Tumgik
mbudikrnwn-blog · 7 years
Text
Merdekakah Indonesia?
Tepat hari ini 72 tahun silam Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdakaannya. Tentunya kemerdekaan yang didapat bukanlah tanpa usaha yang keras, tidak sedikit dari saudara setanah air kita yang harus bertumpah darah sampai kepada titik kematian. Perjuangan mereka jelas melawan para penjajah yang terus menindas rakyat Indonesia pada kala itu.
Lalu bagaimana kondisi Indonesia setelah 72 tahun merdeka dari para penjajah? apakah benar Indonesia sudah lepas dari belenggu penjajahan? Ya secara fisik memang benar sudah terlepas dari belenggu penjajahan, namun ketika digali lebih dalam lagi sesungguhnya penjajahan itu belum berhenti sampai detik ini, memang bukan secara fisik, namun pemikiran dari Bangsa Indonesia yang dijajah, dan lebih parahnya lagi bukan hanya penjajahan secara pemikiran yang datang dari luar Indonesia, namun datang dari dalam tubuh Indonesia itu sendiri. Benar memang apa yang Bung Karno pernah sampaikan bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.
Tumblr media
Sumber Foto: www.flickr.com
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah bukanlah perjuangan yang mudah dan cepat, memerlukan waktu ratusan tahun untuk mengusir para penjajah yang menyengsarakan kehidupan bangsa Indonesia pada masa penjajahan. Karakteristik para penjajah yang berbeda memerlukan keahlian dan strategi yang berbeda pula untuk melawannya, para pejuang di masa itu ada yang berjuang secara fisik maupun secara pikiran untuk memperjuangkan bagaimana caranya bisa memerdekakan Indonesia dan bisa mengibarkan bendera Merah Putih di tanah air kita tercinta ini.
Dalam mencapai kemerdekaan itu sendiri pun tidak semulus yang terlihat, bahkan terjadi pergolakan antara golongan tua dan golongan muda pada masa itu dalam hal meproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Tapi bukan masalah pergolakannya yang harus kita ambil, tapi bagaimana perjuangan para golongan tua dan golongan muda untuk mencapai kemerdekaan yang sampai sekarang kita bisa rasakan.
Namun kemudian pertanyaan baru, apakah Indonesia sudah benar-benar Merdeka dan lepas dari belenggu penjajahan? apakah cita-cita bangsa Indonesia sudah tercapai sesuai dengan apa yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945?
Sebuah kebanggaan ketika melihat betapa ramainya perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-72 ini, puluhan bahkan ratusan umbul-umbul dan spanduk terpasang di jalan-jalan, tidak sedikit orang yang mengenakan atribut kemerdekaan dengan aksen merah putih mulai dari pakaian utama sampai kepada asesoris pakaian itu, hampir seluruh bangunan mengibarkan bendera merah putih di halaman depan rumahnya. Tapi coba kita renungkan kembali, apakah bendera-bendera tersebut hanya dipasang pada saat memperingati kemerdekaan seperti ini? apakah atribut-atribut dengan aksen merah putih hanya di pasang ketika momen seperti ini? apakah ketika bukan momen perayaan kemerdekaan mereka semua malu atau bahkan takut untuk mengenakan hal tersebut?
Lalu bagaimana dengan para pemangku kebijakan, para aktor-aktor politik, para golongan elit Negara dalam kesehariannya? Tentunya tidak sedikit kebijakan yang mereka keluarkan dalam menjalankan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, namun apakah semua kebijakan yang dikeluarkan sudah pro terhadap rakyat? sudah berhasil mensejahterakan rakyat? atau malah ternyata kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut hanyalah kebijakan berdasarkan kepentingan golongan mereka tanpa memperdulikan khalayak banyak. Tidak sedikit juga dari mereka yang melakukan tindak pidana korupsi hanya untuk mensejahterakan dirinya dan golongannya sendiri? lalu bagaimana nasib sodara-sodara kita yang berada di wilayah perbatasan, di wilayah-wilayah terpencil, sudahkah para golongan elit itu memperhatikan mereka. Seharunya para golongan elit memperhatikan mereka yang di perbatasan  untuk diberikan kesejahteraan dan kehidupan yang layak seperti mereka yang hidup di pusat-pusat kota, bukannya malah mengambil hak mereka untuk kepentingan rakyat-rakyat kota atau bahkan kepentingan para golongan elit itu sendiri?
