkan kepalanya sedikit, memperdalam ciumannya. Satu tangannya bergerak ke belakang, merayap perlahan ke punggung kecil Yurinna. Sementara tangan lainnya dia gunakan untuk menahan kepala Yurinna dan menariknya untuk semakin mendekat.
Tangan Yurinna memainkan helaian rambutnya, dia mengeluarkan suara gumaman pelan yang teredam oleh bibir yang menempel padanya. Sejujurnya dia sudah menunggu momen seperti ini sejak lama sekali, dia tidak percaya akhirnya ini terjadi secara nyata dan bukan hanya mimpi.
Jarinya menggambar lingkaran kecil di punggungnya. Lidahnya dengan sengaja menggodanya dengan menyapu bibir bagian bawahnya, membuat tubuhnya sedikit gemetar di dalam pelukannya.
Walaupun masih belum puas, Yurinna mengisyaratkan pada Dan Heng untuk melepaskan ciumannya. Dia hampir kehabisan napas, kalau ciumannya berjalan lebih lama daripada ini, kemungkinan besar dia bisa pingsan.
Dan Heng menyadari isyarat dari sang gadis, tangannya perlahan melepaskan kepalanya. Dia menjauhkan wajahnya sedikit darinya, memutuskan ciumannya. Napasnya sedikit terengah-engah, tidak berbeda jauh dengan Yurinna. Rona merah muda sama-sama menghiasi kedua wajah mereka.
Beberapa detik kemudian Dan Heng baru saja menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Dia ... dia baru saja mencium gadis di hadapannya. Tindakan impulsifnya berhasil menguasai dirinya untuk sejenak. Wajahnya semakin memerah hebat, Dan Heng tidak berani menatap wajah Yurinna.
Pada akhirnya dia malah menenggelamkan wajahnya di ceruk lehernya, karena terlalu malu untuk menatapnya. Samar-samar dia menggumamkan kata maaf yang hanya bisa didengar olehnya dan Yurinna.
"... maaf."
Walaupun berkata begitu, hal seperti ini pasti akan terjadi lagi. Yah, lagipula baik Dan Heng dan Yurinna sama sekali tidak merasa keberatan. Selama kedua pihak setuju, tidak ada masalahnya, kan?
Setidaknya mereka berdua lupa satu hal. Setelah ini, akan ada kondektur yang siap mengomeli mereka karena telat makan siang.
0 notes
lepusadiutrix · 4 months
Text
Kilauan di Mata Hijau Laut Milikmu [#PYDyumefic2]
Pair: Dan Heng (Honkai Star Rail) x Yurinna (OC)
Honkai Star Rail © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
"Yurinna, hati-hati, jangan sampai jatuh." Dan Heng memperingati Yurinna yang sudah melesat pergi. Padahal baru beberapa menit yang lalu mereka mendarat, tapi Yurinna sudah semangat sekali untuk mengeksplor berbagai tempat di planet ini. Dia hanya bisa menatap pasrah dan mengikuti gadis tersebut, berjalan mendekati jembatan yang menghadap langsung ke laut.
Sementara gadis bersurai low twintails hitam tersebut sudah berada tepat di depan pagar pembatas. Wajahnya berseri-seri menatap laut berwarna hijau. Pemandangan yang sudah lama sekali tidak dia lihat.
"Wah! Laut di planet ini indah sekali!" seru Yurinna kagum, tangannya memegang pagar pembatas, menatap jauh ke depan. Matanya berkilauan oleh pantulan cahaya dari air laut di bawahnya. Semilir angin laut berembus, menerpa wajahnya dan meniup lembut helaian rambutnya. Deru ombak yang menyapu terdengar seperti alunan musik yang semakin melengkapi suasana.
Yurinna menatap ketiga rekannya yang juga tampak menikmati suasana damai di hadapan mereka. Kamera sudah berada di tangan March entah sejak kapan, gadis itu mengabadikan setiap sudut laut. Stelle hanya berdiri saja, menatap pemandangan, sesekali melihat foto yang diambil oleh March. Sementara Dan Heng tidak mengatakan apapun dan hanya menatap laut dalam diam.
Dia menggeser tubuhnya sedikit lebih dekat dengan Dan Heng. Yurinna menatap kembali laut di hadapannya. Warna hijaunya mengingatkannya dengan warna mata Dan Heng "Ngomong-ngomong warna lautnya mirip seperti warna matamu," celetuk Yurinna.
