Text
Indonesia yang Harmoni
Cerita ini berawal ketika saya SMP, waktu itu kelas 3 SMP. Awal saya kenal dengan alat musik yang memiliki 6 senar dan cara memainkanya adalah di petik, yap gitar. Perkenalan saya terhadap gitar disebabkan karena keterpaksaan. Kelas 3 SMP identik dengan ujian praktek, ya salah satu ujian yang menentukan kelulusan. Ketika itu saya bingung ingin menampilkan apa pada ujian praktek mata pelajaran seni budaya. Ujian praktek seni budaya harus menampilkan suatu pertunjukan. Sebenarnya itu bukan satu-satunya nilai ujiannya, ada pengumpulan patung didalam ujian tersebut. Untuk masalah membuat patung saya sama sekali tidak memiliki beban berat, karena bisa dibuat dirumah. Namun ketika mendengar kata pertunjukan itu yang membuat saya bingung dan takut. Sejak saat itu saya langsung minta diajarkan gitar ke papah saya. Papah saya merupakan sesorang guru yang sangat baik. Itu karena tidak meminta punggutan biaya dalam mengajarkan saya gitar (hahaha). Keluarga dari papah saya memang dikenal sebagai keluarga yang bisa main alat musik semua. Itu diturunkan dari mbah buyut saya yang jago bermain gitar sambil menyayikan lagu-lagu Belanda dan papah saya belajar dari beliau.
Minggu-minggu pertama saya belajar gitar sangat antusias seperti diajak makan gratisan, namun minggu selanjutnya sikap antusias itu hilang di bawa angin. Efek belajar karena terpaksa mungkin membuat sikap itu hilang entah kemana. Sebenarnya ketertarikan terhadap gitar sudah muncul ketika SD, saat itu sodara saya pandai sekali memainkan gitar. Tetapi karena pada saat itu tangan saya pendek maka sulit untuk menekan senar dan membentuk chord. Kembali ke SMP, karena sudah dikejar waktu maka saya mulai rajin berlatih. Tidak hanya dengan papah saja, saya juga belajar dari teman-teman SMP dan sodara. Dan akhirnya saya bisa bermain gitar sampai saat ini dan lolos dalam ujian seni budaya tersebut.
Dari penggalan cerita saya tadi, saya mendapatkan pencerahan untuk membahas sesuatu yaitu gitar. Alat musik yang sangat familiar dan banyak yang menggunakanya ini ternyata memiliki filosofi yang tersembunyi di dalamnya. Filosofi terkait dengan perbedaan,keberagaman. Hidup di Indonesia memang sudah biasa dengan keberagaman. Diperkuat melalui semboyan negeri ini yang berbunyi “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna berbeda-beda namun satu jua. Semboyan yang sangat tertancap di pikiran kita karena sudah mendengarnya sejak SD.
Indonesia diciptakan Tuhan dengan keberagaman, berbeda dengan negara lain. Keistimewaan ini diberikan Tuhan karena maksud baik. Tidak mungkin Tuhan menciptakan sesuatu untuk kerusakan atau keburukan. Maksud baik ini yang belum semua orang yang memahaminya. Memang semboyan Indonesia sudah hapal diluar kepala karena dicekokin dari SD. Namun hanya segelintir orang yang mampu mengamalkan semboyan tersebut. Perlakuan rasis masih sering terjadi di Indonesia. Kita masih sering membeda-bedakan orang yang padahal kita itu adalah saudara kita sendiri. itu sama seperti kita mengejek adik kita sendiri padahal itu adik kita sendiri. memang kita semua berbeda keturunan, tetapi kita satu bapak yaitu Indonesia.
Cekokan pelajaran Kewarganegaraan tentang tenggang rasa, gotong royong, lapang dada hanya sebuah teori. Mungkin kalo boleh saya mengusulkan adakan ujian praktek kewarganegaraan di sekolah-sekolah. Percuma kita mempelajari sesuatu tetapi tidak mengamalkan pelajaran tersebut. Mungkin selama ini siswa sulit mencari bentuk konkret dari teori tersebut, makanya itu hanya sebagai teori saja.
Indonesia masih mengenal kaum mayoritas dan minoritas. Itu yang membuat saya kurang setuju dengan pengelompokan itu. Serasa ada jarak di dalam masyarakat Indonesia. Nama pengelompokan tersebut yang membuat terjadinya saling serang atau pun saling bunuh diantara kita. Kaum mayoritas memang wajar untuk menindas kaum minoritas kalo dari segi nalarnya. Jumlah yang banyak pasti lebih unggul dari yang hanya hitungan jari bukan. Pengelompokan itu yang membuat saya risih mendengarkannya. Sebab pengelopmpokan itu kita berbuat seperti sekarang ini. Karena pengelompokan ini pula yang membuat kekuasan dipegang oleh kaum mayoritas. Kaum mayoritas takut jika kaum minoritas memimpin maka akan melakukan kaum mayoritas seenaknya. Ketakutan itu dibuat oleh mereka sendiri. mereka melakukan balas dendam karena mereka dulu diperlakukan seperti itu oleh kaum mayoritas. Itu sifat alamiyah manusia.
Cobalah jadi seperti gitar yang tak pernah merasa senar yang paling penting atau yang paling berkuasa. Mereka semua bersatu dalam sebuah nada yang harmoni. Ketika satu senar putus maka bunyi mereka menjadi kurang bagus. Mereka juga tidak mengenal pengelompokan. Hilangkan kelompok mayoritas dan minoritas. Jadilah satu kelompok yang membuat kehidupan menjadi harmoni.
0 notes