Lalu bagaimana dengan para golongan muda pada masa sekarang? apakah mereka juga melakukan pergolakan seperti pada masa pra kemerdekaan? Sepertinya belum semua, bahkan hanya segelintir golongan pemuda yang perduli akan Negara Indonesia ini. Selebihnya mereka lebih perduli terhadap bagaimana kehidupan pribadi mereka, bagaimana mereka bisa memenuhi keinginan mereka sendiri. Pemuda seharusnya bisa menjadi penerima tongkat estafet perjuangan dan pembangunan bangsa untuk di masa mendatang, bukan malah menjadi perusak bangsa itu sendiri.
Akhir-akhir ini sering kita dengan istilah generasi milenial yang di viralkan di media-media, lalu bagaimana peran generasi milenial itu sendiri dalam menyikapi kemerdekaan Indonesia? apakah generasi yang digadang-gadangkan akan memberikan banyak perubahan ini benar-benar bisa memberikan perubahan atau malah akan memberikan kehancuran dan keterpurukan bagi bangsa Indonesia itu sendiri dan Indonesia mengharapkan generasi selanjutnya yaitu generasi Z.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menjatuhkan golongan tertentu, namun murni sebagai refleksi kita sebagai Bangsa Indonesia khususnya golongan muda yang diharapkan bisa memberikan sumbangsih dan perubahan kepada bangsa Indonesia di masa mendatang.
Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-72 Jayalah Indonesiaku! Merdeka!
0 notes
mbudikrnwn-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
Perspective /pərˈspektiv/
A: "Liat deh gedung itu bagus ya" B: "Ah enggak ah biasa aja, bagusan juga gedung di sebelahnya lebih tinggi" A: "Yeee, kamu belum liat aja dalemnya kaya gimana" B:"Enggak! Tetep bagusan yang di sebelahnya menjulang tinggi" A: "..."
Tak jarang selalu ada perdebatan antar individu maupun kelompok terkait sesuatu hal dalam kehidupan ini. Menurut si A hal yang dia lakukan adalah baik, tapi menurut si B hal itu kurang baik bahkan buruk. Baik buruk benar salah semua adalah tergantung bagaimana subjek melihat objeknya dan tidak jarang semua pandangan itu hanyalah sebuah persepsi belaka.
Sumaatmadja dan Winardit (1999) mengatakan bahwa perspektif merupaka cara pandang seseorang atau cara seseorang berperilaku terhadap suatu fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Dari penjelasan tersebut bisa kita tarik sebuah hipotesa bahwa ada kemungkinan pandangan antara si A dan si B sama, tapi tidak menutup kemungkinan berbeda. Ketika ada sebuah perbedaan akan timbul sebuah permasalahan, dan ketika ada sebuah permasalahan haruslah dicari solusi untuk memecahkan masalahnya, pada saat pencarian solusi tentu adanya perbedaan perspektif dan pandangan lagi dari pihak-pihak yang berseteru, terus berlanjut seperti itu sampai entah kapan waktunya.
Jadi kesimpulannya adalah perbedaan perspektif bisa menimbulkan sebuah masalah? Iya benar, tetapi ada yang bisa kita ambil dari sebuah perbedaan tersebut adalah sebuah pembelajaran. Ketika tidak ada perbedaan, apakah mungkin ada sebuah perdebatan? Ketika semua berjalan lurus tanpa perbedaan apakah kita akan belajar bagaimana mencari titik terang dari sebuah permasalahan dan perbedaan tersebut?
Jangan pernah takut untuk memiliki pandangan yang berbeda dengan orang lain, dan jangan pernah diam ketika kamu masih merasa ada sesuat yang kamu rasa salah dan berbeda dengan apa yang kamu maksud, sampaikanlah jangan hanya di bungkam dalam diri, jangan tunggu ada yang menyulut apinya baru kamu sampaikan itu, khawatirnya bukan solusi atau titik cerah yang kamu dapatkan, tapi sebuah kekecewaan dan lagi-lagi akan ada perspektif baru dari orang di sekitarmu tentang dirimu wahai pembungkam.