Suara Yurinna membuyarkan fokusnya, Dan Heng menatap gadis bertelinga kucing di di sebelahnya, "Mataku?"
"Mhm! Hijau laut! Warnanya cantik sekali, aku suka melihatnya!"
Dan Heng terdiam untuk beberapa saat, tidak menyangka Yurinna akan tiba-tiba mengatakan hal seperti itu. Dia terdiam memikirkan apa yang harus dia katakan untuk membalas perkataannya. Namun, belum sempat mengatakan apapun, Yurinna sudah membuka suara lagi.
"Kamu tau? Aku pernah mendengar kalau warna hijau laut memiliki makna ketenangan, ketentraman dan keseimbangan. Aku rasa ketiga makna itu benar-benar cocok untukmu, karena kamu selalu tenang dalam keadaan apapun. Sepertinya mulai hari ini hijau laut juga akan menjadi warna favoritku!" jelas Yurinna.
Penjelasan gadis di sampingnya berhasil membuat sudut bibirnya terangkat sedikit, Dan Heng tersenyum kecil mendengar penuturan Yurinna. Perkataannya terlalu jujur, malahan kelewat jujur. Namun, kalimat terakhirnya berhasil membuat dia merasa sedikit heran. Seingatnya Yurinna itu sangat menyukai warna merah daripada warna apapun yang ada di dunia ini.
"Lebih daripada kamu menyukai warna merah?" tanya Dan Heng heran.
Yurinna terkekeh pelan, menyadari wajah laki-laki di samping yang nampak jelas keheranan. Senyumannya semakin merekah hingga mencapai matanya, "Iya, lebih daripada aku menyukai warna merah," jawabnya jujur, "Bagiku mata Dan Heng yang berwarna hijau laut lebih cantik dari warna apapun, bahkan warna merah sekalipun. Setiap melihat matamu rasanya seperti ada yang berbisik padaku 'Semuanya akan baik-baik saja, jangan khawatir'. Lalu ... itu juga yang aku rasakan ketika kita pertama kali bertemu, hari dimana kamu menyelamatkanku."
Matanya menatap lekat-lekat iris hijau laut milik Dan Heng, air laut yang memantulkan cahaya membuat matanya terlihat berkilauan. Layaknya bintang yang berkilauan menerangi langit malam, kilauan dari mata hijau laut Dan Heng menerangi hati miliknya.
Padahal di planet asalnya melihat laut sudah menjadi hal yang biasa, hingga rasanya dia bosan terus-menerus melihat laut. Tidak ada satu hari pun tanpa melihat laut hingga rasanya muak. Tapi, hari ini dia baru menyadari, ternyata ink tidak begitu buruk. Mungkin masalahnya bukanlah seberapa sering dia melihat laut, melainkan dengan siapakah dia melihat laut.
Jika melihatnya dengan orang yang spesial pasti akan membuat hal sesederhana melihat pemandangan laut bersama menjadi lebih berkesan dan bermakna.
Seandainya saja dia bisa mengajak Dan Heng untuk mengunjungi planet asalnya, sayang sekali itu hanya akan menjadi impian yang sia-sia. Namun, tidak apa, bagi Yurinna ini saja sudah sangat cukup. Asalkan dia bisa melihatnya bersama Dan Heng, laut di planet manapun akan terlihat cantik.
Di sisi lain, Dan Heng masih tertegun dengan jawaban Yurinna yang blak-blakan dan apa adanya. Tanpa sadar sudut bibirnya semakin terangkat ke atas, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum ketika mendengar gadis tersebut. Ini pertama kalinya ada seseorang yang memuji warna matanya dan rasanya sedikit asing.
Pujian dari Yurinna berhasil membuat hatinya terasa hangat. Aneh sekali. Rasanya Dan Heng ingin meletakkan telapak tangannya di atas rambutnya yang lembut. Meski begitu, dia tidak melakukannya karena itu mungkin saja akan membuatnya tidak nyaman.
"... terima kasih, Yurinna." Pada akhirnya satu-satunya yang bisa dia katakan hanyalah ucapan terima kasih yang singkat. Lain kali, dia akan benar-benar mengatakan apa yang dipikirkannya kepada Yurinna.
"Ah, aku punya ide! Bagaimana kalau kita foto bersama di sini? Aku akan pinjam kamera March!"
"Boleh."
"Oh, ngomong-ngomong, pipimu agak sedikit merah, Dan Heng. Kamu kepanasan?"