0 notes
mbudikrnwn-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
[Homo Homini Lupus]
"Manusia adalah Serigala bagi Sesama Manusia" itu adalah makna dari Homo Homini Lupus. Istilah yang pertama kali dicetuskan oleh plataus yang kemudian dipopulerkan oleh Thomas Hobbes dalam De Cive (1651).
Faktanya, kita hidup sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk tetap bisa bertahan hidup, namun tidak semua hubungan yang terjalin itu memberikan dampak positif bagi manusia itu sendiri. Terkadang bahkan justu malah memberikan dampak yang negatif dan berujung kepada "kematian" kehidupan masyarakat.
Sama-sama tidak bisa kita pungkiri bahwa kondisi detik ini di Indonesia masih banyak saudara-saudara kita yang belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya untuk sehari-hari, jangankan untuk makan besok, untuk hari inipun belum tentu ada.
Ketika kaum miskin mengatakan "nanti makan apa?", yang sedikit kaya bilang "nanti makan dimana?", sudah kaya dan berkuasa bilang "nanti makan siapa??". Simpelnya seperti itu, namun tidak bisa ditutup-tutupi  bahwa praktek dari Homo Homini Lupus itu sendiri terjadi di golongan masyarakat bawah, karena mereka merasa tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya, akhirnya berbagai macam carapun dilakukan termasuk "memangsa" sesamanya.
Kondisi terburuk dimana golongan bawah pun banyak yang menjadi Homo Homini Lupus disebabkan karena sistem yang ada itu tidak mensejahterakan rakyatnya sehingga timbul kondisi yang demikian.Yang awalnya para "Serigala" ini ada di golongan masyarakat elite, dan lama kelamaan menyebar sampai ke golongan masyarakat bawah.
Ada beberapa kemungkinan kenapa bisa sampai sistem itu tidak bisa mensejahterakan rakyatnya, atau karena memang sumber daya baik manusia maupun lainnya itu terbatas, atau memiliki sumber daya yang cukup namun banyak penyelewengan disana. Penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para individu itulah salah satu bentuk gambaran dari Homo Homini Lupus yang juga membuka peluang terjadinya "Bellum omnium contra omnes" atau perang semua melawan semua yang terjadi karena dari masing-masing individu merasa memiliki lawan yang sama dan membuat kelompok-kelompok baru untuk saling memangsa satu sama lain.
So? ketika permasalahannya seperti itu, solusi konkrit apa yang harus dilakukan khususnya di Indonesia melihat kondisinya sudah sampai di titik terburuk dimana golongan masyarakat bawah pun banyak yang tergolong sebagai golongan homo homini lupus? Siapa dalang utama dibalik semua kondisi yang seperti itu? Kesalahan di bagian mana yang menyebabkan sistem itu menyengsarakan dan membunuh golongan kecil?
Ketika kondisi yang seperti ini terus terjadi, cita-cita founding father Bung Karno untuk mewujudkan "Sosialisme Indonesia" akan semakin sulit tercapai karena kondisi hari ini banyak golongan-golongan yang secara sumber daya mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya nanti mereka "dimiskinkan" oleh sistem yang ada.
0 notes
mbudikrnwn-blog · 7 years
Photo
Tumblr media
"Buta huruf bukanlah berarti buta kecerdasan, buta keberanian ataupun buta kejujuran. Sebaliknya pula, pendidikan pun tidaklah menjamin keberanian, keuletan, kejujuran, kecakapan memimpin, ketangkasan memandang ke hari depan dan mengambil sesuatu putusan dengan cepat serta tepat"
- Tan Malaka -
0 notes
mbudikrnwn-blog · 7 years
Text
Aku
Aku adalah seseorang yang dilahirkan pada Juli 1995, anak kedua dari dua bersaudara di keluarga kecil yang tinggal di wilayah Kota Tangerang Selatan.