"Tidak, aku tidak apa-apa."
"Serius? Kalau kamu kepanasan kita lebih baik mencari penginapan sekarang."
"Jangan khawatir, aku sungguh baik-baik saja, Yurinna."
1 note · View note
lepusadiutrix · 6 months
Text
Sebuah Surat
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
Bagi Yunna, sosok Aether selalu mengingatkannya dengan matahari. Contohnya, senyumannya sehangat mentari pagi, rambut kuning cerah miliknya mirip seperti matahari di siang hari dan sikapnya yang lembut bagaikan matahari senja. Aether adalah personifikasi dari matahari itu sendiri.
Harinya akan terasa tidak lengkap kalau tidak melihat senyuman Aether meski hanya satu detik. Apalagi jika Aether sedang berpetualang di wilayah lain— membuat kesempatan untuk melihat senyumannya hampir tidak mungkin.
Setidaknya Aether selalu rutin mengirimkan surat saat dia sedang berpetualang di tempat yang jauh. Setiap kali membaca surat darinya, Yunna merasa jaraknya dengan Aether dekat. Seolah-olah mereka sedang berada di tempat yang. Dia bisa membayangkan bagaimana suasana serta apa saja yang dihadapi Aether dalam perjalanannya.
Hari ini pun tidak jauh berbeda. Di tangannya terdapat secarik kertas kuning pucat— surat dari Aether yang baru saja dia terima. Yunna sengaja menyempatkan diri untuk membaca surat itu sebelum berangkat ke Knight of Favonius.
-Surat dari Aether-
Tumblr media
"Hehe, seperti biasanya petualanganmu selalu menyenangkan ya, Aether. Semoga Archon Anemo selalu memandu perjalananmu dengan angin miliknya," ucap Yunna pelan sembari mengecup kertas tersebut dengan lembut.
Kemudian Yunna menaruh kertas kekuningan tersebut di dalam sebuah kotak khusus. Dia sengaja menyiapkannya untuk menyimpan surat-surat dari Aether. Meski sebenarnya dia ingin membawa surat itu bersama dengannya, tapi dia khawatir itu malah membuat suratnya rusak.
Jadi, Yunna lebih memilih untuk menyimpannya dan mungkin akan membacanya sesekali. Karena seperti yang dikatakan, harinya tidak akan terasa lengkap tanpa Aether.
0 notes
lepusadiutrix · 6 months
Text
O̸̥͙̩͙̠̲̦̼͔̗̜̞͓̩̼̦̤̓͛̄̒̊̄̆̈́̀b̴̛͙͑̾͗̌͗̈́̄͑̒̎̓̋̑̔̚s̶̢̛̹̣̖̪͚͈͙͓̤̮͚̣͔͊̓͌̿͠ę̵̝̦̏̐̍͋͐̌͂̈́͒̈̑̄͋̚s̸͉͖̱̩̚͜s̶͈̳͕̼̝̯̲̮̯̙̾́͆̾̿͜ͅͅi̷̧̡̢̧̖̞͕̠̝̭͉̻̝̒͛̾̿̊̈̊̓͌͂͂͛̄̑̈́͊͠͝ó̶̢͔͓̻͇̭̳͖̯̝̥͕̙̠̲͇̲̬͛̈̑̇͂̓̓̇̋̐̐̐̔́̔̚̕͘n̸̛̙̳̩͂̔͗͗̏͛̀̉̓̄̊̔͜
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Cw ❗ kidnapping, obsessive behavior ❗
Tumblr media
Di ruangan kecil berwarna putih yang hanya diisi dengan sebuah ranjang dan meja rias, bahkan tidak ada jendela di dinding ruangan tersebut. Sebuah ruangan khusus yang bertujuan untuk mengisolasi dari dunia luar. Hanya ada mereka berdua di sana. Jauh dari keramaian. Tidak diketahui oleh siapapun.
"Astaga, kamu nggak tau seberapa cantiknya dirimu, kan?"
Tangannya dengan lembut menggenggam helaian rambut hitam milik si gadis, membawa helaian rambut tersebut dekat ke hidungnya. Dia menghirup aroma manis yang menguar dari rambut nya, yang tidak pernah membuatnya bosan.
Aether kemudian mengambil sebuah sisir yang berada di meja rias, dia mulai menyisir rambut panjang Yunna secara perlahan. Senyuman bahagia menghiasi wajahnya ketika dia melakukan hal itu. Matanya menatap hangat dan penuh cinta kepada sepasang manik merah muda milik gadis yang sedang duduk di hadapan meja tanpa mengatakan apapun.