Ayahku seorang pensiunan pegawai swasta, Ibuku seorang pegawai negeri sipil, Kakak salah satu bidan di RSUD di wilayah tempat aku tinggal, dan Abang iparku merupakan seorang polisi.
Tempat tinggalku di suatu wilayah perkampungan di Kota Tangerang Selatan yang mayoritas keluarga yang tinggal di wilayah tersebut masih memiliki hubungan keluarga dengan keluargaku.
Dalam aspek pendidikan formal, aku pernah belajar di RA Muma Pondok Jaya, kemudian lanjut ke SDN Bintaro 03 Pagi Bintaro sejak tahun 2001 - 2007. Aku melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMPN 161 Jakarta di bilangan Tanah Kusir Jakarta Selatan dan untuk jenjang Sekolah  Menengah Atas aku melanjutkan di SMAN 90 Jakarta di Wilayah Petukangan Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2013 silam. Pada saat tulisan ini dibuat, aku sedang menempuh pendidikan tingkat lanjut di Universitas Diponegoro Semarang tepatnya di Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tepatnya sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan Skripsi sebagai salah satu syarat kelulusanku untuk mendapatkan gelar di belakang namaku, yaitu gelar sebagai Sarjana Ilmu Politik.
Dalam urusan berorganisasi, aku termasuk orang yang belum lama mengenal dunia organisasi. Semasa SMP dan SMA aku bukanlah orang yang aktif dalam kepengurusan sebuah organisasi baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, bahkan dalam lingkungan sekolah aku termasuk salah satu dari mereka yang bisa dibilang tidak menyukai organisasi formal di dalam sekolah yaitu OSIS. Namun pada awal masa perkuliahan di tahun 2013, aku mencoba untuk terjun ke dalam organisasi lewat perangkat muda BEM FISIP Undip Tahun 2013, meskipun pengabdianku tidak lebih dari 3 bulan namun banyak hal baru dan manfaat yang aku dapatkan dari berorganisasi. Dari situlah titik pembelajaranku dalam berorganisasi di mulai. Aku pernah menjadi bagian dari BEM FISIP Undip 2014, kemudian lanjut di Senat Mahasiswa FISIP Undip 2015, dan beberapa organisasi intra kampus di bidang minat dan bakat. Selain dari mengikuti organisasi di dalam kampus, aku juga menjadi bagian dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indoneisa (GmnI) FISIP Undip pada tahun 2013, dimulai dari sebagai anggota biasa, kemudian menjadi kader dari GmnI, pengurus komisariat, dan sampai pada saat tulisan ini dibuat aku diamanahkan sebagai Wakil Komisaris Bidang Kaderisasi GmnI FISIP Undip Periode 2016-2017. Tidak sedikit manfaat yang aku rasakan dari pengalaman berorganisasi baik organisasi intra maupun ekstra kampus, dan aku percaya bahwa manfaat daripada berorganisasi itu tidak berhenti sampai aku lulus dari masa perkuliahan, namun akan memberikan manfaat untuk di masa depan bahkan sampai di titik darah penghabisanku.
Aku memiliki beberapa hobi yang menjadi rutinitasku dalam menjalani kehidupan ini, aku senang bermusik, berolahraga, dan berkendara menggunakan sepeda motor. Aku juga merupakan bagian dari salah satu club motor di Jakarta yaitu Independent Ninja Community (INCy) Jakarta yang tentunya juga memberikan banyak manfaat dan jaringan baru dalam kehidupanku.
Aku memiliki beberapa prinsip dalam hidup dan yang menjadi prinsip terbesarku adalah bahwasanya tidak ada kata tidak bisa dalam kamus kehidupanku, yang ada hanyalah kata belum bisa. Semua itu dikarenakan ketidakbisaan kita hanyalah permasalahan sebuah waktu, aku yakin bahwa aku hanya belum bisa dan suatu saat akan menjadi bisa ketika aku giat untuk menekuni hal tersebut, dan aku tidak pernah merasa terlambat dalam mepelajari sesuatu hal untuk menambah kemampuan dalam diriku baik hard ataupun soft skill. Sekali lagi semua itu hanyalah peramasalahan waktu karena sesungguhnya tidak ada kata terlambat untuk belajar.
0 notes