Berbanding terbalik dengan wajahnya yang berseri-seri, bahkan senyuman kecil tidak terlihat di wajah Yunna. Matanya yang dahulu terlihat berkilauan, kini hanya menatap kosong ke cermin rias di depannya. Bibir merah muda tertutup erat, tidak berniat sedikitpun menanggapi perkataan yang dilontarkan.
Yunna membiarkan Aether menyisir rambutnya sesuka hatinya—lebih tepatnya dia sudah tidak peduli lagi. Awalnya dia berkata hanya akan membuatnya tinggal selama beberapa hari. Namun, pada akhirnya dia sudah tidak bisa mengingat berapa hari sejak dirinya terakhir melihat cahaya matahari.
Terkekeh geli, Aether merasa tertarik kepada diamnya sang gadis, "Nggak ada orang di dunia ini yang bisa mencintaimu dan menghargaimu, seperti yang aku lakukan." Dia meletakkan kembali sisir itu ke tempatnya, tangannya beralih memegang pundak Yunna.
Aneh. Ini terasa aneh. Perkataan nya yang mengatakan dia mencintainya terasa tidak berarti. Padahal biasanya jika Aether mengatakan itu Yunna selalu merasa senang, tapi kali ini dia muak mendengarnya. Perutnya terasa mual.
Konsep 'cinta' yang dikatakan Aether sama sekali tidak bisa dimengerti. Cinta seharusnya membuat seseorang merasa bahagia dan bebas. Apakah ini masih bisa disebut cinta ketika dia malah merasa terkekang oleh cintanya?
"Kamu hanya milikku."
Tangan Aether yang memegang pundak Yunna semakin erat, memaksa nya untuk menatap langsung ke arah cermin. Mata merah mudanya langsung menangkap wajah Aether yang tersenyum, senyuman miliknya terlihat sangat asing.
Senyuman yang terpantul di cermin justru menunjukkan orang yang tidak waras, dibutakan oleh cinta— obsesinya. Dia merasa sangat asing melihatnya. Satu kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah mengerikan. Wajahnya hampir membuat Yunna tidak mengenali laki-laki tersebut, dia sangat berbeda dengan pertama kali mereka bertemu.
Kemana laki-laki yang senang membantu orang dan selalu bersikap positif itu pergi?
Siapa orang yang sekarang sedang dilihatnya ini?
Makhluk jahat mana yang merasukinya hingga bersikap seperti itu?
"Hehe ... kamu benar-benar cantik, aku nggak percaya sekarang aku bisa memilikimu seutuhnya."
Rasa merinding seketika merayap ke punggungnya, pupil matanya bergetar menatap pantulan cermin di hadapannya. Tubuhnya tersentak pelan, gemericik suara besi rantai yang melingkari kedua pergelangan kakinya terdengar. Pada saat itu, Yunna akhirnya menyadari bahwa dirinya mungkin tidak akan pernah bisa melihat cahaya matahari lagi.
"Sekarang nggak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi, boneka cantikku~"
0 notes
lepusadiutrix · 6 months
Text
Chance | Time travel AU
Pair: Aether (Genshin Impact) x Yunna (OC)
Genshin Impact © Hoyoverse
Story © Crescent
Tumblr media
"Huh?"
Aether mengedip-ngedipkan matanya dengan kebingungan. Dalam satu kedipan mata tiba-tiba saja lingkungan di sekelilingnya berubah total, padahal dia yakin sekali sebelumnya dia berada di sebuah reruntuhan— menatap Yunna yang kehilangan nyawa tepat di depan matanya. Tubuhnya merinding sekali lagi ketika mengingat pemandangan gadis itu yang tertusuk oleh pedang tepat di dadanya.
Jantungnya berdetak semakin cepat. Tangannya bergerak untuk mengucek matanya, memastikan sekali lagi kalau pemandangan di hadapannya ini nyata, bukan hanya imajinasi semata. Aether menarik napas, mencoba untuk mengontrol emosinya yang semakin tidak stabil.
Sebenarnya apa yang terjadi?
Apakah aku … kembali ke masa lalu?
Tapi bagaimana bisa …?
Nggak, itu nggak mungkin …! Tapi, ini terasa terlalu nyata untuk sebuah mimpi ….
Apakah aku benar-benar kembali ke masa lalu?
Semua ini terlalu membingungkan. Banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Saking banyaknya hingga dia tidak bisa memikirkan satupun jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi dirinya.
Angin berhembus pelan membuat dedaunan saling bergesekan menciptakan alunan suara yang lembut di telinga. Suara cicitan burung saling bersahutan, mereka terbang dari satu pohon ke pohon lainnya maupun terbang ke langit. Aether terbengong cukup lama, matanya menatap kosong jauh ke langit.
Dia masih berusaha untuk menata pikirannya, memikirkan alasan paling masuk akal dari apa yang dialaminya sekarang. Namun dia sama sekali tidak bisa menemukannya, karena bagaimanapun juga kembali ke masa lalu adalah sesuatu yang mustahil. Tapi faktanya disinilah dia, kembali ke beberapa jam yang lalu sebelum kecelakaan itu terjadi.
"Aku … kembali ke masa lalu," gumam Aether pelan. Tangannya terulur ke depan, menangkap sehelai daun yang tertiup oleh angin. Meski masih belum yakin, satu-satunya kesimpulan yang bisa dia pikirkan adalah dia kembali ke masa lalu. Jika, dia benar-benar kembali ke masa lalu, maka itu hal yang bagus. Karena itu artinya dia bisa mencegah apa yang akan terjadi pada Yunna di masa depan.
Terlalu larut dalam pikirannya membuat Aether tidak waspada dengan sekeliling, dia tidak menyadari ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Tepukan pelan di bahu Aether berhasil membuatnya terhenyak kaget. Dia langsung membalikkan badan, mendapati seorang gadis bersurai hitam sedang tersenyum ke arahnya.
Mata merah mudanya berkilauan dipenuhi cahaya kehidupan tidak seperti yang dia lihat sebelumnya, bagai mengatakan, "Aku masih hidup".
"Kamu melamun? Maaf, aku nggak bermaksud untuk membuatmu kage—"
Tanpa berpikir panjang Aether langsung menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukannya, memeluknya dengan sangat erat. Seolah-olah jika dia melepaskannya sekali lagi, barang hanya satu detik, dia akan kehilangan dirinya lagi. Itu membuatnya kembali teringat dengan apa yang dikatakannya dulu, saat itu dia berkata, "Jangan pergi terlalu jauh". Memang hanya sebuah kalimat singkat, tapi siapa yang menyangka ternyata kalimat itu benar-benar berarti?
Saat itu dia seharusnya jangan pernah membiarkan Yunna pergi terlalu jauh darinya, namun dia gagal. Dia gagal mencegah gadis itu.
Kali ini Aether tidak hanya akan mengatakannya, tapi juga menghentikan Yunna dengan tindakannya. Dia tidak ingin kehilangan dirinya sekali lagi.
Aether mengeratkan tangannya, membungkus tubuh si gadis dalam pelukan yang hangat. Meninggalkan Yunna dengan segala rasa penasaran dan pertanyaan yang mempertanyakan tindakan tiba-tiba Aether. Namun, dia tidak peduli, dia hanya ingin keselamatan Yunna. "Aku rasa … lebih baik kita jangan pergi terlalu jauh," bisiknya pelan.
"Eh? Kamu yakin? Padahal kita sudah sejauh ini loh!"
"… iya, kita kembali saja ke kota, lagipula aku sudah menemukan barang-barang yang kuperlukan."
Meskipun dia berkata begitu, Aether masih belum melepaskan pelukannya pada Yunna. Ia masih berusaha meyakinkan diri kalau semua ini nyata, bukan hanya imajinasi maupun mimpinya. Kehangatan tubuh yang menguar darinya terasa terlalu jelas untuk ukuran khayalan, tubuhnya tidak dingin seperti yang dia rasakan beberapa jam yang lalu. Masih segar di ingatannya bagaimana tubuh gadis itu perlahan menjadi dingin saat dia memeluknya, sementara cairan merah terus mengalir dari lukanya.
Namun, biarkanlah yang sudah berlalu, karena yang terpenting bagi Aether sekarang adalah Yunna masih hidup. Dia masih bernapas. Manik merah mudanya menatap dirinya dengan penuh penasaran. Tubuhnya masih terasa hangat ketika dipeluk. Detak jantung serta suara napasnya yang terdengar seperti alunan musik di telinganya membuat Aether perlahan tenang.
Aku kembali. Kali ini aku nggak akan membiarkanmu pergi lagi.
0 notes